Penyebab Banjir Indonesia: Iklim/curah hujan Gelobang pasang/rob Limpasan sungai OLEH: Alif Noor Anna Suharjo Yuli Priyana Rudiyanto Penyebab Utama Banjir di Surakarta: Iklim dengan curah hujan tinggi Alih Fungsi lahan Morfologi Sungai Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta Tujuan Penelitian Menganalisis pengaruh faktor utama penyebab banjir Membuat Model Pengendalian Banjir Terpadu Metode Penelitian Survei dengan analisis data skunder, berupa data potensi limpasan permukaan, data penggunaan lahan, dan data morfologi sungai Gambar 1. Peta Administrasi Daerah Penelitian 1
CH Debit 14/06/2013 Grafik Curah Hujan Rerata Bulanan Tahun 2004-2008 500 Didasarkan atas penentuan iklim dengan Schmidt dan Ferguson dari 5 stasiun, diperoleh bahwa daerah penelitian mempunyai iklim agak kering sampai sedang. 400 300 200 100 0 Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni CH Bulan Artinya daerah penelitian termasuk daerah yang mempunyai jumlah bulan hujannya kurang mencukupi bulan kering, sampai yang jumlah bulan hujannya setara dengan bulan kering Debit Sungai Bengawan Solo (Pengukuran di Jurug) 140.00 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 - Juli 08 Agustus 08 September 08 Oktober 08 November 08 Desember 08 Januari 09 Februari 09 Bulan Maret 09 April 09 Mei 09 Juni 09 Debit Peta Perubahan Penggunaan Lahan Terjadi Alih Fungsi Lahan di Daerah Penelitian Penggunaan Luas (m²) Lahan 1989 % 2002 % Selisih (m 2 ) Hutan 216.842.624,64 5,75 95.364.768,39 2,53-121.477.856.25 Kebun 385.804.095,54 10,22 1.011.058.458,59 26,79 +625.254.363.05 Lahan Kering 1.371.238.737,90 36,33 835.809.514,07 22,15-535.429.223.83 Permukiman 405.896.735,54 10,76 678.769.872,10 17,99 +272.873.136.56 Sawah 1.308.204.097,86 34,66 1.066.983.678,33 28,27-241.220.419.53 Daerah Berair 86.008.417,08 2,28 86.008.417,08 2,28 0 Jumlah 3.773.994.708,56 100 3.773.994.708,56 100 0 2
Luas (%) 14/06/2013 Grafik Penggunaan Lahan 1989 dan 2002 Peningkatan Debit Puncak Sungai 40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 Hutan Kebun Lahan Kering Permukiman Sawah Waduk/Daerah Berair 1989 2002 Penggunaan Lahan Perubahan Potensi Air Permukaan (Co) Paleomorfologi Sungai Bengawan Solo No Sub Sub DAS Cover 1989 Co (%) 1989 Cover 2002 Co (%) 2002 Selisih Co 1 Alang Unggahan 12,908 49,147 13,998 50,237 +1,090 2 Bambang 15,377 31,673 16,142 32,438 +0,765 3 Dengkeng 15,214 38,836 15,205 38,827-0,009 4 Jlantah Walikun Ds 15,468 44,211 14,996 43,739-0,472 5 Keduang 13,674 46,288 13,090 45,704-0,584 6 Mungkung 13,811 41,752 12,453 40,394-1,358 7 Pepe 13,957 37,463 12,845 36,351-1,112 8 Samin 15,867 43,936 15,055 43,124-0,812 9 Wiroko Temon 12,193 52,347 12,529 52,683 +0,336 10 Waduk/Daerah Berair 2,500 37,643 2,500 37,643 0 Sungai Bengawan Solo awalnya arah aliran mengalir ke arah selatan bermuara ke Samudra Indonesia. Akibat tenaga paleo tektonik dari Australia yang menunjam ke Pulau Jawa maka bagian pinggir (bagian Selatan Pulau Jawa) berangsur-angsur terangkat sehingga aliran air tidak dapat mengalir ke Selatan dan berbalik ke Utara yang lebih rendah. Bekas-bekas yang ditinggal sebagai bukti bahwa Sungai Bengawan Solo pernah mengalir ke Pantai Selatan Jawa yaitu morfologi sungai, struktur perlapisan sedimen, ukuran butir sedimen, dan asal sedimen terbentuk. Sumber: Hasil pengolahan data primer 3
Morfologi Sungai Bengawan Solo Masa Sekarang Penampang sungai yakni dasar sungai merupakan hasil morfologi masa sekarang. Hal ini disebabkan karena adanya penumpukan atau sedimentasi material-material yang terbawa oleh aliran air sungai. Hasil analisa kemencengan data ukuran butir (2010) didapatkan angka kemencengan positif. Hal ini berarti material tersebut merupakan hasil proses fluvial bukan marin. Arah aliran menuju ke Utara yaitu ke Pantai Utara Jawa yang lebih rendah Gambar 3. Profil Material Sedimen No No Sampel Skewness 1 1 + 0.0358 2 2 + 0.00585 3 3 + 0.00414 4 4 + 0.00578 5 5 + 2.0535 6 6 + 0.07147 7 7 + 0.0114 8 8 + 0.0883 Sumber: Analisa Data Ukuran Butir, 2010 Tabel Ketinggian Permukaan Sungai Bengawan Solo Titik Ketinggian Air (mdpal) Ketinggian Permukaan (mdpal) 1 118 128 2 118 128 3 118 128 4 118 125 5 117 124 6 109 116 7 107 116 8 106 116 9 106 116 10 105 115 11 114 116 12 108 121 13 103 108 14 105 110 15 103 114 16 103 106 17 95 102 18 94 100 19 96 107 20 83 105 21 85 108 Sumber: Cek Lapangan, 2010 Gambar 4. Peta Profil Melintang dan Sebaran Sampel Sungai Bengawan Solo 4
Pelurusan Sungai Bengawan Solo Pelurusan Sungai Bengawan Solo Hulu, menyebabkan laju air dan debit meningkat, yang menyebabkan erosi tebing dan sedimentasi Model Pengendalian Banjir Berdasarkan Parameter Utama Penyebab Banjir Model Pengendalian berdasarkan Parameter Curah Hujan Kolam Konservasi Areal Perlindungan Air Tanah Sumur Resapan River Side Polder Metode Biopori 5
Model Pengendalian berdasarkan Alih Fungsi Lahan Evaluasi Perda Kabupaten / Kota Program pembangunan infrastruktur jalan raya yang ada di wilayah Surakarta, Klaten, Boyolali, Wonogiri dan Sukoharjo selama ini cenderung mengabaikan prinsip-prinsip lingkungan Model Pengendalian berdasarkan Morfologi Sungai Mengaktifkan Oxbow Re-vegetasi Bantaran dan Tebing Sungai Evaluasi RTRW/K UU No 26 Tahun 2007 mengenai Penataan Ruang Pasal 17, yakni Pemerintah harus mengupayakan agar luas area hutan di wilayah aliran Sungai Bengawan Solo mencapai angka 30% dari luas total seluruh DAS tersebut, namun pada kenyataannya berdasarkan penelitian yang dilakukan luas area hutan yang ada di kawasan Sungai Bengawan Solo tidak mencapai 30%, yakni hanya 2,53% dari luas total seluruh DAS Reboisasi dan Penghijauan Pada daeah hulu Program penghijauan dan reboisasi di daerah hulu penting karena setiap aktivitas yang dilakukan pada daerah hulu akan berdampak pada keseimbangan ekosistem wilayah hilir Model Pengendalian Banjir Terpadu Salah satu bentuk terpadu dalam penelitian adalah adanya bentuk kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat. Partisipasi masyarakat mempunyai arti penting dalam suksesnya suatu proyek atau kegiatan sumber daya air. Tingkatan partisipasi masyarakat akan berdampak secara signifikan terhadap laju konflik yang timbul akibat adanya proyek atau kegiatan Gambar 14. Peran serta masyarakat dalam kegiatan pengelolaan SDA Perubahan tata guna lahan dapat meningkatkan potensi air permukaan akibat luasan vegetasi di daerah penelitian berkurang. Hal ini juga didukung oleh penelitian Kodatie, dkk., (2005) yang menyatakan bahwa adanya perubahan tata guna lahan akan berdampak pada perubahan debitnya. Selain penggunaan lahan faktor kondisi morfologi sungai juga berpengaruh signifikan terhadap kejadian banjir di Kota Surakarta. Hal ini dikarenakan Sungai Bengawan Solo Hulu yang telah mengalami pelurusan, menyebabkan laju air dan debit meningkat, yang menyebabkan erosi tebing dan sedimentasi.curah hujan yang jatuh di daerah penelitian umumnya pada bulan basah yang terjadi antara Bulan Oktober hingga April (musim penghujan). Debit aliran sungai pada musim kemarau umumnya menurun sesuai dengan distribusi curah hujan yang rendah (bulan kering) dan sebaliknya. Model pengendalian banjir yang dapat diterapkan di daerah penelitian berdasarkan parameter curah hujan meliputi: metode sumur resapan, metode river side polder, metode kolam konservasi, metode perlindungan areal airtanah, dan metode biopori; berdasarkan parameter tata guna lahan meliputi: evaluasi RTRW/RTRK, evaluasi Perda Lingkungan Hidup, pengadaan program penghijauan, dan reboisasi pada daerah hulu; berdasarkan parameter morfologi sungai meliputi: mengaktifkan oxbow, re-vegetasi daerah bantaran dan tebing sungai, dan melakukan pelebaran daerah bantaran sungai Adapun model pengendalian banjir terpadu yang harus dilakukan adalah dengan mengikutsertakan peran masyarakat dalam upaya pengelolaan sumber daya air. Hal ini dibutuhkan untuk memperkecil terjadinya konflik pengelolaan sumber daya air 6
Sekian dan terimakasih 7