EVALUASI KINERJA DIRECT-DISPLACEMENT BASED DESIGN PADA PERENCANAAN BANGUNAN DENGAN KETIDAKBERATURAN TINGKAT LUNAK

dokumen-dokumen yang mirip
KATA KUNCI : direct displacement based design, time history analysis, kinerja struktur.

KATA KUNCI: direct displacement-based design, performance based design, sistem rangka pemikul momen, analisis dinamis riwayat waktu nonlinier.

EVALUASI METODE FBD DAN DDBD PADA SRPM DI WILAYAH 2 DAN 6 PETA GEMPA INDONESIA

STUDI PENENTUAN DIMENSI ELEMEN STRUKTUR PADA SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN BERATURAN YANG DIDESAIN DENGAN METODE DIRECT DISPLACEMENT BASED DESIGN

PENGARUH DILATASI PADA BANGUNAN DENGAN KETIDAKBERATURAN SUDUT DALAM YANG DIDESAIN SECARA DIRECT DISPLACEMENT-BASED

PERBANDINGAN KINERJA BANGUNAN YANG DIDESAIN DENGAN FORCE- BASED DESIGN DAN DIRECT DISPLACEMENT-BASED DESIGN MENGGUNAKAN SNI GEMPA 2012

EVALUASI KINERJA BANGUNAN YANG DIDESAIN SECARA DDBD TERHADAP GEMPA RENCANA

DIRECT DISPLACEMENT BASED DESIGN PADA SISTEM RANGKA DENGAN KETIDAKBERATURAN PERGESERAN MELINTANG TERHADAP BIDANG

PENGARUH DILATASI PADA BANGUNAN DENGAN KETIDAKBERATURAN GEOMETRI VERTIKAL YANG DIDESAIN SECARA DIRECT DISPLACEMENT BASED

EVALUASI KINERJA SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS SNI PADA STRUKTUR DENGAN GEMPA DOMINAN

KRITISI DESAIN PSEUDO ELASTIS PADA BANGUNAN BERATURAN 6- DAN 10- LANTAI DENGAN DENAH PERSEGI PANJANG DI WILAYAH 2 PETA GEMPA INDONESIA

EVALUASI KINERJA METODEDIRECT DISPLACEMENT BASED DESIGN DAN FORCE BASED DESIGNPADA BANGUNAN VERTICAL SETBACK 6 LANTAI

KATA KUNCI: sistem rangka baja dan beton komposit, struktur komposit.

KRITISI DESAIN PSEUDO ELASTIS PADA BANGUNAN BERATURAN 6- DAN 10-LANTAI DENGAN DENAH PERSEGI PANJANG DI WILAYAH 6 PETA GEMPA INDONESIA

KRITISI DESAIN PSEUDO ELASTIS PADA BANGUNAN BERATURAN 6- DAN 10- LANTAI DENGAN DENAH PERSEGI DI WILAYAH 6 PETA GEMPA INDONESIA

ANALISIS KINERJA BANGUNAN BETON BERTULANG DENGAN LAYOUT BERBENTUK YANG MENGALAMI BEBAN GEMPA TERHADAP EFEK SOFT-STOREY SKRIPSI

LAPORAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN PF/PAK/PPM

BAB I PENDAHULUAN. Keandalan Struktur Gedung Tinggi Tidak Beraturan Menggunakan Pushover Analysis

LAPORAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN PF/PAK/PPM

EVALUASI SNI 1726:2012 PASAL MENGENAI DISTRIBUSI GAYA LATERAL PADA PENGGUNAAN SISTEM GANDA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS KINERJA BANGUNAN GEDUNG BETON BERTULANG DENGAN DENAH BERBENTUK YANG MENGALAMI BEBAN GEMPA TERHADAP EFEK SOFT STOREY SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III METODE ANALISA STATIK NON LINIER

BAB I PENDAHULUAN. Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik yang sering disebut juga Ring of Fire, karena sering

PENGARUH SENSITIFITAS DIMENSI DAN PENULANGAN KOLOM PADA KURVA KAPASITAS GEDUNG 7 LANTAI TIDAK BERATURAN

KINERJA SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS SESUAI SNI DITINJAU DARI KETENTUAN SENGKANG MINIMUM KOLOM

KRITISI DESAIN PSEUDO ELASTIS PADA BANGUNAN BERATURAN 6- DAN 10- LANTAI DENGAN DENAH PERSEGI DI WILAYAH 2 PETA GEMPA INDONESIA

KINERJA SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS SESUAI SNI DITINJAU DARI KETENTUAN SENGKANG MINIMUM KOLOM

EVALUASI KINERJA INELASTIK STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG TERHADAP GEMPA DUA ARAH TUGAS AKHIR PESSY JUWITA

PEMODELAN DINDING GESER PADA GEDUNG SIMETRI

PENGGUNAAN FRICTION BASE ISOLATION PADA RUMAH SEDERHANA

Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN VARIASI PENEMPATAN BRACING INVERTED V ABSTRAK

EVALUASI KEMAMPUAN STRUKTUR RUMAH TINGGAL SEDERHANA AKIBAT GEMPA

BAB III METODE PENELITIAN

Pengaruh Core terhadap Kinerja Seismik Gedung Bertingkat

BAB I PENDAHULUAN. Beban-beban dinamik yang merusak struktur bangunan umumnya adalah bebanbeban

ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. untuk mencari ketinggian shear wall yang optimal untuk gedung perkantoran 22

ANALISIS DINAMIK BEBAN GEMPA RIWAYAT WAKTU PADA GEDUNG BETON BERTULANG TIDAK BERATURAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN

EVALUASI SNI 1726:2012 PASAL MENGENAI DISTRIBUSI GAYA LATERAL TERHADAP KEKAKUAN DAN KEKUATAN PADA SISTEM GANDA SRPMK DAN SRBKK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI TENTANG DAKTILITAS STRUKTUR PADA SISTEM SHEARWALL FRAME DENGAN BELT TRUSS

II. KAJIAN LITERATUR. tahan gempa apabila memenuhi kriteria berikut: tanpa terjadinya kerusakan pada elemen struktural.

EVALUASI SENDI PLASTIS DENGAN ANALISIS PUSHOVER PADA GEDUNG TIDAK BERATURAN

STUDI PENEMPATAN DINDING GESER TERHADAP WAKTU GETAR ALAMI FUNDAMENTAL STRUKTUR GEDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGUJIAN RUMUS EMPIRIS DIMENSI ELEMEN SISTEM RANGKA PENAHAN MOMEN BERATURAN YANG DIDESAIN SECARA DIRECT DISPLACEMENT BASED DESIGN

PERENCANAAN STRUKTUR BAJA BERDASARKAN KEKAKUAN DAN KEKUATAN SISTEM GANDA SRPMK DAN SRBE BENTUK DIAGONAL MENURUT SNI 1726:2012 PASAL

ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DI WILAYAH GEMPA INDONESIA INTENSITAS TINGGI DENGAN KONDISI TANAH LUNAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pada saat gempa terjadi, titik tangkap gaya gempa terhadap bangunan berada pada pusat massanya, sedangkan perlawanan yang dilakukan oleh bangunan berp

Studi Assessment Kerentanan Gedung Beton Bertulang Terhadap Beban Gempa Dengan Menggunakan Metode Pushover Analysis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Stuktur dengan Vertical Set-Back

BAB I PENDAHULUAN. adalah struktur portal beton bertulang dengan dinding bata. Pada umumnya

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL No: 13/PEN/SIPIL/2010

GEMPA RENCANA UNTUK ANALISA RIWAYAT WAKTU

Analisis Dinamik Struktur dan Teknik Gempa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PASANGAN DINDING BATA PADA RESPON DINAMIK STRUKTUR GEDUNG AKIBAT BEBAN GEMPA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

KATA KUNCI: gempa, sistem ganda, SRPMK, SRBKK, 25%, gaya lateral, kekakuan

LAPORAN PENELITIAN APLIKATIF-KREATIF

PENELITIAN MENGENAI SNI 1726:2012 PASAL TENTANG DISTRIBUSI GAYA LATERAL TERHADAP KEKAKUAN, KEKUATAN, DAN PENGECEKAN TERHADAP SISTEM TUNGGAL

ANALISIS DAN DESAIN DINDING GESER GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK

LAPORAN PENELITIAN APLIKATIF-KREATIF

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat ini sudah banyak berdirinya gedung bertingkat, khususnya di

ANALISIS DINAMIK RAGAM SPEKTRUM RESPONS GEDUNG TIDAK BERATURAN DENGAN MENGGUNAKAN SNI DAN ASCE 7-05

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. yaitu di kepulauan Alor (11 Nov, skala 7.5), gempa Papua (26 Nov, skala 7.1),

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan analisis non-linier yang sederhana namun dapat

PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BREISING KONSENTRIK V-TERBALIK

STUDI PEMODELAN INELASTIK DAN EVALUASI KINERJA STRUKTUR GANDA DENGAN MIDAS/Gen TM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aman secara konstruksi maka struktur tersebut haruslah memenuhi persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gempa merupakan fenomena alam yang harus diterima sebagai fact of life.

) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU GLULAM BANGKIRAI DENGAN PELAT BAJA

PENGARUH RASIO KEKAKUAN LATERAL STRUKTUR TERHADAP PERILAKU DINAMIS STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG BERTINGKAT RENDAH

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan analisis statik ekivalen, analisis spektrum respons, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Struktur Tahan Gempa

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

STUDI MENENTUKAN PARAMETER DAKTILITAS STRUKTUR GEDUNG TIDAK BERATURAN DENGAN ANALISIS PUSHOVER

STUDI KOMPARASI SIMPANGAN BANGUNAN BAJA BERTINGKAT BANYAK YANG MENGGUNAKAN BRACING-X DAN BRACING-K AKIBAT BEBAN GEMPA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan sistem struktur penahan gempa ganda, sistem pemikul momen dan sistem

ANALISA PORTAL DENGAN DINDING TEMBOK PADA RUMAH TINGGAL SEDERHANA AKIBAT GEMPA

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA

KEANDALAN ANALISA PUSHOVER UNTUK MERAMAL PRILAKU SEISMIK NONLINIER STRUKTUR PORTAL TERBUKA DENGAN REENTRANT CORNER

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

adalah momen pada muka joint, yang berhubungan dengan kuat lentur nominal balok pada hubungan balok. Kolom tersebut.

STUDI KOMPARATIF PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM RANGKA GEDUNG BERDASARKAN TATA CARA ASCE 7-05 DAN SNI

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

RANY RAKITTA DEWI SEMINAR TUGAS AKHIR

Transkripsi:

EVALUASI KINERJA DIRECT-DISPLACEMENT BASED DESIGN PADA PERENCANAAN BANGUNAN DENGAN KETIDAKBERATURAN TINGKAT LUNAK Adrian Hartanto Luih 1, Kevin Agusta 2, Ima Muljati 3, Benjamin Lumantarna 4 ABSTRAK: Saat ini banyak ditemui bangunan yang memiliki satu atau dua lantai yang tingginya lebih besar dari lantai-lantai yang lainnya. Pada perencanaan ketahanan gempa, kondisi ini dapat menghasilkan lantai yang lunak yang mengarah pada keruntuhan soft storey. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah adanya lantai lunak dapat mempengaruhi rumusan distribusi vertikal gaya pada setiap lantai yang digunakan untuk bangunan beraturan, jika didesain dengan metode Direct- Discplacement Based Design (DDBD). Selanjutnya, penelitian ini juga mengevaluasi kinerja bangunan untuk mengetahui responnya terhadap gaya gempa. Sebagai studi kasus, dipilihlah bangunan perkantoran 8 lantai dengan denah tipikal di Surabaya dan Jayapura. Bangunan berupa sistem rangka beton bertulang dengan lantai lunak di lantai dasar dan lantai 5. Struktur direncanakan menggunakan metode DDBD pada target kinerja level-1 no damage, level-2 repairable damage dan level-3 no collapse, dan dianalisis kinerjanya menggunakan analisis non-linier dinamis riwayat waktu pada gempa kecil, sedang dan besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan DDBD paling aman adalah desain dengan level-1 karena meskipun bangunan dengan sengaja didesain memiliki tingkat lunak, bangunan masih memiliki kinerja yang baik di semua level gempa, baik diukur dalam parameter drift ratio, damage index, maupun mekanisme keruntuhannya. Untuk penelitian lebih lanjut dengan tinggi lantai yang besar disarankan membuat kolom dengan kekakuan lateral diatas kriteria tingkat lunak (kolom yang lebih kaku), supaya tidak memiliki tingkat lunak. KATA KUNCI : Direct-Displacement Based Design, ketidakberaturan tingkat lunak, analisis non-linier dinamis riwayat waktu, perencanaan berbasis kinerja. 1. PENDAHULUAN Saat ini banyak ditemui bangunan yang memiliki satu atau dua lantai yang tingginya lebih besar dari lantai-lantai yang lainnya. Fischl dan Gärling (2004) menemukan bahwa plafon yang tinggi dapat mempengaruhi psikologis konsumen. Ruangan demikian dapat digunakan untuk restoran atau ruang serbaguna. Namun pada perencanaan ketahanan gempa, kondisi tersebut dapat menghasilkan lantai lunak yang mengarah pada keruntuhan soft storey mechanism (Arlekar et al. 1997, Dogan et al. 2002). Menurut Tabel 11 SNI-1726:2012 pasal 1a, ketidakberaturan kekakuan tingkat lunak didefinisikan ada jika terdapat suatu tingkat di mana kekakuan lateralnya kurang dari 70 persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Struktur dengan tingkat lunak ini akan memperbesar deformasi lateral dan gaya geser pada kolom (Setia & Sharma 2012). Saat ini telah dikembangkan metode baru yakni Displacement Based Design (DBD). Direct- Displacement Based Design (DDBD) yang dikembangkan oleh Priestley et al. (2007) merupakan varian DBD yang paling prospektif dikembangkan karena memiliki relasi langsung dengan perpindahan struktural (Judi et al. 2000). Dari banyak penelitian yang telah dilakukan, DDBD terbukti memiliki kinerja yang sangat baik, yakni memberikan hasil yang mendekati target design, dengan proses desain 1 Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Universitas Kristen Petra Surabaya, adrianluih@gmail.com. 2 Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Universitas Kristen Petra Surabaya, kevinagusta08@gmail.com. 3 Dosen Program Studi Teknik Sipil Universitas Kristen Petra Surabaya, imuljati@peter.petra.ac.id. 4 Dosen Program Studi Teknik Sipil Universitas Kristen Petra Surabaya, bluman@peter.petra.ac.id. 1

yang lebih efektif dan efisien, meskipun biaya untuk membangun bangunan dengan desain DDBD terbilang cukup mahal dibandingkan dengan metode desain lainnya (Asisi & Willyanto 2014). Dalam penelitian kali ini, denah bangunan yang diteliti memiliki bentang 8 meter dengan 3 bentang (seperti pada Gambar 1 dan 2), baik untuk arah-x maupun arah-y. Masing-masing denah memiliki dua varian, yakni Varian A dan Varian B. Varian A adalah bangunan dengan tingkat lunak di lantai dasar, sedangkan Varian B adalah bangunan dengan tingkat lunak di lantai 5. Tinggi antar lantainya adalah 5 meter untuk tingkat lunak dan 3.6 meter pada masing-masing tingkat yang lain. Masing-masing bangunan ditinjau terhadap dua wilayah, yaitu wilayah dengan risiko gempa rendah (Surabaya) dan tinggi (Jayapura). Beban gempa yang digunakan adalah El-Centro 15 April 1940 N-S yang dimodifikasi sesuai respon spektrum kota Surabaya maupun Jayapura (contohnya pada Gambar 3). Permodelan bangunan, modifikasi respon spektrum, dan analisis dinamis nonlinier riwayat waktu menggunakan software ETABS 2015 v15.2.2. 4.00 4.00 4.00 4.00 Gambar 1. Denah Struktur Bangunan + 30.20 + 30.20 + 26.60 + 26.60 + 23.00 + 23.00 + 19.40 + 19.40 + 15.80 + 12.20 + 8.60 + 5.00 + 14.40 + 10.80 + 7.20 + 3.60 ± 0.00 ± 0.00 (a) Varian A dengan Tingkat Lunak di lantai dasar (b) Varian B dengan Tingkat Lunak di lantai 5 Gambar 2. Gambar Potongan 2

2. LANDASAN TEORI Gambar 3. Contoh Beban Gempa yang Digunakan pada Kota Jayapura Pada DDBD, prosedur desain diawali dengan menghitung mode shape dengan Persamaan 1 dan perpindahan acuan pada dasar bangunan sesuai dengan kriteria kinerja desain acuan yang dituju (strain atau drift limits). Kemudian, dicari perpindahan rencana pada struktur SDOF pengganti dengan Persamaan 2. Proses ini juga digambarkan pada Gambar 4. Gambar 4. Pemodelan SDOF dari Bangunan MDOF. Sumber: Priestly et al (2007) Perhitungan kemudian dilanjutkan dengan serangkaian rumus-rumus, yakni untuk menghitung gaya geser dasar (design base shear), hingga mendistribusikan gaya geser dasar tersebut ke setiap lantai menurut cara perhitungan yang telah ditentukan oleh Priestley et al (2007). 3. PROSEDUR PERENCANAAN Mutu material yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 1 berikut. Untuk tegangan leleh dan ultimate tulangan yang digunakan dalam perhitungan, diambil nilai overstrength (perkuatan) 1.1 dari tegangan leleh yang sesungguhnya (Priestley et al., 2007). Tabel 1. Karakteristik Mutu Material Material Mutu Material Overstrength Mutu Material (MPa) (MPa) Beton (f c ) 30 30 Tulangan longitudinal (f y ) 400 440 Tulangan sengkang balok (f y ) 400 440 Tulangan sengkang kolom (f y ) 400 440 3

Beban mati dan beban hidup yang digunakan sesuai dengan SNI 1727-2013. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Beban Mati dan Beban Hidup pada Bangunan Jenis Beban Besar Beban Berat sendiri struktur beton bertulang 2,400 kg/m 3 Beban dinding 650 kg/m 3 Beban finishing (keramik, spesi, plafon, ducting) 122.8 kg/m 2 Beban hidup atap 97.86 kg/m 2 Beban hidup non atap 244.65 kg/m 2 Beban gempa yang digunakan adalah gempa El-Centro 1940 North-South yang sudah disesuaikan dengan respons spektrum gempa di Surabaya dan Jayapura. Respons spektrum gempa tersebut diambil dari SNI 1726-2012 dan dikonversikan menjadi gempa periode ulang 100, 500, dan 2500 tahun seperti pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 3. Konversi Percepatan Tanah Puncak Surabaya Jenis Tanah 100 Tahun 500 Tahun 2500 Tahun PBA FPGA PSA PBA FPGA PSA PBA FPGA PSA B. Batuan 0.09 1 0.09 0.19 1 0.19 0.33 1 0.33 C. Tanah Keras 0.09 1.2 0.11 0.19 1.2 0.23 0.33 1.07 0.35 D. Tanah Sedang 0.09 1.6 0.15 0.19 1.42 0.27 0.33 1.17 0.38 E. Tanah Lunak 0.09 2.5 0.23 0.19 1.78 0.34 0.33 1.12 0.37 Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman Kementrian Pekerjaan Umum, 2011). Tabel 4. Konversi Percepatan Tanah Puncak Jayapura Jenis Tanah 100 Tahun 500 Tahun 2500 Tahun PBA FPGA PSA PBA FPGA PSA PBA FPGA PSA B. Batuan 0.26 1 0.26 0.44 1 0.44 0.61 1 0.61 C. Tanah Keras 0.26 1.14 0.3 0.44 1 0.44 0.61 1 0.61 D. Tanah Sedang 0.26 1.28 0.33 0.44 1.06 0.47 0.61 1 0.61 E. Tanah Lunak 0.26 1.4 0.36 0.44 0.9 0.4 0.61 0.9 0.55 Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman Kementrian Pekerjaan Umum, 2011). 4. HASIL DAN ANALISIS Data-data hasil analisis dinamis tersebut diambil dari ETABS 2015 dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Semua hasil analisis yang ditampilkan diambil dari 1 arah saja karena denah bangunan simetris untuk arah-x dan y. 4.1. Drift Ratio Drift ratio merupakan perbedaan perpindahan antara satu lantai dengan lantai diatasnya/ dibawahnya yang kemudian dibagi dengan tinggi lantai yang dituju. Data drift ratio diteliti menggunakan ETABS 2015 v.15.2.2. Menurut data yang didapatkan, beberapa sendi plastis timbul di lantai lunak yang sudah direncanakan. Namun, ada juga sebagian kecil kolom yang mengalami sendi plastis pada lantai dasar karena kapasitasnya tidak mampu menahan gaya tekan yang terjadi di ujung bawah kolom. Sendi plastis yang 4

terjadi masih dalam batasan toleransi drift setiap level, dimana batasan ini masih dalam batas perencanaan, sehingga masih dapat dikatakan tepat sasaran. 4.2. Damage Index Dalam penelitian ini persyaratan damage index yang digunakan mengacu kepada Model Code DDBD, dimana di dalamnya terdapat empat kondisi, yakni First Yield (FY), No Damage (ND), Repairable Damage (RD), dan No Collapse (NC). Hasil damage index balok dan kolom selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5 - Tabel 6. Tabel 5. Damage Index Balok Wilayah Resiko Gempa Surabaya Jayapura Periode Ulang Gempa TH First Yield No Damage Repairable Damage No Collapse 100 tahun B1,A1,A2 B2,A3,B3 500 tahun A1,B1,A2,B2,B3 A3 2500 tahun A1,B1,A2 B2,B3 A3 100 tahun B1,A1 B2,B3,A2 A3 500 tahun B1,A1 A2 B2,A3,B3 2500 tahun B1,A1,A2 B2,A3,B3 = not acceptable Tabel 6. Damage Index Kolom Wilayah Resiko Gempa Surabaya Jayapura Periode Ulang Gempa TH First Yield No Damage Repairable Damage No Collapse 100 tahun B1,A1,B2,B3 A2 A3 500 tahun B1 A1 A2,B2,A3,B3 2500 tahun B1 A1 A2,B2,A3,B3 100 tahun B1 B2,A1,A3,A2,B3 500 tahun B1 B2,A1,A3,A2,B3 2500 tahun B2,B1,A1,A3,A2,B3 = not acceptable Dari data yang telah ditampilkan, bangunan yang berada dalam wilayah Surabaya memiliki kinerja yang cukup baik pada baloknya. Kerusakan balok pada semua bangunan masuk dalam persyaratan dan bisa diterima, kecuali bangunan Jayapura level-3 Varian A (dengan tingkat lunak di lantai dasar). Namun, jika kita melihat dari Damage Index kolomnya, ada banyak bangunan yang tidak memenuhi persyaratan, yakni bangunan Surabaya: A2, B2; dan bangunan Jayapura: A1, A2, B2 (dengan A adalah varian dengan tingkat lunak di lantai dasar dan B adalah varian dengan tingkat lunak di lantai 5, sedangkan angka 1-3 adalah level bangunan yang didesain dengan DDBD). Namun, kerusakan bangunan di Surabaya masih lebih baik daripada kerusakan bangunan di Jayapura karena bangunan yang memenuhi persyaratan di Surabaya lebih banyak daripada Jayapura. Kerusakan bangunan pada wilayah Jayapura hampir sama dengan bangunan pada wilayah Surabaya. Balok pada bangunan Jayapura mengalami cukup banyak kerusakan. Namun untuk kolomnya, kerusakan kolom yang terjadi kebanyakan pada fase no collapse. Hal tersebut terjadi karena persyaratan DDBD yang begitu ketat dibandingkan dengan FEMA 356. Batasan antara no damage, repairable damage, dan no collapse dalam metode DDBD sangat pendek dan dekat dengan titik first yield (titik B) 5

bila dibandingkan dengan persyaratan FEMA 356. Selain itu, hal ini juga dipengaruhi oleh bangunan yang dengan sengaja didesain memiliki tingkat lunak. 4.3. Soft Storey Mechanism Ada beberapa sendi plastis timbul di lantai lunak yang sudah direncanakan (contoh pada Gambar 5). Sendi plastis yang terjadi masih dalam batasan toleransi drift setiap level, dimana batasan ini masih dalam batas perencanaan, sehingga masih dapat dikatakan tepat sasaran. (a) Surabaya (b) Jayapura Gambar 5. Deformed Shape disertai Drift Ratio (%) pada Bangunan Level-3 Varian A (Tingkat Lunak di Lantai Dasar) dengan Periode Ulang Gempa 2500 tahun Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut pada detik terakhir time history, yakni setelah gempa berakhir (atau sampai berakhirnya Time History Analysis akibat non-konvergensi pada saat analisis), apakah kolom mengalami tarik atau tidak. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah elemen struktur masih memiliki kapasitas pada kolom cukup atau tidak. Jika pada detik terakhir masih terjadi tekan pada kolom dan kapasitas kolom mampu menahan gaya tersebut, maka dapat dikatakan bahwa bangunan tersebut aman. Untuk wilayah Surabaya semua kolom pada Varian B dapat dikatakan aman, sedangkan pada Varian A level-2 dan level-3 THA berakhir sebelum mencapai 30 detik karena ada kegagalan kolom (melebihi toleransi yang diberikan). Untuk wilayah Jayapura, kolom-kolom pada Varian A level-1 dan Varian B level-1 saja yang dapat dikatakan aman, karena THA untuk Varian A&B level-2 dan -3 berakhir sebelum mencapai 30 detik akibat kegagalan kolom (melebihi toleransi yang diberikan). 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Rumusan distribusi vertikal gaya pada setiap lantai untuk bangunan beraturan tidak dapat diterapkan pada bangunan dengan tingkat lunak jika didesain dengan metode DDBD. 2. Kinerja bangunan dengan tingkat lunak yang didesain dengan metode DDBD adalah sebagai berikut: Desain dengan level-1 secara keseluruhan cukup memuaskan karena bangunan dapat bertahan dalam batas-batas toleransi yang diberikan tanpa adanya kegagalan pada kolom. 6

Desain dengan level-2 dan -3 pada wilayah Surabaya dengan Varian B sudah cukup memuaskan karena bangunan dapa berahan dalam batas-batas toleransi yang diberikan tanpa adanya kegagalan pada kolom. Desain dengan level-2 dan -3 pada Varian A (tingkat lunak di lantai dasar) dan Jayapura (baik Varian A maupun Varian B-tingka lunak di lanai 5) tidak begitu memuaskan karena meskipun drift ratio yang terjadi masih dalam batas toleransi, ada kolom yang telah mengalami kegagalan. Alasannya diperkirakan karena bangunan dengan sengaja didesain dengan tingkat lunak, sehingga mengalami kegagalan yang cukup awal ketika gempa terjadi. 5.2. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengatasi soft storey mechanism pada perencanaan bangunan yang memiliki ketidakberaturan tinggi lantai seperti yang telah diteliti pada skripsi ini, dengan kekakuan lateral yang cukup stabil (tidak menghasilkan tingkat lunak). Disamping itu, juga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perencanaan DDBD pada bangunan yang lebih tinggi (dengan jumlah lantai yang lebih banyak). 6. DAFTAR REFERENSI Arlekar, J.N., Jain, S.K., and Murty, C.V.R. (1997). Seismic Response of RC Frame Buildings with Soft First Storeys, Proceedings of the CBRI Golden Jubilee Conf. on Natural Hazards in Urban Habitat, New Delhi. Asisi, F. & Willyanto, K. (2014). Perbandingan Kinerja Bangunan yang Didesain dengan Force-Based Design dan Direct Displacement-Based Design Menggunakan SNI Gempa 2012. Skripsi, Universitas Kristen Petra, Surabaya. Badan Stardardisasi Nasional (2012). Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Gedung, SNI- 03-1726-2012. Badan Standardisasi Nasional (2013). Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktul Lain, SNI-1727-2013. Dogan, M., Kirac, N. and Gonen, H. (2002). Soft Storey Behaviour in an Earthquake and Samples of Izmit-Duzce, ECAS International Symposium on Structural and Earthquake Engineering 2002, Ankara, Turkey, 42-49. Fischl, G. & Gärling, A. (2004). Enhancing Well-Being in Health Care Facilities by Architectural Design: A Methodological Study. In B. Martens, & A. G. Keul (Eds.), Evaluation in Progress: Strategies for Environmental Research and Implementation. Hogrefe & Huber, Toronto. Judi, H.J., Davidson, B.J. and Fenwick, R.C. (2000, January 30th - February 4th). The Direct Displacement Based Design Method: A Damping Perspective. The Twelveth World Conference on Earthquake Engineering, Auckland, NZ. Priestley, M.J.N., Calvi, G.M. and Kowalsky, M.J. (2007). Displacement-Based Seismic Design of Structures. IUSS Press, Pavia, Italy. Setia, S. and Sharma, V. (2012). Seismic Response of RC Buildings with Soft Storey. International Journal of Applied Engineering Research, Vo.7 (11). 7