I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN DAMPAK RADIOLOGI DAN PEMANFAATAN RUANG SEKITAR PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR DALAM PENYIAPAN TANGGAP DARURAT

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

Badan Tenaga Nuklir Nasional 2012

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I)

3. PRINSIP-PRINSIP DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

ANALISIS KONSEKUENSI RADIOLOGIS PADA KONDISI ABNORMAL PLTN 1000 MWe MENGGUNAKAN PROGRAM RADCON

KEPUTUSAN KEPALA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 01-P/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN TAPAK REAKTOR NUKLIR

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG SEKITAR CALON TAPAK PLTN UJUNG LEMAHABANG BERDASARKAN PRAKIRAAN DAMPAK RADIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

Analisis Keselamatan Probabilistik (Probabilistic Safety Analysis)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ABSTRACT RACHMAT SAHPUTRA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN

2. Reaktor cepat menjaga kesinambungan reaksi berantai tanpa memerlukan moderator neutron. 3. Reaktor subkritis menggunakan sumber neutron luar

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

KAJI NUMERIK DAMPAK RADIOLOGIS LINGKUNGAN JANGKA PENDEK AKIBAT KECELAKAAN REAKTOR NUKLIR DENGAN PROGRAM PC COSYMA

BAB I PENDAHULUAN. terutama dipenuhi dengan mengembangkan suplai batu bara, minyak dan gas alam.

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERHITUNGAN PARAMETER DEPOSISI LEPASAN PRODUK FISI DI PERMUKAAN TANAH TAPAK PLTN

Prinsip Dasar Pengelolaan Limbah Radioaktif. Djarot S. Wisnubroto

ANALISIS TERHADAP MODEL LEPASAN RADIOAKTIF DAN TINDAKAN PROTEKTIF UNTUK KECELAKAAN POTENSIAL PLTN

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR)

TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

CONTOH TAHAPAN PERHITUNGAN NILAI BATAS LEPASAN RADIOAKTIVITAS KE LINGKUNGAN SPESIFIK TAPAK

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 2012

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

KAJIAN DAMPAK RADIOLOGI DAN PEMANFAATAN RUANG SEKITAR PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR DALAM PENYIAPAN TANGGAP DARURAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecelakaan Nuklir dan Kelistrikan Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. penduduk dunia yaitu sekitar 7 miliar pada tahun 2011 (Worldometers, 2012),

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG KESIAPSIAGAAN DAN PENANGGULANGAN KEDARURATAN NUKLIR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMETAAN SPASIAL KONDISI RADIOAKTIVITAS ALAM TERESTRIAL DI SEMENANJUNG MURIA, JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. hampir 50 persen dari kebutuhan, terutama energi minyak dan gas bumi.

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

PENENTUAN ZONA KEDARURATAN NUKLIR LUAR TAPAK (OFF-SITE) DI INDONESIA

PERIZINAN REAKTOR DAYA NON KOMERSIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 2. Matriks SWOT Kearns

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG ASPEK PROTEKSI RADIASI DALAM DESAIN REAKTOR DAYA

: PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN EVALUASI TAPAK REAKTOR NUKLIR

ENERGI TERBARUKAN MASA DEPAN ENERGI KITA

pekerja dan masyarakat serta proteksi lingkungan. Tujuan akhir dekomisioning adalah pelepasan dari kendali badan pengawas atau penggunaan lokasi

REAKTOR AIR BERAT KANADA (CANDU)

B.74 SEBARAN UNSUR RADIOAKTIF DI UDARA SEKITAR TAPAK POTENSIAL KRAMATWATU SEBAGAI PERTIMBANGAN DALAM EVALUASI TAPAK PLTN BANTEN TIM PENELITI: Dr.

LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA. BAB I KETENTU

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maraknya krisis energi yang disebabkan oleh menipisnya

2. PERSYARATAN UNTUK PENGKAJIAN KESELAMATAN DALAM PROSES PERIJINAN REAKTOR RISET

KETENTUAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

ASPEK KESELAMATAN TERHADAP BAHAYA RADIASI NUKLIR, LIMBAH RADIOAKTIF DAN BENCANA GEMPA PADA PLTN DI INDONESIA SKRIPSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

USAHA DAN/ATAU KEGIATAN BERISIKO TINGGI

PROGRAM PERATURAN DALAM PENGAWASAN PLTN UNTUK MENYONGSONG PEMBANGUNAN PLTN 1)

REAKTOR PENDINGIN GAS MAJU

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION

BAB I PENDAHULUAN. udara yang diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar tersebut, sehingga

2011, No Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif (Lembaran Negara Republi

CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI. Kejadian Awal Terpostulasi. No. Kelompok Kejadian Kejadian Awal

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA

REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR)

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA

TUGAS. Di Susun Oleh: ADRIAN. Kelas : 3 IPA. Mengenai : PLTN

VII. TATA LETAK PABRIK

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi, sosial maupun peningkatan kualitas hidup. Oleh karena itu kecukupan persediaan energi secara berkelanjutan untuk generasi sekarang maupun generasi yang akan datang haruslah dijamin dan dipertahankan. Untuk keamanan ketersediaan energi, kestabilan harga dan pasokan, maka setiap negara harus memperhatikan diversifikasi penggunaan sumber energi dalam perencanaan strategis energi jangka panjangnya, khususnya untuk mengantisipasi pertumbuhan pemintaan energi (Trinnaman dan Clarke 2004). Oleh karena itu energi alternatif merupakan sasaran energi masa depan yang sangat dibutuhkan dunia (Simmons 2001). Disamping itu untuk menjaga keberlanjutan pembangunan pencarian alternatif energi tidak cukup dilakukan oleh pertimbangan kebutuhan ekonomi saja, tetapi juga harus diintegrasikan dengan pertimbangan lingkungan (Sharp 2001). Dalam pernyataan akhir (final statement) pada International Ministerial Conference: Nuclear Power for 21 st Century disebutkan bahwa tenaga nuklir tidak menimbulkan polusi udara atau emisi gas CO 2 dan secara ekonomi tenaga listrik nuklir menawarkan harga listrik yang kompetitif dibanding sumber energi lainnya dan memberikan kontribusi terhadap keamanan pasokan maupun kestabilan harga energi (OECD 2005). Dalam upaya mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia yang didukung oleh ketersediaan energi yang cukup dan harga yang stabil, telah dilakukan studi secara komprehensif untuk perencanan energi nasional terhadap berbagai macam sumber daya khususnya pembangkit energi listrik di Indonesia. Tim terdiri dari para ahli yang mewakili Direktorat Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi (DJLPE), Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (DJMIGAS), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL), Badan Pusat Statistik Nasional (BPS), PT PLN (Persero) dan

2 Organisasi Non-Pemerintah di bidang energi, serta dibantu oleh pihak Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA). Hasil studi menunjukkan bahwa pemakaian total kebutuhan energi final di Indonesia (termasuk energi non-komersial) mengalami kenaikan sekitar 2 kali lipat dari 4028,4 PJ pada periode 2000 menjadi 8145,6 PJ pada tahun 2025 dengan asumsi bahwa tidak ada perubahan urutan sektor ekonomi berdasarkan pemakaian energi final selama masa 2000 2025. Ditinjau dari penyebaran pemakaian energi, pulau Jawa-Bali merupakan pemakai terbesar dari energi yaitu sebesar 63% total penyediaan energi di Indonesia meningkat 4 kali lipat dari 130 TWh pada tahun 2000 menjadi 540 TWh pada tahun 2025, sedang Jawa Bali meningkat 3,5 kali lipat (BATAN-IAEA 2002). Untuk memenuhi kebutuhan energi penduduk di masa mendatang, berbagai sumber energi seperti gas, biomassa, geothermal dan air harus ditingkatkan bersamaan dengan pemanfaatan energi fosil. Namun peningkatan ini belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat. Untuk mencapai sasaran tersebut maka perlu diintroduksi penggunaan energi nuklir dalam bentuk pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dimulai sejak tahun 2016 (Soetrisnanto 2002). PLTN dengan satuan unit skala besar ~ 1000 MW e diperlukan untuk memenuhi kebutuhan jaringan Jawa-Bali. Dengan tingkat teknologi keselamatan PLTN yang ada saat ini, penempatan PLTN di dekat pusat beban jaringan listrik akan sangat menguntungkan dan mengurangi ongkos transmisi. Dalam rangka pembangunan PLTN di Indonesia telah dilakukan studi kelayakan penentuan lokasi PLTN di Indonesia sejak tahun 1991 sampai dengan 1996. Hasil studi menunjukkan bahwa Ujung Lemahabang, Ujung Grenggrengan, Ujung Watu di Kabupaten Jepara merupakan lokasi yang tepat untuk pembangunan PLTN mengingat lokasi tersebut telah terbebas dari faktor penghalang alamiah (natural exclussion factor) yaitu bahaya letusan gunung api, bahaya patahan permukaan, dan bahaya instabilitas pondasi. Di antara ketiga lokasi tersebut maka Ujung Lemahabang, Semenanjung Muria, dijadikan prioritas pertama sebagai dijadikan tempat pembangunan PLTN pertama di Indonesia (Newject Inc. 1996).

3 Kehadiran PLTN di Ujung Lemahabang dapat menimbulkan kekuatiran masyarakat terhadap dampak radiologi yang mungkin muncul pada kondisi operasi normal maupun kondisi kecelakaan. Pada operasi normal, dampak radiologi pelepasan bahan radionuklida sehari-hari dapat dianggap tidak ada, karena PLTN telah dirancang sedemikian rupa, sehingga pelepasan radionuklidanya memenuhi prinsip serendah mungkin yang dapat dicapai (As Low As Reasonably Achievable). Untuk mencapai prinsip ini, maka berbagai persyaratan baik teknis maupun non-teknis harus diimplementasikan dalam rancangan, pembangunan atau konstruksi, komisioning, serta operasi suatu PLTN. Analisis terhadap keselamatan reaktor PLTN dilakukan dengan memperhatikan berbagai kemungkinan terjadinya kecelakaan dalam reaktor PLTN untuk diujikan terhadap kemampuan sistem reaktor mengatasi setiap kejadian tersebut. Hanya kejadian yang sangat parah saja (severe accident) yang memungkinkan pelepasan bahan radionuklida ke lingkungan. Pengendalian terhadap pencapaian persyaratan dan analisis keselamatan reaktor dilakukan dengan menerapkan Program Jaminan Kualitas dalam setiap tahap kegiatan pembangunan dimulai dari perancangan, konstruksi, operasi dan perawatan dan komisioning (IAEA 1988). Dalam kondisi kecelakaan parah yang tidak dapat dihindarkan, maka tindakan untuk mengurangi dampaklah yang menjadi aktivitas utama proteksi radiasi, yaitu upaya melindungi pekerja dan penduduk dan lingkungan dari bahaya radiasi (IAEA 1997a). Upaya proteksi radiasi dapat dilakukan dengan menangani sumber radiasinya (proteksi radiasi terkait sumber), lingkungan maupun terhadap orang (proteksi radiasi terkait orang). Tindakan proteksi terkait sumber meliputi perancangan sistem keselamatan, misalnya penggunaan sistem penahan berlapis (multiple barrier) pada pembangunan PLTN. Dengan demikian kemungkinan menyebarnya radionuklida ke lingkungan menjadi sangat minimal. Tindakan proteksi terhadap lingkungan maupun orang dapat dilakukan dengan menghindari sumber radiasi, mengubah lintasan radiasi yang menuju penduduk atau mengendalikan arah dan jarak pertumbuhan penduduk sehingga jauh dari lintasan radiasi yang dapat menimbulkan risiko, atau mengurangi jumlah populasi yang dapat menerima radiasi (Wiryosimin 1995; IAEA 1998). Mengingat tindakan pengendalian populasi ini sangat berkaitan erat dengan pola

4 dan struktur pemanfaatan ruang suatu wilayah, maka zone pemanfaatan ruang wilayah sekitar PLTN harus direncanakan sejak dini untuk menghindarkan penduduk dari dampak negatif jangka panjang atau selama usia PLTN. Dalam disertasi ini dilakukan kajian dampak radiologi yang mungkin timbul bila terjadi kecelakaan nuklir selama usia PLTN, serta langkah tanggap darurat (emergency preparedness). Kajian ini menjadi masukan dalam menyusun pemanfaatan ruang wilayah sekitar PLTN Ujung Lemahabang, penyiapan program tanggap darurat dan sekaligus menentukan biaya kerusakan yang diakibatkannya. 1.2 Perumusan Masalah Permasalahan yang dihadapi dalam menganalisis dampak radiologi terhadap lingkungan dalam waktu yang panjang adalah terdapatnya perubahanperubahan yang cukup berarti dalam jumlah penduduk dan pola pemanfaatan ruang dimulai sejak tahap perencanaan, konstruksi, komisioning dan dekomisioning. Sehingga yang menjadi pertanyaan adalah apakah perubahan ini akan menyebabkan peningkatan resiko yang cukup berarti, apa usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak oleh adanya pertumbuhan penduduk dan perubahan pola pemanfaatan ruang tersebut, dan dalam kondisi terjadi kecelakaan bagaimana seharusnya pengusaha nuklir maupun penduduk berrespon? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dilakukanlah tahapan penelitian sebagai berikut ini: (1) melakukan estimasi penyebaran bahan radionuklida secara spasial yang mungkin akan diterima oleh penduduk sekitar PLTN. (2) memperkirakan dampak radiologi yang ditimbulkan oleh penyebaran tersebut sekaligus mengestimasi biaya kerusakan yang mungkin timbul oleh penerimaan bahan radionuklida oleh penduduk sekitar (3) melakukan estimasi pertumbuhan penduduk dan pemanfaatan lahan selama usia PLTN yang berpengaruh terhadap kemungkinan dampak radiologi secara kolektif.

5 (4) melakukan analisis pemanfaatan ruang wilayah sekitar PLTN setelah kehadiran PLTN dan mengkaji langkah-langkah tanggap darurat yang harus dilakukan untuk mitigasi kerusakan. 1.3 Ruang lingkup Dalam penelitian ini dampak radiologi yang diteliti adalah dampak pelepasan bahan radionuklida dari reaktor PLTN jenis reaktor air ringan bertekanan (Pressurized Water Reactor, PWR ) dengan daya nominal 1000 MWe, yang terdispersi di udara mengingat dampak inilah yang sangat dominan dalam suatu kecelakaan nuklir. Demikian pula radius penelitian dibatasi pada radius 50 km di sekitar PLTN mengingat konsentrasi radionuklida sudah sangat rendah pada jarak tersebut. Wilayah pada radius tersebut meliputi Kabupaten Jepara, Pati, Kudus, dan sebagian kecil Demak dengan jumlah penduduk selalu berkembang secara spasial dan temporal selama usia PLTN. Diperkirakan usia PLTN adalah 40 tahun dan diasumsikan akan mulai beroperasi pada tahun 2016. Analisis perkiraan biaya kerusakan dibatasi pada biaya kerugian akibat langsung dampak radiologi seperti kematian (kanker fatal), gangguan kesehatan serius (kanker nonfatal), kehilangan pekerjaan dan penggunaan tindakan tanggap darurat yang dapat dibuktikan terkait atau disebabkan oleh pelepasan zat radiasi dari kecelakaan PLTN tersebut. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji dampak pencemaran radiologi terhadap penduduk di wilayah sekitar PLTN di Ujung Lemahabang, Semenanjung Muria, Kabupaten Jepara untuk meminimumkan dampak radiologi dan biaya kerusakan bila terjadi kecelakaan nuklir melalui pengaturan pemanfaatan ruang dan tindakan tanggap darurat. Secara khusus penelitian ini bertujuan, (1) Menganalisis secara spasial kemungkinan penyebaran bahan radionuklida di sekitar PLTN bila terjadi kecelakaan yang tidak dapat dihindari. (2) Menganalisis dampak radiologi secara individu dan kolektif dan biaya kerusakan yang mungkin diterima oleh penduduk sekitar PLTN.

6 (3) Menganalisis pertumbuhan penduduk dan perubahan penggunaan lahan sekitar PLTN selama usia hidupnya serta pengaruhnya terhadap kemungkinan dampak radiologi secara kolektif dan biaya kerusakan (4) Menganalisis kondisi pemanfaatan ruang wilayah sekitar PLTN serta langkah tanggap darurat untuk meminimumkan dampak. 1.5 Kegunaan Penelitian Hasil analisis ini dapat dipakai sebagai bahan kajian tata ruang wilayah sekitar PLTN untuk menyusun rencana detil tata ruang sekitar lokasi PLTN, rencana umum tata ruang wilayah Kabupaten Jepara dan wilayah lain di sekitarnya. Demikian pula informasi ini dapat digunakan untuk merencanakan tanggap darurat bila terjadi kecelakaan yang tidak dapat dihindari dengan dampak dan biaya seminimal mungkin. 1.6 Kerangka Pemikiran Secara diagram kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti Gambar 1. Dengan mengasumsikan telah terjadi kecelakaan kehilangan air pendingin (loss of coolant accident) yang menyebabkan melelehnya teras reaktor pada Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di daerah tapak Ujung Lemahabang, maka ada kemungkinan terjadi pelepasan bahan radionuklida yang bersifat radioaktif di udara atau atmosfir antara lain xenon (Xe), kripton (Kr), iod (I), cesium (Cs), dan lain-lain. Tidak seluruh bahan radionuklida lepas ke udara karena sebagian besar akan terkungkung di dalam pengungkung (containment). Berdasarkan persyaratan keselamatan rancangan pengungkung, maka sistem pengungkung (containment) PLTN harus dirancang sedemikian rupa sehingga kebocoran yang diijinkan adalah sebesar < 0,1 % per hari dari volume pengungkung (IAEA 1997b, Yvon 1996). Penyebaran bahan radionuklida di atmosfir sangat tergantung dari kondisi lingkungan di sekitar tapak khususnya kondisi meteorologi berupa arah dan kecepatan angin, curah hujan, ketinggian lapisan campur (mixing layer) dan kekasaran permukaan. Untuk mempermudah estimasi penyebaran secara spasial,

7 Mitigasi Dampak: Kendalikan penduduk melalui kebijakan pemanfaatan ruang (tata ruang). Tanggap darurat Lepasan ke Atmosfir lease PLTN Dispersi Deposisi sitio Dampak secara kolektif Udara Co Tanah Tanaman Hewan t 1, t 2, t 3 IInhalasi Iradiasi eksternal γ Makanan n Hirup Manusia Makan Dampak secara individu Gambar 1 Kerangka pemikiran

8 maka wilayah sekitar tapak PLTN dibagi dalam grid-grid berdasarkan arah angin dan jarak dari sumber. Dalam penelitian ini arah angin dibagi dalam 16 sektor dan 7 pembagian jarak yaitu 1 km, 2 km, 5 km, 10 km, 20 km, 35 km, dan 50 km. Selanjutnya estimasi penyebaran bahan radionuklida dilakukan dengan menggunakan model dispersi Gauss di udara yang dikoreksi terhadap faktor deposisi, peluruhan, dan kondisi cuaca lokal. Untuk maksud ini, sebagai tujuan pertama penelitian, dilakukan analisis tentang sebaran radionuklida di sekitar PLTN dimulai dengan perhitungan kuat sumber radionuklida yang mungkin terlepas ke lingkungan dan perkiraan penyebarannya berdasarkan sektor dan jarak dengan memperhatikan berbagai kondisi lingkungan yang mempengaruhinya di wilayah sekitar Ujung Lemahabang, Bahan radionuklida yang terdispersi di atmosfir dapat sampai dan memberikan dampak kepada manusia melalui empat jalur (pathway), yaitu sebagai awan radiasi (iradiasi eksternal), terhisap ke dalam tubuh (inhalasi), menempel di kulit, termakan melalui makanan, karena sebagian bahan radionuklida terdeposisi ke permukaan tanah, terserap ke dalam tanah dan masuk ke dalam tanaman dan dimakan oleh manusia, pada berbagai lokasi radius 50 km dari Ujung Lemahabang. Oleh karena itu sebagai tujuan kedua dari penelitian ini adalah menganalisis dampak radiologi terhadap manusia baik secara individu maupun kelompok atau kolektif sekaligus memperkirakan kerugian secara ekonomi yang ditimbulkannya. Selama usia PLTN dipastikan akan terjadi pertumbuhan kepadatan penduduk dan perubahan pemanfaatan lahan secara spasial dari waktu ke waktu (ditandai sebagai t 1, t 2, t 3 ). Dinamika pertumbuhan ini akan mempengaruhi besarnya dampak yang mungkin terjadi pada penduduk dan lingkungan. Oleh karena itu analisis terhadap dinamika pertumbuhan penduduk akan dilakukan sebagai tujuan ketiga dari penelitian ini. Model pertumbuhan kepadatan penduduk akan didekati dengan model pendekatan regresi berganda (multiple regression), eksponensial dan logaritmik dan bunga majemuk dengan unit terkecil desa. Berbagai variabel demografi dan non-demografi dalam ruang spasial akan diuji untuk melihat pengaruhnya terhadap pertumbuhan penduduk seperti faktor

9 laju pertumbuhan penduduk, jarak dari pusat bisnis, sosial ekonomi, geografi, dan lain-lain. Sifat independensi masing-masing variabel terlebih dahulu diuji dengan menggunakan analisis komponen utama (Principal Component Analysis). Selanjutnya kekuatan pengaruh variabel-variabel yang dipilih terhadap pertumbuhan kepadatan penduduk akan diuji dengan menghitung koefisien determinan, sedang koefisien beta dan alfa ditentukan dengan melakukan analisis regresi ganda. Validitas masing-masing parameter diuji dengan uji-t dan level-p. Variabel yang tidak memiliki validitas yang kuat dihilangkan. Selanjutnya variable-variabel dengan parameter koefisien yang memiliki validitas yang kuat dijadikan variabel untuk memprediksi pertumbuhan kepadatan penduduk di desadesa dan diterjemahkan ke dalam grid-grid yang ada. Dengan demikian akan diperoleh peta dampak radiologi yang mungkin terjadi pada radius 50 km yang terdiri dari zone esklusi (exclusion zone) dan zone berpenduduk jarang (low population zone). Walaupun kemungkinan terjadinya kecelakaan nuklir dapat dikatakan sangat kecil, namun pengusaha PLTN harus menyiapkan rencana penanganan kedaruratan (emergency planning) dengan menetapkan zone-zone kedaruratan yang terdiri dari Precautionary Action Planning Zone, Urgent Protective Action Zone, dan Long Term Protective Action Zone. Zone ini digunakan kemudian dijadikan dasar untuk pengendalian pemanfaatan ruang dan penyusunan langkah tanggap darurat. Untuk maksud ini maka dilakukan analisis pemanfaatan ruang sekaligus penyiapan tanggap darurat, sebagai tujuan keempat penelitian ini, sekaligus perkiraan biayanya. 1.7 Hipotesis Dengan mengendalikan pemanfaatan ruang sekitar PLTN secara dini dan perencanaan sistem tanggap darurat, penduduk dapat terhindar dari dampak radiologi yang serius bila terjadi kecelakaan nuklir. Dengan demikian, dampak radiologi maupun biaya kerusakan maupun pemulihan dari kecelakaan nuklir dapat diminimumkan.