BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. waris, dalam konteks hukum Islam, dibagi ke dalam tiga golongan yakni: 3

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu

BAB I PENDAHULUAN. Hukum kewarisan Islam pada dasarnya berlaku untuk umat Islam dimana

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang mengalami tiga peristiwa penting dan sangat berpengaruh

BAB IV ANALISIS. A. Ahli Waris Pengganti menurut Imam Syafi i dan Hazairin. pengganti menurut Hazairin dan ahli waris menurut Imam Syafi i, yaitu:

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB I PENDAHULUAN. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqh Mawaris, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2002, hlm. 4.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

BAB I PENDAHULUAN. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan agama

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik yang berhubungan dengan Allah, maupun yang berhubungan

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam

Pengertian Mawaris. Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan.

BAB IV ANALISIS MENGENAI PANDANGAN IMAM SYAFI I TENTANG STATUS WARIS ANAK KHUNTSA MUSYKIL

WASIAT WAJIBAH DAN PENERAPANNYA (Analisis Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. atau hak setelah ada seseorang yang meninggal dunia. Maka apabila ada

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari berbagai

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS. Kata waris berasal dari kata bahasa Arab mirats. Bentuk jamaknya adalah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Penegasan Judul

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Islam telah mengatur setiap aspek kehidupan manusia baik yang. menyangkut segala sesuatu yang langsung berhubungan dengan Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA WARISAN

BAB I PENDAHULUAN. Paramita, 1992), h ), h. 2011

BAB IV ANALISIS TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA DALAM PERKARA WARIS YANG TERJADI DI PENGADILAN AGAMA GRESIK. (Putusan Nomor : /Pdt.G/ /Pa.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat)

BAB I PENDAHULUAN. Islam bukan keluarga besar (extended family, marga) bukan pula keluarga inti

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

A. Analisis Terhadap Metode Penerapan Nilai Tanah Waris di Pulau Bawean. pembagian dengan cara hukum waris Islam. Kedua; pembagian waris dengan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu persoalan berada pada tangan beliau. 2. Rasulullah, penggunaan ijtihad menjadi solusi dalam rangka mencari

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi sunatullah seorang manusia diciptakan untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. harta yang banyak dan sebagian lagi ada yang sebaliknya. Setelah tiba. peristiwa hukum yang lazim disebut dengan kematian.

بسم االله الرحمن الرحیم

BAB IV ANALISIS TERHADAP SEBAB-SEBAB JANDA TIDAK MENDAPAT WARIS

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

SISTEM MUNASAKHAH DALAM KEWARISAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Kewarisan merupakan salah satu bentuk penyambung ruh keislaman antara

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SENGKETA AHLI WARIS DALAM PENGGUNAAN TANAH YAYASAN AL-HIKMAH

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

WARIS ISLAM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Allah melalui Rasulullah Muhammad SAW, untuk disampaikan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I. Persada, 1998, hlm. 1. Zahwan, Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1994, hlm Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris Ed.1, Jakarta: PT.

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Islam ini mendapat perhatian besar karena pembagian warisan sering

BAB I PENDAHULUAN. Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur pembagian warisan,

BAB I PENDAHULUAN. perebutan harta warisan. Islam sebagai agama rahmatan li al- a>lami>n sudah

MUNASAKHAH DALAM SISTEM KEWARISAN ISLAM. Oleh: MUH. SUDIRMAN Dosen Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar

B A B I P E N D A H U L U A N. Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hartanya kepada para ahli warisnya. Hal ini tidak bisa dipungkiri atau diingkari oleh

BAB I PENDAHULUAN. itu sendiri. Salah satu komponen hukum yang menjadi bagian dari hukum

Article Review. : Jurnal Ilmiah Islam Futura, Pascasarjana UIN Ar-Raniry :

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Manusia

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya hukum waris yang terdapat di Indonesia ini masih bersifat

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEWARISAN ANAK DI LUAR NIKAH. Bentuk jamaknya adalah mawaris, yang berarti harta warisan atau harta

KEDUDUKAN ANAK YANG PINDAH AGAMA UNTUK MEWARIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. Oleh : Dessy Gea Herrayani Made Suksma Prijandhini Devi Salain

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB I PENDAHULUAN. martabat, dan hak-haknya sebagai manusia. faktor-faktor lainnya. Banyak pasangan suami isteri yang belum dikaruniai

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. benda tapi tidak sampai batas nisab zakat, namun ada pula yang tidak memiliki harta

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. KEDUDUKAN DAN BAGIAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM ISLAM 1 Oleh : Alhafiz Limbanadi 2

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Islam merupakan hukum Allah. Dan sebagai hukum Allah, ia menuntut kepatuhan dari umat Islam untuk melaksanakannya sebagai kelanjutan dari keimanannya kepada Allah SWT. Keimanan akan wujud Allah menuntut kepercayaan akan segala sifat, kudrat dan iradat Allah. Aturan Allah tentang tingkah laku manusia itu sendiri merupakan satu bentuk dari iradat Allah dank arena itu maka kepatuhan menjalankan aturan Allah merupakan perwujudan dari iman kepada Allah.1 Syari at Islam adalah satu rangkuman yang meliputi seluruh kewajiban keagamaan, segala perintah Allah yang mengatur tata kehidupan setiap muslim dan semua aspeknya. Peraturan-peraturan itu terdiri dari norma-norma yang tidak berubah, berkenaan dengan peribadatan, pengabdian, masalah politik dan aturan hukum dalam pengertian secara sempit.2 Segi kehidupan manusia yang diatur Allah tersebut dapat dikelompokkan kepada dua kelompok. Pertama, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan lahir manusia dengan Allah Penciptanya. Aturan tentang hal ini disebut hukum ibadat. Kedua, berkaitan dengan hubungan antar manusia dan alam sekitarnya. Aturan tentang hal ini disebut hukum muamalat. Tujuannya menjaga hubungan manusia dengan alamnya atau yang disebut hablun min al nas. Kedua hubungan itu harus tetap terpelihara agar manusia terlepas kehinaan, kemiskinan dan kemarahan Allah yang dinyatakan Allah dalam surat Ali Imran ayat 112. Diantara aturan yang mengatur antara hubungan sesama manusia yang diterapkan Allah adalah aturan tentan harta warisan, yaitu harta dan pemilikan yang timbul sebagai akibat dari suatu kematian. Harta yang ditinggalkan oleh 1 Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2 Joseph Schacht, Pengantar Hukum Islam, Penterjemah (IAIN Raden Fatah Palembang), Moh sa id, Jakarta, 1985, hlm. 1. 1

2 seseorang yang telah meninggal memerlukan pengaturan tentang; siapa yang berhak menerimanya, berapa jumlahnya dan bagaimana cara mendapatkannya.3 Allah menetapkan bahwa kewarisan adalah salah satu cara beralihnya kepemilikan harta dari seseorang kepada orang lain. Dengan jalan ini maka harta seseorang semasa hidupnya akan beralih pada ahli warisnya secara otomatis tanpa ikhtiar. Untuk mengatur pembagian harta waris dalam agama diadakanlah hukum waris yang mengatur tata cara dan besarnya bagian masing-masing ahli waris dalam pembagian harta waris. Di zaman jahiliyah, aturan pusaka orang Arab didasarkan atas nasab dan qarabah (hubungan darah dan kekeluargaan). Namun terbatas kepada anak-anak lelaki yang sudah dapat memanggul senjata untuk membela kehormatan keluarga dan dapat memperoleh harta rampasan perang. Mereka tidak memberikan pusaka kepada para wanita dan anak-anak yang masih kecil.4 Hal ini terus berlaku sampai permulaan Islam, sehingga turun ayat yang menerangkan bahwa lelaki dan perempuan memperoleh bagian (pusaka) dari harta peninggalan orang tua dan kerabat-kerabat terdekat, baik harta itu sedikit ataupun banyak. Artinya: Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibubapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan. (QS. An-Nisa :7).5 Dengan turunnya ayat itu terhapuslah adat jahiliyah yang tidak memberikan pusaka kepada para wanita dan anak-anak kecil. 3 Amir Syarifudin, Op cit, hlm.3. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqh Mawaris, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2010, hlm. 2. 5 Al-Qur an surat An-Nisa ayat 7, Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Toha Putra, Semarang,1989, hlm. 116. 4

3 Waris merupakan salah satu kajian dalam Islam yang dikaji secara khusus dalam lingkup fiqh mawaris. Pengkhususan pengkajian dalam hukum Islam secara tidak langsung menunjukkan bahwa bidang waris merupakan salah satu bidang kajian yang penting dalam ajaran Islam. Bahkan dalam alqur an permasalahan mengenai waris dibahas secara detail dan terperinci. Hal tersebut tidak lain adalah untuk mencegah terjadinya sengketa antar anggota keluarga terkait dengan harta waris anggota keluarga yang telah mati.6 Ruang lingkup kajian hukum Islam terkait dengan waris sangat luas. Di antaranya meliputi orang-orang yang berhak menerima waris, bagianbagian atau jumlah besaran waris, dan masih banyak lagi seperti tentang penambahan atau pengurangan bagian waris. Orang yang berhak menerima waris, dalam konteks hukum Islam, dibagi ke dalam tiga golongan yakni: 7 1. Dzul faraidh, yakni ahli waris yang mendapat bagian warisan tertentu dalam keadaan tertentu pula. 2. Dzul qarabat, yakni ahli waris yang menerima warisan dengan bagian yang tidak tertentu atau terbuka bagiannya atau juga ahli waris yang menerima sisa. Ahli waris yang termasuk dalam dzul qarabat, sebagaimana dijelaskan dalam al-qur an meliputi: anak laki-laki, anak perempuan yang didampingi anak laki-laki, bapak, saudara laki-laki dalam hal kalalah, saudara perempuan yang didampingi saudara laki-laki dalam hal kalalah. Dari kelompok tersebut yang tetap menjadi dzul qarabat tetap adalah anak laki-laki, sedangkan yang lainnya hanya sesekali menjadi dzul qarabat dan dapat berubah menjadi ahli waris yang mendapat bagian tertentu 3. Mawali, yakni ahli waris pengganti yang kedudukannya menggantikan ahli waris yang seharusnya mendapat warisan namun karena sesuatu hal maka ahli waris tersebut tidak mendapatkan warisan dan digantikan oleh kelompok ahli waris mawali. Yang dapat menjadi ahli waris mawali 6 Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan: Studi Analisis Komparatif Pemikiran Mujtahid dan Kompilasi Hukum Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm.71. 7 Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam Indonesia, cet 8, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 72.

4 adalah keturunan anak pewaris, keturunan saudara pewaris, atau keturunan orang yang mengadakan semacam perjanjian waris dengan si pewaris. Berdasarkan penjelasan tentang penggolongan orang yang berhak menerima warisan tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwasanya dalam system waris posisi seseorang dapat berubah-ubah kedudukannya dan statusnya sebagai ahli waris sesuai dengan keadaan yang berlangsung kecuali ahli waris yang telah ditetapkan tidak dapat berubah kedudukan dan status ahli warisnya. Menurut Ahmad Rofiq, ada tiga hal yang menyebabkan terjadinya saling mewarisi yakni:8 1. Al-qarabah atau pertalian darah. Maksudnya adalah semua ahli waris yang memiliki pertalian darah, baik laki-laki, perempuan, anak-anak, maupun dewasa memiliki hak untuk menerima bagian menurut dekat jauhnya hubungan kekerabatan. 2. Al-musaharah atau hubungan perkawinan. Maksudnya adalah dengan adanya hubungan perkawinan, maka suami-isteri berhak menerima warisan dari salah satu pihak yang meninggal dunia. 3. Al-wala atau memerdekakan hamba sahaya. Maksudnya adalah seseorang akan mendapat hak mewarisi karena memerdekakan hamba sahaya atau melalui perjanjian tolong menolong.9 Selain adanya penyebab saling mewarisi, dalam hukum Islam juga dijelaskan adanya penyebab yang menjadikan seseorang terhalang untuk mendapatkan warisan. Ada dua hal yang dapat menyebabkan terhalangnya hak waris seseorang. Kedua hal tersebut adalah sebagai berikut:10 1. Karena adanya kelompok keutamaan Dalam hukum waris Islam juga dikenal dengan pengutamaan kelompok ahli waris. Kedekatan jarak hubungan nasab ahli waris menjadi dasar utama dalam klasifikasi keutamaan kelompok. Selain karena kedekatan jarak hubungan, para ulama bersepakat bahwasanya yang menjadi penyebab keutamaan kelompok waris adalah adanya keutamaan 8 A. Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, hlm. 398-402. Ibid, hlm. 402. 10 Sajuti Thalib, Op cit, hlm. 163. 9

5 sebab. Seperti orang yang mempunyai dua sebab untuk menjadi ahli waris, yaitu ayah dan ibu lebih utama daripada orang yang hanya memiliki satu sebab saja, ayah atau ibu saja. Dengan adanya keutamaan kelompok tersebut, maka dalam sistem waris Islam timbul akibat adanya pihak ahli waris yang tertutup atau terhalang untuk mendapatkan warisan. Kelompok ini disebut juga dengan kelompok terhijab (terhalang). 2. Karena halangan warisan Yang dimaksud penghalang hak waris adalah hal, keadaan, atau perbuatan yang menyebabkan seseorang tidak mendapatkan haknya sebagai ahli waris. Ada tiga hal yang menjadi penghalang hak waris: 11 a. Pebudakan, budak tidak dapat mewarisi dan mewariskan harta peninggalan dari dan kepada ahli warisnya. Sebab segala sesuatu yang dimiliki budak, secara langsung menjadi milik tuannya. b. Pembunuhan, seorang pembunuh tidak bisa mewarisi harta peninggalan orang yang terbubuh. c. Berlainan agama, perbedaan keyakinan menyebabkan seseorang tidak bisa saling mewarisi.12 Dari beberapa macam penghalang menerima warisan tersebut, pembunuhan lebih menarik perhatian penyusun untuk dikaji lebih jauh. Sebab masalahnya bukan hanya pada akibat hukum dari pembunuhan itu, melainkan juga mencakup cara-cara yang ditempuh oleh pembunuh atau juga keadaan yang berkaitan dengan peristiwa pembunuhan. Oleh karena itu penyusun ingin mengkaji pendapat dari Imam AlHaramain dan Ibnu Hazm, karena menurut penyusun pendapat kedua tokoh tersebut sangat bertolak belakang. Imam Al-Haramain sebagai tokoh penganut madzab Syafi iyah yang sangat meluaskan dalam mengkategorikan pembunuhan yang menghalangi hak mendapatkan waris, dengan memutlakkan semua jenis pembunuhan menjadi penghalang kewarisan. Sebaliknya Ibnu 11 Tim Kajian Keislaman Nurul Ilmi, Buku Induk Terlengkap Agama Islam, PT Suka Buku, Yogyakarta, 2012, hlm. 341. 12 Ibid, hlm. 342.

6 Hazm yang sangat longgar dengan pendapatnya bahwa pembunuhan tidak menghalangi seseorang untuk mendapatkan warisan, baik pembunuhan yang disengaja maupun pembunuhan yang tidak disengaja. Dengan demikian penyusun berharap kedua pendapat tersebut dapat mewakili dari seluruh pendapat yang berkaitan dengan masalah ini. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka penulis melakukan sebuah penelitian dengan judul penelitian STUDI KOMPARASI PENDAPAT IMAM AL-HARAMAIN DAN IBNU HAZM TENTANG HAK WARIS BAGI PEMBUNUH B. PENEGASAN ISTILAH 1. Studi Komparasi Yaitu terdiri dari dua kata, studi yang berarti kajian, telaah atau penyelidikan ilmiah. Sedangkan komparasi merupakan penguraian perbandingan suatu pokok atas berbagai bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.13 2. Pendapat Pikiran, anggapan, buah pemikiran atau perkiraan.14 3. Imam Al-Haramain Imam Al-Haramain adalah penganut Madzab Syafi i, salah seorang ulama fikih, ahli ushul fikih, ilmuwan, agamawan, pemuka masyarakat, dan teolog muslim yang seringkali membahas persoalan-persoalan teologis secara mendalam, seperti persoalan fungsi akal dan wahyu, surga dan neraka, perbuatan manusia, dan lain-lain.15 4. Ibnu Hazm Ibnu Hazm adalah pengembang Madzab Al-Dhahiri. Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Said bin Hazm Al-Andalusi.16 5. Hak Waris 13 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besat Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hlm. 860. 14 Poerwodarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hlm. 209. 15 https://id.wikipedia.org/wiki/imam_al-haramain 16 Glasse Cyril, Ensiklopedi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 150.

7 Hak waris adalah kewenangan seseorang untuk menerima harta pusaka dari orang yang telah meninggal.17 6. Pembunuh Orang yang membunuh.18 Jadi arti dari judul secara keseluruhan adalah mengkaji secara ilmiah pendapat Imam Al-Haramain dan Ibnu Hazm tentang hak waris bagi pembunuh dan alasan yang mendasari pendapat kedua tokoh tersebut. C. FOKUS PENELITIAN Fokus penelitian merupakan sesuatu yang akan diteliti dengan menggunakan metode penelitian. Adapun fokus dari penelitian ini adalah pemikiran Imam Al-Haramain dan Ibnu Hazm tentang tidak terhalangnya hak waris bagi pembunuh. D. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan pada uraian di atas maka disini penulis akan membahas pendapat Imam Al-Haramain dan Ibnu Hazm tentang tidak terhalangnya hak waris bagi pembunuh. Adapun pokok permasalahannya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pendapat Imam Al-Haramain dan Ibnu Hazm tentang hak waris bagi pembunuh? 2. Bagaimanakah alasan yang mendasari pendapat Imam Al-Haramain dan Ibnu Hazm tentang hak waris bagi pembunuh? E. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penulisan yang akan dicapai adalah : 1. Untuk menjelaskan bagaimana pendapat Imam Al-Haramain dan Ibnu Hazm tentang hak waris bagi pembunuh. 2. Untuk menjelaskan bagaimana alasan yang mendasari pendapat Imam AlHaramain dan Ibnu Hazm tentang hak waris bagi pembunuh? 17 18 Poerwodarminto, Op.Cit, hlm. 1125. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op cit, hlm. 157.

8 F. MANFAAT PENELITIAN Adapun kegunaan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara Teoritis Manfaat teoritis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah a. Untuk ilmu pengetahuan, sebagai sumbangsih pemikiran di dalam ilmu pengetahuan terutama yang berhubungan dengan hak waris akibat membunuh. b. Untuk masyarakat umum, sebagai bahan rujukan dalam upaya pencerahan dan pemahaman bagi masyarakat yang belum mengetahui tentang hak waris bagi pembunuh menurut pendapat Imam AlHaramain dan Ibnu Hazm. c. Untuk lembaga kajian hukum, diharapkan dengan skripsi ini akan memberikan sumbangan pemikiran bagi Jurusan Syariah Ahwalussyakhsiyah. 2. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan yang berhubungan dengan hak waris bagi pembunuh agar nantinya masyarakat dapat memahami dan mampu menyelesaikan permasalahan tentang hak waris bagi pembunuh. G. SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI Untuk lebih memudahkan dalam memahami skripsi ini, penulis akan mendiskripsikan sistematika penulisan skripsi ini, yaitu sebagai berikut: 1. Bagian Muka Dalam bab ini terdiri dari : Halaman Judul, Halaman Nota Persetujuan Pembimbing, Halaman Pengesahan, Halaman Persembahan, Kata Pengantar dan Daftar Isi. 2. Bagian Isi BAB I : Pendahuluan Motto, Halaman

9 Dalam bab ini diuraikan tentang masalah-masalah yang erat kaitannya dengan skripsi ini, sekaligus sebagai dasar dan memberi penjelasan mengenai skripsi ini yang meliputi: latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan skripsi. BAB II : Dalam Bab II ini berisikan tentang landasan teori, yang memuat tentang diskripsi pustaka yaitu pengertian waris, dasar hukum waris, syarat dan rukun waris, golongan ahli waris, bagian-bagian ahli waris, dan penghalang waris, hasil penelitian terdahulu yang relevan, dan kerangka berfikir. BAB III: Bab III merupakan metode penelitian yang berisikan jenis dan pendekatan penelitian, subyek dan obyek penelitian, fokus penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB IV: Bab IV merupakan hasil penelitian dan hasil pembahasan tentang hak waris bagi pembunuh menurut pendapat Imam Al-Haramain dan Ibnu Hazm dan bagaimana persamaan dan perbedaan pendapat beliau. BAB V: Bab V ini merupakan penutup. Bab ini merupakan bab terakhir yang terdiri dari kesimpulan, saran-saran, dan penutup. 3. Bagian Akhir Bagian akhir ini terdiri dari daftar pustaka, daftar riwayat pendidikan dan lampiran-lampiran.