PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Pelatihan Vokasional

PENGEMBANGAN KOMPETENSI PENYANDANG DISABILITAS MELALUI PELATIHAN VOKASIONAL

KORELASI PELATIHAN VOKASIONAL DENGAN KOMPETENSI PENYANDANG DISABILITAS ALUMNI BALAI BESAR REHABILITASI VOKASIONAL BINA DAKSA (BBRVBD), CIBINONG

METODE PENELITIAN. Desain Penelitian

DISAMPAIKAN PADA WORKSHOP MENGENAI DISABILITY DAN EMPLOYMENT

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan BAB II Tinjauan Pustaka

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

2 Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG DISABILITAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL PENYANDANG DISABILITAS OLEH LEMBAGA DI BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL

2017, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-H

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyandang cacat tubuh atau disabilitas tubuh merupakan bagian yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang menginginkan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia. Sebelumnya istilah Disabilitas. disebagian masyarakat Indonesia berbeda dengan

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPUSTAKAAN

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu unsur yang memiliki peranan penting

BAB. I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu wahana pendidikan

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 058 TAHUN 2017 TENTANG TRANSFORMASI PERPUSTAKAAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. wilayah tanah air Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Disabilitas (Convention On the Rights of Persons with Disabilities) dengan UKDW

2 sumber daya manusia, peran masyarakat, dan dukungan pendanaan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan adanya upaya terarah, terpadu, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN TENAGA KERJA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber daya manusia ditentukan oleh tingkat pengetahuan dan

KURIKULUM KURSUS DAN PELATIHAN BORDIR JENJANG 2 BERBASIS

BAB I PENDAHULUAN. dikemukakan oleh Mulyasa (2010) bahwa, pembangunan sumber daya manusia

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KURIKULUM KURSUS DAN PELATIHAN TATA BUSANA JENJANG 2 DAN 3 BERBASIS

TRANSKIP WAWANCARA Hari/Tanggal : Senin, 24 Maret 2014 : Bapak Drs. Syaefudin, M.Pd : Kepala Madrasah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS

WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, politik, budaya, sosial dan pendidikan. Kondisi seperti ini menuntut

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan. Berdasarkan hasil pembahasan dari permasalahan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang khususnya di dunia usaha sangat begitu ketat dan diikuti dengan

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan nasional mengacu pada Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingkat persaingan hidup semakin hari semakin ketat dan sulit. Banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tami Latifa, 2014 Manfaat hasil belajar keterampilan menjahit tailor sebagai kesiapan magang di tailor

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia mempunyai potensi yang dapat dibina dan

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pendidikan nasional ditujukan untuk mewujudkan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan fisik

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai dasar untuk menunjang keberhasilan pembangunan di segala

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah lapangan kerja yang mampu menyerapnya. Masalah pengangguran

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. program studi yang terdapat di Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan

BAB I PENDAHULUAN.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dan bangsa Indonesia sedang memasuki abad ke-21, era

SEMINAR MEWUJUDKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting untuk menjamin

PENYULUHAN DAN KEBERADAAN PENYULUH

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan. pembangunan nasional, karena pada hakekatnya pendidikan bukan hanya

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS

I. PENDAHULUAN. penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni 2016 Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas. Nahar, SH, M.Si NIP

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi sesuai dengan

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Agus Komar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mendidik siswanya dengan keahlian dan keterampilan, juga mendidik siswa agar

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL

DAFTAR ISI. Hal i ii iii iv v vii

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

KURIKULUM KURSUS DAN PELATIHAN SULAM JENJANG 2 BERBASIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MEMPERKUAT HAK-HAK MELALUI TERWUJUDNYA PERATURAN DAERAH UNTUK PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ridwan Nopandi,2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat di era

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan merupakan faktor penunjang utama dalam maju atau

Martina Navratilova, Pelatih dan Pemain Tenis Stephen Hawking, Fisikawan Christopher Reeve, Aktor, Sutradara, Produser Film, dan Penulis Skenario

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Putri Shalsa Novita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah untuk menghadapi tantangan era globalisasi adalah dengan

Transkripsi:

PENDAHULUAN Latar Belakang Kompetensi merupakan aspek yang harus dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam pekerjaannya. Begitu pula dengan penyandang disabilitas yang memerlukan penguasaan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja, agar ia dapat memperoleh pekerjaan dan bersaing dengan orang yang tidak memiliki disabilitas di pasar kerja terbuka. Penyandang disabilitas merupakan istilah yang digunakan untuk mengganti istilah penyandang cacat. Penyandang disabilitas menurut Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas atau Convention of the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) merupakan istilah bagi mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama di mana ketika berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menghalangi partisipasi mereka secara penuh dan efektif dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya (UN 2006). WHO (2011) menyebutkan bahwa jumlah penyandang disabilitas di dunia pada tahun 2010 adalah sebanyak 15,6 persen dari total penduduk dunia, atau lebih dari 1 milyar. Menurut ILO (Pozzan 2011) sebanyak 470 juta penyandang disabilitas diantaranya masuk ke dalam kategori usia kerja. Kemudian data World Bank (Pozzan 2011) menyebutkan bahwa sebanyak 80 persen penyandang disabilitas yang tinggal di negara berkembang hidup di bawah garis kemiskinan. Di Indonesia sendiri, prevalensi penyandang disabilitas pada tahun 2007 adalah sebanyak 21.3 persen (WHO 2011). Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Sosial RI dalam simcat.depsos.go.id pada tahun 2009, memperlihatkan bahwa berdasarkan pekerjaannya, sebanyak 25,3 persen penyandang disabilitas dalam keadaan bekerja dan sisanya sebanyak 74,7 persen tidak bekerja. Padahal rendahnya tingkat partisipasi penyandang disabilitas dalam dunia kerja menyebabkan sulitnya memutuskan rantai kemiskinan dan disabilitas. Untuk memutus rantai disabilitas dan kemiskinan, para penyandang disabilitas harus memiliki pekerjaan (WHO 2011). Rendahnya tingkat partisipasi penyandang disabilitas dalam dunia kerja salah satunya disebabkan oleh rendahnya tingkat keterampilan yang dikuasai oleh penyandang disabilitas. Data Pusdatin (2009) memperlihatkan bahwa hanya 10,2 persen penyandang disabilitas yang memiliki keterampilan dan sisanya sebanyak 89,8 persen tidak memiliki keterampilan, padahal sebanyak 34,1 persen penyandang disabilitas berada pada kelompok usia 15-39 tahun yang merupakan kelompok usia produktif. Sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan kompetensi penyandang disabilitas agar mereka memiliki kemampuan memadai yang dibutuhkan untuk berpartisipasi di dunia kerja. Salah satu upaya pemerintah dalam mempersiapkan tenaga kerja penyandang disabilitas dan untuk mewujudkan kemandirian serta meningkatkan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas, yaitu dengan memberikan pelayanan rehabilitasi dalam bentuk pelatihan vokasional/keterampilan (UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat Pasal 18(2); UU No. 11 Tahun 2009 tentang 1

2 Kesejahteraan Sosial Pasal 7 Ayat 3(c); PP No. 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat Pasal 47-48). Dalam pelatihan vokasional, penyandang disabilitas dilatih suatu keterampilan yang dapat digunakan untuk bekerja di perusahaan ataupun secara mandiri, sehingga mereka dapat menjadi individu yang mandiri secara ekonomi dan tidak tergantung kepada orang lain (Yoshimitsu 2003). Hal tersebut sesuai dengan falsafah penyuluhan yang diantaranya adalah falsafah pendidikan, yaitu bahwa pendidikan merupakan cara terbaik untuk mengembangkan potensi yang dimiliki individu secara optimal dan falsafah membantu, yaitu membantu mereka untuk menolong dirinya sendiri (Amanah 2003). Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa (BBRVBD) Cibinong yang diresmikan tahun 1997 sebagai hasil kerjasama Pemerintah RI dan Jepang melalui JICA (Japan International Cooperation Agency) merupakan lembaga pemerintah yang menyelenggarakan pelatihan vokasional bagi penyandang disabilitas. Di lembaga ini, penyandang disabilitas dibekali pengetahuan, perbaikan sikap dan terutama pelatihan keterampilan kerja. Ekspektasi dari pelayanan tersebut adalah agar para penyandang disabilitas mampu secara profesional bersaing di pasaran kerja (Roebyantho et al. 2010). BBRVBD Cibinong resmi memberikan pelayanan kepada penyandang disabilitas sejak tahun 1998. Setiap tahunnya lembaga ini menerima 100 penyandang disabilitas fisik yang berasal dari seluruh provinsi di Indonesia untuk diberikan pelatihan vokasional, lalu disalurkan magang dan diharapkan dapat bekerja di perusahaan atau usaha mandiri. Jenis keterampilan yang diberikan pada pelatihan vokasional terdiri dari: (1) penjahitan, (2) komputer, (3) desain grafis dan percetakan, (4) elektronika, dan (5) pekerjaan logam. Sejak tahun 2011, lembaga ini meningkatkan kapasitasnya dengan menambah 1 (satu) jenis keterampilan, yaitu keterampilan otomotif sehingga kapasitas peserta pelatihannya bertambah menjadi 120 orang per tahun. Adapun jumlah lulusan pelatihan yang sudah terserap oleh dunia kerja disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Rekapitulasi data penempatan kerja kelayan BBRVBD No. Tahun Angkatan Lulusan yang terserap di pasaran kerja (persen) 1. 1998 I 30 2. 1999 II 58 3. 2000 III 71 4. 2001 IV 75 5. 2002 V 69 6. 2003 VI 47 7. 2004 VII 71 8. 2005 VIII 65 9. 2006 IX 80 10. 2007 X 20 11. 2008 XI 70 12. 2009 XII 61 13. 2010 XIII 87 14. 2011 XIV 98 Total (persen) 65 Mengacu kepada Tabel 1 daya serap tenaga kerja penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional di BBRVBD Cibinong masih fluktuatif. Persentase

3 serapan tertinggi dicapai pada tahun 2011 pada angka 98 persen dan angka terendah pada tahun 2007 sebanyak 20 persen. Hal tersebut diantaranya dipengaruhi oleh kondisi ekonomi perusahaan-perusahaan mitra, jumlah perusahaan mitra, dan kemampuan atau kompetensi lulusan. Didukung oleh majunya industri garmen dan meningkatnya kebutuhan di dunia sandang, lulusan keterampilan penjahitan merupakan lulusan yang memiliki daya serap paling tinggi di dunia kerja di antara keterampilan-keterampilan lainnya. Berdasarkan data BBRVBD (2011), daya serap lulusan keterampilan penjahitan di dunia kerja berada pada angka 95,3 persen dari total semua lulusan keterampilan penjahitan tahun 1998-2011. Jika dibandingkan dengan total lulusan semua jenis keterampilan di BBRVBD Cibinong yang diserap di dunia kerja, maka lulusan keterampilan penjahitan berada di peringkat paling tinggi, yaitu sebesar 26,9 persen. Tingginya daya serap lulusan keterampilan penjahitan tentunya didukung oleh penguasaan kompetensi yang dimiliki oleh penyandang disabilitas yang mengikuti pelatihan vokasional di keterampilan penjahitan tersebut. Kompetensi dasar yang dilatihkan kepada semua peserta pelatihan adalah kompetensi melaksanakan prosedur kesehatan, keselamatan dan keamanan (K3) dalam bekerja dan kompetensi menjahit dengan mesin, serta didukung oleh kemampuan non teknis yang dibutuhkan di dunia kerja (employability), yang diperoleh dalam kegiatan pembelajaran selama pelatihan. Kompetensi-kompetensi tersebut harus dikuasai oleh peserta pelatihan agar mereka mampu diserap di dunia kerja. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis hubungan pelatihan vokasional di bidang penjahitan terhadap peningkatan kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan. Kerangka Berpikir Pelatihan vokasional merupakan jalur pendidikan yang umumnya ditempuh oleh penyandang disabilitas usia produktif sebagai langkah untuk mendapatkan pekerjaan, dengan alasan waktu pendidikan singkat, mudah diakses, berorientasi pada dunia kerja, dan lebih sesuai dengan apa yang dibutuhkan perusahaan penyedia lapangan kerja (Mavromaras dan Palidano 2011). Pelatihan vokasional telah terbukti memberikan perbaikan hidup bagi para penyandang disabilitas di negara-negara berkembang, seperti di Bangladesh (Nuri et al. 2012) dan di Nepal (Manish 2010). Model yang lazim digunakan untuk pelatihan vokasional sekarang ini adalah pelatihan vokasional berbasis kompetensi (Smith 2010). Keberhasilan pelatihan ditentukan oleh komponen-komponen yang ada di dalamnya yaitu diantaranya peserta, instruktur/pelatih, kurikulum/materi dan penyelenggara pelatihan, dimana peserta ditentukan oleh karakteristik peserta (misalnya: demografis, latar belakang pendidikan) yang menentukan lingkup dari pelatihan tersebut (Rose 2009). Khusus untuk penyandang disabilitas, jenis disabilitas turut menentukan kriteria peserta (Griffin dan Nechvoglod 2008). Instruktur mempunyai peran tersendiri dalam menunjang keberhasilan pelatihan. Penguasaan materi instruktur merupakan salah satu faktor yang krusial dalam keberhasilan pemberian materi (Schempp 1998, Metzler dan Woessmann

4 2010), termasuk didalamnya persiapan materi (Darling-Hammond et al. 2005). Keinovatifan mengajar juga berperan dalam menyebarkan antusiasme instruktur dalam mengajar terhadap antusiasme peserta didik untuk belajar (Grosu 2011). Menurut McGehee (Ali 2005), aspek lain dari instruktur yang penting adalah kemampuan memotivasi. Materi pelatihan yang disajikan dalam kurikulum pelatihan sebagai salah satu komponen pelatihan harus disusun secara sistematis dan berdasarkan tahapan-tahapan (Ali 2005, Hickerson dan Middleton 1975). Peserta harus mengetahui tujuan pelatihan, adanya praktek yang memadai (proporsional) dan mengetahui hasil belajar dalam bentuk evaluasi (Hickerson dan Middleton 1975). Penyelenggara pelatihan berwenang atas kebijakan dalam menentukan tenaga pengelola pelatihan dan ketersediaan sarana prasarana pelatihan. Kompetensi merupakan aspek yang harus dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam pekerjaannya. Kompetensi bidang penjahitan terdiri dari berbagai macam kualifikasi dengan berbagai macam kompetensi di dalamnya. Salah satu kualifikasinya adalah operator penjahit, dimana operator penjahit harus menguasai kompetensi dasar berupa kompetensi melaksanakan prosedur kesehatan, keamanan, dan keselamatan (K3) dalam bekerja dan kompetensi menjahit dengan mesin. Selain kemampuan teknis, diperlukan juga kemampuan non teknis agar para lulusan pelatihan dapat diserap di dunia kerja. Menurut Hillage and Pollard (Pool and Sewell 2007) kemampuan non teknis juga diperlukan agar seseorang dapat memperoleh pekerjaan dan mempertahankan pekerjaannya, kemampuan non teknis ini dikenal dengan employability. Rasul et al. (2010), mengemukakan bahwa employability adalah kesiapan para lulusan untuk mendapatkan pekerjaan dan mengembangkan karir dengan sukses. Sesuai dengan Rekomendasi ILO No. 99, dimana rehabilitasi vokasional didefinisikan sebagai suatu bagian dari proses rehabilitasi secara berkesinambungan dan terpadu yang menyediakan pelayanan (misalnya: bimbingan kerja, pelatihan kerja, dan penempatan kerja) untuk memungkinkan penyandang disabilitas memperoleh suatu pekerjaan yang tepat dan dapat mempertahankan pekerjaan tersebut, maka employability perlu dikuasai oleh para peserta pelatihan vokasional agar mereka dapat memperoleh dan mempertahankan pekerjaan serta mengembangkan karir dengan sukses. Wen L. et al. (2010) dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa employability yang dibutuhkan di dunia kerja adalah (a) pemecahan masalah, (b) etika kerja, (c) tanggung jawab, (d) bekerja dalam tim, (e) berorientasi pada pelanggan, dan (f) komunikasi dan manajemen konflik. Pelatihan vokasional di BBRVBD Cibinong sudah berjalan selama 15 tahun, dan bidang penjahitan merupakan bidang dengan daya serap tenaga kerja lulusan terbesar, yaitu sebanyak 95,3 persen dari semua total lulusan bidang penjahitan. Fokus penelitian ini adalah untuk menggambarkan kompetensi kerja penyandang disabilitas di bidang penjahitan dan menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kompetensi kerja dalam konteks pelatihan vokasional, dengan kerangka penelitian sebagaimana pada Gambar 1.

5 X1. Karakteristik Penyandang Disabilitas Peserta Pelatihan X1.1. Jenis kelamin X1.2. Usia X1.3. Jenis disabilitas X1.4. Penyebab disabilitas X1.5. Lama menyandang disabilitas X1.6. Pendidikan formal X1.7. Pendidikan nonformal X1.8. Pengalaman bekerja X2. Performa Instruktur X2.1. Penguasaan materi X2.2. Keinovatifan mengajar X2.3. Kemampuan memotivasi X3. Kurikulum Pelatihan X3.1. Proporsi jenis materi penunjang dan utama X3.2. Kejelasan tujuan pelatihan X3.3. Kesesuaian materi dan tujuan pelatihan X3.4. Urutan substansi materi pelatihan X3.5. Proporsi waktu teori dan praktek X3.6. Waktu untuk pelatihan X3.7. Evaluasi pelatihan. X4. Profil Penyelenggara Pelatihan X4.1. Kesesuaian jumlah instruktur X4.2. Tingkat pendidikaninstruktur X4.3. Kesesuaian jurusan pendidikaninstruktur X4.4. Pendidikan non formal instruktur X4.5. Pengalaman mengajar instruktur X4.6. Sarana dan prasarana pelatihan Y1. Kompetensi Melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja Y1.1. Mengikuti prosedur K3di tempat kerja Y1.2. Menangani situasi darurat Y1.3. Menjaga standar keselamatan kerja perorangan yang aman Y2. Kompetensi menjahit dengan mesin Y2.1. Menyiapkan tempat dan alat kerja Y2.2. Menyiapkan mesin jahit Y2.3. Mengoperasikan mesin jahit Y2.4. Menjahit bagian-bagian potongan pakaian Y2.5. Merapikan tempat dan alat kerja Y3. Employability: Y3.1. Pemecahan masalah Y3.2. Etika kerja Y3.3. Tanggung jawab Y3.4. Bekerja dalam tim Y3.5. Berorientasi pada pelanggan Y3.6. Komunikasi dan manajemen konflik Gambar 1 Kerangka berpikir penelitian Perumusan Masalah Penelitian Pengembangan kompetensi penyandang disabilitas melalui pelatihan vokasional yang dilaksanakan di BBRVBD Cibinong dimaksudkan agar penyandang disabilitas alumni pelatihan dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan di dunia kerja sesuai dengan bidang keterampilannya. Pelatihan sebagai suatu kegiatan pembelajaran bagi orang dewasa yang didesain untuk mengubah perilaku peserta pelatihan tidak bisa lepas dari komponen pelatihan seperti karakteristik peserta pelatihan, performa instruktur pelatihan, kurikulum pelatihan, dan profil penyelenggara pelatihan. Sehingga diperlukan penelitian untuk melihat hubungan pelatihan terhadap kompetensi yang dicapai oleh penyandang disabilitas lulusan pelatihan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimana tingkat kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional bidang penjahitan; (2) Faktor-

6 faktor apa saja yang berhubungan dengan kompetensi lulusan pelatihan vokasional di bidang penjahitan yang diselenggarakan oleh BBRVBD Cibinong; dan (3) Berkaitan dengan pengembangan kompetensi penyandang disabilitas melalui pelatihan vokasional, aspek apa yang bisa dikembangkan dari pelatihan vokasional untuk meningkatkan kompetensi penyandang disabilitas di bidang penjahitan. Hipotesis Mengacu pada permasalahan dan kerangka pikir penelitian, hipotesis penelitian dirumuskan adalah sebagai berikut: (1) Terdapat hubungan nyata antara karakteristik peserta pelatihan (usia, lama menyandang disabilitas, pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pengalaman kerja) dengan kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional (melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja, menjahit dengan mesin, dan employability) di BBRVBD Cibinong; (2) Terdapat hubungan nyata antara performa instruktur pelatihan (penguasaan materi, keinovatifan mengajar, dan kemampuan memotivasi) dengan kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional (melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja, menjahit dengan mesin, dan employability) di BBRVBD Cibinong; (3) Terdapat hubungan nyata antara kurikulum pelatihan (proporsi jenis materi utama dan penunjang, kejelasan tujuan pelatihan, kesesuaian materi dan tujuan pelatihan, urutan substansi materi pelatihan, proporsi waktu teori dan praktek, waktu untuk pelatihan, dan evaluasi pelatihan) dengan kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional (melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja, menjahit dengan mesin, dan employability) di BBRVBD Cibinong; (4) Terdapat hubungan nyata antara profil penyelenggara pelatihan (kesesuaian jumlah instruktur, tingkat pendidikan instruktur, kesesuaian jurusan pendidikan instruktur, pendidikan non formal instruktur, pengalaman mengajar instruktur, dan sarana parasarana pelatihan) dengan kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional (melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja, menjahit dengan mesin, dan employability) di BBRVBD Cibinong; Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menggambarkan tingkat kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional bidang penjahitan; (2) Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan kompetensi penyandang disabilitas di bidang penjahitan melalui pelatihan vokasional; dan (3) Memberikan rekomendasi pengembangan pelatihan vokasional yang lebih efektif bagi peningkatan kompetensi penyandang disabilitas di bidang penjahitan.

7 Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi peningkatan kualitas penyelenggaraan pelatihan vokasional sebagai upaya pengembangan kompetensi penyandang disabilitas dalam mempersiapkan tenaga kerja penyandang disabilitas yang kompeten di bidangnya. Selain itu, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi rujukan dalam menentukan kriteria dan indikator pengembangan kompetensi penyandang disabilitas di bidang penjahitan melalui pelatihan vokasional. Bagi Ilmu Penyuluhan, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan berkaitan dengan peran penyuluhan dalam bentuk pelatihan vokasional untuk mengembangkan potensi penyandang disabilitas sehingga penyandang disabilitas dapat menolong diri mereka sendiri.