-2- b. modal disetor atau modal koperasi serta lingkup wilayah operasional; c. pemegang saham pengendali; d. persyaratan dan tata cara perizinan usaha

dokumen-dokumen yang mirip
- 2 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas.

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA

- 2 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas.

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahan pembiayaan dan perusaha

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Pembiayaan Syariah OTORITAS JASA KEUANGAN

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 61 /POJK.04/2016 TENTANG PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DI PASAR MODAL PADA MANAJER INVESTASI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

RANCANGAN POJK BANK PERANTARA

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 51 /SEOJK.05/2017 TENTANG PENDAFTARAN, PERIZINAN USAHA, DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PERGADAIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN

BAB I. KETENTUAN UMUM

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DI PASAR MODAL PADA MANAJER INVESTASI. BAB I KETENTUAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 61 /POJK.04/2016 TENTANG PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DI PASAR MODAL PADA MANAJER INVESTASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 31 /POJK.05/2016 TENTANG USAHA PERGADAIAN

2016, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa K

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP SYARIAH PADA MANAJER INVESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 4/POJK.05/2013 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16 /POJK.03/2017 TENTANG BANK PERANTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 51 /SEOJK.05/2017 TENTANG PENDAFTARAN, PERIZINAN USAHA, DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PERGADAIAN

Usulan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal/ Ayat BAB I KETENTUAN UMUM. Cukup jelas.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 101)

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 42 /SEOJK.03/2017

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas.

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 31 /POJK.05/2016 TENTANG USAHA PERGADAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

-2- Dengan mempertimbangkan hal di atas dan sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor

2017, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan

Undang-Undang tentang LKM tersebut mengamanatkan beberapa materi pengaturan teknis lebih lanjut terkait perizinan usaha, kelembagaan LKM, sert

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEPEMILIKAN ASING PADA PERUSAHAAN PERASURANSIAN

- 4 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK

2017, No Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain

PASAL DEMI PASAL. Pasal I

2017, No e. bahwa sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Ban

2 dan Luas Cakupan Wilayah Usaha Lembaga Keuangan Mikro) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 321, Tambahan Lembaran Negara Republik I

- 1 - SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 44 /SEOJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA

-2- II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pemeriksaan oleh Otoritas Jasa Keuangan dapat dilakukan di luar jam kerja. Huruf a Yang dimaksud deng

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham. Dengan mempertimbangkan adanya perkembangan industri Pasar Modal dan tuntutan pemangku kepentingan atas pelak

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.02/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

-2- Untuk itu, dalam rangka menjaga kepercayaan publik terhadap kualitas informasi keuangan, Pihak yang Melaksanakan Kegiatan Jasa Keuangan harus menj

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3 /POJK.03/2016 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M

-2- Portofolio Efek, baik Efek konvensional maupun Efek Syariah. Namun demikian, belum terdapat perbedaan dalam kegiatan pengelolaan, pengembangan, da

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.05/2015 TENTANG TATA CARA PENETAPAN PENGELOLA STATUTER PADA LEMBAGA JASA KEUANGAN

- 2 - e. ketentuan mengenai pengangkatan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang harus memperoleh pers

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.05/2015 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN MODAL VENTURA

MATRIKS RANCANGAN POJK KPMM BPRS

2017, No menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal; Mengingat : 1. Undang-Undan

2 Perusahaan Publik bertugas dan bertanggung jawab secara kolegial dalam mengelola Emiten atau Perusahaan Publik. Dalam pengelolaan dimaksud, Direksi

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB III ATURAN PELAKSANA UNDANG-UNDANG

2017, No Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.02/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN. BAB I KETEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

-2- BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan oleh

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

NOMOR 152/PMK.010/2012 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13 /POJK.03/2017 TENTANG PENGGUNAAN JASA AKUNTAN PUBLIK DAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK DALAM KEGIATAN JASA KEUANGAN

2 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Nega

Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat di tempat.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2013 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DI INDUSTRI KEUANGAN NON-BANK

No Syariah harus tetap memperhatikan azas perbankan yang sehat dan prinsip kehati-hatian sehingga dapat tercipta perbankan syariah yang kuat d

penerimaan atau penolakan pertanggungan dan/atau klaim

Transkripsi:

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN OJK. Lembaga Penjamin. Perizinan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 6) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/2017 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN I. UMUM Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin merupakan peraturan petunjuk pelaksanaan yang merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. Peran Perusahaan Penjaminan, Perusahaan Penjaminan Syariah, Perusahaan Penjaminan Ulang, dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah dalam perkembangan industri penjaminan sangatlah besar. Perusahaan dan pelaku industri berperan penting dalam menciptakan industri penjaminan yang lebih sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif. Muara dari semua upaya tersebut adalah bertumbuhnya perekonomian bangsa yang pada akhirnya akan menciptakan kesejahteraan bersama sebagai upaya mewujudkan cita-cita bangsa. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini juga merupakan penyempurnaan terhadap Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 5/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjaminan. Sebagai upaya penyempurnaan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mengadopsi amanat dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan yang harus diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yaitu: a. kepemilikan asing;

-2- b. modal disetor atau modal koperasi serta lingkup wilayah operasional; c. pemegang saham pengendali; d. persyaratan dan tata cara perizinan usaha penjaminan dan penjaminan ulang; e. tata cara penghentian kegiatan usaha UUS; f. persyaratan dan tata cara perizinan usaha Penjaminan Syariah dan Penjaminan Ulang Syariah; g. kantor cabang Lembaga Penjamin; h. Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan Lembaga Penjamin; i. lembaga penunjang penjaminan; dan j. pemisahan UUS dan sanksi bagi Perusahaan Penjaminan yang tidak melakukan Pemisahan UUS. Selain dari materi tersebut, dilakukan juga upaya penyempurnaan dalam materi-materi dalam peraturan yang berlaku sebelumnya, seperti perizinan, pelaporan, pembukaan kantor, Penggabungan, Peleburan, Pemisahan hingga penerapan sanksi. Hal tersebut merupakan upaya dalam memenuhi kebutuhan hukum dari industri penjaminan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5

-3- Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Ketentuan mengenai lingkup wilayah operasional Lembaga Penjamin dicantumkan pada anggaran dasar di bagian tempat kedudukan. Pasal 9 Ketentuan mengenai Penjaminan atau Penjaminan Syariah langsung diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penyelenggaraan usaha Lembaga Penjamin. Ketentuan mengenai Penjaminan atau Penjaminan Syariah tidak langsung dan penjaminan bersama diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penyelenggaraan usaha Lembaga Penjamin. Huruf a Sebagai contoh, PT Jamkrida Sumsel dapat melakukan Penjaminan tidak langsung terhadap Terjamin yang berdomisili di Provinsi Bangka dan Belitung sepanjang dilaksanakan melalui mekanisme penjaminan bersama. Huruf b Sebagai contoh, PT Jamkrida Jakarta, yang merupakan Perusahaan Penjaminan lingkup provinsi, dapat melakukan Penjaminan tidak langsung terhadap Terjamin yang merupakan nasabah PT Bank DKI mengingat PT Jamkrida Jakarta dan PT Bank DKI dimiliki oleh pemegang saham

-4- yang sama. Pasal 10 Yang dimaksud dengan jumlah penyertaan modal adalah jumlah penyertaan modal pada saat awal penyertaan. Pasal 11 Cukup jelas Pengecualian dalam ketentuan ini dimaksudkan agar negara dapat memiliki dan/atau mengendalikan lebih dari satu perusahaan dengan usaha sejenis dalam rangka menyediakan jasa penjaminan bagi kelompok masyarakat tertentu atau daerah tertentu, menjadi perintis kegiatan usaha penjaminan yang belum dapat dilaksanakan oleh pihak swasta, atau menyelenggarakan kemanfaatan umum lain yang strategis bagi masyarakat. Pasal 12 Pasal 13 Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d

-5- Huruf e Huruf f Yang dimaksud dengan bukti pelunasan Modal Disetor adalah bukti pelunasan modal dari pemegang saham kepada Lembaga Penjamin. Yang dimaksud dengan bukti penempatan Modal Disetor adalah bukti penempatan modal atas nama Lembaga Penjamin. Huruf g Huruf h Huruf i Huruf j Pasal 14 Huruf a Yang dimaksud dengan penelitian atas kelengkapan dokumen meliputi kesesuaian dokumen dengan ketentuan yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf b Pemeriksaan setoran modal dapat dilakukan antara lain dengan melakukan pemeriksaan penerimaan setoran modal oleh Lembaga Penjamin dan verifikasi transaksi keuangan terkait setoran modal yang bersumber dari transaksi dalam kelompok usaha (intra-group transaction).

-6- Huruf c Huruf d Huruf e Ayat (5) Ayat (6) Ayat (7) Ayat (8) Pasal 15 Huruf a Huruf b Huruf c Ketentuan mengenai surat izin menetap dan/atau surat izin menggunakan tenaga kerja asing bagi Direksi dan/atau Dewan Komisaris diatur oleh kementerian yang membidangi tenaga kerja.

-7- Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Ketentuan ini dimaksudkan agar Perusahaan Penjaminan atau Perusahaan Penjaminan Ulang dapat mempersiapkan dokumen penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon DPS Perusahaan Penjaminan atau Perusahaan Penjaminan Ulang secara bersamaan dengan dokumen permohonan izin pembukaan UUS. Permohonan izin pembukaan UUS akan diproses Otoritas Jasa Keuangan apabila diikuti atau secara bersamaan diajukan pula permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon DPS Perusahaan Penjaminan atau Perusahaan Penjaminan Ulang. Sebaliknya, permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon DPS Perusahaan Penjaminan atau Perusahaan Penjaminan Ulang akan diproses Otoritas Jasa Keuangan apabila diikuti atau secara bersamaan diajukan permohonan izin pembukaan UUS. Ayat (5)

-8- Pasal 20 Ayat (5) Ayat (6) Dengan dicatatnya perubahan anggaran dasar dalam rangka pembentukan UUS maka Perusahaan Penjaminan tidak diwajibkan untuk melaporkan kembali kepada Otoritas Jasa Keuangan atas perubahan anggaran dasar yang telah dilakukan. Ayat (7) Pasal 21 Huruf a Huruf b Fotokopi perjanjian yang harus dilampirkan yaitu beberapa fotokopi (tidak keseluruhan) yang dapat mewakili atau mencermikan kegiatan usaha yang telah dilakukan sesuai dengan daftar perjanjian yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 22

-9- Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32 Pasal 33

-10- Sebagai contoh bentuk lain yang diperkenankan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan sesuai standar akuntansi yaitu pengakuan aset yang dimiliki UUS sebelumnya sebagai Modal Disetor Perusahaan Penjaminan Syariah atau Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang dibuktikan dengan laporan posisi keuangan penutupan UUS dan laporan posisi keuangan pembukaan Perusahaan Penjaminan Syariah atau Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. Pasal 34 Pasal 35 Fungsi pada ayat ini dapat dirangkap oleh satuan kerja tertentu sesuai dengan kebijakan perusahaan dan memperhatikan pengendalian internal yang baik. Ayat (5) Pasal 36 Pasal 37 Pasal 38

-11- Pasal 39 Penyelenggaraan program dapat dilaksanakan secara internal maupun eksternal perusahaan. Penyelenggaraan program pengembangan kemampuan dan pengetahuan tenaga kerja dilakukan oleh internal Lembaga Penjamin dan/atau mengikutsertakan tenaga kerja Lembaga Penjamin pada program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh pihak lain di luar Lembaga Penjamin, antara lain sosialisasi, seminar, workshop, kursus, pelatihan, program pendidikan, atau kegiatan lain yang sejenis. Pasal 40 Ayat (5) Huruf a Rencana perubahan anggaran dasar yang disampaikan harus memuat rencana peningkatan lingkup wilayah operasional dan bukti pemenuhan Modal Disetor. Huruf b Huruf c Ayat (6) Ayat (7) Ayat (8)

-12- Ayat (9) Pasal 41 Pasal 42 Pasal 43 Pasal 44 Pasal 45 Pasal 46 Pasal 47 Pasal 48 Pasal 49 Pasal 50 Pasal 51

-13- Pasal 52 Pasal 53 Pasal 54 Pasal 55 Pasal 56 Pasal 57 Pasal 58 Pasal 59 Pasal 60 Sebagai contoh, PT Penjaminan Kredit UMKM melakukan Pemisahan Murni menjadi 3 (tiga) badan hukum yaitu: a. PT Penjaminan Kredit Nasional; b. PT Penjaminan Pembiayaan Syariah; dan c. PT Pemeringkat UMKM Nasional.

-14- Pasal 61 Pasal 62 Dalam jangka waktu sebelum diterbitkannya persetujuan pemisahan murni Lembaga Penjamin tetap dapat melakukan kegiatan usaha. Ayat (5) Ayat (6) Ayat (7) Pasal 63 Pasal 64 Pasal 65 Kewajiban ini berlaku untuk setiap perusahaan baru hasil Pemisahaan murni yang berbentuk Lembaga Penjamin. Apabila perusahaan baru hasil Pemisahan murni yang berbentuk Lembaga Penjamin terdapat lebih dari satu maka setiap perusahaan baru tersebut berkewajiban memenuhi ketentuan ayat ini. Pasal 66

-15- Pasal 67 Pasal 68 Pasal 69 Pasal 70 Pasal 71 Pasal 72 Pasal 73 Pasal 74 Pasal 75 Pasal 76 Pasal 77

-16- Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Huruf g Yang termasuk dalam rencana penyelesaian hak dan kewajiban yaitu rencana penyelesaian portofolio Penjaminan atau Penjaminan Ulang konvensional yang telah dimiliki. Huruf h Huruf i Huruf j Huruf k Ayat (5) Pasal 78 Pasal 79

-17- Pasal 80 Pasal 81 Pasal 82 Pasal 83 Pasal 84 Pasal 85 Pasal 86 Pasal 87 Pasal 88 Pasal 89 Pasal 90 Pasal 91

-18- Pasal 92 Pasal 93 Pasal 94 Pasal 95 Pasal 96 Pasal 97 Pasal 98 Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102 Sanksi peringatan tertulis atas pelanggaran yang dilakukan oleh Lembaga Penjamin karena penyelenggaraan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah diberikan secara terpisah. Sanksi pembekuan kegiatan usaha UUS dan pencabutan izin UUS merupakan kelanjutan dari sanksi peringatan tertulis karena

-19- pelanggaran atas penyelenggaraan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah. Ayat (5) Ayat (6) Ayat (7) Ayat (8) Ayat (9) Ayat (10) Ayat (11) Ayat (12) Ayat (13) Pasal 103 Pasal 104 Pasal 105

-20- Pasal 106 Pasal 107 Pasal 108 Pasal 109 Pasal 110 Pasal 111 Pasal 112 Pasal 113 Pasal 114