BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STRUKTUR ORGANISASI BNNK SLEMAN

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya

BUPATI BULUNGAN PROPINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

2011, No sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan semakin menunjukkan peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari

2017, No kementerian/lembaga tanpa pernyataan dirampas, serta relevansi harga wajar benda sitaan Rp300,00 (tiga ratus rupiah) yang dapat dijual

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

2017, No Kerja Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2017; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Neg

2018, No Pengadilan Tinggi diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana pemilu; c. bahwa dengan berlakunya ke

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

2015, No Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pe

NOMOR 14 TAHUN 2016 NOMOR 01 TAHUN 2016 NOMOR 013/JA/11/2016 TENTANG

2015, No. -2- Pelayanan Hukum di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Ne

No II. anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika, perlu diberi landasan hukum ya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

17. Keputusan Menteri...

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

2013, No.96 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari ta

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

Pendampingan Hukum Pengguna Narkotika

2017, No masyarakat terhadap pelaksanaan penegakan hukum oleh Kejaksaan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Negara Republik Indonesia Nomor 5062); 2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional;

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

MEMORI KASASI. Dahulu sebagai TERDAKWA/PEMOHON BANDING, saat ini untuk selanjutnya akan disebut sebagai PEMOHON KASASI.

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

2017, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LARANGAN PENINJAUAN KEMBALI PUTUSAN PRAPERADILAN

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tent

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Sumber Daya Alam. Satuan Tugas. Organisasi. Tata Kerja. Pencabutan.

2016, No ); 4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara Repu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1961, 2015 KEJAGUNG. Lembaga Rehabilitasi. Pecandu. Korban. Narkoba. Penanganan. Juknis. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 029/A/JA/12/2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENANGANAN PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE DALAM LEMBAGA REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penegakan hukum sebagai salah satu wujud perlindungan negara terhadap hak asasi manusia harus dilaksanakan secara konsisten dan selaras dengan perkembangan hukum serta memperhatikan rasa keadilan dan perubahan paradigma yang terdapat di dalam masyarakat yaitu pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika tidak semata-mata dipandang sebagai pelaku tindak pidana tetapi juga sebagai korban dan penerapan rehabilitasi sebagai bagian dari hukuman; b. bahwa bahaya penyalahgunaan narkotika menunjukkan kecenderungan korban yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif, terutama di kalangan anak-anak, remaja dan generasi muda, sehingga diperlukan komitmen dan sinergi dari seluruh unsur aparat penegak hukum, pemangku kekuasaan terkait maupun masyarakat dalam menyikapi perubahan paradigma tersebut;

2015, No.1961-2- c. bahwa penanganan pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi perlu diatur lebih lanjut tentang tata cara pelaksanaannya; d. bahwa Surat Edaran Jaksa Agung Nomor : 002/A/JA/02/2013 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial, dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan penanganan perkara terhadap pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika sehingga perlu diganti; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Jaksa Agung tentang Petunjuk Teknis Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4401); 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5062); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 46); 4. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional; 5. Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia; 6. Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-009/A/ J.A/01/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesiasebagaimana telah diubah dengan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor : PER-006/A/JA/03/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Jaksa Agung RI Nomor : PER

-3-2015, No.1961 009/A/JA/01/2011 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia; 7. Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Sosial Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor : 01/PB/MA/III/2014, Nomor : 03 Tahun 2014, Nomor : 11 Tahun 2014, Nomor : 03 Tahun 2014. Nomor : PER- 005/A/JA/03/2014, Nomor : 1 Tahun 2014, Nomor : PERBER/01/III/2014/ tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 465 Tahun 2014) MEMUTUSKAN : Menetapkan: PERATURAN JAKSA AGUNG TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENANGANAN PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE DALAM LEMBAGA REHABILITASI. Pasal 1 Petunjuk Teknis Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Jaksa Agung ini. Pasal 2 Petunjuk Teknis Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 merupakan pedoman bagi penuntut umum dalam penanganan pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi.

2015, No.1961-4- Pasal 3 Pada saat Peraturan Jaksa Agung ini mulai berlaku, semua ketentuan atau petunjuk yang berkaitan dengan Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Jaksa Agung ini. Pasal 4 Pada saat Peraturan Jaksa Agung ini mulai berlaku, Surat Edaran Jaksa Agung Nomor : 002/A/JA/02/2013 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 5 Peraturan Jaksa Agung ini berlaku pada tanggal diundangkan.

-5-2015, No.1961 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Jaksa Agung ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Desember 2015 JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, ttd H.M. PRASETYO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 2015 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA

2015, No.1961-6- LAMPIRAN PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 029 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENANGANAN PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KEDALAM LEMBAGA REHABILITASI BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, hal tersebut sesuai pula dengan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 13 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika yaitu Pecandu Narkotika yang sedang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan dalam lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial. Selanjutnya Pasal 13 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika, menjelaskan lebih lanjut Penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim sesuai dengan tingkat pemeriksaan setelah mendapatkan rekomendasi dari Tim Dokter. Sehingga penuntut umum pada tahap penuntutan dapat menempatkan pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika untuk menjalani perawatan di Lembaga Rehabilitasi Medisdan/ atau Rehabilitasi Sosial berdasarkan hasil asesmen Tim Asesmen Terpadu, tanpa melalui penetapan hakim.

-7-2015, No.1961 Bahwa dengan diberlakukannya Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Sosial Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor : 01/PB/MA/III/2014, Nomor : 03 Tahun 2014, Nomor : 11 Tahun 2014, Nomor : 03 Tahun 2014. Nomor : PER- 005/A/JA/03/2014, Nomor : 1 Tahun 2014, Nomor : PERBER/01/III/2014/ tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi, dipandang perlu untuk segera merespon amanah yang terdapat dalam Pasal 13 ayat (2) Peraturan Bersama tersebut yaitu untuk mengatur lebih lanjut ketentuan teknis yang mengatur tata cara pelaksanaanpenanganan pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi. Bahwa melalui koordinasi dan komitmen diantara para penegak hukum dalam menempatkan pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi, diharapkan dapat menekan meningkatnya jumlah kasus penyalahgunaan narkotika. 2. Maksud dan Tujuan a. Maksud Petunjuk teknisini dimaksudkan sebagai landasan bagi penuntut umum dalam penanganan pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi. b. Tujuan Petunjuk teknis ini bertujuan untuk terciptanya persamaan persepsi dan adanya keseragaman standar teknis yang berlaku bagi seluruh penuntut umum dalam melaksanakan penanganan pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi. 3. Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup petunjuk teknis penanganan pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi ini meliputi :

2015, No.1961-8- a. pendahuluan; b. Tim Asesmen Terpadu; c. Rujukan Lembaga Rehabilitasi Terhadap Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; d. Penanganan pada tahap pra penuntutan; e. Penanganan pada tahap penuntutan; f. Pelaksanaan Putusan/Penetapan Hakim; g. Pengawasan dan pelaporan; dan h. ketentuan peralihan. 4. Pengertian Dalam petunjuk teknis ini yang dimaksud dengan : a. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika baik secara fisik maupun secara psikis. b. Ketergantungan narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. c. Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum. d. Korban Penyalahgunaaan Narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika. e. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana f. Narkotika pemakaian satu hari adalah narkotika dengan jumlah tertentu yang dibawa, dimiliki, disimpan dan dikuasai untuk digunakan oleh Penyalah Guna. g. Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.

-9-2015, No.1961 h. Tim Asesmen Terpadu adalah Tim yang terdiri dari Tim Dokter dan Tim Hukum yang ditetapkan oleh pimpinan satuan kerja setempat berdasarkan Surat Keputusan Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Nasional Propinsi, Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota. i. Penyidik adalah Penyidik Polri dan Penyidik BNN. j. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. k. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas Pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial kehidupan masyarakat. l. Lembaga Rehabilitasi Medis adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan rehabilitasi medis bagi Pecandu, Korban Penyalahgunaan dan Penyalah Guna Narkotika yang dikelola oleh pemerintah. m. Lembaga Rehabilitasi Sosial adalah tempat atau panti yang melaksanakan rehabilitasi sosial bagi Pecandu, Korban penyalahgunaan dan penyalah Guna Narkotika yang dikelola oleh pemerintah.

2015, No.1961-10- BAB II TIM ASESMEN TERPADU 1. Keanggotaan a. Tim Asesmen Terpadu terdiri dari : 1) Tim Dokter yang meliputi Dokter dan Psikolog; dan 2) Tim Hukum terdiri dari unsur Polri, BNN, Kejaksaan dan Kemenkumham. 3) Dalam hal penanganan perkara Anak, Tim Hukum sebagaimana dimaksud pada angka 2) melibatkan Balai Pemasyarakatan. b. Penunjukan pejabat di lingkungan Kejaksaan sebagai Tim Asesmen Terpadu diusulkan oleh Jaksa Agung, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri serta Kepala Cabang Kejaksaan Negeri sesuai dengan daerah hukumnya kepada Kepala Badan Narkotika Nasional, Kepala Badan Narkotika Nasional Propinsi, dan Kepala Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota, sebagai berikut : 1) Tingkat Kejaksaan Agung a) Direktur Tindak Pidana Umum Lainnya; dan b) Kasubdit Pratut Tindak Pidana Umum Lainnya, dan beberapa orang Jaksa/Penuntut Umum sebagai pelaksana. 2) Tingkat Kejaksaan Tinggi a) Asisten Tindak Pidana Umum selaku Penanggung Jawab; dan b) Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Lainnya dan beberapa orang Jaksa/Penuntut Umum sebagai pelaksana. 3) Tingkat Kejaksaan Negeri a) Kepala Kejaksaan Negeri selaku Penanggung Jawab; dan b) Kasi Tindak Pidana Umum dan beberapa orang Jaksa/Penuntut Umum sebagai pelaksana. 4) Tingkat Cabang Kejaksaan Negeri a. Kepala Cabang Kejaksaan Negeri selaku Penanggung Jawab; dan b. Urusan Tata Usaha Teknis dan 1 (satu) orang Jaksa/Penuntut Umum sebagai pelaksana. c. Pejabat yang ditunjuk dalam melaksanakan tugas sebagai anggota Tim Asesmen Terpadu sebagaimana dimaksud pada huruf b, tidak dapat diwakili.

-11-2015, No.1961 2. Tugas Dan Kewenangan a. Tim Asesmen Terpadu mempunyai tugas : 1) Tim Hukum, bertugas melakukan analisis terhadap seseorang yang ditangkap dan/atau tertangkap tangan dalam kaitan peredaran gelap Narkotika dan Penyalahgunaan Narkotika berkoordinasi dengan Penyidik yang menangani perkara. 2) Tim Medis, bertugas melakukan asesmen dan analisis medis, psikososial, serta merekomendasi rencana terapi dan rehabilitasi seseorang sebagaimana dimaksud pada angka 1). b. Tim Asesmen Terpadu mempunyai kewenangan : 1) Atas permintaan Penyidik untuk melakukan analisis peran seseorang yang ditangkap atau tertangkap tangan sebagai Korban Penyalahgunaan Narkotika, Pecandu Narkotika atau pengedar Narkotika; 2) Menentukan kriteria tingkat keparahan penggunaaan Narkotika sesuai dengan jenis kandungan yang dikonsumsi, situasi dan kondisi ketika ditangkap pada tempat kejadian perkara. 3) Merekomendasi rencana terapi dan rehabilitasi terhadap Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika sebagaimana dimaksud pada angka 2). c. Dalam melakukan asesmen terhadap Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, maka Jaksayang ditunjuk sebagai anggotatim Asesmen Terpadu sebagaimana dimaksud pada angka 1 hurufb, diwajibkan : 1) Melakukan analisis peran tersangka dan/atau Anak sebagai Pecandu Narkotika, sebagai Korban Penyalahgunaan Narkotika atau pengedar Narkotika dengan memperhatikan Berita Acara Pemeriksaan Hasil Laboratorium dan jumlah barang bukti yang didapati pada saat tersangka dan/atau Anak ditangkap atau tertangkap tangan. 2) Berkoordinasi dengan anggota Tim Asesmen Terpadu untuk mengupayakan tersangka dan/atau Anak yang berdasarkan asesmen analisis peran, dikualifikasikan sebagai Pecandu Narkotika atau Korban Penyalahgunaan Narkotika, agar direkomendasikan untuk menjalani rehabilitasi di lembaga rehabilitasi yang terdapat di daerah hukum Kejaksaan Negeri

2015, No.1961-12- tempat tindak pidana dilakukan atau di tempat yang terdekat untuk efektifitas penanganan perkaranya.

-13-2015, No.1961 BAB III RUJUKAN LEMBAGA REHABILITASI TERHADAP PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA Lembaga rehabilitasi yang merupakan rujukan bagi terdakwa dan/atau Anak Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, adalah sebagai berikut : a. Lido Sukabumi, Badoka Makassar, Tanah Merah Kalimantan Timur dan Loka Batam; b. Lembaga rehabilitasi yang telah ditetapkan oleh Badan Narkotika Nasional, baik dalam rangka Pilot Project ataupun lembaga rehabilitasi yang diperuntukkan untuk proses hukum; atau c. Tempat-tempat rehabilitasi yang telah ditetapkan oleh Badan Narkotika Nasional, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial.

2015, No.1961-14- BAB IV PENANGANAN PADA TAHAP PRA PENUNTUTAN 1. Penunjukan Penuntut Umum a. Setelah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan dari Penyidik, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum/Kepala Kejaksaaan Tinggi/Kepala Kejaksaan Negeri/Kepala Cabang Kejaksaan Negeri segera menerbitkan Surat Perintah Penunjukan Penuntut Umum Untuk Mengikuti Perkembangan Penyidikan Perkara. b. Surat Perintah Penunjukan Penuntut Umum Untuk Mengikuti Perkembangan Penyidikan perkarasekurang-kurangnyamenunjuk 2 (dua) orang Penuntut Umum. 2. Koordinasi a. Penuntut Umum yang ditunjuk untuk mengikuti perkembangan penyidikan perkara, segera berkoordinasi secara aktif dengan Penyidik dan dengan pejabat yang ditunjuk sebagai anggota Tim Asesmen Terpadu. b. Koordinasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, antara lain dimaksudkan dalam rangka percepatan dan keakuratan hasil penyidikan, konstruksi pasal yang dipersangkakan, dan kepastian subjek hukum apakah dalam kualifikasi dewasa atau Anak, untuk mencegah terjadinya bolak balik perkara. c. Dalam hal subjek hukum termasuk kualifikasi Anak, agar dilakukan koordinasi dengan BAPAS dan memastikan agar terhadap Anak diberlakukan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 3. Penelitian Berkas Perkara a. Untuk keberhasilan Pra Penuntutan, Penuntut Umum yang ditunjuk untuk mengikuti perkembangan penyidikan diwajibkan untuk meneliti secara cermat kelengkapan formil dan materil berkas perkara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Dalam hal berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Hasil Laboratorium dan Surat Hasil Asesmen Tim Asesmen Terpadu, tersangka dan/atau Anak adalah Pecandu Narkotika atau Korban

-15-2015, No.1961 Penyalahgunaan Narkotika (bukan pengedar, bandar, kurir atau produsen), Penuntut Umum memberi petunjuk kepada Penyidik untuk menerapkan Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terhadap tersangka dan/atau Anak Pecandu Narkotika atau Korban Penyalahgunaan Narkotika. c. Penuntut Umum wajib meminta Penyidik melampirkan Surat Hasil Asesmen Tim Asesmen Terpadu dan Berita Acara Penempatan tersangka dan/atau Anak Pecandu Narkotika atau Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial sesuai hasil asesmen, sebagai persyaratan kelengkapan formil berkas perkara. 3. Penyerahan Tanggung Jawab Atas Tersangka dan/atau Anak dan Barang Bukti Penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan/atau Anak dan barang bukti dilaksanakan di Kejaksaan Negeri yang berwenang melakukan penuntutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

2015, No.1961-16- BAB V PENANGANAN PADA TAHAP PENUNTUTAN 1. Penunjukan Penuntut Umum a. Setelah menerima penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan/atau Anak dan barang bukti (tahap II),Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri segera menerbitkan Surat Perintah Penunjukan Penuntut Umum Untuk Penyelesaian Perkara. b. Surat Perintah Penunjukan Penuntut Umum Untuk Penyelesaian Perkara sekurang-kurangnyamenunjuk 2 (dua) orang Penuntut Umum. 2. Penempatan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial a. Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri pada tahap Penuntutan menempatkan terdakwa dan/atau Anak sebagai Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Rehabilitasi Medis dan/atau Sosial sesuai dengan rekomendasi Tim Asesmen Terpadu. b. Dalam hal Anak sebagai Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, Penyelesaian Perkaranya meliputi penyelesaian di luar peradilan pidana melalui Diversi maupun penyelesaian di dalam peradilan pidana dengan mempedomani Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Peraturan Jaksa Agung tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Pada Tingkat Penuntutan dan peraturan perundangundangan terkait. 3. Penerapan Pasal Yang Didakwakan dalam Surat Dakwaan a. Dalam hal terdakwa dan/atau Anak dikualifikasikan sebagai Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemeriksaan Hasil Laboratorium dan hasil asesmen Tim Asesmen Terpadu, yang ditangkap atau tertangkap tangan dengan barang bukti dalam jumlah tertentu atau tanpa barang bukti, wajib diterapkan Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. b. Dalam hal terdakwa dan/atau Anak selain dikualifikasikan sebagai Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemeriksaan Hasil Laboratorium dan

-17-2015, No.1961 hasil asesmen Tim Asesmen Terpadu, juga berperan sebagai pengedar, bandar, kurir atau produsen, agar menerapkan Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan pasal lain yang sesuai dengan perbuatannya. 4. Tuntutan pidana berupa penempatan terdakwa dan/atau Anak Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Di Lembaga Rehabilitasi Medis dan/atau Sosial a. Penuntut Umum dalam tuntutan pidana wajib menuntut terdakwa dan/atau Anak Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Di Lembaga Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial, jika : 1) Positif menggunakan narkotika sesuai Berita Acara Pemeriksaan Hasil Laboratorium; 2) Ada rekomendasi dari Tim Asesmen Terpadu (Tim Dokter dan Tim Hukum); 3) Tidak berperan sebagai pengedar, bandar, kurir atau produsen; 4) Bukan merupakan Residivis kasus Narkotika; dan 5) Pada saat ditangkap atau tertangkap tangan tanpa Barang Bukti atau dengan Barang Bukti yang tidak melebihi jumlah tertentu. b. Barang Bukti dengan jumlah tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 5), adalah barang bukti pemakaian 1 (satu) hari dengan perincian sebagai berikut : 1) Kelompok Metamphetamine (shabu) : 1 gram 2) Kelompok MDMA (ekstasi) : 2,4 gram/ 8 butir 3) Kelompok Heroin : 1,8 gram 4) Kelompok Kokain : 1,8 gram 5) Kelompok Ganja : 5 gram 6) Daun Koka : 5 gram 7) Meskalin : 5 gram 8) Kelompok Psilosybin : 3 gram 9) Kelompok LSD (d-lysorgic acid diethylamide) : 2 gram 10) Kelompok PCP (phencyclidine) : 3 gram 11) Kelompok Fentanil : 1 gram 12) Kelompok Metadon : 0,5 gram 13) Kelompok Morfin : 1,8 gram 14) Kelompok Petidin : 0,96 gram

2015, No.1961-18- 15) Kelompok Kodein : 72 gram 16) Kelompok Bufrenorfin : 32 mg

-19-2015, No.1961 BAB VI PELAKSANAAN PUTUSAN/PENETAPAN HAKIM a. Dalam hal terdakwa dan/atau Anak Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika, Jaksa melaksanakan Putusan Hakim dan menempatkan terdakwa dan/atau Anak Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi yang dicantumkan dalam Putusan Hakim. b. Dalam hal terdakwa dan/atau Anak Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika, Penuntut Umum melaksanakan Penetapan Hakim dan menempatkan terdakwa dan/atau Anak Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi yang dicantumkan dalam Penetapan Hakim.

2015, No.1961-20- BAB VII PENGAWASAN DAN PELAPORAN a. Pengawasan terhadap penyelenggaraan rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial menjadi kewenangan Pimpinan instansi yang menaungi Lembaga Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial. b. Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri/Kepala Cabang Kejaksaan Negeri melaporkan secara berjenjang pelaksanaan penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi baik secara rutin maupun secara insidentil sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

-21-2015, No.1961 BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Peraturan Jaksa Agung ini juga berlaku terhadap jenis narkotika baru yang kemudian diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, ttd H.M. PRASETYO