PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sistem pemerintahan yang

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KUANTAN SINGINGI NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 4 TAHUN 2008 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR: 4 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBA TENGAH KECAMATAN MAMBORO DESA WENDEWA UTARA PERATURAN DESA NOMOR 01 TAHUN 2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

KEPALA DESA NITA KABUPATEN SIKKA PERATURAN DESA NITA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DESA GIRIPANGGUNG NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG. RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA (RKPDes)TAHUN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 10 TAHUN 2007 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

T E N T A N G LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

PERATURAN DESA SUKARAJA NOMOR : TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN RT DAN RW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2007 SERI D ===============================================================

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN ATAU PENGGABUNGAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

PERATURAN DESA SINDANGLAYA KECAMATAN CIPANAS KABUPATEN CIANJUR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DESA (RKP DESA) TAHUN 2015

SAMBUTAN KEPALA DESA

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

KEPALA DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DESA MIAU MERAH NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA

KEPALA DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DESA MIAU MERAH NOMOR 03 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 26 TAHUN 2006 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2007

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

Transkripsi:

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM Oleh: Donny Setiawan * Pada era demokratisasi sebagaimana tengah berjalan di negeri ini, masyarakat memiliki peran cukup sentral untuk menentukan pilihan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasinya. Masyarakat memiliki kedaulatan yang cukup luas untuk menentukan orientasi dan arah kebijakan pembangunan yang dikehendaki. Nilai-nilai kedaulatan selayaknya dibangun sebagai kebutuhan kolektif masyarakat dan bebas dari kepentingan individu dan atau golongan. Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum terkecil yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati oleh negara. Pembangunan pedesaan selayaknya mengarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Pembangunan pedesaan dapat dilihat pula sebagai upaya mempercepat pembangunan pedesaan melalui penyediaan sarana dan prasarana untuk memberdayakan masyarakat, dan upaya mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kokoh. Pembangunan pedesaan bersifat multiaspek, oleh karena itu perlu keterkaitan dengan bidang sektor dan aspek di luar pedesaan sehingga dapat menjadi pondasi yang kokoh bagi pembangunan nasional. TATA KELOLA DESA Desa sebagai salah satu entitas pemerintahan paling rendah menjadi arena paling tepat bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan kepentingannya guna menjawab kebutuhan kolektif masyarakat. Mengacu pada UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 206 disebutkan bahwa kewenangan desa mencakup: a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa; b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa adalah urusan * Field Coordinator Small DMC REKOMPAK Pangandaran 1

pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. c. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota, tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah, kabupaten/kota kepada desa disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia. d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangan diserahkan kepada desa. Melihat urusan pemerintahan yang dapat dikelola oleh desa sebagaimana diuraikan diatas, maka sesungguhnya desa memiliki kewenangan yang cukup luas. Kepala desa yang menurut undang-undang tersebut dipilih secara langsung oleh rakyat memiliki kewenangan dan legitimasi yang cukup kuat untuk membawa desa tersebut ke arah yang dikehendakinya. Namun demikian, masih sedikit masyarakat desa yang sadar bahwa potensi kewenangan ini harus diperjuangkan kejelasannya kepada pemerintah daerah untuk menjadi kewenangan yang lebih terperinci dan dinaungi oleh kebijakan pemerintah daerah yang cukup mengikat. Hal ini perlu dilakukan agar desa tidak hanya menjadi tong sampah dari urusan-urusan yang tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah daerah. Pada sisi pengelolaan anggaran, dengan adanya dana perimbangan maka pemerintah desa memiliki keleluasaan untuk mengalokasikan anggaran penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat desa (pembangunan) sesuai dengan kebutuhan di desa tersebut. Terlebih lagi saat ini, banyak sekali proyek-proyek pembangunan baik itu dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan dari lembaga donor yang memilih desa sebagai wilayah kerja proyeknya. Proyek-proyek berupa pembangunan fisik sarana prasarana, bantuan sosial hingga bantuan ekonomi sepatutnya menjadi energi pendorong tersendiri bagi desa untuk mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan pembangunan desa. Namun demikian, pengelolaan potensi anggaran ini belum dapat dikoordinasikan dan dikelola dengan cukup baik oleh desa sehingga proyek-proyek tersebut dilaksanakan tidak terencana sebagai bagian dari rencana pembangunan desa yang lebih komprehensif. Kadang-kadang budaya nrimo, asal ada yang mau bantu sudah cukup membuat masyarakat desa sedang padahal belum tentu yang proyek tersebut adalah yang dibutuhkan oleh desa. Sebagaimana diuraikan dalam Penjelesan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa bahwa landasan pemikiran pengaturan (tata kelola) mengenai desa yaitu: 2

(1) Keanekaragaman, yang memiliki makna bahwa istilah desa dapat disesuaikan dengan asal usul dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini berarti pola penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan di desa harus menghormati sistem nilai yang berlaku pada masyarakat setempat namun harus tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kaitan ini Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. (2) Partisipasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat agar masyarakat senantiasa memiliki dan turut serta bertanggungjawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga desa. (3) Otonomi asli, memiliki makna bahwa kewenangan pemerintahan desa dalam mengatur dan mengurus masyarakat setempat didasarkan pada hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun harus diselenggarakan dalam perspektif adiminstrasi pemerintahan negara yang selalu mengikuti perkembangan jaman. (4) Demokratisasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa harus mengakomodasi aspirasi masyarakat yang diartikulasi dan diagregasi melalui Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan lembaga kemasyarakatan sebagai mitra pemerintah desa. (5) Pemberdayaan masyarakat, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat. PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa disusun perencanaan pembangunan desa sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan daerah kabupaten/kota. Perencanaan pembangunan desa sebagaimana dimaksud disusun oleh pemerintahan desa secara partisipatif dengan melibatkan seluruh masyarakat desa. 3

Perencanaan pembangunan desa disusun secara berjangka meliputi: Rencana pembangunan jangka menengah desa yang selanjutnya disebut RPJMD untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. Rencana kerja pembangunan desa, selanjutnya disebut RKP-Desa, merupakan penjabaran dari RPJMD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. RPJMD ditetapkan dengan peraturan desa dan RKP-Desa ditetapkan dalam keputusan kepala desa berpedoman pada peraturan daerah. Perencanaan pembangunan desa selayaknya didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Pada proyek-proyek pembangunan pedesaan yang dilakukan oleh pihak lain di luar pemerintah desa (seperti REKOMPAK dengan Rencana Pembangunan Permukiman-nya), maka dokumen-dokumen perencanaan pembangunan yang dihasilkan harus mengacu dan atau terintegrasi dengan RPJM Desa atau RKP-Desa. PERAN PEMERINTAHAN DESA Sebagaimana dipaparkan dalam UU No. 32 tahun 2004 bahwa di dalam desa terdapat tiga kategori kelembagaan desa yang memiliki peranan dalam tata kelola desa, yaitu: pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa dan Lembaga Kemasyarakatan. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan di tingkat desa (pemerintahan desa) dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Pemerintahan desa ini dijalankan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan di negeri ini. Pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kepala desa dan perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Kepala desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Dalam melaksanakan tugasnya, kepala desa mempunyai wewenang: a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD; b. mengajukan rancangan peraturan desa; c. menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD; e. menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD; 4

f. membina kehidupan masyarakat desa; g. membina perekonomian desa; h. mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif; i. mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan d. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Badan Permusyawaratan Desa adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. BPD mempunyai wewenang: a. membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa; b. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa; c. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa; d. membentuk panitia pemilihan kepala desa; e. menggali,menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat; dan e. menyusun tata tertib BPD. PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA Reformasi dan otonomi daerah telah menjadi harapan baru bagi pemerintah dan masyarakat desa untuk membangun desanya sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Bagi sebagian besar aparat pemerintah desa, otonomi adalah satu peluang baru yang dapat membuka ruang kreativitas bagi aparatur desa dalam mengelola desa. Hal itu jelas membuat pemerintah desa menjadi semakin leluasa dalam menentukan program pembangunan yang 5

akan dilaksanakan, dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat desa tanpa harus didikte oleh kepentingan pemerintah daerah dan pusat. Sayangnya kondisi ini ternyata belum berjalan cukup mulus. Sebagai contoh, aspirasi desa yang disampaikan dalam proses musrenbang senantiasa kalah dengan kepentingan pemerintah daerah (eksekutif dan legislatif) dengan alasan bukan prioritas, pemerataan dan keterbatasan anggaran. Dari sisi masyarakat, poin penting yang dirasakan di dalam era otonomi adalah semakin transparannya pengelolaan pemerintahan desa dan semakin pendeknya rantai birokrasi yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh positif terhadap jalannya pembangunan desa. Dalam proses musrenbang, keberadaan delegasi masyarakat desa dalam kegiatan musrenbang di tingkat kabupaten/kota gagasannya adalah membuka kran partisipasi masyarakat desa untuk ikut menentukan dan mengawasi penentuan kebijakan pembangunan daerah. Namun demikian, lagi-lagi muncul persoalan bahwa keberadaan delegasi masyarakat ini hanya menjadi kosmetik untuk sekedar memenuhi qouta adanya partisipasi masyarakat dalam proses musrenbang sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang. Merujuk pada kondisi di atas, tampaknya persoalan partisipasi masyarakat desa dalam proses pembangunan di pedesaan harus diwadahi dalam kelembagaan yang jelas serta memiliki legitimasi yang cukup kuat di mata masyarakat desa. Dalam UU No. 32 tahun 2004 sebenarnya telah dibuka ruang terkait pelembagaan partisipasi masyarakat desa tersebut melalui pembentukan Lembaga Kemasyarakatan. Lembaga Kemasyarakatan atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat. Lembaga kemasyarakatan mempunyai tugas membantu pemerintah desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa. Pembentukan lembaga kemasyarakatan ditetapkan dengan peraturan desa. Hubungan kerja antara lembaga kemasyarakatan dengan pemerintahan desa bersifat kemitraan, konsultatif dan koordinatif. Tugas lembaga kemasyarakatan meliputi: a. menyusun rencana pembangunan secara partisipatif; b. melaksanakan, mengendalikan, memanfaatkan, memelihara dan mengembangkan pembangunan secara partisipatif; a. menggerakkan dan mengembangkan partisipasi, gotong royong dan swadaya masyarakat 6

b. menumbuhkembangkan kondisi dinamis masyarakat dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Dalam melaksanakan tugasnya, lembaga kemasyarakatan mempunyai fungsi: a. penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam pembangunan; b. penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam kerangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. peningkatan kualitas dan percepatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat; d. penyusunan rencana, pelaksanaan, pelestarian, dan pengembangan hasil-hasil pembangunan secara partisipatif; e. penumbuhkembangan dan penggerak prakarsa, partisipasi, serta swadaya gotong royong masyarakat; f. pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga; dan g. pemberdayaan hak politik masyarakat; Kegiatan lembaga kemasyarakatan ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui: peningkatan pelayanan masyarakat; peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan; pengembangan kemitraan; pemberdayaan masyarakat; dan pengembangan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat setempat. Dalam pelaksanaan kegiatan REKOMPAK di wilayah Kabupaten Ciamis sebelah selatan, proses pembangunan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dimaksudkan untuk mewadahi potensi partisipasi masyarakat desa dalam pengelolaan pembangunan di pedesaan. Pengelolaan pembangunan pedesaan dimaksud adalah segala urusan yang terkait dengan kegiatan pembangunan pedesaan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan pendayagunaan produk pembangunan di tingkat desa. Lebih dari itu, BKM juga dapat berperan dalam memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat desa lepada pihak-pihak lain diluar pemerintah desa. Apabila dikaji lebih lanjut, karakteristik BKM memiliki kesesuaian dengan ciri-ciri lembaga kemasyarakatan sebagaimana dipaparkan di atas. BKM malah seharusnya memiliki legitimasi 7

yang cukup kuat karena anggota-anggota dipilih secara langsung oleh masyarakat melalui serangkaian kegiatan pemilihan mulai dari tingkat RT. Kriteria calon anggota BKM pun dibuat atas dasar kesepakatan masyarakat untuk menemukan sosok-sosok orang baik yang akan mengendalikan BKM di desanya. Selain itu, proses pengambilan keputusan tertinggi dalam BKM adalah musyawarah warga di tingkat desa. Harapan yang cukup besar dari masyarakat desa disandarkan di pundak BKM untuk benarbenar menjadi lembaga masyarakat yang cukup capable untuk memperjuangkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat desa. Berbekal dokumen Rencana Pembangunan Permukiman (RPP), BKM diharapkan dapat menjadi marketing -nya masyarakat untuk mempromosikan kebutuhan pembangunan di desanya kepada pemerintah kabupaten, provinsi, pusat serta pihak-pihak lain yang memiliki perhatian terhadap pembangunan pedesaan. 8