III. KERANGKA PEMIKIRAN. = hasil produksi (output) = faktor-faktor produksi (input)

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III KERANGKA PEMIKIRAN

DEWI SRI HARTANTI H

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam arti sempit dan dalam artisan luas. Pertanian organik dalam artisan sempit

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu 4.2 Metode Penentuan Sampel Desain Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan tersebut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaan Usahatani Pembedengan Bibit

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk,

Good Agricultural Practices

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

Pi sang termasuk komoditas hortikultura yang penting dan sudah sejak. lama menjadi mata dagangan yang memliki reputasi internasional.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan Wilayah Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (WKPP) III

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR PISANG INDONESIA SKRIPSI. Oleh : DEVI KUNTARI NPM :

II. TINJAUAN PUSTAKA

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak dibicarakan dan dianjurkan. Hal ini terjadi karena munculnya isu

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penduduk Indonesia usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) No.

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRAKTEK BUDIDAYA PERTANIAN YANG BAIK (Good Agricultural Practices) PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. keadaan lingkungan (agroklimat) yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pertanian merupakan hal yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan melakukan pembangunan baik dalam jangka pendek dan jangka

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung. perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian

Transkripsi:

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Fungsi Produksi Produksi dapat didefinisikan sebagai proses menciptakan barang atau jasa ekonomi dengan menggunakan barang atau jasa lainnya. Dasar pemikiran ini memberikan pengertian bahwa untuk menghasilkan output suatu komoditas tertentu dibutuhkan dua atau lebih faktor produksi. Fungsi produksi didefinisikan sebagai hubungan teknis antara input dan output yang ditandai jumlah output maksimal yang dapat diproduksikan dengan satu set kombinasi input tertentu (Halcrow 1992, diacu dalam Nur Yulistia 2009). Menurut Doll dan Orazem dalam Nur Yulistia 2009, dalam bentuk matematika sederhana, fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut : Y = F (X 1,X 2,X 3,...,X n ) Keterangan : Y X 1,X 2,X 3,...,X n = hasil produksi (output) = faktor-faktor produksi (input) Berdasarkan fungsi di atas, petani dapat melakukan tindakan yang mampu meningkatkan produksi (Y) dengan cara menambah jumlah salah satu dari input yang digunakan atau menambah beberapa jumlah input (lebih dari satu) yang digunakan. Dalam produksi pertanian, hasil fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus, yaitu tanah, modal, dan tenaga kerja. Untuk dapat menggambarkan fungsi produksi ini secara jelas dan menganalisis peranan masing-masing faktor produksi, maka dari sejumlah faktor-faktor produksi itu salah satu faktor produksi dianggap sebagai variabel yang berubah-ubah, sedangkan faktor-faktor produksi lainnya dianggap konstan.

(y) 0 (x) Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi Sumber : Halcrow 1992 diacu dalam Nur Yulistia 2009 3.1.2 Teknologi dalam Usahatani Menurut Hernanto (1989, diacu dalam Nur Yulistia 2009) mengemukakan bahwa penggunaan teknologi baru atau adopsi teknologi baru pada pertanian akan berpengaruh terhadap biaya usahatani. Selain akan mempengaruhi biaya, penggunaan teknologi baru juga berpengaruh terhadap penerimaan petani. Peningkatan produksi yang terpenting pada dasarnya adalah adanya kenaikan produktivitas per satuan luas dan waktu. Bentuk-bentuk teknologi tersebut dapat berupa cara budidaya yang baik, introduksi teknologi kimia seperti pupuk dan obat-obatan, introduksi teknologi biologis seperti bibit-bibit unggul dan teknologi mekanis meliputi penggunaan alat-alat pertanian yang dapat meredusir tenaga kerja. Dengan demikian teknologi itu dapat menyentuh segenap aspek kegiatan produksi. Penggunaan teknologi pada dasarnya adalah akan memperbesar pengeluaran biaya tetap, biaya pemeliharaan, dan tambahan tenaga kerja. Ini berarti dapat mengubah komposisi biaya tetap maupun variabel. Hal yang berbeda dikemukakan oleh Halcrow (1992, diacu dalam Nur Yulistia 2009), yang menyatakan bahwa ada dua kemungkinan yang dapat terjadi dari adanya pengaruh teknologi baru, yaitu: 1) Menaikan fungsi produksi sehingga output yang lebih tinggi dapat dihasilkan dengan menggunakan input yang sama. 17

2) Menggeser ke kiri kurva Total Produksi (TP) (seperti yang disajikan pada Gambar 2) yaitu jumlah output yang sama dapat diperoleh dengan menggunakan sumberdaya yang lebih sedikit. Secara umum dapat dikatakan bahwa dari teknologi baru dapat dihasilkan output yang lebih besar dengan penggunaan input yang sama atau dalamkata lain dapat menaikkan produktivitas. Kenaikan ini tidak saja menyangkut kuantitas tetapi juga kualitas. Baik kualitas input maupun kualitas output. Teknologi baru secara kualitatif maupun kuantitatif dapat merubah fungsi produksi dan perubahan ini lebih menguntungkan pada berbagai tingkat sumberdaya. Hal terpenting dari penggunaan teknologi baru adalah menaikkan output pada penggunaan input yang sama (Gambar 2A) atau penghematan sumberdaya untuk mencapai output tertentu (Gambar 2.B). Y Y 1 2 1 2 X X Gambar 2.A Gambar 2.B Keterangan : 1 = TP (Teknologi Baru) 2 = TP (Teknologi Lama) Gambar 2. Pengaruh Teknologi Baru Terhadap Produksi Sumber : Halcrow 1992 diacu dalam Nur Yulistia 2009 Hadirnya teknologi baru tentunya akan mendorong seorang petani untuk mencapai keuntungan yang maksimal. Petani selalu mengandalkan asas memaksimumkan keuntungan (profit maximization) menurut Soekartawi (1989) dapat dicirikan sebagai berikut: 1) Cepatnya mengadopsi inovasi hal-hal yang baru dan karenanya petani tersebut seiring disebut sebagai adpters yang cepat (early adopters). 2) Derajat kosmopolitannya tinggi, yaitu mobilitas yang cepat, pergi kesanakemari untuk memperoleh informasi. 18

3) Mampu dan mau mencoba hal-hal atau teknologi baru, karenanya di samping mereka digolongkan sebagai petani maju juga umumnya petani komersial. 3.1.3 Usahatani Menurut Ken Suratiyah, ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin. Menurut Daniel, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani mengkombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor produksi seperti lahan, tenaga, dan modal sebagai dasar bagaimana petani memilih jenis dan besarnya cabang usahatani berupa tanaman atau ternak sehingga memberikan hasil maksimal dan kontinyu. Menurut Vink (1984, diacu dalam Ken Suratiyah 2009), ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari norma-norma yang digunakan untuk mengatur usahatani agar memperoleh pendapatan yang setinggi-tingginya. Menurut Prawirakusumo (1990, diacu dalam Ken Suratiyah 2009), ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana membuat atau menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu usaha pertanian, peternakan, dan perikanan. Menurut Soekartawi et al. (1986) tujuan berusahatani adalah memaksimalkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Ciri usahatani Indonesia: 1) sempitnya lahan milik petani, 2) kurangnya modal, 3) terbatasnya pengetahuan petani dan kurang dinamis, dan 4) tingkat pendapatan petani yang rendah. 3.1.4 Penerimaan Usahatani Dalam Soekartawi et al (1986), pendapatan usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual 19

maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya satu tahun dan mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan, digudangkan pada akhir tahun. Pendapatan kotor disebut juga dengan penerimaan. 3.1.5 Biaya Usahatani Soekartawi et al. (1986) biaya usahatani meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan tidak berpengaruh terhadap besarnya jumlah produksi. Biaya tetap meliputi pajak, penyusutan alat produksi, bunga pinjaman, sewa lahan, dan iuran irigasi. Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya tergantung dari jumlah produksi. Pengelompokkan biaya usahatani yang lain adalah biaya tunai dan biaya tidak tunai (Hernanto 1995, diacu dalam Teguh Purwadi 2009). Biaya tunai dan tidak tunai berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang termasuk dalam biaya tunai adalah iuran irigasi dan pajak tanah. Biaya diperhitungkan atau tidak tunai yang merupakan biaya tetap adalah biaya penyusutan dan biaya tenaga kerja keluarga. Sedangkan yang termasuk biaya variabel yaitu sewa lahan. 3.1.6 Pendapatan Usahatani Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjamanyang diinvestasikan ke dalam usahatani yang dapat digunakan untuk membandingkan beberapa penampilan usahatani (Soekartawi et al. 1986). 3.1.7 Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi. Oleh karena itu, pendapatan usahatani merupakan keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk 20

membandingkan keragaan beberapa usahatani. Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak, juga dinilai efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah penerimaan (R) untuk setiap biaya (C) yang dikeluarkan (R/C). Rasio ini menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk produksi. Analisis rasio ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif terhadap kegiatan usahatani sehingga dapat dijadikan penelitian terhadap keputusan petani untuk menjalankan usahatani tertentu. Usahatani efisien apabila R/C lebih besar dari 1 (R/C > 1) artinya untuk setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan lebih dari Rp. 1,00. Sebaliknya jika rasio R/C lebih kecil satu (R/C < 1) maka dikatakan bahwa setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan kurang dari Rp. 1,00 sehingga usahatani dinilai tidak efisien. Semakin tinggi nilai R/C semakin menguntungkan usahatani tersebut (Gray et al. 1992). 3.1.8 Analisis Pendapatan Parsial Analisis pendapatan parsial dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi akibat-akibat yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam metode produksi atau organisasi usahatani. Dalam analisis anggaran parsial hanya diperhatikan faktor-faktor yang ada kaitannya dengan perubahan tersebut. Pendekatan dengan anggaran parsial memiliki beberapa manfaat yaitu tidak memerlukan banyak data yang tidak perlu bila dibandingkan dengan anggaran usahatani keseluruhan (whole-farm budgeting). Analisis anggaran parsial tidak memerlukan informasi mengenai segi-segi usahatani yang tidak dipengaruhi oleh perubahan yang sedang diamati karena keragaan bagian-bagian ini tidak akan berubah. Karena itu, analisis anggaran parsial umumnya lebih sederhana dari pada analisis usahatani keseluruhan. Juga karena sifatnya, anggaran parsial dapat diterapkan pada keadaaan usahatani yang lebih luas dari pada anggaran usahatani keseluruhan. 3.1.8.1 Anggaran Keuntungan Parsial Anggaran keuntungan parsial sangat tepat untuk dipakai mengevaluasi pengaruh perubahan-perubahan kecil dalam organisasi usahatani atau metode 21

produksi. Anggaran parsial memberikan cara yang tepat dan mudah membandingkan keuntungan alternatif-alternatif tersebut. Langkah pertama adalah menjelaskan perubahan yang terjadi dalam organisasi usahatani atau metode produksi, secara hati-hati dan tepat. Langkah kedua adalah mendaftar dan menghitung keuntungan dan kerugian yang diakubatkan oleh perubahan tersebut. Kerugian dapat digolongkan menjadi dua kelompok, pertama yaitu pengeluaran atau biaya tambahan yang terjadi akibat perubahan, kedua yaitu pendapatan kotor atau penghasilan yang hilang dan tidak akan diterima lagi sebagai akibat terjadinya perubahan. Kerugian ini harus ditambahkan pada kelompok yang pertama. Keuntungan dapat juga digolongkan menjadi dua kelompok. Pertama, tiap pengeluaran atau biaya yang dihemat sebagai akibat perubahan tersebut. Kedua, tambahan pendapatan kotor atau penghasilan yang timbul sebagai akibat adanya perubahan tersebut. Keuntungan ini harus ditambahkan pada kelompok yang pertama. Perubahan keuntungan usahatani yang berkaitan dengan perubahan anggaran dapat dihitung dengan cara mengurangi keuntungan total dan kerugian total. Apabila keuntungan total lebih besar dibandingkan dengan kerugian total, maka anggaran jelas menunjukkan bahwa perubahan yang diusulkan itu menguntungkan. Apabila terjadi sebaliknya, maka perubahan yang diusulkan tidak menguntungkan. Tentu saja penilaian perubahan keuntungan usahatani ini bergantung kepada kebenaran data yang digunakan dalam anggaran. 3.1.9 Konsep Mutu J.M Muran mendefinisikan mutu sebagai Fitness for Use (cocok atau layak digunakan). Artinya suatu produk atau jasa harus memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan (Tunggal 1993). Menurut Philips B. Crosby mendefinisikan mutu sebagai Conformance to Requirement. Dengan definisi ini, Crosby menitikberatkan kegiatan mutu perusahaan untuk (1) mencoba mengerti harapanharapan konsumen, (2) memenuhi harapan-harapan tersebut sehingga (3) perlu pandangan eksternal mengenai mutu agar penyususnan sasaran mutu lebih 22

realistis dan sesuai dengan permintaan atau keinginan (Tenner 1992, dalam Tjahja Muhandri dan Darwin Kadarisman 2006). Dari berbagai definisi mutu yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa semua ahli sepakat, mutu harus berorientasi kepada kepuasan pelanggan. Hal ini membawa dampak pada persaingan yang semakin ketat (akibat kemajuan teknologi informasi, produksi, dan transportasi) menyebabkan persaingan antar industri benar-benar ditentukan oleh kemampuan mutu mereka. Namun usaha pemenuhan spesifikasi mutu yang diinginkan oleh konsumen kadang-kadang sulit untuk dilakukan oleh sebuah perusahaan. Hal ini disebabkan oleh : 1) Konsumen sulit mendefinisikan spesifikasi keinginannya secara benar, jelas, dan lengkap. 2) Produsen tidak mudah menerjemahkan kebutuhan konsumen dengan baik. 3.1.10 Konsep Standar Menurut International Organization for Standardization (ISO), standar adalah spesifikasi teknis atau dokumen setara yang tersedia untuk masyarakat, dihasilkan dari konsensus atau persetujuan umum yang didasarkan kepada IPTEK atau pengalaman agar dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat serta diakui oleh badan yang berwenang baik tingkat nasional, regional, atau internasional. Mengacu pada definisi tersebut, maka standar bersifat dinamis, meningkat seiring dengan peningkatan teknologi dan tuntutan konsumen. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan adanya standar, diantaranya: 1) Adanya perbaikan produk yang menyesuaikan dengan standar 2) Mencegah dan menghilangkan hambatan perdagangan 3) Meningkatkan daerah penjualan produk 4) Memudahkan terjadinya kerja sama IPTEK Industri penghasil produk dapat mengikuti standar yang ditetapkan oleh pemerintah atau lembaga yang diakui, tetapi dapat pula membuat dan menetapkan sendiri standar yang akan digunakan (sesuai dengan permintaan konsumen). Pembuatan dan penetapan standar mempunyai tujuan utama agar suatu produk 23

atau jasa yang diterima konsumen sudah layak untuk digunakan (fitness for use). Selain itu, penetapan standar mempunyai tujuan lain, yaitu : 1) Pengendalian keragaman (mengurangi variasi) Dengan standar yang ada, batas toleransi prosuk yang diterima konsumen menjadi jelas. Produk yang berada di luar batas toleransi tidak akan diterima oleh konsumen (menjadi waste). 2) Untuk compatibility (kecocokan) Standar dibuat dengan berbagai pertimbangan (segi konsumen, kemampuan produsen, IPTEK, lingkungan, dan sebagainya). Dengan standar tersebut maka diharapkan produk atau jasa akan sesuai (cocok) dengan konsumen yang akan menggunakan. 3) Kemampuan penjualan Dengan mengikuti standar yang telah ada, maka produk akan diakui oleh konsumen sehingga produk atau jasa akan diterima konsumen. 4) Meningkatkan kesehatan dan keamanan produk Upaya untuk melindungi konsumen dari bahaya yang disebabkan oleh produk merupakan salah satu isu yang paling gencar dari tujuan pembuatan standar oleh pemerintah (lembaga yang ditunjuk). Produsen yang menghasilkan produk di luar standar tidak hanya mengalami risiko yang tidak laku, tetapi juga akan mendapat sanksi hukum. 5) Meningkatkan kelestarian lingkungan Keterbatasan daya dukung lingkungan terhadap berbagai pencemaran yang timbul dari adanya aktivitas industri mendorong dibuatnya standar untuk tujuan perlindungan lingkungan. Bahkan untuk negara-negara tertentu, kepedulian terhadap lingkungan telah menjadi syarat wajib yang harus dipenuhi jika industri ingin mengirimkan produknya. Secara teoritis, pembagian jenis standar dilakukan dengan cara beragam, sesuai dengan dasar yang digunakan 1) Berdasarkan lingkungan penerapannya (Standar Internasional, Nasional, Regional, Perusahaan) 24

2) Berdasarkan kategori subyek (Standar Produk, Standar Bahan Mentah, Standar Proses). Standar Proses adalah urutan, tahapan, termasuk kondisi tiap tahap yang harus dilalui oleh bahan sebelum menjadi produk dan dikirim ke konsumen. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Kondisi sumber daya alam Indonesia sebagai negara tropis yang subur untuk pertanian, mempunyai peluang yang sangat baik untuk memposisikan diri sebagai salah satu produsen komoditas pertanian bagi dunia. Iklim yang sedemikian rupa telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu tempat bagi ketersediaan berbagai komoditas pertanian, khususnya buah-buahan tropis. Permintaan pasar internasional akan mangga Gedong Gincu cukup tinggi. mangga dikenal sebagai The Best Loved Tropical Fruit dan mangga termasuk ke dalam golongan buah eksotik, yaitu buah-buahan khas daerah tropis yang mahal harganya dan banyak peminatnya di pasaran luar negeri. Ekspor mangga dari Indonesia lebih banyak diserap oleh pasar dari negara-negara di Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Selanjutnya peluang pasar lainnya yang dapat diraih produsen mangga termasuk Indonesia antara lain : Amerika, Kanada (4,2%), Eropa (24%), Timur Tengah (14%), Jepang (3%) dan Singapura (5%). Selain itu mangga Gedong Gincu merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki prospek cerah, karena disamping menghasilkan devisa negara juga berperan dalam meningkatkan pendapatan petani, memfungsikan sebagian lahan yang tersedia dan berguna untuk konservasi tanah dan air. Saat ini kita telah memasuki era globalisasi ekonomi yang memaksa petani sebagai produsen utama produk-produk pertanian secara langsung dan tidak langsung memasuki persaingan dengan banyak produsen lain ditingkat global. Produk-produk pertanian tidak hanya bersaing dengan produk-produk pertanian luar negeri di pasar global tetapi juga di pasar domestik. Maka dari itu, perbaikan kualitas buah nasional merupakan suatu tuntutan, baik untuk memenuhi konsumsi domestik yang semakin ditantang oleh saingan buah impor, maupun untuk tujuan ekspor. 25

Produksi gedong gincu pada tahun 2005 sebanyak 35.960 ton. Sebagian besar produksi dan mutu buah yang dihasilkan di Kabupaten Cirebon masih rendah (ukuran buah, warna,rasa buah, tingkat kematangan buah tidak seragam, produktivitas buah/pohon rendah dan permukaan kulit buah tidak mulus). Hal ini diakibatkan belum diterapkannya teknologi budidaya yang baik dan benar di lapangan. Sebagian besar produksi masih bersumber dari kebun produksi tradisional yang belum menerapkan teknologi budidaya mangga yang baik dan benar. Berdasarkan pertimbangan di atas Pemerintah Kabupaten Cirebon yang mempunyai komitmen untuk mengembangkan komoditas mangga Gedong Gincu menjadi komoditas unggulan daerahnya menetapkan Program Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Good Agricultural Practice (GAP) yang spesifik komoditas, spesifik wilayah, dan spesifik sasaran pasar pada tahun 2005. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas mangga Gedong Gincu dari Kabupaten Cirebon agar mampu menembus pasar ekspor. Dasar hukum penerapan GAP di Indonesia adalah Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 61/Permentan/OT.160/11/2006, tanggal 28 November 2006 untuk komoditi buah. Penerapan SOP/GAP Mangga Gedong Gincu akan memberikan perlakuan tambahan yang berbeda untuk menghasilkan mangga yang berkualitas. Penambahan perlakuan SOP/GAP ini diharapkan akan meningkatkan pendapatan petani karena panen di luar musim dan kualitas yang baik. Implikasi lain yang turut menyertainya adalah meningkatnya biaya produksi untuk budidaya mangga Gedong Gincu yang menerapkan SOP/GAP ini dibandingkan dengan budidaya secara tradisional. Penerapan ini telah dilakukan sejak tahun 2005 dan telah memperlihatkan produktivitasnya. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan kajian lebih lanjut mengenai peningkatan pendapatan petani gedong gincu dari penerapan SOP/GAP. Alat analisis yang digunakan adalah Analisis Keuntungan Parsial. Dalam metode ini dapat mengamati segi-segi usahatani yang dipengaruhi oleh perubahan. Langkah terakhir dalam analisis adalah memberikan rekomendasi kepada petani mangga gedong gincu di Kecamatan Sedong mengenai penerapan SOP/GAP pada budidaya mangga gedong gincu. Rekomendasi ini akan meliputi peran pemerintahan, mitra usaha, dan kelembagaan petani. Skema pemikiran operasional ditunjukan oleh Gambar 3. 26

Kondisi Sumber Daya Alam yang cocok untuk budidaya Mangga Gedong Gincu (Sentra di wilayah Cirebon, Indramayu, dan Majelengka di dunia). Permintaan pasar domestik dan ekspor. Berperan dalam menghasilkan devisa negara (harga jual tinggi), meningkatkan pendapatan petani, memfungsikan sebagian lahan yang tersedia dan berguna untuk konservasi tanah dan air. Kualitas mangga Gedong Gincu masih rendah Produktivitas masih rendah, Belum stabilnya produksi karena budidaya masih tradisional dan musiman. Program Peningkatan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produksi sesuai standar mutu untuk ekspor Penerapan SOP/GAP mangga Gedong Gincu (Nomor : 61/Permentan/OT.160/11/2006 Analisis Keuntungan Parsial Penerapan SOP Analisis Penerimaan dan Biaya Usahatani Kerugian Keuntungan Analisis R/C rasio Tambahan Keuntungan/Tambahan Kerugian dan Pertimbangan REKOMENDASI Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional 27