II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agus Latif, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu

TEORI BELAJAR. Proses perubahan perilaku BELAJAR. Diperoleh dari PENGALAMAN. Physics

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

Pendekatan Keterampilan Proses Sains

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Saat ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi bertumpu pada kekayaan alam,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) (Science Curriculum Improvement Study), suatu program pengembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2014 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) 5E UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA SMP

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

I. PENDAHULUAN. yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

Model SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) SUSIWI S

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual,

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

SUATU MODEL DALAM PEMBELAJARAN KIMIA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Devi Esti Anggraeni, 2013

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA Hakikat ilmu pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena alam

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui konteks yang terbatas dan tidak sekoyong-koyong. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA

MODEL PEMBELAJARAN IPA. Ida Kaniawati FPMIPA UPI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut teori belajar konstruktivis, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN PARADIGMA. dan sasarannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) efektivitas

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran,

I. PENDAHULUAN. terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah

BAB II KAJIAN TEORI. Robert Karplus. Learning cycle merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai peran yang penting bagi

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVII/Mei 2013 PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PROSES MELALUI STRATEGI INQUIRI DALAM PEMBELAJARAN IPA SMP

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Muhammad Gilang Ramadhan,2013

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran

I. PENDAHULUAN. proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahanperubahan

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

BAB II KAJIAN TEORI. Penelitian ini peneliti menggunakan teori-teori yang berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Paham konstruktivis menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan

Tita Mulyati. Abstrak elajar menuntut peran serta semua pihak. Pengetahuan bukan sesuatu yang diserap

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glaserfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001) konstruktivisme

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. tidak lagi terbatas oleh jarak dan waktu. Perkembangan ini menyebabkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu krisis terhadap masalah, sehingga peserta didik (mahasiswa) mampu merasakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kurikulum sains dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menjadi

Transkripsi:

7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Keterampilan Berkomunikasi Sains Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses dan sekaligus sebagai produk. Seseorang mampu mempelajari IPA jika mempunyai keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13) didefiniskikan sebagai berikut: Keterampilan proses merupakan keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori sains, baik berupa keterampian mental, keterampilan fisik (manual) maupun keterampilan sosial. Beberapa keterampilan proses yaitu: 1. melakukan pengamatan (observasi) 2. menafsirkan pengamatan (interpretasi) 3. mengelompokkan (klasifikasi) 4. meramalkan (prediksi) 5. berkomunikasi 6. berhipotesis 7. merencanakan percobaan atau penyelidikan 8. menerapkan konsep atau prinsip 9. mengajukan pertanyaan. Jadi keterampilan proses merupakan suatu keterampilan yang harus dimiliki oleh seseorang dalam belajar IPA, sehingga suatu permasalah

8 yang terjadi pada lingkungan IPA dapat diselesaikan dengan menerapkan keterampilan-keterampilan proses. Keterampilan proses diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep, prinsipprinsip, hukum-hukum, dan teori sains. Secara lebih rinci indikator dan karakteristik menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 14) dapat dilihat pada table di bawah ini: Tabel 2.1 Indikator dan Karakteristik Keterampilan Proses Sains Indikator No Keterampilan Proses Sains 1. Melakukan pengamatan (observasi) 2. Menafsirkan pengamatan (interpretasi) 3. Mengelompokkan (klasifikasi) Karakteristik - Menggunakan indra penglihatan, pembau, pendengar, pengecap dan peraba. - Menggunakan fakta yang relevan dan memadai. - Mancatat setiap hasil pengamatan. - Menghubungkan hasil pengamata. - Menemukan pola atau keteraturan dari suatu seri pengamatan. - Menyimpulkan. - Mancari perbedaan. - Mengkontraskan ciri-ciri. - Mencari kesamaan. - Membandingkan. - Mencari dasar penggolongan atau pola yang sudah ada. 4. Meramalkan (prediksi) - Mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasakan suatu kecenderungan. 5. Berkomunikasi - Membaca grafik, tabel atau diagram. - Menjelaskan hasil percobaan. - Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis dan jelas. 6. Berhipotesis - Menyatakan hubungan antara dua variabel atau perkiraan penyebab

9 No Indikator Keterampilan Proses Sains 7. Merencanakan percobaan atau penyelidikan 8. Menerapkan konsep atau prinsip 9. Mengajukan pertanyaan Karakteristik sesuatu terjadi. - Menentukan alat dan bahan. - Menentukan variabel atau perubah. - Menentukan variabel kontrol dan variabel bebas. - Menentukan apa yang diamati, diukur atau ditulis. - Menentukan cara dan langkah kerja. - Menentukan cara pengolahan data. - Menjelaskan sesuatu peristiwa dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki. - Menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam siatuasi baru. - Pertanyaan yang diajukan dapat meminta penjelasana tentag apa, mengapa, begaimana ataupun menanyakan latar belakang hipotesis. Upaya untuk mengetahui keterampilan berkomunikasi siswa dapat dilakukan dengan pemberian butir soal keterampilan proses sains. Nuryani dalam Rismawati (2011: 26) menyatakan, pokok uji keterampilan proses tidak boleh dibebani konsep. Hal ini diupayakan agar pokok uji tersebut tidak rancu dengan pengukuran penguasaan konsepnya. Konsep hanya dijadikan sebagai konteks dan konsep-konsep disini mestinya sudah dikuasai siswa. Jadi, pemberian butir soal untuk mengukur keterampilan berkomunikasi harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa dalam menguasai konsep. Oleh karena itu, sebelum pemberian soal tersebut harus dilakukan

10 pembelajaran supaya siswa mempunyai bekal dalam mengerjakan soalsoal kemapuan berkomunikasi tersebut. 2. Penguasaan Konsep Penguasaan berasal dari kata kuasa. Berdasarkan kamus besar Bahasa Indonesia, kuasa artinya kemampuan atau kesanggupan untuk berbuat sesuatu sedangkan penguasaan artinya perbuatan menguasai atau menguasakan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka menurut Latifah (2012: 15) mengungkapkan penguasaan konsep merupakan kemampuan untuk mengungkapkan arti dari objek-objek atau kejadian-kejadian yang diperoleh melalui pengalaman untuk membuat keputusan dalam penyelesaian masalah. Pada pembelajaran fisika penguasaan konsep dimaksudkan sebagai tingkatan dimana siswa tidak sekedar mengetahui konsep-konsep fisika, namun siswa tersebut benar-benar memahaminya dengan baik, seperti siswa tersebut mampu menyelesaikan berbagai persoalan, baik yang berkaitan dengan konsep itu sendiri maupun penerapannya. Erika (2011: 22-23) mengemukakan bahwa: Penguasaan konsep dapat diartikan sebagai kemampuan siswa dalam memahami secara lebih mendalam terhadap konsep, baik teori, prinsip, hukum, dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diukur dengan jenjang kognitif Bloom. Adapun penguasaan konsep fisika dimaksudkan sebagai tingkatan dimana seorang siswa tidak sekedar mengetahui konsep-konsep fisika, melainkan benarbenar memahaminya dengan baik, yang ditunjukkan oleh kemampuannya dalam menyelesaikan berbagai persoalan, baik yang

terkait dengan konsep itu sendiri maupun penerapannya dalam situasi baru. 11 Jadi, penguasaan konsep dapat diartikan sebagai kemampuan siswa dalam memahami secara lebih mendalam terhadap konsep, baik teori, prinsip, hukum, dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diukur dengan jenjang kognitif Bloom, serta siswa tidak hanya memahami teori, prinsip, hukum saja, tetapi siswa juga mampu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik persolan yang menyangkut dengan konsep itu sendiri maupun situasi yang lain. 3. Pembelajaran Konstruktivisme Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Konstruktivisme merupakan suatu pembelajaran yang tidak boleh tercipta dari luar minat pelajar, tetapi harus dibina berdasarkan pengalaman yang telah dimiliki pelajar. Suparno (2010: 122-123) menyatakan bahwa: Teori konstruktivisme Piaget menjelaskan bahwa pengetahuan seseorang adalah bentukan orang itu sendiri. Proses bentukan (konstruksi) pengetahuan itu terjadi apabila seseorang mengubah atau mengembangkan skema yang telah dimiliki dalam berhadapan dengan tantangan, rangsangan atau persoalan. Dengan proses asimilasi dan akomodasi itu, pengetahuan seseorang dikembangkan dan dimajukan. Teori Piaget seringkali disebut konstruktivisme personal karena lebih menekankan pada keaktifan pribadi seseorang dalam mengkonstruksikan pengetahuannya.

12 Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Mulyana (2012) menyatakan bahwa: Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosopi) pembelajaran kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Ciriciri konstruktivisme yaitu: 1. pengetahuan dibangun oleh siswa itu sendiri 2. pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar 3. murid aktif mengkonstruksi sacara terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah 4. guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar 5. struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan. Selain itu, yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya sematamata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Berdasarkan ciri-ciri konstruktivisme di atas, jelaslah bahwa belajar adalah proses bentukan pengetahuan yang tidak hanya menerima, tetapi lebih kritis terhadap stimulasi lingkungan. Dasar pemikiran seperti inilah yang menjadikan teori konstruktivisme menjadi landasan teori-teori belajar yang ada saat ini.

13 Adam (2012: 12) menjelaskan bahwa: Pengetahuan tidak dapat begitu saja ditransfer dari guru ke siswa dalam bentuk tertentu, melainkan siswa membentuk sendiri pengetahuan itu dalam pikirannya masing-masing sehingga pengetahuan tentang sesuatu dipahami secara berbeda-beda oleh siswa. Berdasarkan pernyataan di atas, jelaslah bahwa seorang siswa tidak dapat begitu saja menerima pengetahuan yang diajarkan oleh guru. Siswa harus dapat menanamkan pengetahuan itu dalam dirinya sendiri. Jika siswa tidak dapat menanamkan pengetahuan di dalam dirinya terlebih dahulu, maka pengetahuan tersebut tidak dapat diperoleh oleh siswa tersebut. Sebaliknya, jika siswa dapat menanamkan pengetahuan di dalam dirinya sendiri, maka siswa dapat menerima pengetahuan yang diajarkan oleh guru dengan baik. 4. Model Pembelajaran Learning Cycle 3 E (LC 3 E) Salah satu strategi mengajar untuk menerapkan model pembelajaran konstruktivisme adalah penggunaan siklus belajar. Menurut Nurhatati (2011: 8) Siklus belajar (Learning Cycle) terdiri atas tiga fase, yaitu fase eksplorasi, fase pengenalan konsep, dan fase aplikasi konsep. Siklus belajar terdiri dari beberapa macam. Menurut Dahar dalam Nurhatati (2011: 111), mengemukakan bahwa: Tiga macam siklus belajar, yaitu deskriptif, empiris induktif, dan hipotesis deduktif. Ketiga siklus belajar ini dijelaskan sebagai berikut: a. Siklus Belajar Deskriptif

Siklus belajar tipe deskriptif ini menghendaki hanya pola-pola deskriptif (misalnya klasifikasi). Dalam siklus ini siswa menemukan dan memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus (eksplorasi), kemudian guru memberikan nama pada pola itu (pengenalan konsep) lalu pola iti ditentukan dalam konteks-konteks lain (aplikasi konsep). Bentuk ini dinamakan deskriptif, sebab siswa dan guru hanya memberikan apa yang mereka amati tanpa adanya hipotesis-hipotesis untuk menjelaskan hasil pengamatan. b. Siklus Belajar Empiris Induktif Dalam siklus ini, selain menemukan dan memberikan suatu pola empiris dan suatu konteks khusus (eksplorasi), siswa juga dituntut untuk mengemukakan sebab-sebab yang mungkin tentang terjadinya pola itu. Hal ini membutuhkan penggunaan penalaran analogi untuk memindahkan atau mentransfer konsep-konsep yang telah dipelajari dalam konteks-konteks lain pada konteks baru (pengenalan konsep). Dengan bimbingan guru, siswa menganalisis data yang dikumpulkan selama fase eksplorasi untuk melihat kesesuaian antara sebab-sebab yang dihipotesiskan dengan data dan fenomena yang lain dikenal (aplikasi konsep). c. Siklus Belajar Hipotesis Deduktif Siklus belajar hipotesis deduktif dimulai dengan pertanyaan berupa suatu pernyataan sebab. Siswa diminta untuk merumuskan jawaban-jawaban (hipotesis-hipotesis) yang mungkin terhadap pernyataan itu. Selanjutnya siswa diminta untuk menemukan konsekuensi-konsekuensi logis dari hipotesis-hipotesis tersebut dan merencanakan serta melakukan eksperimen-eksperimen untuk menguji hipoteisis-hipotesis itu (eksplorasi). Analisis hasil eksperimen menyebabkan beberapa hipotesis ditolak dan hipotesis lain diterima, sehingga konsep-konsep dapat diperkenalkan (pengenalan konsep). Akhirnya konsep-konsep yang relevan dan pola-pola penalaran yang terlibat dan didiskusikan dapat diterapkan pada situasi-situasi lain pada kemudian hari (aplikasi konsep). Jadi, siklus belajar hipotesisi deduktif menghendaki pola-pola tingkat tinggi misalnya mengendalikan variabel, penalaran korelasional, penalaran hipotesis deduktif. 14 Siklus belajar empiris induktif merupakan proses yang sistematis dalam pembelajaran dengan langkah-langkah yang diperoleh berdasarkan observasi atau pengamatan langsung berupa fakta-fakta. Siswa dituntut

15 untuk menjelaskan fenomena dan memberikan kesempatan untuk dialog dan diskusi. Fase-fase pembelajaran pada model pembelajaran konstruktivisme menggunakan siklus belajar empiris induktif ini, yaitu fase eksplorasi, fase pengenalan konsep, dan fase aplikasi konsep. Sidik (2011: 8) menyatakan bahwa: Model pembelajaran Learning Cycle ini pertama kali dicetuskan oleh Karplus pada tahun 1960-an. Menurut Karplus model pembelajaran leraning cycle ini dibagi menjadi tiga tahapan atau fase yaitu: fase eksplorasi, fase penemuan, dan fase ekstensi atau lanjutan. Model learning cycle pertama kali dikembangkan oleh Science Curriculum Improvement Study (SCIS) pada tahun 1970-1974 dengan menggunakan tiga fase yaitu: fase exploration, fase invention, dan fase discovery. Kemudian pengembangan learning cycle berikutnya menggunakan istilah yang berbeda untuk fase-fase tersebut yaitu: fase exploration (eksplorasi), fase concept introducation (pengenalan konsep), dan fase concept application (aplikasi konsep). Suatu model pembelajaran mempunyai langkah-langkah pengajaran yang harus dilaksanakan. Model pembelajaran Learning Cycle mempunyai langkah-langkah atau fase-fase pembelajaran yang harus dilaksanakan. Yusriati (2012) menjelaskan bahwa: Fase-fase pembelajaran dengan model siklus belajar (Learning Cycle) terdapat 3 fase penting, yaitu: 1. Fase eksplorasi Pada fase eksplorasi, siswa diberi kesempatan untuk mengeksplorasi materi secara bebas. Siswa melakukan berbagai kegiatan ilmiah seperti mengamati, membandingkan, mengelompokkan, menginterpretasikan dan yang lainnya, sehingga siswa menemukan konsep-konsep penting sesuai dengan topik yang sedang dibahas.

2. Fase pengenalan konsep Pada fase pengenalan konsep, peran guru lebih dominan. Guru mengumpulkan informasi dari murid-murid yang berkaitan dengan pengalaman mereka dalam eksplorasi. 3. Fase penerapan konsep Pada fase penerapan konsep, siswa diminta untuk menerapkan konsep yang baru mereka pahami untuk memecahkan masalahmasalah dalam situasi yang berbeda. Dalam hal ini guru bertugas untuk menyiapkan barbagai kegiatan atau permasalahan yang relevan dengan konsep yang sedang dibahas. Pada fase ini, siswa diajak menerapkan pemahaman konsepnya dengan melakukan percobaan. Penerapan konsep dapat meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena siswa mengetahui penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari. 16 Fase-fase pembelajaran dalam siklus belajar (Learning Cycle) terdapat 3 fase penting, yaitu (1) fase eksplorasi, yaitu siswa menggali pengetahuan yang terkait materi pembelajaran secara bebas, sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep penting tentang materi yang dibahas. (2) fase pengenalan konsep, pada fase ini peran siswa kurang aktif jika dibandingkan dengan peran guru dalam proses pembelajaran. Pada fase pengenalan konsep ini guru harus mengumpulkan sejumlah informasiinformasi atau sumber-sumber yang dapat digunakan dalam menunjang proses pembelajaran. (3) fase penerapan konsep, pada fase ini guru memberikan suatu permasalahan yang berkaitan dengan penerapan materi pembelajaran pada kehidupan nyata kepada siswa untuk dipecahkan. Sehingga siswa dapat memahami materi pembelajaran tersebut pada kehidupan nyata.

17 B. Kerangka Pemikiran Salah satu upaya untuk dapat berargumen yaitu siswa harus mampu memberikan penjelasan kritis dan perlu berpikir kreatif. Hal tersebut bias didapatkan dengan melakukan pengamatan, bereksperimen, dan mengevaluasi bukti. Namun, perlu diingat bahwa siswa tidak akan mampu merancang proses belajarnya sendiri. Guru harus membimbing dan mendampingi siswa dalam setiap aktivitas belajarnya untuk dapat membantu siswa dalam membangun sebuah konsep sains. Pembelajaran fisika yang demikian memberikan pengalaman belajar kepada siswa sebagai proses dengan menggunakan sikap ilmiah agar mampu memiliki pemahaman melalui fakta-fakta yang mereka temukan sendiri, sehingga mereka dapat menemukan konsep, hukum, dan teori, serta dapat mengaitkan dan menerapkan pada kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran fisika pemilihan model pembelajaran yang akan digunakan dalam melaksanakan kegiatan di kelas sangat mempengaruhi ketercapaian tujuan pembelajaran. Tingkat penguasaan konsep seseorang sangat tergantung dari bagaimana ia mulai menanamkan suatu konsep dalam pikirannya, sebab konsep merupakan buah pemikiran. Siswa dapat membangun sendiri konsep dari mengolah informasi yang mereka peroleh. Dengan membangun konsep maka ia telah memiliki tingkat pemahaman yang baik sehingga dia mampu menguasai konsep dengan baik pula.

18 Perubahan konsep sangat penting dalam proses pembelajaran fisika. Hanya dengan adanya perubahan konsep, baik yang memperluas konsep ataupun yang meluruskan konsep yang tidak tepat, seorang siswa benar-benar berkembang dan memahami konsep-konsep fisika. Semakin banyak dan semakin tepat konsep fisika yang dipahami siswa, berarti semakin baik penguasaan siswa terhadap konsep-konsep fisika. Materi fisika yang dipilih dalam penelitian ini adalah materi Fluida pada sub materi Fluida Statis. Pemilihan materi tersebut dilakukan karena konsep fluida sangat akrab dalam keseharian siswa. Selain itu, sub materi ini dianggap sebagai materi yang cukup sulit karena dalam sub materi ini siswa dituntut dapat memahami data yang diperoleh dari hasil percobaan. Selain itu siswa dituntut mampu melakukan perhitungan secara matematis terkait besaran-besaran yang lain. Apabila siswa mampu memahami dari data hasil percobaan, maka siswa pasti dapat melakukan perhitungan besaran-besaran lain. Hal ini menunjukkan bahwa setelah siswa menanamkan konsep awal pada data yang telah diperoleh, maka mereka akan menguasai konsep-konsep yang ada dalam materi tersebut. Berdasarkan penanaman konsep tersebut siswa dapat memberikan penjelasan sederhana mengenai suatu hal yang telah siswa kuasai konsep awalnya. Proses ini merupakan suatu proses penguasaan konsep awal siswa. Setelah itu siswa akan memiliki keterampilan dasar untuk dapat menyimpulkan dan

19 membuat penjelasan lebih lanjut dari penjelasan sederhana yang telah dipahami sebelumnya. Kemampuan-kemampuan yang berkembang tersebut merupakan ciri-ciri penguasaan konsep yang muncul dari adanya pemilihan bentuk representasi yang tepat untuk membelajarkan suatu materi. Penjelasan di atas dapat dijelaskan pada gambar 2.1. Pembelajaran Materi Fluida Statis menerapkan Keterampilan Berkomunikasi sains Proses pembelajaran Learning Cycle 3 E memunculkan Penguasaan Konsep Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan satu kelas. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan satu kelas. Pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh keterampilan berkomunikasi sains siswa. Pada penelitian ini terdapat tiga bentuk variabel yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel moderator. Variabel bebas dalam penelitian ini keterampilan berkomunikasi sains (X),

20 sedangkan variabel terikatnya adalah penguasaan konsep siswa (Y), dan model pembelajaran Learning Cycle 3 E (LC 3 E) adalah variabel moderator (Z). Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pengaruh variabel bebas terhadap varibel terikat dan pengaruh variabel moderator terhadap variabel bebas dan variabel terikat, maka dapat dijelaskan dengan paradigm pemikiran seperti berikut ini: X r Y Z Gambar 2.2. Bagan Paradigma Pemikiran Keterangan: X = keterampilan berkomunikasi sains Y = penguasaan konsep siswa Z = model pembelajaran Learning cycle 3 E (LC 3 E) r = pengaruh keterampilan berkomunikasi sains terhadap penguasaan konsep fisika siswa C. Hipotesis Penelitian Berdasarkan tinjauan pustaka, kerangka pemikiran penelitian yang relevan dan anggapan dasar yang telah diuraikan, maka rumusan hipotesis penelitian ini adalah: 1. Hipotesis pertama : Ada peningkatan penguasaan konsep siswa dengan menggunakan keterampilan berkomunikasi sains. 2. Hipotesis pertama : Ada pengaruh keterampilan berkomunikasi sains terhadap penguasaan konsep.