BAB I PENDAHULUAN. yang kekurangan dana yang dalam menjalankan aktivitasnya harus sesuai dengan

dokumen-dokumen yang mirip
Dampak Pembiayaan Bmt terhadap Kesejahteraan Nasabah di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran Bank Muammalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992, telah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organisasi perantara antara masyarakat yang kelebihan dana dengan

BAB I PENDAHULUAN. 2004, hlm Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Watamwil (BMT), UII Pres Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan kualitas perekonomian masyarakat, dana

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam saat ini cukup pesat, ditandai dengan berkembangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembiayaan murabahan..., Claudia, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan seperti perbankan merupakan instrumen penting. syariah telah memasuki persaingan berskala global,

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sesama dalam persaingannya didunia ekonomi. Hal tersebut sudah

BAB I PENDAHULUAN. negara adalah sektor perbankan. Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat adalah kegiatan pinjam-meminjam. Pinjam-meminjam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan

PENDAHULUAN. 7% dari total UMKM berhasil meningkatkan statusnya, baik dari mikro menjadi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat mengetahui produk apa yang akan mereka butuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. atau badan badan hukum koperasi yang memberikan kebebasan masuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lembaga keuangan, khususnya lembaga perbankan yang merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. diarahkan untuk mencapai sasaran pembangunan. Oleh karena itu peranan

Perbedaan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional

BAB II Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bank Islam merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. of founds) dengan pihak yang mengalami kekurangan dana. Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. informasi ekonomi untuk membuat pertimbangan dan mengambil. Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) sudah diatur peraturan tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. Baitul Mal wa Tamwil atau di singkat BMT adalah lembaga. yang ada pada Alquran dan Hadist. Sesuai dengan namanya yaitu baitul

Manusia selalu dihadapkan pada masalah ekonomi seperti kesenjangan. ekonomi, kemiskinan, dan masalah-masalah lainnya. Namun banyak masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank merupakan

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013,

BAB IV. oleh Baitul mal wat Tamwil kepada para anggota, yang bertujuan agar anggota

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan adalah mekanisme pembagian keuntungannya. Pada bank syariah,

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan serta operasionalisasi ekonomi yang berprinsip syariah di

BAB 1 PENDAHULUAN. hidupnya. Untuk melakukan kegiatan bisnis tersebut para pelaku usaha

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang

BAB I PENDAHULUAN. Syariah (KSPPS), koperasi tersebut kegiatan usahanya bergerak di bidang

BAB I BAB V PENUTUP PENDAHULUAN. Bab ini merupakan bab penutup yang berisi. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah. Bank Syariah adalah bank

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Namun demikian, upaya tersebut kiranya perlu dibarengi pula dengan upaya

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mengatasi krisis tersebut. Melihat kenyataan tersebut banyak para ahli

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang hanya mengejar target pendapatan masing-masing, sehingga tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang kekurangan dana yang dalam menjalankan aktivitasnya harus sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Hasan, memperkirakan bahwa pertumbuhan Usaha Mikro Kecil Menengah

BAB I PENDAHULUAN. Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia, (diakses pada 15 November 2015). 3

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Syari ah atau Bank Islam yang secara umum pengertian Bank Islam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, hlm. 44

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. jangka panjang dan memaksimalkan kesejahteraan manusia (fala>h{). Fala>h{

BAB I PENDAHULUAN. 1 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syari ah, Depok : Rajagrafindo Persada, 2014, h. 24

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini terlihat dari tindakan bank bank konvensional untuk membuka

BAB I PENDAHULUAN. penghubung antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini di Indonesia lembaga keuangan berkembang dengan begitu pesatnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. H. Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm.33.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu akhir-akhir ini banyak bermunculan lembaga keuangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mendalam. Bank syariah yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi keuangan, hasil, prinsip ujoh dan akad pelengkap (Karim 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kehidupan perekonomian di dunia tidak dapat dipisahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. h Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alfabet, cet. 4, 2006, h. 2

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan Al-Qur an dan Hadist Nabi Muhammad SAW. Al-Qur an dan

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat kemajuan ekonomi masyarakat. yang diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi

SIMULASI KASUS KOMPREHENSIF. BMT Al-Ridha Laporan posisi keuangan (Neraca) Per 31 Desember 2013

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang menjalankan kegiatan perekonomian. Salah satu faktor penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bank Syariah PIEw14 1

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan prinsip-prinsip dalam agama Islam. Masyarakat sudah mulai. kepastian dan sistem yang jelas pada sistem syariah.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyentuh kalangan bawah (grass rooth). Semula harapan ini hanya

Soal UTS Semester Gasal 2015/2016 Mata Kuliah : Akuntansi Syariah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank Umum terdiri dari Bank milik

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan tersebut adalah sektor negara, swasta dan koperasi. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Arthaloka Gf, 2006 ), hlm M. Nadratuzzaman Hosen, Ekonomi Syariah Lembaga Bisnis Syariah,(Jakarta: Gd

BAB I PENDAHULUAN. dana dari pihak yang berkelebihan untuk kemudian di salurkan kepada pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. syariah di Indonesia. Masyarakat mulai mengenal dengan apa yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan agama yang lengkap dalam memberikan. tuntunan dan panduan bagi kehidupan umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan lahiriyah dan batiniyah saja tetapi juga keseimbangan,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank,

BAB 1 PENDAHULUAN. perhatian yang cukup serius dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu agama yang mengajarkan prinsip at ta awun yakni saling

BAB I PENDAHULUAN. syariah prinsipnya berdasarkan kaidah al-mudharabah. Berdasarkan prinsip

LAPORAN POSISI KEUANGAN UNIT SYARIAH PT AJB BUMIPUTERA 1912 PER 31 DESEMBER 2012 (dalam jutaan rupiah)

Bank Kon K v on e v n e sion s al dan Sy S ar y iah Arum H. Primandari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syari ah

LANDASAN TEORI Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. negara negara anggota dan masyarakat Muslim pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. Pres, cet-ke 1, 2004, h Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Watamwil, Yogyakarta: UII

BAB I PENDAHULUAN. hlm. 5

Usulan Penelitian Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Akuntansi

I. PENDAHULUAN. keberadaan bank sebagai lembaga keuangan telah bertansformasi menjadi dua

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA

BAB I PENDAHULUAN. yang lainnya. Sebagai makhluk sosial manusia menerima dan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan inklusif. Keuangan inklusif ini lebih dipergunakan atau ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian rakyat yang berdasarkan kekeluargaan dan kegotongroyongan.

Dr. Mulyaningrum Bakrie School of Management Jakarta, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Intermediasi keuangan merupakan proses penyerapan dari unit surplus

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank Islam merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai organisasi perantara antara masyarakat yang kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana yang dalam menjalankan aktivitasnya harus sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Bank syariah atau bank Islam juga berfungsi sebagai lembaga intermediasi yakni menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. (Muhammad, 2009:4). Hal ini dikemukakan juga berdasarkan sejarah perekonomian umat Islam yang memiliki bentuk lembaga keuangan mikro syariah dengan fasilitas pembiayaan. Menurut Muttaqin (2012) Dalam sejarah perekonomian umat Islam, sebenarnya ada salah satu instansi yang telah memperhatikan aspek kebajikan pada kehidupan masyarakat, yaitu baitul maal yang memberikan kontribusi signifikan dalam menyeimbangkan perekonomian umat Islam pada masa itu dengan memberikan dana subsidi kepada umat Islam yang membutuhkan yang dalam Islam disebut sebagai mustahiq. Adapun sumber dana dari baitul maal tersebut adalah dari dana zakat, infak, pajak dan beberapa kebijakan yang telah ditentukan oleh khalifah (pemimpin) umat Islam pada waktu itu. Dalam perkembangannya, di Indonesia, Bank Muamalat bekerjasama dengan MUI dan 1

2 ICMI mendirikan Yayasan Inkubasi Usaha Kecil yang pada tahap pertama melalui pengembangan Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) dengan tujuan untuk menjangkau masyarakat Islam lapisan bawah, melalui usaha Simpan Pinjam. Masalahnya adalah hingga saat ini belum diperoleh data yang memberikan gambaran seberapa besar potensi masyarakat yang menjadi sasaran utama bagi pemasaran produk perbankan Islam tersebut, yang memang memilih Lembaga Keuangan Syariah karena menganggap bunga bank itu riba, mengingat banyaknya nasabah dari Lembaga Keuangan Syariah tesebut yang tidak berbank tunggal. Disamping masalah bagi hasil masih perlu dikaji lagi faktor lain yang menjadi daya tarik Lembaga Keuangan Syariah seperti Produk Pembiayaan. Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) merupakan salah satu model lembaga keuangan syariah yang paling sederhana yang saat ini banyak muncul di Kota Bandung bahkan hingga akhir tahun 2013 jumlahnya telah mencapai 32 unit. (Pusat Koperasi Syariah Jawa Barat, 2013). Jumlah BMT yang bertambah setiap tahunnya seiring dengan nilai pembiayaan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Gambar 1.1 menunjukkan nilai pembiayaan BMT di Kota Bandung dalam lima tahun terakhir.

3 Sumber : Gakopsyah Kota Bandung, 2013 Gambar 1.1 Nilai Pembiayaan BMT di Kota Bandung Periode 2009-2013 Gambar 1.1 menunjukkan bahwa jumlah dana yang disalurkan oleh BMT di Kota Bandung dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Dilihat dari gambar 1.1 bahwa jumlah pembiayaan yang disalurkan di tahun 2009 sebesar 38.57 juta mengalami peningkatan hingga tahun 2013 yaitu sebesar 190.06 juta. Kondisi ini dapat menjadi isyarat perkembangan BMT yang semakin baik dan diharapkan dapat berperan aktif dalam meningkatkan ekonomi masyarakat. Mengingat kegiatan utama yang dilakukan dalam BMT ini adalah pengembangan usaha mikro dan usaha kecil, terutama mengenai bantuan permodalan. Bentuk permodalan yang diberikan oleh BMT adalah beberapa produk pembiayaan seperti mudharabah, musyarakah, murabahah,ijarah dan lain-lain. Sebagai lembaga yang memiliki fungsi sosial dan ekonomi, aktivitas kerja BMT selaras dengan fungsinya. Dalam ekonomi Islam dikenal dua macam akad, yaitu akad tabarru dan akad mu awadah atau tijaroh. Akad tabarru merupakan

4 jenis akad yang berkaitan dengan transaksi yang tidak bertujuan untuk mencari laba (non profit). Akad tabarru lebih berorientasi pada kegiatan saling tolong menolong (ta awun). Dalam akad ini pihak yang memberi pinjaman tidak boleh mensyaratkan adanya imbalan tertentu, kecuali pahala dari Allah SWT. Pihak yang memberi pinjaman dapat memintakan sejumlah dana sekedar untuk menutupi biaya yang timbul akibat kontrak tersebut kepada mitranya. Sedangkan akad mu awadah bertujuan untuk mendapatkan imbalan keuntungan tertentu. Akad ini menyangkut transaksi bisnis dengan motif mendapatkan keuntungan (laba). Contoh akad mu awadah ini meliputi jual beli, sewa menyewa, mudharabah, musyarakah, dll. (Ridwan, 2004). Penelitian dan testimoni yang menyebutkan adanya dampak positif dari pembiayaan BMT terhadap kesejahteraan masyarakat telah banyak ditemukan. Penelitian Marzuki (2010) tentang pengaruh pembiayaan BMT terhadap kesejahteraan pelaku usaha kecil di Lhokseumawe Aceh menunjukkan adanya korelasi yang positif antara peningkatan pembiayaan dan kesejahteraan pelaku usaha kecil. Hasil ini juga ditunjukkan Rani Ernawati (2012) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa akad pembiayaan mudharabah yang dilaksanakan oleh pihak KJKS-BMT Ummat Sejahtera Abadi dapat dikatakan memberi perubahan pada tingkat pendapatan masyarakat sekitar. Melalui pembiayaan mudharabah ini, para pedagang kecil memerlukan tambahan modal untuk mengembangkan usahanya dengan mudah.

5 Meningkatknya kesejahteraan nasabah merupakan tujuan dari adanya program pembiayaan yang dilakukan oleh BMT. Namun, terkait dengan dimensi kesejahteraan disadari sangat luas dan kompleks, sehingga suatu taraf kesejahteraan hanya dapat dinilai melalui indikator-indikator yang terukur dari berbagai aspek pembangunan. Banyak indikator yang bisa dijadikan ukuran terhadap terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat, antara lain melalui peningkatan pendapatan masyarakat dan dapat dilihat dari aspek non-ekonomi seperti kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Berdasarkan latar belakang, maka penulis sangat tertarik untuk mengadakan penelitian dengan mengambil judul : Analisis Dampak Pembiayaan BMT di Kota Bandung Terhadap Kesejahteraan Nasabah. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, muncul satu pertanyaan penting untuk diteliti, yaitu bagaimana dampak pembiayaan pada BMT di Kota Bandung terhadap kesejahteraan nasabah. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis dampak pembiayaan pada BMT di Kota Bandung terhadap kesejahteraan nasabah.

6 1.4 Manfaat Penelitian Dari hasil penulisan skripsi ini diharapkan mempunyai manfaat penelitian yaitu: 1. Untuk akademis dapat digunakan sebagai bahan informasi penelitian dalam pengembangan ilmu ekonomi, khususnya ekonomi syariah. 2. Secara praktis dapat digunakan sebagai bahan pengetahuan dan pedoman bagi pihak pengambil keputusan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti 3. Untuk penulis hasil penelitian ini akan memberikan wawasan pengetahuan tentang masalah yang akan diteliti, sehingga akan memperoleh gambaran yang jelas mengenai ada tidaknya kesesuaian antara fakta dengan dasar teori. 1.5 Kerangka Pemikiran BMT diatur secara khusus dengan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha kecil dan Menengah No. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Dengan keputusan ini segala sesuatu yang terkait dengan pendirian dan pengawasan BMT berada dibawah Departemen Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Sumiyanto, 2008). BMT berperan menggerakkan pertumbuhan kesejahteraan masyarakat. Dalam operasionalnya BMT telah memiliki fungsi ganda fungsi sosial sebagai Baitul Maal (rumah harta) dan fungsi usaha sebagai Baitul Tamwil (rumah pembiayaan). Fungsi BMT sebagai Baitul Maal diwujudkan dengan semacam jaminan atau proteksi sosial melalui pengelolaan dana Baitul Maal berupa dana

7 yang berasal dari zakat, infak, sedekah (ZIS) (Sumiyanto, 2008). Selain itu, BMT menyediakan jasa pembiayaan untuk setiap nasabahnya. Berkaitan dengan pembiayaan yang dilakukan oleh BMT, maka merujuk pada definisi pembiayaan menurut UU No. 7 Tahun 1992 adalah penyediaan uang atau tagihan atau uang yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan sejumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil. (Ridwan, 2004:163). Dalam penyaluran dana pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu: a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli b. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa c. Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna sekaligus mendapatkan barang dan jasa dengan prinsip bagi hasil. Menurut Muhammad (2005:304) pengertian pembiayaan adalah Pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan, seperti bank syariah dan dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan kepada nasabah Muhammad (2004:119) menyatakan bahwa pembiayaan merupakan aktivitas terpenting BMT, karena berhubungan dengan rencana untuk memperoleh pendapatan. Pembiayaan adalah suatu fasilitas yang diberikan oleh pihak BMT

8 kepada anggotanya untuk menggunakan dana yang telah dikumpulkan pihak lembaga keuangan dari anggotanya. Adapun jenis-jenis produk pembiayaan dana BMT yang telah dikembangkan adalah sebagai berikut: a. Pembiayaan dengan prinsip kerja sama Yakni bentuk pembiayaan kepada anggota atau nasabah BMT yang menyertakan sejumlah modal baik uang tunai maupun barang untuk meningkatkan produktivitas usaha. Sistem pembiayaan tersebut dapat diterapkan dalam dua akad pembiayaan, yaitu pembiayaan mudharabah dan musyarakah b. Pembiayaan dengan prinsip jual beli Prinsip jual beli adalah sistem yang menetapkan tata cara jual beli, dimana bank membeli terlebih dulu barang yang dibutuhkan masyarakat yang kemudian pihak lembaga keuangan syariah menjualnya kepada nasabah dengan sejumlah harga beli ditambah dengan keuntungan. Adapun produk dari pembiayaan tersebut adalah Pembiayaan Al-istisna, Murabahah, Bai as-salam c. Pembiayaan dengan prinsip jual jasa Pembiayaan ini disebut jasa karena pada prinsipnya dasar akadnya adalah ta awun atau tabarru i. Yakni akad yang tujuannya tolong menolong dalam hal kebajikan. Adapun macam dari pembiayaan tersebut adalah Al wakalah, Kafalah / Garansi, Al Hawalah / Pengalihan Piutang, Ar Rahn / Gadai dan Al Qordul Hasan

9 Peranan yang menonjol dari pembiayaan adalah menyediakan dana bagi masyarakat yang memerlukan sumber dana pembiayaan baik untuk keperluan investasi, modal kerja atau semata-mata untuk barang yang akan dipakai sendiri (konsumsi). Dana yang disalurkan oleh lembaga jasa pembiayaan kepada masyarakat diharapkan akan dapat bermanfaat untuk mendorong perkembangan perekonomian dan bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarkat. Investasi, modal kerja dan konsumsi saling berkaitan satu sama lain menurut Samuelson (2004:124) bahwa konsumsi, tabungan dan investasi memainkan peranan sentral dalam performa ekonomi suatu negara. Performa ekonomi suatu Negara dilihat dari peningkatan GDP secara umum dan khususnya peningkatan pendapatan pribadi atau kelompok. Dengan adanya peningkatan pendapatan pribadi maka peningkatan kesehatan, pendidikan, dan tabungan juga meningkat, hal ini dikemukakan oleh Samuelson (2004:124) bahwa negara-negara yang menabung dan menginvestasikan sebagian besar dari pendapatan mereka cenderung memiliki pertumbuhan output, pendapatan, dan upah yang cepat. Menurut Sunariyah (2003:4) Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang. Investasi dalam hal ini, nasabah pelaku usaha mendapatkan biaya pinjaman dari pihak BMT untuk digunakan dalam kegiatan usahanya dalam bentuk investasi seperti uang yang digunakan untuk membeli tanah atau bangunan untuk mendirikan tempat usahanya lalu pelaku usaha tersebut bisa secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam pengelolaan usahanya dengan tujuan meningkatkan kegiatan usaha

10 tersebut lalu memperoleh keuntungan dan dapat meningkatkan pendapatan pelaku usaha tersebut, sehingga kesejahteraan nasabah pelaku usaha tersebut meningkat juga. Selain kegiatan investasi nasabah pelaku usaha tersebut juga dapat memanfaatkan pinjaman dari pihak BMT dalam bentuk modal kerja. Menurut Wasis (1991: 63) Modal Kerja adalah dana yang ditanamkan dalam aktiva lancar, oleh karena itu dapat berupa kas, piutang, surat surat berharga, persediaan dan lain-lain. Modal kerja bruto adalah keseluruhan dari aktiva / harta lancar yang terdapat dalam sisi debet neraca. Modal kerja neto adalah keseluruhan harta lancar dikurangi utang lancar. Dengan perkataan lain modal kerja neto adalah selisih antara aktiva lancar dikurangi dengan hutang lancar. Dalam hal ini, nasabah pelaku usaha dapat meminjam modal kerja tersebut kepada pihak BMT guna mendirikan atau meningkatkan kegiatan usahanya. Dengan mendirikan atau meningkatkan kegiatan usahanya tersebut, nasabah pelaku usaha mengharapkan adanya keuntungan yang akan diperoleh sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan, dengan adanya peningkatan pendapatan maka kesejahteraan pun akan ikut meningkat. Pembiayaan yang diberikan oleh BMT kepada setiap nasabah dapat digunakan oleh nasabah tersebut untuk beberapa kepentingan seperti investasi, modal kerja dan konsumsi. Investasi dan modal kerja digunakan oleh nasabah untuk mendirikan suatu usaha kecil mikro dan menengah atau bisa dikatakan juga untuk kegiatan perdagangan. Dalam hal ini investasi dan modal kerja dialokasikan untuk mendirikan kegiatan perdagangan atau bisnis dengan tujuan dapat

11 mendapatkan keuntungan (profit) dan berdampak pada peningkatan pendapatan dari hasil kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh nasabah tersebut. Berdasarkan penjelasan yang terkait dengan peningkatan pendapatan, nasabah pelaku usaha akan melakukan kegiatan pembagian proporsi keuntungan yang akan digunakan dalam kehidupan sehari-harinya. Proporsi keuntungan yang diperoleh dari hasil kegiatan usaha yang dilakukannya dialokasikan sebagian untuk memutar roda usahanya kembali yaitu dengan menanamkan keuntungan yang diperoleh untuk modal kerja dan investasi, sedangkan sebagian keuntungan yang diperolehnya digunakan untuk tabungan dan konsumsi. Dalam hal konsumsi untuk penelitian ini keuntungan yang diperoleh dialokasikan untuk kesehatan dan pendidikan keluarga nasabah. Menurut Todaro (2003) kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah dapat di representasikan dari tingkat hidup masyarakat. Tingkat hidup masyarakat ditandai oleh terentaskannya kemiskinan, tingkat kesehatan yang lebih baik, perolehan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan peningkatan produktivitas masyarakat. Kesemuanya itu merupakan cerminan dari peningkatan tingkat pendapatan masyarakat golongan menengah ke bawah. Dimensi kesejahteraan masyarakat hanya dapat disadari sangat luas dan kompleks, sehingga suatu taraf kesejahteraan hanya dapat dinilai melalui indikator-indikator yang terukur dari berbagai aspek pembangunan. Banyak indikator yang bisa dijadikan ukuran terhadap terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat, antara lain melalui peningkatan pendapatan

12 masyarakat, yang dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS, 2001) diukur dengan pendekatan sebagai berikut: 1. Pendapatan 2. Kesehatan 3. Pendidikan 4. Tabungan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat memberi pengertian sejahtera yaitu suatu kondisi masyarakat yang telah terpenuhi kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar tersebut berupa kecukupan dan mutu pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan kebutuhan dasar lainnya seperti lingkungan yang bersih, aman dan nyaman. Juga terpenuhinya hak asasi dan partisipasi serta terwujudnya masyarakat beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (www.menkokesra.go.id). Mekanisme hubungan antara pembiayaan dan kesejahteraan nasabah atau masyarakat dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Pembiayaan BMT a) Pembiayaan dengan prinsip kerja sama b) Pembiayaan dengan prinsip jual beli c) Pembiayaan dengan prinsip jasa Konsumsi Investasi Modal Kerja Kegiatan usaha / Bisnis Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran Keuntungan (profit) Pendapatan Tabungan Kesehatan Pendidikan Kesejahteraan Nasabah

13 1.6 Metode Penelitian Pemilihan bentuk penelitian yang sangat tepat diperlukan untuk mengkaji suatu permasalahan secara utuh dan lengkap dalam memecahkan suatu permasalahan. Sesuai dengan permasalahannya, penelitian ini menggunakan bentuk penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan data yang terkumpul ke dalam kalimat-kalimat yang memiliki arti lebih mendalam, karena menggambarkan secara tepat sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, guna menentukan frekuensi adanya hubungan antara satu gejala dengan gejala yang lain. Mardalis (2002:24) mengungkapkan Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa yang saat ini berlaku, di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis, dan menginterprestasikan kondisi-kondisi saat ini terjadi. Menurut Moleong (2007: 6), Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya: perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lainlain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Pengertian di atas dapat disimpulkan dalam penelitian kualitatif data yang diambil berupa kata-kata baik tertulis maupun lisan serta perilaku dari subjek penelitian dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Data yang dikumpulkan merupakan data yang sebenarnya yang menggambarkan atau melukiskan objek yang diteliti sesuai dengan keadaan di lapangan. Penelitian kualitatif yang

14 digunakan adalah penelitian deskriptif tunggal terpancang yaitu peneliti hanya mengkaji satu masalah saja dan pengumpulan data berdasarkan tujuan penelitian yaitu mengenai analisis dampak pembiayaan pada BMT di Kota Bandung terhadap kesejahteraan nasabah. Berdasarkan jenis penelitiannya, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey. Menurut Sugiyono (2010:11), survey adalah metode yang digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data. 1.6.1 Jenis Data Sumber data yang akan dikumpulkan dalam studi ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder yaitu data-data yang sudah terdokumentasikan oleh berbagai pihak baik pihak pemerintah maupun pihak swasta. Sedangkan data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari hasil wawancara maupun kuesioner terhadap responden. Pengumpulan data bagi analisis dan penyusunan laporan penelitian ini akan dilakukan dalam beberapa cara sebagai berikut : 1. Wawancara Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan wawancara dengan para informan yang terdiri dari Pimpinan BMT dan nasabah yang menerima pembiayaan dari BMT. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai jenis-jenis dan prosedur pembiayaan yang diberikan BMT serta dampak pembiayaan terhadap kesejahteraan yang dirasakan nasabah.

15 2. Penyebaran kuesioner Kuesinoer merupakan suatu set pertanyaan yang dibuat untuk memperoleh jawaban dari responden penelitian. Metode kuesioner ini dapat menjadi instrumen alat ukur yang efektif jika peneliti mengetahui dengan pasti pertanyaan yang akan ditanyakan dalam melakukan pengukuran untuk data penelitian. Kelebihan dari metode pengumpulan data menggunakan kuesioner antara lain adalah praktis, ekonomis, data dapat dikumpulkan dengan relatif cepat, dapat dibagikan/disebarkan secara serentak, dan responden dapat menjawab tanpa terpengaruh oleh orang lain atau keadaan sekitar. Kuesioner berisi pertanyaan mengenai karakteristik nasabah dan dampak pembiayaan terhadap kesejahteraan 1.6.2 Populasi dan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008:115). Berdasarkan pengertian tersebut maka populasi dalam penelitian ini adalah nasabah yang memperoleh pembiayaan dari Baitul Maal Wa Tamwil yang mendirikan kegiatan usaha kecil mikro dan menengah atau kegiatan perdagangan yang ada di Kota Bandung. Berdasarkan data Puskopsyah (Pusat Koperasi Syariah) Jawa Barat, jumlah BMT yang ada di Kota Bandung mencapai 32 unit dengan jumlah nasabah sebanyak 21.000 orang. Mengingat adanya keterbatasan waktu, biaya dan tenaga, maka dalam penentuan jumlah populasi untuk menentukan jumlah sampel minimal, penulis

16 menggunakan purposive sampling yakni penentuan sampel berdasarkan kriteria tertentu, yaitu: 1. BMT memiliki empat jenis pembiayaan, yaitu mudharabah, musyarakah, murabahah dan ijarah 2. BMT secara geografis tidak berada dalam satu kecamatan Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka jumlah BMT yang memiliki kriteria yang telah disebutkan berjumlah 4 unit BMT dengan jumlah nasabah sebanyak 2438 orang dengan rincian sebagai berikut : Tabel 1.1 Penentuan Populasi dan Sampel Nama BMT Jumlah Nasabah Barrah 1253 Nurul Ummah 536 El-Tazkiyah 201 El-Bangkit 448 Jumlah 2438 Jumlah nasabah yang dipilih adalah nasabah pelaku usaha saja, nasabah yang memiliki kegiatan usaha menengah kebawah atau usaha mikro. Jumlah nasabah yang ada pada Tabel 1.1 sudah merupakan populasi dari nasabah pelaku usaha yang menggunakan pembiayaan dari BMT yang terpilih sebagai sampel. Selanjutnya untuk menentukan jumlah sampel minimal dari setiap BMT digunakan stratified proportional random sampling hal ini dilakukan untuk memperoleh sampel yang mewakili dengan maksud pengambilan subjek dari setiap strata atau setiap wilayah ditentukan seimbang atau sebanding dengan banyaknya subjek dalam masing-masing BMT. Untuk menentukan jumlah sampel

17 (n) mengacu pada pendapat Slovin yang dikutip Husein Umar (2004:78), yaitu sebagai berikut : Dimana : n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = tingkat kesalahan dalam penelitian n = 96 Jika penelitian menggunakan metode deskriptif, maka minimal tingkat kesalahan dalam penelitian anggota sampel yang harus diambil adalah 10% dari populasi yang diketahui. Peneliti menentukan tingkat kesalahan sebesar 10%. Sedangkan untuk mengetahui jumlah populasi per bagian, dapat dihitung dengan rumus: Dimana : n i = ukuran sampel pada sub populasi ke-i N i = jumlah nasabah pada sub populasi ke-i N = jumlah populasi n = ukuran sampel Berdasarkan rumus diatas, dapat diperoleh jumlah responden setiap stratum dan alokasinya pada setiap unit yang terpilih sebagai berikut :

18 Tabel 1.2 Jumlah Sampel Nama BMT Jumlah Nasabah Barrah 1253/2438 x 96 = 49 Nurul Ummah 536/2438 x 96 = 21 El-Tazkiyah 201/2438 x 96 = 8 El-Bangkit 448/2438 x 96 = 18 Jumlah 96 Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini, penulis menggunakan Teknik Probability Sampling yaitu teknik yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2010:74). Sedangkan Metode yang digunakan adalah Accidental Sampling atau Convenience Sampling yaitu pengambilan sampel yang tidak direncanakan terlebih dahulu, melainkan secara kebetulan, yaitu unit atau subjek tersedia bagi peneliti saat pengumpulan data dilakukan. 1.6.3 Metode Analisis Data Proses analisa data merupakan suatu proses penelaahan data secara mendalam. Menurut Moleong (2005:103) proses analisa data dapat dilakukan pada saat yang bersamaan dengan pelaksanaan pengumpulan data meskipun pada umumnya dilakukan setelah data terkumpul. Guna untuk memperoleh gambaran yang jelas dalam memberikan, menyajikan, dan menyimpulkan data, maka dalam penelitian ini digunakan metode analisa deskriptif kualitatif, yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan suatu situasi tertentu yang bersifat faktual secara sistematis dan akurat. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Metode ini merupakan metode analisa data dengan cara menggambarkan keadaan atau status fenomena dengan

19 kata-kata atau kalimat yang dipisah-pisah menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan. Dalam hal ini, penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat itu adalah memecahkan masalah penelitian serta memberikan deskripsi yang berkaitan dengan objek penelitian. Sebagai langkah penutup adalah pengambilan kesimpulan, yang mana pengambilan kesimpulan itu merupakan akhir proses dari sebuah penelitian, dari pengambilan kesimpulan ini akhirnya akan terjawab pertanyaan ada dalam rumusan masalah didalam latar belakang masalah. Disamping itu, peneliti melakukan kegiatan wawancara dengan menyebarkan kuesioner terhadap responden, hasil dari wawancara tersebut diolah dengan cara tabulasi, kemudian hasil tabulasi dijelaskan dalam bentuk tabel dan dianalisis berdasarkan temuan-temuan yang terjadi dilapangan. 1.6.4 Operasionalisasi Variabel Operasionalisasi variabel dilakukan dengan cara menjelaskan pengertianpengertian konkrit dari setiap variabel tersebut sehingga indikator dan pengukurannya dapat dilakukan. Tabel 1.1 Operasionalisasi Variabel Variabel Indikator Pendapatan a. Jumlah pendapatan dari kegiatan bisnis b. Perubahan tingkat pendapatan sebelum dan sesudah pembiayaan c. Keuntungan yang diperoleh dar kegiatan bisnisnya Kesehatan a. Jenis makanan yang dikonsumsi b. Pola makan dalam satu hari c. Biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan kesehatan Pendidikan a. Jumlah anak yang bersekolah b. Tingkat sekolah anak c. Alokasi biaya untuk sekolah anak d. Perubahan kebutuhan pendidikan setelah mendapat pembiayaan BMT Tabungan a. Besar tabungan sebelum mendapat bantuan pembiayaan dari BMT b. Besar Tabungan setelah mendapat bantuan pembiayaan dari BMT