bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri yang semakin meningkat membawa dampak positif

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu dampak negatif akibat aktivitas manusia adalah turunnya kualitas

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. perairan telah menjadi permasalahan kesehatan lingkungan hampir semua negara

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. maupun gas dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan

I. PENDAHULUAN. berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya. Momentum pembangunan

Bab V Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. air yang cukup. Bagi manusia, kebutuhan akan air ini amat mutlak, karena

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

2. TINJAUAN PUSTAKA. Perairan Teluk Jakarta secara geografis terletak pada 5º56 15 LS-6º55 30

BAB I PENDAHULUAN. sampah di TPA umumnya masih menggunakan metode open dumping, seperti pada

I. PENDAHULUAN. manusia, akan tetapi pembangunan di bidang industri ini juga memberikan. berat dalam proses produksinya (Palar, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

I. PENDAHULUAN. akibatnya air mengalami penurunan akan kualitasnya. maka batas pencemaran untuk berbagai jenis air juga berbeda-beda.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eva Tresnawati, 2013

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah

BAB I PENDAHULUAN. belajar biologi tidak hanya berasal dari buku saja, melainkan seperti proses

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya aktivitas kehidupan manusia yang dirasakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Kondisi lingkungan perairan Kota Bandar Lampung yang merupakan ibukota

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. 2004). Menurut Palar (1994) pencemaran adalah suatu kondisi yang telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penampilannya atau lebih tahan tehadap korosi dan keausan. Dampak negatif dari

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perindustrian kini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan sehingga tidak sama lagi

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar perairan.

TINJAUAN PUSTAKA. pengumpul hujan dan juga berbagai kehidupan manusia. Umumnya sungai

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam arti (toksisitas) yang tinggi, biasanya senyawa kimia yang sangat

PENDAHULUAN. Tabel 1 Lokasi, jenis industri dan limbah yang mungkin dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gayatri Anggi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan teknologi dan berkembangnya dunia industri, ikut andil

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang sangat pesat.

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses produksinya menghasilkan limbah yang mengandung sulfat dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Pendahuluan Logam Berat Cd, Pb, Hg pada Perairan Air Waduk Sengguruh

BAB I PENDAHULUAN. yang maju identik dengan tingkat kehidupan yang lebih baik. Jadi, kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara

ANALISIS KADAR LOGAM BERAT PADA SUNGAI DI JAWA TENGAH

BAB 6 PENCEMARAN LOGAM BERAT

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian

PENDAHULUAN Latar Belakang

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kemampuan Tanaman Kangkung Air (Ipomoea aquatica) dalam Menyerap Logam Berat Kadmium (Cd) Berdasarkan Konsentrasi dan Waktu Pemaparan Yang Berbeda

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Beberapa waktu yang lalu kita mendengar berita dari koran ataupun

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada bidang industri di Indonesia saat ini mengalami kemajuan

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan hidup adalah satu kesatuan ruang dengan kesemua benda, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai penanganan pencemaran limbah laboratorium

I. PENDAHULUAN. Pada saat ini masyarakat modem tengah menghadapi banyak masalah. lingkungan dan pendekatan secara biologi mulai banyak dilakukan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya industri-industri yang berkembang, baik dalam skala besar

Transkripsi:

II. TELAAH PUSTAKA Limbah cair tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dari tahap pengkanjian, penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan. Tahap tahap tersebut merupakan sumber limbah cair utama karena menghasilkan limbah cair sekitar 80% dan mengandung bahan berbahaya seperti logam berat yang banyak berasal dari proses pewarnaan. Di dalam proses pewarnaan dan penyempurnaan bahan tekstil digunakan zat warna seperti indigo dan azo yang mengandung logam berat (Pratiwi, 2010). Karakteristik limbah tekstil adalah mempunyai intensitas warna sebesar 50-2500 skala Pt-Co, hal ini menyebabkan limbah cair tekstil sebagian besar ditandai dengan tingginya zat organik, ph serta logam berat (Purwaningsih, 2008). Salah satu logam berat yang berasal dari zat warna yang digunakan pada industri tekstil adalah logam berat kadmium (Purwaningsih, 2008). Menurut Pal et al. (2006), kadmium (Cd) termasuk ke dalam logam berat non esensial, pada konsentrasi yang tinggi Cd merupakan logam berat yang bersifat karsinogen, mutagenik dan teratogenik, logam Cd memiliki waktu paruh (biological life) yang panjang dalam tubuh organisme apabila terakumulasi berkisar 10-30 tahun karena tidak dapat didegradasi. Kadmium (Cd) termasuk ke dalam salah satu logam berat yang banyak dijumpai di perairan yang menerima limbah tekstil, pewarna, cat, fotografi dan pembuatan baterai (Nasution, 2011). Soemirat (2005) menyatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian pada tanaman padi yang dilakukan oleh Miller et al. di Toyama Jepang pada tahun 2001, tanaman padi diambil dari persawahan yang mendapat irigasi dari air buangan penambangan timah dan bijih seng. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa padi yang dipanen mengakumulasi logam berat Cd dalam jumlah yang tinggi. Tingginya logam berat Cd pada padi yang dipanen mengakibatkan penduduk yang mengkonsumsi padi tersebut menderita penyakit itai-itai yakni tulang mengalami pelunakan, kemudian menjadi rapuh dan otot mengalami kontraksi karena kehilangan sejumlah kalsium. Berdasarkan penelitian Widowati (2011) dapat diketahui bahwa keracunan Cd juga dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, kerusakan jaringan testiscular, kerusakan ginjal dan sel-sel darah merah. Mengingat air limbah yang mengandung logam berat Cd bersifat berbahaya, maka jika limbah tersebut dibuang ke lingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Besarnya 6

pencemaran yang ditimbulkan dari buangan limbah cair dapat diketahui dengan cara biomonitoring. Menurut Rumahlatu (2012), biomonitoring adalah suatu rangkaian proses evaluasi kualitas lingkungan dengan cara mengukur keberadaan polutan tertentu di dalam matriks lingkungan. Pengukuran matriks lingkungan dapat dilakukan dengan memperhatikan keanekaragaman, kepadatan, pola distribusi suatu organisme dan mengkorelasikan dengan faktor-faktor lingkungan seperti substrat dan ph. Matriks lingkungan yang diamati dalam sebuah monitoring meliputi matriks lingkungan sebelum menerima buangan limbah dengan memperhatikan rona lingkungan pada matriks tersebut, matriks lingkungan tepat limbah tersebut dibuang ke badan perairan dan matriks lingkungan setelah mendapatkan aliran buangan limbah. Rona lingkungan pada kawasan tersebut adalah persawahan dan pemukiman penduduk yang terdapat sungai dan menerima aliran buangan limbah. Analisis polutan juga dilakukan pada jaringan dan organisme yang terpapar logam berat sehingga dapat memberikan informasi tentang status atau kualitas suatu lingkungan. Rudiyanti (2009) telah melakukan penelitian tentang penentuan kualitas perairan Sungai Banger Pekalongan berdasarkan indikator biologis. Data yang diperoleh dari hasil analisis menunjukkan bahwa matriks lingkungan yang berada di area setelah mendapat aliran buangan limbah lebih tercemar dibandingkan matriks lingkungan yang berada di area sebelum mendapat buangan limbah. Informasi dari hasil analisis kimia pada jaringan dan molekul organisme dapat memberikan data tentang tingkat akumulasi suatu senyawa yang keberadaannya dapat membahayakan sistem tubuh suatu organisme. Organisme yang dapat dijadikan bioindikator dalam sebuah monitoring lingkungan dapat berupa organisme yang terdapat di lingkungan tersebut. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa metode monitoring lingkungan telah banyak digunakan sebagai indikator untuk mengestimasi pencemaran di suatu tempat pada lingkungan tertentu dengan menganalisis konsentrasi logam berat pada suatu organisme (Rumahlatu, 2011). Salah satu organisme yang dapat dijadikan bioindikator adalah tanaman kangkung. Secara umum, tanaman termasuk kangkung dapat menyerap logam berat dari media tanah, air maupun udara yang telah tercemar logam berat karena tanaman memiliki kemampuan untuk menyerap unsur mineral termasuk logam berat (Irwan, 2008). Kemampuan tanaman dalam proses penyerapan tersebut dikarenakan adanya 7

suatu protein fitokelatin, sejenis metallothionein dalam tanaman yang dapat mengikat logam (Liong et al., 2009). Fitokelatin dibentuk di dalam nukleus yang kemudian melewati retikulum endoplasma (RE), aparatus golgi, vesikula sekretori untuk sampai ke permukaan sel, apabila bertemu dengan logam berat fitokelatin akan membentuk ikatan sulfida di ujung belerang pada sistein dan membentuk senyawa kompleks, sehingga logam akan terbawa menuju jaringan tumbuhan (Salisbury dan Ross, 1995). Menurut Priyanto dan Prayitno (2007), mekanisme penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tanaman dapat dibagi menjadi tiga proses yang berkesinambungan yaitu; 1) penyerapan logam oleh akar, agar tanaman dapat menyerap logam maka logam harus dibawa ke dalam larutan di sekitar akar (rizosfer). Senyawa-senyawa yang larut dalam air biasanya diambil oleh akar bersama air, sedangkan senyawasenyawa hidrofobik diserap oleh permukaan akar; 2) translokasi logam dari akar ke bagian tanaman lain, setelah logam menembus endodermis akar, logam atau senyawa asing mengikuti aliran transpirasi ke bagian atas tanaman melalui jaringan pengangkut (xilem dan floem) ke bagian tanaman lain; 3) lokalisasi logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat metabolisme tubuh tanaman dan mencegah tanaman mengalami keracunan logam misalnya dengan menimbun logam di dalam vakuola. Tanaman yang mampu mengakumulasi logam berat salah satu diantaranya adalah kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk.). Kangkung air (I. aquatica Forsk.) merupakan genus dari Ipomoea (Lampiran 1); tanaman tersebut termasuk dalam tanaman sayuran yang mudah dibudidayakan dan dapat tumbuh secara liar di perairan yang tidak terlalu dalam atau selokan. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kangkung air (I.aquatica Forsk.) adalah tanaman yang mampu menetralkan lingkungan dari pencemaran logam berat karena tanaman tersebut salah satu tanaman yang hiperakumulator terhadap logam berat (Rukmana, 2004). Berdasarkan penelitian Paramita (2012) dalam Wulandari et al. (2014), kemampuan kangkung air dalam menyerap logam berat berat Pb adalah sebesar 10,69 ppm dengan konsentrasi penyerapan logam berat Pb pada bagian akar tanaman ialah 10 ppm, sedangkan berdasarkan penelitian Lestari (2013), I.aquatica adalah tanaman yang potensial mengakumulasi kadmium (Cd) dibanding tembaga (Cu), tetapi tidak efektif mengakumulasi arsen (As). Penelitian Liong et al. (2009) melaporkan bahwa penggunaan tanaman kangkung untuk memonitoring status pencemaran lingkungan oleh logam berat Cd sangat efektif untuk dilakukan, karena 8

akar merupakan bagian tanaman yang pertama kali berinteraksi dengan Cd yang banyak terkandung di dalam tanah. Zhou et al. (2008) menjelaskan bahwa analisis pencemaran lingkungan oleh logam berat selain menggunakan kompartemen biotik seperti tanaman hiperakumulator juga dapat menggunakan pendekatan langsung melalui analisis kompartemen abiotik seperti air dan sedimen. Keberadaan logam berat Cd dalam sedimen secara alami diduga berasal dari proses-proses alami seperti abrasi dari sungai dan akivitas masyarakat, seperti pembuangan limbah pasar dan limbah rumah tangga. Menurut Nordic (2003), sumber - sumber logam berat Cd berasal dari sumber yang bersifat alami dari lapisan kulit bumi seperti masukan dari sungaisungai, abrasi dari pantai akibat aktivitas gelombang, masukan dari laut dalam yang berasal dari aktivitas geologi gunung berapi laut dalam dan masukan dari udara yang berasal dari atmosfer sebagai partikel-partikel debu. Analisis sedimen dan air pada lingkungan yang tercemar dapat digunakan untuk mengestimasi status pencemaran lingkungan karena logam berat yang masuk ke dalam lingkungan seperti perairan akan mengalami pengendapan sebanyak 90% konsentrasi logam berat khususnya logam berat Cd yang masuk ke dalam suatu lingkungan umumnya akan terendapkan dalam sedimen (Rumahlatu, 2011). Leiwakabessy (2005) juga melaporkan bahwa logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik, mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen, sehingga sedimen sangat representatif untuk merekam akumulasi logam berat di perairan. Berdasarkan penelitian Rochayatun et al. (2006) pada distribusi logam berat dalam air dan sedimen di perairan muara sungai Cisadane, diperoleh hasil bahwa kadar logam berat Pb, Cd, Cu, Zn, Ni dalam sedimen lebih tinggi daripada di perairan. Berdasarkan penelitian Edward & Taufik (2006) di perairan Halmahera Maluku Utara juga menunjukkan bahwa kadar logam berat Pb, Cd, Cu, Zn, Ni dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan di perairan. Sedimen berperan penting di dalam penentuan kualitas air, karena sedimen sebagai tujuan akhir tempat penampungan dari logam-logam berat. Berdasarkan penelitian Marasabessy et al. (2010), konsentrasi logam pada sedimen berhubungan langsung dengan fraksi sedimen, pada umumnya sedimen lumpur memiliki kapasitas lebih besar dalam mengakumulasi logam. Hal ini dikarenakan substrat yang halus cenderung memiliki permukaan yang lebih luas yang berguna dalam penyerapan logam. 9

Kandungan logam di dalam suatu perairan dapat dipengaruhi oleh ph dan kondisi cuaca lingkungan. Nilai ph air dapat mempengaruhi akumulasi logam berat dalam air, sedimen dan organisme perairan karena semakin rendah ph air dan ph sedimen maka logam berat semakin larut dalam air (bentuk ion) sehingga semakin mudah masuk ke dalam organisme perairan (Manahan, 2002). Kenaikan ph akan menurunkan kelarutan logam dalam air, karena akan mengubah logam dari bentuk karbonat menjadi bentuk hidroksi yang membentuk ikatan dengan partikel pada badan air (Darmono, 1995). 10