ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.2 Agustus 2015 Page 3145

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PERENCANAAN LTE-ADVANCED DENGAN METODA CARRIER AGGREGATION INTER-BAND NON-CONTIGUOUS DAN INTRA-BAND NON- CONTIGUOUS DI KOTA BANDAR LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. Kata kunci : LTE-Advanced, signal level, CINR, parameter, dense urban, urban, sub urban, Atoll. ABSTRACT

Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Pada Spektrum 1800 MHz Area Kota Bandung Menggunakan Teknik FDD, Studi Kasus PT.


1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan tugas akhir ini adalah: 1. Melakukan upgrading jaringan 2G/3G menuju jaringan Long Term Evolution (LTE) dengan terlebih

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4649

ANALISIS PERFORMANSI PERENCANAAN LTE-UNLICENSED DENGAN METODE SUPPLEMENTAL DOWNLINK DAN CARRIER AGGREGATION DI WILAYAH JAKARTA PUSAT

Analisis Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Frekuensi 900 MHz Pada Perairan Selat Sunda

Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell Identity (PCI) Pada Perancangan Jaringan 4G LTE

ANALISIS PERANCANGAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI WILAYAH KOTA BANDA ACEH DENGAN FRACTIONAL FREQUENCY REUSE SEBAGAI MANAJEMEN INTERFERENSI

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll

ANALISA PERENCANAAN LAYANAN DATA JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) INDOOR PADA TERMINAL 3 KEBERANGKATAN ULTIMATE BANDARA SOEKARNO-HATTA

ANALISIS PERFORMANSI PENERAPAN CARRIER AGGREGATION DENGAN PERBANDINGAN SKENARIO SECONDARY CELL PADA PERANCANGAN JARINGAN LTE-ADVANCED DI DKI JAKARTA

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) 1800 MHz DI WILAYAH MAGELANG MENGGUNAKAN BTS EXISTING OPERATOR XYZ

e-proceeding of Engineering : Vol.1, No.1 Desember 2014 Page 111

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Radio Resource Management dalam Multihop Cellular Network dengan menerapkan Resource Reuse Partition menuju teknologi LTE Advanced

Analisis Perencanaan Integrasi Jaringan LTE- Advanced Dengan Wifi n Existing pada Sisi Coverage

Fakultas Teknik Elektro Universitas Telkom, Bandung

Handbook Edisi Bahasa Indonesia

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)1800 Mhz DI WILAYAH MAGELANG MENGGUNAKAN BTS EXISTING OPERATOR XYZ

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRACT. : Planning by Capacity, Planning by Coverage, Okumura-Hatta, Software Atoll

I. PENDAHULUAN. telekomunikasi berkisar 300 KHz 30 GHz. Alokasi rentang frekuensi ini disebut

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4537

ANALISIS PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION MENGGUNAKAN METODE SOFT FREQUENCY REUSE DI KAWASAN TELKOM UNIVERSITY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION INDOOR DI STASIUN GAMBIR ANALYSIS OF LONG TERM EVOLUTION INDOOR NETWORK PLANNING IN GAMBIR STATION

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis

ANALISIS OPTIMASI COVERAGE JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TDD PADA FREKUENSI 2300 MHZ DI WILAYAH DKI JAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

MANAJEMEN PENGGUNAAN BAND FREKUENSI PADA PERANCANGAN JARINGAN LTE-ADVANCED MENGGUNAKAN METODE CARRIER AGREGATION. (Skripsi) Oleh MOH FASYIN ABDA

BAB I PENDAHULUAN I-1

Jl. Telekomunikasi, Dayeuh Kolot Bandung Indonesia

ANALISIS PENGARUH MODEL PROPAGASI DAN PERUBAHAN TILT ANTENA TERHADAP COVERAGE AREA SISTEM LONG TERM EVOLUTION MENGGUNAKAN SOFTWARE ATOLL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisis Jaringan LTE Pada Frekuensi 700 MHz Dan 1800 MHz Area Kabupaten Bekasi Dengan Pendekatan Tekno Ekonomi

HALAMAN PERNYATAAN. : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN SKRIPSI ANALISIS DAN OPTIMASI KUALITAS JARINGAN TELKOMSEL 4G LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI AREA PURWOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Alokasi frekuensi 2300 MHz di Indonesia [4]

Perancangan Jaringan Seluler 4G LTE Frekuensi MHz di Provinsi Papua Barat

PERENCANAAN DAN ANALISA KAPASITAS SKEMA OFFLOAD TRAFIK DATA PADA JARINGAN LTE DAN AH

Evaluasi Kinerja Penerapan Koordinasi Interferensi pada Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Wireless Communication Systems Modul 9 Manajemen Interferensi Seluler Faculty of Electrical Engineering Bandung 2015

Estimasi Luas Coverage Area dan Jumlah Sel 3G pada Teknologi WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access)


BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan LTE (Long Term Evolution). LTE merupakan teknologi yang

Evaluasi Kinerja Penerapan Koordinasi Interferensi pada Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay

Pengaruh Penggunaan Skema Pengalokasian Daya Waterfilling Berbasis Algoritma Greedy Terhadap Perubahan Efisiensi Spektral Sistem pada jaringan LTE

SIMULASI DAN ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI PADA LTE FEMTOCELL BERBASIS SOFT FREQUENCY REUSE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Perencanaan Cell Plan di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Menggunakan Software Mapinfo

PENANGANAN INTERFERENSI PADA JARINGAN SELULER 2G PT. INDOSAT UNTUK AREA BANDUNG

ANALISIS OPTIMASI AKSES RADIO FREKUENSI PADA JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI DAERAH BANDUNG

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TIME DIVISION DUPLEX (TDD) 2300 MHz DI SEMARANG TAHUN

Analisis Kinerja Metode Power Control untuk Manajemen Interferensi Sistem Komunikasi Uplink LTE-Advanced dengan Femtocell

Desain dan Analisa Kinerja Femtocell LTE- Advanced Menggunakan Metode Inter Cell Interference Coordination

PERANCANGAN CAKUPAN AREA LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI DAERAH BANYUMAS

DAFTAR ISTILAH. Besarnya transfer data dalam komunikasi digital per satuan waktu. Base transceiver station pada teknologi LTE Evolved Packed Core

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Akhir yang berjudul Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division

Mekanisme Carrier Aggregation Pada Jaringan 4G LTE-Advanced. (Skripsi) Oleh Prasetia Muhharam

Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center)

Gambar 1 1 Alokasi Penataan Ulang Frekuensi 1800 MHz[1]

PERANCANGAN ANTENA WAVEGUIDE 6 SLOT PADA FREKUENSI 2,3 GHZ UNTUK APLIKASI LTE-TDD

DAFTAR SINGKATAN. xiv

BAB I PENDAHULUAN. (browsing, downloading, video streaming dll) dan semakin pesatnya kebutuhan

Evaluasi Kinerja Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay Berbasis Orthogonal Resource Allocation Algorithm

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks

ANALISA PERFORMANSI INTERNET BROADBAND LONG TERM EVOLUTION INNER CITY DAN RURAL DI KOTA PALEMBANG (STUDY KASUS : PT. TELKOMSEL)

TUGAS AKHIR ANALISA KEY PERFORMANCE INDICATOR (KPI) 3RD CARRIER CELL PADA JARINGAN 3G

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.2 Agustus 2017 Page 2100

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TIME DIVISION DUPLEX (TDD) 2300 MHz DI SEMARANG TAHUN

Management Bisnis ICT

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat Indonesia akan informasi dan komunikasi terus

ANALISA IMPLEMENTASI GREEN COMMUNICATIONS PADA JARINGAN LTE UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI ENERGI JARINGAN

I. PENDAHULUAN. terutama di bidang sistem komunikasi nirkabel (wireless). Sistem wireless

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz

ABSTRACT. Keywords : LTE, planning capacity, Planning Coverage, Average Signal Level

Manajemen Interferensi Femtocell pada LTE- Advanced dengan Menggunakan Metode Autonomous Component Carrier Selection (ACCS)

Evaluasi Kinerja Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay Berbasis Orthogonal Resource Allocation Algorithm

BAB I PENDAHULUAN. masalah, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan penelitian.

Perancangan Jaringan LTE (Long Term Evolution) Indoor di Gedung C Fakultas Teknik Universitas Riau

EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI ALGORITMA ROUND ROBIN DAN BEST CQI PADA PENJADWALAN DOWNLINK LTE

BAB 1 I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)

Working Paper. WG Spectrum 4G. (Rencana wireless broadband menuju konsolidasi infrastuktur)

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.2 Agustus 2017 Page 2013

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian DYNAMIC SPECTRUM ACCESS (DSA) dengan Mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. menuntut agar teknologi komunikasi terus berkembang. Dari seluruh

Transkripsi:

ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.2 Agustus 2015 Page 3145 ANALISIS PERENCANAAN LTE-ADVANCED DENGAN METODA CARRIER AGGREGATION INTER-BAND NON-CONTIGUOUS DAN INTRA-BAND NON- CONTIGUOUS DI KOTA BANDAR LAMPUNG Dharma Winata Saputra 1, Ir. Uke Kurniawan Usman, M.T 2, Linda Meylani, S.T., M.T. 3 1,2,3 FakultasTeknik Departemen Elektro dan Komunikasi Universitas Telkom 1 dharmawinatasaputra@gmail.com, 2 uku@ittelkom.ac.id, 3 lim@ittelkom.ac.id Abstrak Penerapan teknologi Long Term Evolution (LTE) di Indonesia khususnya di Kota Bandar Lampung memiliki keterbatasan pada alokasi frekuensi contiguous yang dimiliki oleh operator seluler. Release 10 3GPP melahirkan LTE-Advanced yang mendukung fitur carrier aggregation yaitu penggunaan dua atau lebih component carrier secara bersamaan baik pada band frekuensi yang sama maupun berbeda. Dengan adanya fitur carrier aggregation ini, operator seluler dapat menggelar teknologi LTE dengan memanfaatkan frekuensi yang dimiliki. Pada penelitian tugas akhir ini perancangan LTE-Advanced menggunakan metode carrier aggregation inter-band dan intra-band dengan memanfaatkan frekuensi GSM pada salah satu operator seluler yaitu Indosat. Perancangan LTE-Advanced ini menggunakan bandwidth 20 MHz dengan membandingkan skenario carrier aggregation inter-band pada frekuensi 900 Mhz dan 1800 Mhz serta intra-band pada frekuensi 1800. Perancangan LTE Advanced ini menggunakan capacity planning dan coverage planning di Kota Bandar Lampung. Parameter yang dianalisis pada penelitian ini antara lain: jumlah site, signal level, CINR level, persentase user connected dan throughput berdasarkan simulasi pada Software Atoll 3.2.1. Untuk perancangan dengan teknik intra-band diperoleh jumlah site sebesar 29, signal level -80 dbm sebesar 82.15%, CINR level 5 db 71.98%, rata-rata persentase user connected 93.33%, dan rata-rata throughput 1364.22 Mbps. Sedangkan pada perancangan dengan teknik inter-band diperoleh jumlah site sebesar 21, signal level -80 dbm sebesar 86.13%, CINR level 5 db 76.358%, rata-rata persentase user connected 87.3%, dan rata-rata throughput 1273.97 Mbps. Berdasarkan hasil analisis didapatkan hasil bahwa jaringan dengan teknik carrier aggregation inter-band lebih baik untuk diterapkan di Kota Bandar Lampung. Kata kunci : LTE-advanced, intra-band, inter-band, ATOLL Abstract Long Term Evolution (LTE) technology application in Indonesia especially in Bandar Lampung City has limited on contiguous frequency allocation for the cellular operator. Release 10 3GPP generate LTE- Advanced which supports carrier aggregation feature allows two or more usage of component carrier simultaneously. With this carrier aggregation feature, cellular operator can start LTE technology by utilizing the non-contigous frequency. In this final task research, the design of LTE-Advanced uses carrier aggregation inter-band and intra-band method by utilizing GSM frequency in one of the cellular operator, Indosat. The design of LTE-Advanced uses 20 MHz bandwidth by comparing carrier aggregation inter-band scenario on 900 MHz and 1800 MHz frequency, and intra-band on 1800 MHz frequency. This LTE-Advanced planning based on capacity planning and coverage planning in Bandar Lampung City. The parameter analyzed in this research include: the number of sites, signal level, CINR level, percentage of user connected, and throughput based of simulation on Software Atoll 3.2.1. The design with intra-band obtained the number of site by 29, -80 dbm signal level is 82.15%, 5 db CINR level is 71.98%, the average of user connected percentage is 93.33%, and the average of throughput is 1364.22 Mbps. Whereas, in the inter-band technique design obtained the number of sites by 21, -80 dbm signal level is 86.13%, 5 db CINR is 76.358%, the average of user connected is 87.3%, and the average of throughput is 1273.97 Mbps. Based on parameter analyzed in this research, carrier aggregation inter -band network is better to be applied in Bandar Lampung. Keywords: LTE-advanced, intra-band, inter-band, ATOLL 1. Pendahuluan Tren saat ini menunjukkan permintaan user terhadap layanan data pada operator selular sangat tinggi. Hal ini diperkuat dengan pola pengguna operator selular yang membutuhkan akses data tinggi, dimana saja dan kapan saja.. Di bawah standarisasi 3GPP lahir teknologi Long Term Evolution (LTE) sebagai generasi keempat seluler (4G), diharapkan mampu untuk menyediakan multi-megabit data rates, efisiensi dalam penggunaan jaringan radio, pengurangan latency dan peningkatkan mobilitas. Penerapan teknologi Long Term Evolution (LTE) di Indonesia memiliki kendala pada regulasi spektrum yang akan digunakan. Salah satu opsi

ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.2 Agustus 2015 Page 3146 yang ditawarkan dengan menggunakan spektrum frekuensi yang digunakan oleh teknologi 2G yaitu spektrum frekuensi 900 MHz dan 1800 MHz. Terbatasnya jumlah frekuensi contiguous pada frekuensi 900 MHz dan 1800 MHz yang dimiliki oleh operator menjadi hambatan dalam menggelar LTE di Indonesia. Release 10 3GPP melahirkan LTE-Advanced yang mendukung fitur carrier aggregation yaitu suatu teknik penggunaan dua atau lebih component carrier secara bersamaan baik pada band frekuensi yang sama maupun berbeda [16]. Penggunaan fitur carrier aggregation intra-band dan inter-band menjadi solusi keterbatasan alokasi frekuensi contiguous yang dimiliki operator. Perencanaan LTE-Advanced pada Tugas Akhir ini menggunakan bandwidth 20 MHz dengan dua skenario carrier aggregation yaitu : inter-band pada frekuensi 900 MHz dan 1800 MHz serta intra-band pada frekuensi 1800 di Kota Bandar Lampung dengan memanfaatkan frekuensi existing yang dimiliki operator seluler di Indonesia. Perencanaan LTE-Advanced menggunakan Carrier Aggregation dilakukan dengan dua pendekatan yaitu planning by coverage dan planning by capacity dengan memperhatikan parameter-parameter yang akan diuji yaitu: jumlah site yang dibutuhkan, signal level, CINR, throughput dan rata-rata persentase user connected. Dengan menggunakan fitur Carrier Aggregation diharapkan pada tugas akhir ini perencanaan jaringan LTE- Advanced mampu mengoptimalkan alokasi spektrum yang saat ini telah dimiliki operator seluler di Indonesia. 2. Dasar Teori 2.1 Long Term Evoution (LTE) LTE-Advanced diperkenalkan 3GPP dalam rilis 10 dan 11. 3GPP mengembangkan kemampuan LTE-Advanced sesuai dengan spesifikasi rilis 11 sebagai berikut [4] : - Dukungan bandwidth yang lebih besar hingga mencapai 100 MHz melalui Carrier Aggregation - Enhanced MIMO - Dukungan Heterogeneus Network termasuk peningkatan Inter-Cell Interference Coordination(eICIC) - Coordinated Multipoint Transmission (CoMP) dengan dua pendekatan yang diusulkan yaitu : coordinated scheduling/beamforming dan joint processing/transmission - Relay Nodes Teknologi LTE-Advanced bertujuan untuk memenuhi persyaratan teknologi wireless next generation atau yang biasa disebut IMT- Advanced [4]. Tabel 2.1 IMT-Advanced Requirement dan LTE-Advaced Project Capability [4] Item IMT-Advanced Requirement LTE-A Projected Capabillity 1 Gbps 500 Mbps Peak Data Rate DL Peak Data Rate UL Spectrum Allocation Up to 40 MHz Up to 100 MHz Latency User Plane 10 msec 10 msec Latency Control Plane 100 msec 50 msec Peak Spectral Efficiency DL Peak Spectral Efficiency UL Cell-Edge Spectral Efficiency DL Cell-Edge Spectral Efficiency UL 15 bps/hz 30 bps/hz 6.75 bps/hz 15 bps/hz 0.06 bps/hz 0.09 bps/hz 0.03 bps/hz 0.07 bps/hz 2.2 Arsitektur LTE Gambar 2.1 mendeskripsikan arsitektur jaringan LTE-Advanced, dimana terdapat tiga level utama yaitu : User Equipment (UE), Evolved UTRAN (E-UTRAN), dan Evolved Packet Core (EPC). Gambar 2.1 Arsitektur Jaringan LTE- Advanced [13] 2.3 Carrier Aggregation Carrier aggregation adalah suatu teknik penggunaan dua atau lebih frekuensi carrier secara bersamaan baik pada band frekuensi yang sama maupun berbeda untuk memperbesar penggunaan bandwidth sehingga peningkatan kapasitas jaringan dapat terjadi. Fitur carrier aggregation terdiri dari 3 tipe yaitu : - Carrier aggregation intra-band contiguous - Carrier aggregation intra-band - Carrier aggregation inter-band Gambar 2.2 Intra-band carrier aggregation

ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.2 Agustus 2015 Page 3147 Gambar 2.3 Inter-band carrier aggregation 2.4 Penggunanan Spektrum Frekuensi di Indonesia Pada tugas akhir ini dilihat kinerja dari LTE- Advanced menggunakan carrier aggregation berdasarkan pita frekuensi yang dimiliki oleh operator Indosat. Indosat sebagai salah satu operator di Indonesia memiliki pita frekuensi sebesar 10 MHz pada frekuensi 900 MHz dan pita frekuensi sebesar 20 MHz pada frekuensi 1800 MHz. Gambar 3.1 Diagram alir Gambar 2.4 Spektrum frekuensi operator Indosat di Indonesia [6] 2.5 Planning by Capacity Pada penelitian ini capacity planning di hitung menggunakan metode single user throughput untuk mengetahui berapa demand yang dibutuhkan tiap usernya. Setelah itu akan dibandingkan dengan berapa besar throughput yang dapat diberikan oleh perangkat. Sehingga akan didapatkan jumlah site yang dibutuhkan dari sisi capacity [1]. 2.6 Planning by Coverage Perhitungan Radio Link Budget digunakan untuk mengetimasi maksimum pelemahan sinyal yang dibolehkan antara Mobile Antena dan Base Station Antena. Nilai maksimum pelemahan sinyal ini biasa disebut dengan Maximum Allowed Path Loss (MAPL). Setelah itu nilai MAPL dimasukkan ke dalam rumus model propagasi untuk mendapatkan radius sel. Sehingga nantinya didapatkan jumlah site dari sisi coverage. [2] 3. Pembahasan 3.1 Diagram Alir Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka perlu dilakukan beberapa tahap pengerjaan sebagai alur kerja. Gambar 3.1 merupakan alur kerja dalam pengerjaan tugas akhir ini 3.2 Kota Bandar Lampung Pada tahap ini tiap kecamatan di Kota Bandar Lampung diklasifikan berdasarkan tipe daerah, yaitu dense urban, urban, dan sub urban berdasarkan daerah yang bertetangga. Berikut ini merupakan klasifikasi kecamatan yang ada di Kota Bandar Lampung: Tabel 3.1 Kota Bandar Lampung Jumlah Nama Penduduk No Kecamatan produktif Keterangan 2014 1 TK Pusat 57,835 Dense Urban 2 Enggal 3 TB Utara 67,048 Urban I 4 TB Selatan 5 Rajabasa 37,391 Urban II 6 Kedaton 37,758 Urban III 7 Kemiling 8 Langkapura 9 TB Barat 10 TB Timur 11 Panjang 12 Bumi Waras 535,777 sub urban 15 Labuhan Ratu 16 Way Halim 17 Sukarame 18 TK Timur 19 Kedamaian 20 Sukabumi 13 TK Barat 14 Tanjung Senang

ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.2 Agustus 2015 Page 3148 Setelah pembagian tipe daerah per kecamatan dilakukan, maka didapatkan daerah layanan Kota Bandar Lampung seperti gambar berikut: 3.3 Perancangan Jaringan LTE Coverage Pada perancangan berdasarkan Coverage, parameter yang paling berpengaruh adalah radio link budget dan model propagasi Okumura-Hata. Sehingga didapatkan jumlah site dari sisi coverage. Berikut luas site dan jumlah site carrier aggregation intra-band dan interband : Tabel 3.3 Jumlah Site carrier aggregation intraband Luas Luas Sel Jumlah site Dense Urban 7.54 1.706 5 Urban I 8.12 2.569 4 Urban II 13.53 2.569 6 Urban III 4.79 2.569 2 Sub urban 163.24 13.889 12 Jumlah 29 Gambar 3.3 layanan tiap tipe daerah 3.3 Pemilihan Carrier Aggregation Pada tugas akhir ini dilihat kinerja dari LTE- Advanced menggunakan Carrier Aggregation berdasarkan Component Carrier yang dimiliki oleh operator Indosat. Skenario Carrier Aggregation yang digunakan adalah intra-band yang terdiri atas 20 Mhz pada frekuensi 1800 MHz dan inter-band yang terdiri dari 5 MHz pada frekuensi 900 MHz dan 15 MHz pada frekuensi 1800 MHz. 3.4 Planning by Capacity Setelah mendapatkan nilai kebutuhan user dan kapasitas jaringan pada masing-masing skenario carrier aggregation, maka dapat diketahui berapa jumlah site berdasarkan capacity. Site ini memiliki 3 sektor untuk mencakup wilayah Kota Bandar Lampung. Berdasarkan hasil perhitungan, jumlah site carrier aggregation intra-band dan inter-band berjumlah sama yaitu 20 enodeb Lebih lengkapnya dapat dilihat dari tabel 3.2 berikut: Tabel 3.2 Jumlah site carrier aggregation intraband dan inter-band Network Jumlah Jumlah Throughput (Mbps) sel site UL DL UL DL UL DL Dense Urban 52.097 215.937 2 8 1 3 Urban I 53.164 203.392 2 7 1 3 Urban II 29.648 113.428 1 4 1 2 Urban III 29.934 114.519 1 4 1 2 Sub urban 247.58 879.021 7 30 3 10 Jumlah 13 53 7 20 Tabel 3.4 Jumlah Site carrier aggregation interband Luas Luas Sel Jumlah site Dense Urban 7.54 2.894 3 Urban I 8.12 4.357 2 Urban II 13.53 4.357 4 Urban III 4.79 4.357 2 Sub urban 163.24 17.48 10 Jumlah 21 4. Analisis perancangan dan simulasi 4.1 Analisis perencanaan Capacity planning Pada penelitian tugas akhir ini, Capacity planning yang dilakukan menggunakan parameterparameter diantaranya jenis layanan, bearer rate per layanan, busy hour service attempt, serta penetrasi kebutuhan layanan suatu daerah merujuk pada asumsi salah satu vendor yaitu Huawei [1]. Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, jumlah site yang didapatkan untuk carrier aggregation intra-band dan interband berjumlah sama yaitu 20 enodeb untuk memenuhi seluruh throughput di Kota Bandar Lampung. Hal ini disebabkan karena perbedaan throughput per cell antara kedua teknik carrier aggregation tidak terlalu signifikan yaitu 29.520 Mbps pada intra-band dan 29.751 Mbps pada inter-band. 4.2 Analisis perencanaan Coverage Planning Dari hasil perhitungan jumlah site berdasarkan coverage yang tertera pada tabel 3.3 dan 3.4, terdapat perbedaan antara perencanaan dengan menggunakan teknik carrier aggregation intra- band dan inter-band non- contiguous. Perbandingan jumlah site tersebut dapat dilihat pada dan tabel 4.1 di bawah ini:

ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.2 Agustus 2015 Page 3149 Tabel 4.1 Perbandingan jumlah site carrier aggregation intra-band dan interband berdasarkan coverage area Jumlah site intra-band Jumlah site inter-band Dense Urban 5 3 Urban I 4 2 Urban II 6 4 Urban III 2 2 Sub urban 12 10 Total site 29 21 Pada tabel 4.1 terlihat perbedaan jumlah site antara carrier aggregation intra-band dan inter-band dikarenakan frekuensi primary yang digunakan oleh keduanya berbeda. Frekuensi primary pada carrier aggregation inter-band adalah 900 MHz lebih rendah dibanding intra-band 1800 MHz, sehingga menghasilkan radius sel yang lebih besar yang berdampak kepada jumlah site yang lebih sedikit. 4.3 Analisis Simulasi Coverage by Signal Level Berdasarkan hasil simulasi coverage by signal level yang telah dilakukan, terdapat perbedaan nilai signal level antara perencanaan dengan teknik carrier aggregation intra-band dan inter-band. Gambar 4.1 di bawah ini menunjukkan perbandingan histogram signal level antara teknik carrier aggregation intra-band dan inter-band dalam mencakup Kota Bandar Lampung. Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa signal level pada jaringan LTE-Advanced dengan teknik carrier aggregation inter-band memiliki kualitas yang lebih baik dibanding dengan carrier aggregation intra-band dengan selisih persentase signal level -80 dbm sebesar 3.98% dan rata-rata signal level sebesar 2.92 dbm. Hal ini dikarenakan pada teknik carrier aggregation inter-band frekuensi primary yang digunakan adalah 900 MHz, lebih rendah dibanding teknik carrier aggregation intra-band yaitu 1800 MHz. Frekuensi yang lebih tinggi, lebih rentan terhadap pelemahan sinyal yang disebabkan oleh obstacle. Oleh karena itu pada jaringan interband luas coverage sel yang dilingkupi oleh signal level -80 dbm lebih luas dibandingkan pada jaringan intra-band 4.4 Analisis Simulasi Coverage by CINR Level Hasil simulasi CINR level yang telah dilakukan pada jaringan dengan teknik carrier aggregation intra-band dan interband menunjukkan perbedaan nilai antara kedua teknik tersebut. Perbandingan nilai CINR level pada kedua teknik tersebut dapat dilihat pada gambar 4.2 dibawah ini. Gambar 4.2 Perbandingan histogram CINR level carrier aggregation intra-band dan inter-band Gambar 4.1 Perbandingan histogram signal level carrier aggregation intra-band dan inter-band Untuk lebih jelasnya perbandingan signal level antara kedua teknik carrier aggregation dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini : Tabel 4.2 Perbandingan signal level teknik carrier aggregation intra-band dan Parameter Persentase signal level ( -80 dbm) Rata-rata signal level inter-band intra-band inter-band 82.15 % 86.13 % -65.29 dbm -62.37 dbm Untuk lebih jelasnya perbandingan CINR level antara kedua teknik carrier aggregation dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini Tabel 4.3 Perbandingan CINR level carrier aggregation intra-band dan inter- Parameter Persentase CINR level ( 5 db) Rata-rata CINR level band intra-band Inter-band 71.98 % 76.358 % 10.1 db 10.17 db Dari perbandingan hasil simulasi pada tabel 4.2, dapat dapat dilihat bahwa CINR level pada jaringan LTE-Advanced dengan teknik carrier

ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.2 Agustus 2015 Page 3150 aggregation inter-band memiliki kualitas yang lebih baik dibanding dengan carrier aggregation intra-band dengan selisih persentase CINR level 5 db sebesar 4.378% dan rata-rata CINR level sebesar 0.07 db. Hal ini dikarenakan pada teknik carrier aggregation inter-band jumlah site yang dibutuhkan untuk melingkupi Kota Bandar Lampung hanya 21 enodeb, lebih sedikit dibanding teknik carrier aggregation intra-band sebanyak 29 enodeb sehingga interferensi yang terjadi lebih kecil. 4.5 Analisis simulasi user connected dan throughput Simulasi Monte Carlo dilakukan sebanyak 10 kali untuk mendapatkan rata-rata persentase user connected dan throughput jaringan. Selain melakukan simulasi pada jaringan dengan teknik carrier aggregation intra-band dan inter-band, simulasi Monte Carlo dilakukan juga pada jaringan non carrier aggregation 900 MHz dengan bandwidth 5 MHz dan pada frekuensi 1800 MHz dengan bandwidth 15 MHz yang dijadikan perbandingan dan pertimbangan kelayakan jaringan LTE-Advanced carrier aggregation. Berikut ini merupakan tabel perbedaan rata-rata persentase user connected dan nilai throughput pada simulasi Monte Carlo Tabel 4.4 Perbedaan rata-rata persentase user connected dan throughput pada jaringan dengan teknik carrier aggregation dan non CA. Non Carrier Carrier Aggregation Parameter Persentase user connected Throughput (Mbps) Intra-band Inter-band Non CA 900 (5 MHz) Aggregation Non CA 1800 (15 MHz) 93.33 % 86.9 % 25.22 % 69.72 % 1364.22 1288.071 351.893 998.33 Pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa jaringan dengan teknik carrier aggregation persentase user connected dan throughput yang lebih besar dibandingkan non carrier aggregation dikarenakan resource terbatas pada jaringan non carrier aggregation. Sehingga jaringan dengan carrier aggregation layak untuk diimplementasikan. Berdasarkan tabel 4.4 terlihat bahwa jaringan dengan teknik intra-band memiliki rata- rata persentase user connected dan throughput yang lebih besar dibanding inter-band dengan selisih rata-rata persentase user connected sebesar 6.43% dan throughput sebesar 76.147 Mbps. Hal ini dikarenakan pada teknik carrier aggregation intra-band jumlah site yang dibutuhkan untuk melingkupi Kota Bandar Lampung sebanyak 29 enodeb, lebih banyak dibanding teknik carrier aggregation inter- band yang hanya 21 enodeb sehingga dihasilkan throughput jaringan yang lebih besar dan berdampak kepada persentase user connected yang lebih besar juga. 4.6 Hasil akhir analisis simulasi Setelah dilakukan simulasi dan analisis perancangan jaringan LTE-Advanced dengan teknik carrier aggregation intra-band dan inter-band, berikut ini merupakan rangkuman hasil simulasi pada setiap parameter uji: Tabel 4.5 Rangkuman Hasil Simulasi parameter uji Parameter uji Capacity planning (Jumlah site) Coverage planning (Jumlah site) Persentase signal level ( -80 dbm) Rata-rata signal level (dbm) Persentase CINR level ( -5 db) Rata-rata CINR level (db) Rata-rata persentase user connected Rata-rata throughput (Mbps) Intra-band Inter-band Selisih 20 20-29 21 8 82.15 % 86.13 % 3.98 % -65.29-62.37 2.92 71.98 % 76.358 % 4.378 % 10.1 10.17 0.07 93.33 % 86.9 % 6.43 % 1364.218 1288.071 76.147 Setelah menganalisis hasil simulasi parameter uji perancangan antara carrier aggregation intra-band dan interband pada software Atoll 3.2.1 terlihat bahwa teknik carrier aggregation interband memiliki keunggulan pada 4 parameter uji meliputi: persentase signal level sebesar 3.98%, rata-rata signal level sebesar 2.92 dbm, persentase CINR level sebesar 4.378%, dan rata-rata CINR level sebesar 0.07 db sedangkan teknik carrier aggregation intra-band hanya memiliki keunggulan pada 2 parameter uji meliputi: rata-rata persentase user connected sebesar 6.43% dan rata-rata throughput jaringan sebesar 76.147 Mbps. Selain itu penerapan teknik carrier aggregation inter-band dapat menghemat biaya karena membutuhkan jumlah site yang lebih sedikit dibandingkan carrier aggregation intra-band sehingga carrier aggregation interband lebih baik untuk diterapkan 5. Kesimpulan 1. Kebutuhan jumlah site untuk melingkupi Kota Bandar Lampung pada perencanaan dengan teknik carrier aggregation intra-band sebesar 29 site, berbeda 8 site dengan carrier aggregation inter-band yang hanya 21 site. Hal ini terjadi karena pada penelitian tugas akhir ini, frekuensi primary untuk carrier aggregation

ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.2 Agustus 2015 Page 3151 inter-band adalah 900 MHz, intra-band hanya memiliki lebih rendah dibanding carrier aggregation keunggulan pada 2 parameter uji. Selain itu intra-band yaitu 1800 MHz. penerapan teknik carrier aggregation inter- 2. Berdasarkan simulasi predictions coverage by band dapat menghemat biaya signal level (DL) di dalam software Atoll karena membutuhkan jumlah site yang lebih 3.2.1, didapatkan nilai signal level -80 dbm sedikit dibandingkan carrier aggregation sebesar 82.15% dengan rata-rata kuat sinyal intra-band sehingga carrier sebesar -65.29 dbm untuk carrier aggregation aggregation inter-band lebih intra-band. Sedangkan untuk baik untuk diterapkan carrier aggregation inter-band didapatkan nilai signal level -80 dbm DAFTAR PUSTAKA sebesar 86.13% dengan rata-rata kuat sinyal sebesar -62.37 dbm. Perencanaan dengan 1. Huawei. (2010). LTE Radio Network Capacity teknik carrier aggregation inter-band non- Dimensioning. Huawei Technologies Co. contiguous lebih unggul dengan selisih 2. Huawei. (2010). LTE Radio Network Coverage persentase signal level -80 dbm sebesar Dimensioning. Huawei Technologies Co. 3.98% dan rata-rata signal level 2.92 dbm. 3. Holma, H. (2009). LTE FOR UMTS OFDMA 3. Berdasarkan simulasi predictions coverage by AND SC-FDMA BASED RADIO ACCESS. C/(I+N) level (DL) di dalam software Atoll London: Wiley. 3.2.1, didapatkan nilai CINR level 5 dbm 4. Ryaavi Research. (2013, Agustus). Mobile sebesar 71.98% dengan rata-rata CINR level Broadband Explosion. Ryaavy Research. sebesar 10.1 db untuk carrier aggregation 5. Persson, P. (2008). LTE radio access Radio intra-band. Sedangkan untuk interface dimensioning & planning. Ericsson. carrier aggregation inter-band 6. Setiawan, D. D. (2013). Ekosistem dan didapatkan nilai CINR level 5 dbm sebesar Regulasi. Jakarta: Ditjen SDPPI 76.358% dengan rata-rata CINR level sebesar Kementerian Kominfo. 10.17 db. Perencanaan dengan teknik carrier 7. 3GPP. (2014, September 24). Workplan 3GPP. aggregation inter-band lebih 3GPP. unggul dengan selisih persentase CINR level 8. Song, L. (2011). Evolved Cellular Network 5 db sebesar 4.378% dan rata-rata CINR level Planning and Optimization for UMTS and sebesar 0.07 db. LTE. New York: CRC Press Taylor & Francis 4. Berdasarkan simulasi Monte Carlo di dalam Group. software Atoll 3.2.1, didapatkan rata-rata 9. BPS Kota Bandar Lampung. (2014). Bandar persentase user connected jaringan carrier Lampung Dalam Angka. Bandar Lampung: aggregation intra-band Bada Pusat Statistik Kota Bandar Lampung. sebesar 93.33 % dengan throughput 1364.22 10. Indonesia, Indosat. (2013). Annual Report Mbps, pada jaringan carrier aggregation inter- 2013. Jakarta. band didapatkan rata-rata 11. Siwi, H. P. (2014). Perancangan jaringan persentase user connected sebesar 87.3 % LTE-Advanced dengan teknik carrier dengan throughput 1273.97 Mbps, pada jaringan non carrier aggregation 900 MHz didapatkan rata-rata persentase user connected sebesar 25.22 % dengan throughput 351.893 Mbps, sedangkan pada jaringan non carrier aggregation 1800 MHz didapatkan rata-rata persentase user connected sebesar 69.72 % dengan throughput 998.33 Mbps. Dari hasil tersebut dapat dilihat performa carrier aggregation lebih baik dibanding non carrier aggregation. Pada perancangan jaringan dengan teknik carrier aggregation, carrier aggregation intra-band lebih unggul dengan selisih rata-rata persentase user connected sebesar 6.43% dan throughput sebesar 76.147 Mbps. 5. Berdasarkan simulasi-simulasi yang dilakukan dalam software Atoll 3.2.1, telah didapatkan bahwa teknik carrier aggregation inter-band memiliki keunggulan pada 4 parameter uji sedangkan carrier aggregation aggregation pada manajemen frekuensi di Indonesia. Bandung: Universitas Telkom. 12. HUAWEI. (2012). LTE KPI DT GUIDE & MEASURE METHOD. Huawei LTE RNP. 13. Akyidilz, I. (2010). The evolution to 4G cellular systems: LTE-Advanced. Atlanta: School of Electrical and Computer Engineering Georgia Institute of Technology. 14. Usman, U. K. (2012). Slide matkul Siskomnir. Bandung. 15. Wannstrom, J(2013). LTE-Advanced. 3GPP. 16. 4GAmericas. (2014). LTE Carrier Aggregation Technology Development and Deployment Worldwide. 4GAmericas. 17. Edinburgh. (2010, Mei 28). Value of C/(I+N) threshold for LTE. Retrieved from Finetopix: http://www.finetopix.com/showthread.php?996 0-value-of-C-(I-N)-threshold-for-LTE 18. Huawei. (2011). LTE Radio Access Network Planning Guide. Huawei Technologies Co.