BAB I PENDAHULUAN. abadi dan keadilan sosial. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, bangsa

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1980 TENTANG PENGGOLONGAN BAHAN-BAHAN GALIAN. Presiden Republik Indonesia,

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1980 Tentang : Penggolongan Bahan-bahan Galian

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dan meningkatnya kebutuhan akan sumber daya alam. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Lokasi Aktifitas Pertambanagan di Kabupaten Magelang.

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO LEMBARAN DAERAH TAHUN 2002 NOMOR 30 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : I TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN UMUM, MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 13 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 1 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi pertambangan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang tanpa harus merugikan generasi yang akan datang. longsor dan banjir. Namun kekurangan air juga dapat menimbulkan masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PENUTUP. Kabupaten Bantul dalam rangka pengamanan pasir di wilayah pesisir di

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 108 TAHUN 2017 TENTANG HARGA PATOKAN PENJUALAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 1987

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1986

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HARGA STANDAR PENGAMBILAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN BUPATI REJANG LEBONG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR. baik gejala alam lingkungan maupun manusia yang meliputi sifat-sifat

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TANGGAL : KOORDINAT WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN

MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR : 1166.K/844/M.PE/1992 TENTANG

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG

ANALISA POTENSI SUMBER DAYA DAN KEBENCANAAN GEOLOGI DESA BESUKI, KABUPATEN TULUNGAGUNG, JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1964 TENTANG PENGGOLONGAN BAHAN-BAHAN GALIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 2 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 2 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan keperduliannya terhadap masalah-masalah lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang memberikan kesejahteraan, berkesinambungan dan berwawasan lingkungan,

BAB II TINJAUAN TENTANG PENAMBANGAN PASIR. A. Pengertian Pertambangan dan Pengaturan Penambangan Pasir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang

ATTN: PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN BAHAN TAMBANG GALIAN GOLONGAN C DI KABUPATEN MURUNG RAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan hidup Indonesia yang dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN UMUM DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 1981

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hubungannya satu dengan yang lain, yang berfungsi bersama-sama untuk

BUPATI MERAUKE PERATURAN BUPATI MERAUKE NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 44 TAHUN : 2003 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 03 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN HARGA PASAR MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Untuk tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia maka

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DOMPU,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 58 TAHUN 1998

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU SELATAN NOMOR: 09 TAHUN 2000 KEPUTUSAN BUPATI KABUPATEN BENGKULU SELATAN NOMOR : 24 TAHUN 2000 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

AN PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN IZIN PENGELOLAAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

QANUN PROVINSI NANGGROE AC2H DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PERTAMBANGAN UMUM, MINYAK BUMI DAN GAS ALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2012 BUPATI TANAH DATAR PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 8 TAHUN 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR:11TAHUN2008 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DINAS PENDAPATAN DAERAH

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke dalam tanah (bumi) untuk mendapatkan sesuatu yang berupa hasil

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 1998 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN UMUM

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

KEPUTUSAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 385 TAHUN 2000 T E N T A N G PAJAK PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C BUPATI KARANGASEM

BUPATI POLEWALI MANDAR

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 16 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN PASIR, KERIKIL, DAN BATU DI LINGKUNGAN SUNGAI DAN PESISIR

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembangunan pada hakekatnya adalah kegiatan manusia dalam

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGIRIMAN KOMODITAS TAMBANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya tambang (bahan galian). Negara Indonesia termasuk negara yang

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 40 TAHUN 1981

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

TENTANG BUPATI SRAGEN,

karena harus mengorbankan aspek lingkungan hidup.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG NOMOR 13 TAHUN 1999 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAKMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah dinyatakan tujuan nasional Negara Republik Indonesia yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, bangsa Indonesia melaksanakan pembangunan secara terencana dan bertahap. Pasir, kerikil dan batu merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai fungsi serba guna bagi kehidupan manusia dan sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah merupakan upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. 1 Pembangunan sebagai upaya sadar dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam untuk meningkatkan kemakmuran rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Kemakmuran harus dapat dinikmati rakyat secara berkelanjutan, oleh karena itu penggunaan sumber daya alam haruslah serasi, selaras dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Pasal 1 butir 3 1

2 Kenyataan yang ada saat ini pembangunan memanfaatkan secara terusmenerus sumber daya alam guna meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat. Sementara itu, ketersediaan sumber daya alam terbatas dan tidak merata, baik dalam jumlah maupun kualitas sedangkan permintaan akan sumber daya alam tersebut makin meningkat sebagai akibat kegiatan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat dan beragam. Makin meningkatnya upaya pembangunan akan menyebabkan makin meningkat dampaknya terhadap lingkungan hidup. Meningkatnya pembangunan mengandung resiko pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sehingga struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak. Pasir, kerikil dan batu merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat diperlukan masyarakat di Kabupaten Bantul dalam pelaksanaan pembangunan, sehingga pengelolaannya harus didasarkan atas asas kemanfaatan, keseimbangan dan kelestarian agar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran masyarakat di Kabupaten Bantul. Dengan berkembangnya pembangunan dan bertambahnya jumlah penduduk makin meningkat pula kebutuhan akan pasir, kerikil, dan batu secara tidak benar dan berlebihan yang dapat menimbulkan kerusakan pada struktur tanah dan membahayakan lingkungan sekitarnya. Keadaan yang demikian mendorong diperlukannya upaya pengamanan melalui pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan tersebut. Upaya pengamanan tidak dapat dilepaskan dari tindakan pengawasan agar ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.

3 Penetapan kebijakan mengenai pengamanan pasir, kerikil, dan batu di lingkungan sungai dan pesisir di Kabupaten Bantul diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pengamanan Pasir, Kerikil, dan Batu di Lingkungan Sungai dan Pesisir. Tujuan dari Peraturan Daerah tersebut adalah dalam rangka pengamanan sungai dan pesisir untuk melindungi, mengamankan dan melestarikan fungsi sungai dan pesisir termasuk bangunan pengairan dan bangunan serta biota lainnya pada zona-zona tertentu. Dengan adanya pengaturan mengenai pengamanan pasir, kerikil, dan batu di lingkungan sungai dan pesisir di Kabupaten Bantul, penambangan pasir, kerikil dan batu di lingkungan sungai dan pesisir di Kabupaten Bantul diharapkan dapat dikendalikan dan tidak berlebihan sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang dapat membahayakan lingkungan sekitarnya. Tindakan penambangan pasir di Dusun Karanganyar dan Dusun Karang jelas ilegal karena tidak memiliki izin. Selama ini, izin hanya diberikan untuk kegiatan penambangan pasir di wilayah Imogiri. Kawasan pantai terlarang bagi kegiatan penambangan pasir karena bisa merusak ekosistem lingkungan. 2 Papan peringatan sudah dipasang sebelum memasuki Pantai Samas dan Dusun Karanganyar. Setelah sempat berhenti beberapa bulan, kegiatan penambangan pasir pantai selatan di Bantul kembali marak. Selain sebagai mata pencaharian dan karena desakan kebutuhan serta harga pasir yang melambung, penambangan pasir juga dilakukan oleh penduduk 2 Hasil wawancara dengan Wijaya Tunggali, Staf dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Bantul, pada tanggal 2 Mei 2008.

4 untuk membuka lahan pertanian baru. Bagi penduduk Dusun Karanganyar dan Dusun Karang kegiatan menambang pasir mampu memberi pemasukan tambahan. 3 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pengamanan Pasir, Kerikil, dan Batu di Lingkungan Sungai dan Pesisir telah dilaksanakan di Kabupaten Bantul, meskipun Peraturan Daerah tersebut telah dilaksanakan masih saja terlihat adanya penambangan pasir liar di lingkungan pesisir di Kabupaten Bantul dan belum ada upaya penegakan hukum yang tegas oleh Pemerintah Kabupaten Bantul. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan didalam latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengamanan pasir di lingkungan pesisir yaitu sebagai berikut : 1. Apa tindakan yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Bantul dalam rangka pengamanan pasir di wilayah pesisir di Kabupaten Bantul? 2. Adakah pengaruh dari tindakan yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Bantul tersebut pada masyarakat dan para penambang pasir untuk menyelamatkan lingkungan? 3. Apa kendala yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bantul dalam pengamanan pasir di wilayah pesisir di Kabupaten Bantul? 3 Hasil wawancara dengan warga penambang di desa Karanganyar, pada tanggal 18 Desember 2007.

5 C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui tindakan yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Bantul dalam rangka pengamanan pasir di wilayah pesisir di Kabupaten Bantul. 2. Mengetahui pengaruh dari tindakan yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Bantul pada masyarakat dan para penambang pasir untuk menyelamatkan lingkungan. 3. Mengetahui kendala yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bantul dalam pengamanan pasir di wilayah pesisir di Kabupaten Bantul. D. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi ilmu pengetahuan, khususnya hukum lingkungan. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi Pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul terkait dengan pengamanan pasir di wilayah pesisir. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran kepada masyarakat akan arti pentingnya pelestarian lingkungan hidup demi terwujudnya pembangunan berkelanjutan. E. Keaslian Penelitian Penulisan mengenai Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2003 Dalam Rangka Pengamanan Pasir Wilayah Pesisir di Kabupaten Bantul sepanjang

6 pengetahuan penulis ini belum pernah ditulis oleh penulis lain. Apabila ternyata terdapat suatu kemiripan dengan penulisan ini maka hal itu diluar sepengetahuan penulis dan dengan tegas bahwa penulisan tersebut pastilah berbeda sudut pandangnya. Pengangkatan penulisan ini merupakan hasil karya asli penulis sehingga penulis menyatakan dengan tegas bahwa hasil karya ini bukan merupakan duplikasi karya lain. Penulisan ini penulis angkat dengan harapan dapat memberikan suatu dorongan kepada pihak yang bersangkutan terkait hal perlindungan pasir di wilayah pesisir di Kabupaten Bantul. Selain itu penulisan ini merupakan suatu gagasan dari penulis yang mempunyai latar belakang ingin mengetahui tentang tindakan yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Bantul dalam rangka pengamanan pasir di wilayah pesisir di Kabupaten Bantul dan pengaruh dari tindakan yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Bantul pada masyarakat dan para penambang pasir serta kendala yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bantul dalam pengamanan pasir di wilayah pesisir di Kabupaten Bantul. Penulis juga berharap dengan adanya penulisan ini dapat dijadikan bahan referensi bagi siapapun. F. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Umum Tentang Wilayah Pesisir Pasal 1 Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pengamanan Pasir, Kerikil dan Batu di Lingkungan Sungai dan Pesisir, menyebutkan:

7 Pesisir adalah lingkungan perairan pantai, lingkungan pantai itu sendiri dan lingkungan daratan pantai yang dibatasi oleh garis sempadan pesisir. Wilayah Pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut ke arah darat wilayah pesisir. Wilayah pesisir meliputi bagian darat, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedang ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia didarat seperti pencemaran dan penggundulan hutan. Wilayah pesisir letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi setempat. Kondisi suatu wilayah pesisir erat kaitannya dengan sistem sungai yang bermuara di wilayah itu. Perubahan sifat sungai yang mungkin terjadi, baik yang disebabkan karena proses alami maupun sebagai akibat kegiatan manusia, baik yang terjadi di hulu maupun di daerah hilir, akan mempengaruhi wilayah pesisir yang bersangkutan. 4 2. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Wilayah Pesisir Pasir merupakan salah satu sumber daya alam. Sebagai salah satu sumber daya alam yang mempunyai fungsi serba guna bagi kehidupan manusia maka perlu dilindungi dan dijaga kelestariannya untuk meningkatkan fungsi dan kemanfaatannya. Bentuk perlindungan tersebut adalah dengan dibuatnya 4 Supriharyono, Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati Di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis, Pustaka Pelajar, Jakarta, 2007, hlm 14.

8 peraturan-peraturan berkaitan dengan pasir, salah satunya peraturan tentang pengamanan pasir di lingkungan atau wilayah pesisir. Dalam Pasal 6 Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pengamanan Pasir, Kerikil dan Batu di Lingkungan Sungai dan Pesisir, disebutkan: Pengamanan sungai dan pesisir adalah segala usaha dan tindakan untuk melindungi, mengamankan dan melestarikan fungsi sungai dan pesisir termasuk bangunan pengairan dan bangunan serta biota lainnya pada zona-zona tertentu. Pengamanan tersebut diatas merupakan tindakan yang dilakukan dalam rangka perlindungan wilayah pesisir dan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang membahayakan lingkungan, meliputi: a. Pengamanan sungai dan pesisir b. Pemeriksaan secara berkala atas pengambilan pasir, kerikil dan batu c. Pengamanan dalam kaitannya dengan pemanfaatan dan penggunaan pasir, kerikil dan batu Lebih lanjut Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2003 diatur dalam Peraturan Bupati Bantul Nomor 23 Tahun 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pengamanan Pasir, Kerikil dan Batu di Lingkungan Sungai dan Pesisir. Pasal 4 Peraturan Bupati Bantul Nomor 23 Tahun 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pengamanan

9 Pasir, Kerikil dan Batu di Lingkungan Sungai dan Pesisir dinyatakan mengenai ketentuan dan tata cara pengamanan sungai dan pasir. Ketentuan dan tata cara pengamanan sungai dan pesisir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) Peraturan Daerah lebih lanjut sebagai berikut: a. tindakan pengamanan dilakukan apabila berdasarkan pengawasan yang dilakukan oleh dinas teknis dan instansi terkait maupun tim ditemukan/terjadi penambangan di zona larangan b. tindakan pengamanan dapat berupa tindakan preventif berupa pembinaan dan atau tindakan represif berupa penindakan non yustisi maupun yustisi c. penindakan dilakukan terhadap penambang atau seseorang yang membawa hasil penambangan yang berasal dari zona larangan, sesuai peraturan perundang-undangan d. dalam rangka pengamanan zona larangan Kantor Satuan Polisi Pamong Praja memasang rambu dan/atau tanda larangan sesuai patok tanda batas yang ditentukan/dipasang oleh Dinas Pengairan 3. Tinjauan Umum Tentang Pertambangan Penggalian atau pertambangan merupakan usaha untuk menggali berbagai potensi-potensi yang terkandung dalam perut bumi. Usaha pertambangan merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam

10 tambang (bahan galian) yang terdapat di dalam bumi Indonesia. 5 Pengertian bahan galian terdapat dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan. Bahan Galian adalah: unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih, dan segala macam batuan termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan-endapan alam Unsur-unsur kimia adalah benda-benda yang tidak dapat dibagi melalui proses kimia. Mineral-mineral adalah benda padat homogen bersifat takorganis yang terbentuk secara alami dan mempunyai komposisi benda tertentu, jumlahnya sangat banyak, misalnya tembaga, emas, intan, barang tambang, dan lain-lain. Bijih-bijih yaitu batu-batuan yang mengandung mineral yang cukup berguna untuk diolah menjadi barang ekonomis seperti bijih besi, timah, pasir, tanah, dan lain-lain. Batu-batu mulia merupakan logam yang sangat tinggi harganya. Endapan-endapan alam adalah bahan-bahan bumi, seperti pasir, krikil yang tertimbun di dasar. Salah satu unsur yang paling penting adalah bahan galian itu mempunyai nilai ekonomis (komersial) untuk dikelola. 6 Bahan galian dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu. 7 : 1. Bahan galian strategis 2. Bahan galian vital 5 Salim HS., Hukum Pertambangan Di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 7. 6 Ibid, hlm. 41 7 Ibid, hlm 44

11 3. Bahan galian yang tidak termasuk dalam bahan galian strategis dan vital Bahan galian strategis merupakan bahan galian untuk kepentingan pertahanan keamanan serta perekonomian negara. Dalam Pasal 1 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan Galian ditentukan golongan bahan galian strategis. Bahan galian strategis dibagi menjadi enam golongan, yaitu: a. minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam; b. bitumen padat, aspal; c. antrasit, batu bara, batu bara muda; d. uranium, radium, thorium dan bahan-bahan galian radioaktif lainnya; e. nikel, kobal; dan f. timah. Bahan galian vital merupakan bahan galian yang dapat menjamin hajat hidup orang. Bahan galian vital ini disebut juga golongan bahan galian B. Dalam Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan Galian, bahan galian vital digolongkan menjadi delapan golongan, yaitu: a. besi, mangan, molibden, khrom, wolfram, vanadium, titan; b. bauksit, tembaga, timbal, seng;

12 c. emas, platina, perak, air raksa, intan; d. arsin, antimon, bismut; e. yatrium, rhutenium, cerium, dan logam-logam langka lainnya.; f. berillium, korundum, zircon, kristal kwarsa; g. kriolit, flourspar, barit; h. yodium, brom, klor, belerang. Bahan galian yang tidak termasuk golongan bahan galian strategis dan vital, yaitu bahan galian yang lazim disebut dengan bahan galian C. Dalam Pasal 1 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan Galian ditentukan bahan galian ini dibagi dalam sembilan golongan, yaitu: a. nitrat-nitrat (garam dari asam sendawa, dipakai dalam campuran pupuk; HNO3), pospat-pospat, garam batu (halite); b. asbes, talk, mika, grafit nagnesit; c. yarosit, leusit, tawas (alum), oker; d. batu permata, batu setengah permata; e. pasir kwarsa, kaolin, feldspar, gips, bentonit; f. batu apung, tras, absidian, perlit, tanah diatonie, tanah serap (fullers earth); g. marmer, batu tulis; h. batu kapur, dolomit, kalsit;

13 i. granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat, tanah pasir sepanjang tidak mengandung unsur mineral golongan a maupun b dalam jumlah berarti. Dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan ditentukan jenis-jenis usaha pertambangan. Usaha pertambangan bahan-bahan galian dibedakan menjadi 6 macam, yaitu: 1. Penyelidikan umum 2. Eksplorasi 3. Eksploitasi 4. Pengolahan dan pemurnian 5. Pengangkutan 6. Penjualan Di Kabupaten Bantul Pasir, kerikil dan batu merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat diperlukan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan. Pasir, kerikil dan batu tersebut termasuk dalam bahan galian golongan C. G. Batasan Konsep 1. Pengamanan adalah proses, cara, perbuatan mengamankan. 8 2. Pasir adalah butir-butir batu yang halus; kersik halus. 9 8 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hlm. 35. 9 Ibid, hlm. 834.

14 3. Wilayah adalah daerah (kekuasaan, pemerintah, pengawasan). 4. Pesisir adalah tanah datar berpasir di pantai (di tepi laut). 10 5. Pengamanan Pesisir Dalam Pasal 6 Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pengamanan Pasir, Kerikil dan Batu di Lingkungan Sungai dan Pesisir, menyebutkan: Pengamanan sungai dan pesisir adalah segala usaha dan tindakan untuk melindungi, mengamankan dan melestarikan fungsi sungai dan pesisir termasuk bangunan pengairan dan bangunan serta biota lainnya pada zona-zona tertentu. 6. Wilayah Pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut ke arah darat wilayah pesisir dan ke arah laut wilayah pesisir. Dengan demikian, yang dimaksud dengan pengamanan pasir di wilayah pesisir adalah proses, cara, perbuatan mengamankan, segala usaha dan tindakan untuk melindungi, mengamankan dan melestarikan fungsi pasir di wilayah pertemuan antara daratan dan laut kecarah darat wilayah pesisir dan ke arah laut wilayah pesisir. H. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian hukum yang dilakukan adalah penelitian hukum empiris yakni suatu penelitian yang dilakukan secara langsung kepada responden dan 10 Ibid, hlm. 866.

15 narasumber sebagai data primer yang merupakan data utamanya. Data Primer dalam penelitian ini yaitu data mengenai tindakan pengamanan pasir di lingkungan pesisir di Kabupaten Bantul dan kendala yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bantul dalam pengamanan pasir di lingkungan pesisir di Kabupaten Bantul serta data mengenai pengaruh dari tindakan yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Bantul pada masyarakat dan para penambang pasir untuk menyelamatkan lingkungan. Didalam penelitian lapangan alat pengumpulan data yang dipergunakan adalah kuesioner, yaitu alat pengumpulan data yang dipergunakan melalui pertanyaan secara tertulis kepada narasumber maupun responden. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yaitu pemecahan masalah yang diteliti dengan menggambarkan atau melukiskan apa yang dinyatakan oleh narasumber secar tertulis dan lisan serta tingkah laku yang nyata yang diteliti dan dipelajari secara utuh. 2. Sumber Data Dalam melakukan penelitian hukum empiris, data primer yang berupa hasil penelitian di lapangan dipakai sebagai data utama dan data sekunder dipakai sebagai data pendukung. a. Data Primer yang diperoleh langsung dari para pihak narasumber maupun responden. b. Data sekunder Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

16 1. Bahan hukum primer Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah bahan hukum yang bersifat mengikat secara yuridis yang terdiri dari : a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen, Pasal 33 ayat (3). b. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pertambangan, Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046. c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699. d. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2916. e. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan Galian. f. Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4154.

17 g. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 01/201/M.PE/1986 tentang Pedoman Pengelolaan Pertambangan Rakyat, Bahan-bahan Galian Strategis dan Vital (golongan A dan B). h. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 1994 tentang Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C. i. Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pengamanan Pasir, Kerikil, dan Batu di Lingkungan Sungai dan Pesisir. j. Peraturan Bupati Bantul Nomor 23 Tahun 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pengamanan Pasir, Kerikil dan Batu di Lingkungan Sungai dan Pesisir. 2. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer misalnya penjelasan peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi, buku-buku atau literatur, artikel-artikel dan hasil penelitian yang berkaitan dengan pengamanan pasir, kerikil, dan batu di lingkungan sungai dan pesisir. 3. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Dusun Karanganyar, Desa Gadingharjo, Kecamatan Sanden dan Dusun Karang, Desa Tirtohargo, Kecamatan Kretek yang terletak di Kabupaten Bantul.

18 4. Populasi dan Sampel Populasi adalah sekumpulan unsur atau elemen yang menjadi objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan-hewan, tumbuhtumbuhan, ataupun gejala-gejala atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian. Sampel adalah himpunan yang merupakan bagian atau contoh dari populasi atau objek yang sesungguhnya dari penelitian. Dalam penelitian ini sample diambil dengan cara random atau acak yaitu menentukan secara acak dalam memilih unsur-unsur sampel. 5. Responden dan Narasumber a. Dalam penelitian ini akan diambil 10 orang responden para penambang pasir yang telah melakukan penambangan pasir yaitu 5 orang di Dusun Karanganyar dan 5 orang di Dusun Karang yang diambil secara random atau acak. b. Narasumber Narasumber dalam penelitian ini adalah : a. Kepala Dinas Pengairan Kabupaten Bantul. b. Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kabupaten Bantul. c. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja. d. Kepala Desa Gadingharjo dan Kepala Desa Tirtohargo. e. Camat Sanden dan Camat Kretek.

19 6. Metode Pengumpulan Data Metode yang dipakai penulis dalam mengumpulkan data sebagai berikut: 1. Untuk mengumpulkan data primer dipergunakan: a. Kuesioner yaitu daftar pertanyaan tertulis yang diajukan kepada responden atau narasumber guna memperoleh informasi yang dibutuhkan. Kuesioner itu bersifat terbuka dan tertutup. - Kuesioner terbuka (untuk narasumber): penulis menyajikan pertanyaan, nara sumber memberikan jawaban dengan kalimat sendiri sesuai dengan pertanyaan yang diajukan. - Kuesioner tertutup (untuk responden): penulis menyajikan pertanyaan dan jawaban, responden memilih jawaban sesuai dengan jawaban yang telah disediakan. b. Wawancara yaitu suatu cara pengumpulan data dalam obyek penelitian dengan langsung menyampaikan pertanyaan kepada responden dan narasumber. 2. Untuk mengumpulkan data sekunder dilakukan studi kepustakaan dengan mempelajari dan memahami peraturan perundang-undangan yang terkait seperti buku-buku, literatur dan hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan pengamanan pasir di wilayah pesisir. 7. Metode Analisis Data Data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif yang dilakukan dengan memahami dan merangkai data-data yang telah dikumpulkan secara

20 sistematis sehingga diperoleh suatu gambaran mengenai keadaan yang diteliti. Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan metode berpikir induktif yaitu cara berfikir yang berangkat dari suatu pengetahuan bersifat khusus kepada pengetahuan yang bersifat umum. Metode berfikir bersifat khusus berarti pelaksanaan pengamanan pasir wilayah pesisir di Kabupaten Bantul dan metode berfikir bersifat umum berarti pengamanan pasir wilayah pesisir didasarkan pada Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pengamanan Pasir, Kerikil dan Batu di Lingkungan Sungai dan Pesisir. I. Sistematika Penulisan Data yang telah dikumpulkan kemudian akan dianalisis dan disusun dengan sistematika sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab Pendahuluan ini menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II PEMBAHASAN Bab Pembahasan ini menguraikan tentang gambaran kabupaten bantul, tinjauan umum tentang wilayah pesisir, tinjauan umum tentang pertambangan, tinjauan umum tentang perlindungan wilayah pesisir. BAB III PENUTUP Bab Penutup ini menguraikan tentang kesimpulan dan saran.