PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. penting pembangunan. Sehingga pada tanggal 11 Juni 2005 pemerintah pusat

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

PENDAHULUAN. Sentra Peternakan Rakyat (yang selanjutnya disingkat SPR) adalah pusat

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mayoritasnya bermatapencarian sebagai petani.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Terdiri dari 18 Kecamatan, 191 Desa, dan 14 Kelurahan. Letak

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. meningkat, rata-rata konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari 21 program utama Departemen Pertanian terkait dengan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan komoditi utama perkebunan di Indonesia. Komoditas kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis dalam

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini

PENDAHULUAN Latar Belakang

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGANTAR. Ir. Suprapti

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERTANIAN.

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Fakultas Peternakan Nusa Tenggara Barat Sukardono, M. Ali, Lalu Wirapribadi, M. Taqiuddin ABSTRAK

Transkripsi:

PENDAHULUAN Latar Belakang Mengacu dari Rencana Strategis Direktorat Jenderal Peternakan untuk kurun waktu 2007 2009 dengan dasar INPRES No. 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No.394/Kpts/RC.120/11/2005 tentang Rencana Strategis Departemen Pertanian 2005 2009, pembangunan subsektor peternakan diarahkan pada upaya revitalisasi peternakan sebagai bagian dari revitalisasi pertanian nasional. Subsektor peternakan memberikan konstribusi yang cukup nyata pada kinerja pembangunan pertanian, baik sumbangan langsung berupa PDB, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, perolehan devisa melalui ekspor dan penekanan inflasi, maupun sumbangan tidak langsung seperti penciptaan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan hubungan sinergis dengan subsektor dan sektor lainnya. Peran subsektor peternakan dalam pembangunan dapat diwujudkan melalui tujuan pembangunan peternakan, yakni: (1) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak, (2) memenuhi konsumsi pangan asal ternak, (3) bahan baku industri dan ekspor, (4) menyediakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, (5) meningkatnya kelembagaan peternak, dan (6) mencapai keseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian SDA peternakan. Pembangunan produksi peternakan menjadi penting sebagai bagian dari upaya-upaya untuk menciptakan suatu pembangunan yang baik dan perlu mendapat perhatian yang serius dari berbagai unsur yang ada. Peran pemerintah, swasta dan masyarakat secara bersama harus menjadi pemegang kendali. Peran pemerintah lebih banyak kepada peran-peran stimulasi, dinamisasi, regulasi dan fasilitasi bagi masyarakat dan pelaku usaha peternakan. Sedangkan partisipasi masyarakat perlu terus didorong dan diberi tempat sejak perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan untuk keberlanjutan pembangunan. Guntoro (2006) mengungkapkan bahwa seluruh kebutuhan daging secara nasional sebanyak 26,60 persen dipenuhi dari daging sapi. Pada tahun 2005

populasi sapi potong di Indonesia sebesar 10,7 juta ekor, produksi daging sebesar 335 ribu ton dan konsumsi daging sapi sebesar 1,71 kg/kapita/tahun. Kebutuhan daging sapi di Indonesia terus meningkat guna mencukupi kebutuhan protein hewani dan memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Oleh karena itu pengembangan usaha ternak sapi potong di daerah yang potensial perlu ditingkatkan. Provinsi Maluku merupakan Provinsi Kepulauan dengan luas 712.470,69 km 2 yang terdiri dari 812 pulau yang bervariasi mulai dari yang pulau-pulau kecil sampai pulau-pulau besar. Sebagai Provinsi Kepulauan, Maluku memiliki daratan seluas 54.185 km 2. Kabupaten Seram Bagian Barat adalah salah satu Kabupaten baru berdasarkan pemekaran wilayah pada tahun 2004, sesuai UU No 40 Tahun 2003. Luas Wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat kurang lebih 53.148 km 2 dan terdapat 10 pulau, terbagi atas 4 Kecamatan di Kabupaten Seram Bagian Barat, dengan jumlah Desa sebanyak 89 buah, jumlah Dusun sebanyak 129 buah, jumlah sungai sebanyak 29 buah, sehingga menyimpan potensi yang sangat berlimpah untuk di dayagunakan (BPS, 2006). Populasi ternak sapi potong di Maluku tahun 2003 sebanyak 62.727 ekor dan tahun 2004 sebanyak 76.864 ekor. Sedangkan pemotongan sapi di Maluku di tahun tahun 2004 sebanyak 9.114 ekor, tahun 2005 sebanyak 9.714 ekor. Produksi daging sapi tahun 2003 sebanyak 1.450.600 kg, tahun 2004 sebanyak 1.458.500 kg, tahun 2005 sebanyak 1.526.392 kg, tahun 2006 sebanyak 1.543.270 kg diikuti dengan konsumsi daging sapi tahun 2003 sebanyak 1,82 kg/kapita/tahun, tahun 2004 sebanyak 1,90 kg/kapita/tahun, tahun 2005 sebanyak 2,55 kg/kapita/tahun, tahun 2006 sebanyak 2,59 kg/kapita/tahun. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan konsumsi daging sapi yang perlu diimbangi dengan peningkatan produksi. Sejalan dengan itu prioritas program Dinas Pertanian Provinsi Maluku tahun 2008 2009 akan bertumpuh pada; (1) pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat, dan (2) daya saing berkelanjutan yang salah satu targetnya adalah swasembada daging tahun 2012. Jumlah ternak sapi potong di Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2004 sebanyak 9.490 ekor, tahun 2005 sebanyak 9.014 ekor, sedangkan tahun 2006 sebanyak 9.579 ekor. Hal ini berarti terjadi ketidak stabilan perkembangan populasi

di tahun 2004 dan 2005, di tahun 2005 terjadi perkembangan yang signifikan. Produksi daging sapi di Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2004 sebanyak 229.294 kg, tahun 2005 sebanyak 219.802 kg dan tahun 2006 sebanyak 224.458 kg. Konsumsi daging tahun 2005 sebanyak 1,47 kg/kapita/tahun, tahun 2006 sebanyak 1,43 kg/kapita/tahun. Konsumsi daging asal ternak sapi potong terus meningkat, namun tingkat produksi dibandingkan dengan konsumsi belum berimbang. Untuk meningkatkan hal ini perlu diimbangi dengan meningkatkan produksi agar menjawab kebutuhan konsumen di daerah maupun di luar daerah. Sejarahnya perkembangan pemeliharaan ternak sapi di Kabupaten Seram Bagian Barat sudah dilakukan sejak tahun 1960-an dan berkembang di tahun 1970-an dengan pemasukan bantuan bibit ternak dari Nusa Tenggara melalui program bantuan Pemerintah, bahkan di tahun 1988 1990 ternak sapi potong ini dipasok dari Maluku ke Provinsi Papua, salah satu sumber pemasokan adalah wilayah Maluku Tengah yang juga termasuk wilayah Seram Bagian Barat. Pengembangan usaha peternakan sapi potong di daerah ini perlu didukung oleh berbagai faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal adalah ketersediaan lahan, bibit, pakan serta manajemen dalam pengelolaan usahanya dan modal. Sedangkan faktor eksternal adalah sarana dan prasarana produksi usaha. Menurut Rahardi dan Hartono (2003), faktor internal dapat dipengaruhi oleh lokasi usaha, modal, peternak, dan ternak. Faktor eksternal meliputi pasar, teknologi, kondisi ekonomi nasional dan kebijakan pemerintah. Potensi sumberdaya alam terkait dengan ketersediaan lahan dan potensi hijauan sangatlah mendukung pengembangan usaha peternakan sapi potong di daerah ini mengingat sumberdaya lahan dan padang penggembalaan diperkirakan seluas 214.500 ha. Areal seluas ini dapat menampung 2.866.000 unit ternak, selain itu potensi daerah transmigrasi juga dapat digunakan secara intensif yang lahannya seluas 118.450 ha untuk daerah Maluku, yang di dalamnya terdapat Kabupaten Seram Bagian Barat (Dinas Pertanian, 2005). Program pengembangan usaha di bidang peternakan khususnya untuk sapi potong dengan menggunakan teknologi seperti IB (Inseminasi Buatan), penggemukan, penggunaan pakan unggulan, dan sebagainya menjadi target untuk peningkatan produksi, namun masih terkandas di tengah jalan, karena keterbatasan

sumberdaya manusia khususnya peternak. Peternak lebih mengandalkan kemampuannya secara tradisonal dalam proses pengelolaan usahanya. Sebagian besar usaha peternakan sapi potong yang dikelola peternak di Kabupaten Seram Bagian Barat merupakan tipe cabang usaha. Sistem pemeliharaan yang dilakukan umumnya tidak menggunakan kandang dan peternak saat menggembalakan ternaknya dilepaskan begitu saja untuk merumput. Setelah selesai penggembalaan, ternak itu diikat pada pohon-pohon dan dibiarkan begitu saja. Bahkan dilepaskan begitu saja, pada sore hari ternak digiring ke rumah dan dilepaskan pada halaman rumah, ada yang membiarkan ternaknya berada di lahan perkebunan, ada yang membuat areal khusus yang tidak berjauhan dari lokasi perumahan peternak, ada yang membiarkannya tertampung pada lapangan rumput yang luas dan dibiarkan begitu saja di lokasi tersebut. Bahkan ada ternak yang tidak dikontrol oleh peternak sehingga ternaknya merumput di lokasi perkebunan orang yang dapat mengakibatkan ternak sapi memakan tanaman perkebunan orang; ini perilaku yang tidak bertanggung jawab terhadap usahanya, tetapi ada juga peternak yang melakukan pemberian makan bagi ternak dengan memotong rumput setiap hari dan memberikan secara langsung bagi ternaknya. Peternak yang menggunakan kandang, biasanya memotong rumput pada pagi dan sore hari kemudian diberikan secara langsung bagi ternaknya. Upaya penanggulangan terhadap berbagai perilaku yang muncul dalam pengelolaan usaha peternakan telah banyak dilakukan oleh dinas peternakan, yakni dengan mencetuskan program-program pemberdayaan masyarakat, tetapi pola dan strategi dalam pelaksanaan program masih belum berhasil, untuk itu perlu adanya pengkajian lanjutan terhadap berbagai program yang telah dilakukan, perubahan sistem pengelolaannya, terutama adalah bagaimana sistem kelembagaan yang ada dapat mengubah cara pandang peternak (mind set), diharapkan adanya kesediaan atau keterbukaan peternak untuk menerima sesuatu yang baru, menentukan efektifnya dia belajar serta adanya sikap mental yang secara terbuka menerima pengetahuan-pengetahuan baru dan menyesuaikan diri dengan perkembangan. Bila di bandingkan dengan uraian data yang telah dipaparkan pada bagian awal (data populasi, produksi daging dan konsumsi), maka masalahnya adalah

permintaan dan penyaluran ternak sapi potong belum berimbang dalam pemenuhan kebutuhan daging, hal ini harus menjadi perhatian yang serius dalam pengelolaan dan penanganannya oleh berbagai unsur terkait khusus peternak sebagai pengelola usahanya. Indikasi ini memperlihatkan bahwa harus ada penanganan baik dari segi teknis peternakan guna peningkatan produksi usahanya, maupun membuka wawasan peternak untuk mampu berusaha secara strategik dan profesional dengan jalan meningkatkan mutu peternak dalam berusaha, sehingga kelak peternak mampu mengkombinasikan pengalaman yang dimiliki dengan penyerapan inovasi terhadap teknologi yang ada sebagai upaya perubahan perilaku peternak melalui proses pendidikan (pendidikan non formal) dan pembelajaran. Kajian secara teknis untuk perubahan perilaku peternak berorientasi pada peningkatan kompetensi, kenyataannya kompetensi yang dimiliki peternak sapi potong masih sangat rendah, buktinya masih terdapat pemahaman yang sempit atau dangkal pada peternak dalam pengelolaan usahanya, misalnya; bibit yang unggul peternak tahu, tetapi cara untuk mempertahankan dan memperbanyak bibit unggul masih sangat terbatas, pakan yang unggul berupa hijauan makanan ternak (rumput dan leguminosa) tersedia melimpah namun belum dimanfaatkan secara baik, konsentrat (ampas tahu, bungkil kelapa, dedak padi) ternyata tersedia melimpah, sistem pemeliharaan sangat bervariasi dan belum memenuhi syaratsyarat pemeliharaan yang baik bila disesuaikan dengan kondisi daerah yang ada, sistem penggemukan umumnya belum dilakukan peternak dan teknis lainnya yang harus menjadi prasyarat dalam pengelolaan usaha peternakan sapi potong belum dilakukan dengan baik. Hal Ini berarti tingkat kompetensi teknis perlu mendapat perhatian dalam implementasi pengembangan usaha. Peternak belum mampu membaca peluang pasar, umumnya peternak belum berani mengambil resiko dalam proses pengambilan keputusan, kemampuan mandiri atau ketergantungan masih terus berlangsung, belum berfungsi sebagai pendorong, dengan kata lain peternak belum mempunyai kemampuan yang tinggi melihat dan menilai peluang bisnis, dan mengumpulkan kemampuan sumberdaya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan darinya dan bertindak tepat untuk memastikan sukses, orientasi individu (peternak) hanya

untuk target keuntungan serta memenuhi kebutuhan jangka pendek saja. Ini berarti perlu adanya peningkatan kompetensi peternak dalam berwirausaha. Hasil penelitian Tim Peneliti UNPATTI kerjasama dengan BAPEDA tahun 2006, di Kabupaten Seram Bagian Barat memperlihatkan bahwa sistem pemeliharaan yang bervariasi (umumnya sistem eksternal tradisional secara lepas) dengan pola pemeliharaan ikat dan menggunakan kandang namun konstruksinya sangat sederhana, daya dukung fisik dijumpai ketersediaan air, hijauan dan leguminosa serta limbah pertanian sangat mendukung, karena tersedia melimpah, peternak memiliki pengetahuan tentang penyakit, namun sebagian besar peternak tidak pernah melakukan tindakan pencegahan penyakit tetapi melakukan pengobatan terhadap ternak yang sakit, penjualan ternak dilakukan langsung ke pedagang (pedagang membeli di lokasi peternak). Peranan penyuluh sebagai agen pembaruan belum berjalan sebagaimana yang diharapkan, penyebabnya adalah; (1) daerah kerja penyuluh sangat luas dan tersebar, tanpa ditunjang oleh ketersediaan sarana yang memadai, (2) rasio penyuluh dengan petani-peternak tidak seimbang, dan (3) kurangnya perhatian dari instansi terkait dalam pemantauan petugasnya, kelompok tani-peternak kurang efektif. Kendala dalam pengembangan usaha peternakan sapi potong, di antaranya adalah, (1) konsumsi masyarakat terhadap daging cukup tinggi, namun tidak diimbangi produksi yang mencukupi, (2) perilaku peternak yang sangat erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan, keterampilan dan sikap mental, (3) SDM peternak yang rendah (peternak tidak kreatif dan inovatif), (4) tingkat pendapatan yang masih rendah, (5) pengelolaan SDA yang sangat terbatas dalam pengembangan usaha khusus untuk pengadaan pakan ternak (6) pemanfaatan lahan yang belum dilakukan sesuai dengan tujuan usaha, (7) peternak belum mampu memilih dan membaca peluang, (8) peternak belum berani mengambil resiko dengan pengambilan keputusan yang tepat (9) akses informasi yang masih terbatas dan belum dimanfaatkan semaksimal mungkin, (10) tenaga penyuluh yang belum berjalan secara efektif sesuai harapan, (11) sarana dan prasarana produksi usaha belum memadai, dan (12) pengaruh nilai, sosial dan budaya.

Dari seluruh kendala yang telah diungkapkan dapat dikelompokkan menjadi tiga komponen utama yang menjadi penyebab, yakni; (1) kompetensi peternak rendah (kompetensi teknis dan kompetensi wirausaha), (2) keberdayaan peternak rendah, dan (3) berbagai faktor internal maupun eksternal sebagai pendukung utama dan penunjang dalam pengembangan usaha perlu mendapat dukungan dari berbagai unsur terkait. Bila tingkat kompetensi peternak rendah lebih memperburuk usaha peternakan sapi potong di masa mendatang, dari segi teknis peternak tidak memiliki hasil produksi yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan kualitas ternak sapi potong rendah, misalnya bobot badan sapi kecil serta peternak tidak akan mampu mengembangkan usahanya yang mengakibatkan pendapatan peternak rendah. Selanjutnya peternak tidak mampu bersaing dalam dunia usaha-bisnis di masa-masa yang akan datang. Pola pembaharuan dalam pengelolaan usaha peternakan sapi potong dengan cara meningkatkan kompetensi peternak berupa perbaikan sistem pemeliharaan yang lebih kreatif dan inovatif, serta memadukan pengalaman peternak dengan penggunaan teknologi tepat guna, misalnya; sistem pemeliharaan yang berpola integratif, sistem penggemukan dengan perpaduan teknologi yang tepat. Peternak harus mampu melihat dan menilai peluang yang ada, mengembangkan sumberdaya serta mampu mengambil resiko buruk, bekerja dan berusaha keras, mampu mengambil keputusan yang tepat dan menguntungkan, salah satu pilihan adalah polanya harus berorientasi pasar (market oriented) bahkan mungkin ke orientasi masyarakat (societal oriented) agar menjadi wirausaha yang kompeten. Sesorang wirausaha yang handal dan sukses caranya adalah meningkatkan kemampuan intelektualnya melalui pengetahuan dan skill atau keterampilan karena dengan memiliki pengetahuan yang luas, maka wawasan dan cara berpikir akan berubah, belajar berupaya memperoleh berbagai informasi, belajar memecahkan masalah, belajar mengambil keputusan sendiri dengan sikap mental positif agar dapat memperkaya wawasan peternak guna meningkatkan keterampilannya disertai dengan sikap motivasi untuk selalu berprestasi, kreatif, inovatif membentuk kepribadian wirausaha.

Kemampuan dan wewenang harus menjadi kekuatan dalam pengembangan usaha artinya wirausaha yang kompeten adalah wirausaha yang memiliki kemampuan dan wewenang sendiri dalam pengelolaan usahanya (kemandirian). Kompetensi dan komitmen, peternak harus memiliki pengetahuan yang tinggi disertai dengan komitmen yang kuat agar mempunyai ketegaran, tahan uji dalam pengelolaan usahanya (berhasil guna dan berdaya guna). Upaya untuk mengubah perilaku manusia merupakan fokus kajian utama dalam mempelajari faktor-faktor perilaku yang mempengaruhi seseorang setelah melihat kejadian-kejadian yang menimpa diri orang itu serta tidak mengalami perubahan, selanjutnya bagaimana pola pembentukan perilaku baru agar dapat mengakibatkan kualitas kehidupan orang bersangkutan menjadi lebih baik. Isac dan Michel (Asngari, 2001) mengemukakan ada tiga kawasan yang membentuk perilaku seseorang, yaitu kawasan kognitif (pengetahuan) kawasan afektif (sikap) dan kawasan psikomotorik (keterampilan). Hal ini dapat diwujudkan melalui adanya pemberdayaan masyarakat yang strategik terkait dengan pengembangan usaha peternakan sapi potong dengan dititik beratkan pada kompetensi peternak (peningkatan kapasitas, pembinaan berupa penyuluhan dan pelatihan) agar peternak mampu membangun dirinya sendiri (memperbaiki kehidupannya sendiri). Peternak harus mampu atau berdaya, tahu atau mengerti, paham, termotivasi, berkesempatan, melihat peluang, dapat memanfaatkan peluang, bersinergi, mampu bekerja sama, tahu berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani menghadapi resiko, mampu mencari dan menangkap informasi, mampu bertindak sesuai situasi. Peternak harus diarahkan untuk pengembangan dan peningkatan sumberdaya manusia guna meningkatkan kualitas hidupnya. Peternak harus diajak untuk melakukan berbagai perencanaan yang matang, tahu tentang berbagai program yang berdaya guna dan menguntungkan terhadap usahanya dari penyuluh, tahu tentang teknologi, peternak harus melihat peluang yang ada sebagai kesempatan berlatih agar peternak dapat keluar dari ketidak-berdayaan. Menurut Slamet (2003), dengan penyuluhan pembangunan, masyarakat sasaran mendapatkan alternatif dan mampu serta memiliki kebebasan untuk

memilih alternatif yang terbaik bagi dirinya. Selanjutnya program-program penyuluhan sebagai program pendidikan luar sekolah bertujuan untuk memberdayakan sasaran, meningkatkan kesejahteraan sasaran secara mandiri. Menurutnya pendapat tersebut pemberdayaan itu akan menghasilkan masyarakat yang dinamis dan progresif secara berkelanjutan, sebab disadari oleh adanya motivasi intrinsik dan ekstrinsik sekaligus. Kompetensi peternak dan keberdayaan peternak harus berorientasi bisnis guna meningkatkan produksi ternak sapi potong, dicari dan diteliti lebih mendalam berdasarkan faktor-faktor yang ada. Dari seluruh uraian di atas, diteliti modal manusia, modal sosial, modal fisikal, modal finansial, modal alami, program pemberdayaan yang terkait pada kompetensi peternak (kompetensi teknik dan kompetensi wirausaha) dalam mengelola usaha peternakannya. Atas dasar itulah, kami mencoba untuk merancang penelitian guna mengungkap berbagai faktor terkait yang berhubungan dengan kompetensi dan keberdayaan peternak dalam pengembangan usaha peternakan sapi potong sehingga diharapkan adanya perubahan perilaku menuju masa depan peternak yang lebih baik dan berkualitas. Masalah Penelitian Pertanyaan (research questions) penelitian ini adalah: (1) Faktor-faktor determinan manakah yang mempengaruhi kompetensi dan keberdayaan peternak dalam pengembangan usaha peternakan? (2) Bagaimana kompetensi peternak sapi potong dalam pengembangan usaha peternakan, dan apakah pengelolaan sumberdaya alam sudah dimanfaatkan dalam menunjang pengembangan usaha peternakan? (3) Desain strategis apakah yang tepat bagi peningkatan keberdayaan peternak dalam pengembangan usaha peternakannya di Kabupaten Seram Bagian Barat? Tujuan Penelitian (1) Mengkaji dan menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kompetensi dan keberdayaan peternak dalam pengembangan usaha peternakan sapi potong.

(2) Mengungkap kompetensi peternak sapi potong dalam pengembangan usaha peternakan dan menjelaskan pengembangan usaha peternakan dengan kondisi sumberdaya alam setempat guna peningkatan produksi ternak sapi potong. (3) Menghasilkan desain strategis pemberdayaan peternak yang relevan guna pengembangan usaha peternakan sapi potong di Kabupaten Seram Bagian Barat. Kegunaan Penelitian Penelitian ini berguna sebagai suatu proses belajar (learning process) bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan pengembangan praktis, antara lain: (1) Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu penyuluhan pembangunan dalam rangka mengukur keberdayaan peternak berdasarkan perubahan perilaku. (2) Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan metode penelitian ilmu penyuluhan pembangunan dalam mengintegrasikan pendekatan deskriptif kuantitatif. (3) Sebagai masukan bagi pemerintah daerah Kabupaten Seram Bagian Barat guna menyusun langkah-langkah strategi dalam meningkatkan pembangunan peternakan dengan program-program yang dapat meningkatkan keberdayaan masyarakat khususnya para peternak. (4) Sebagai bahan pertimbangan guna meningkatkan wawasan masyarakat khususnya para peternak, pelaku dunia usaha, penyuluh pembangunan atau agen pembangunan lainnya sehubungan dengan pengelolaan pengembangan usaha peternakan. Definisi Istilah Definisi istilah dimaksudkan sebagai batasan konsep dari lingkup variabel/peubah yang diteliti. (1) Modal manusia (human capital) adalah suatu aset berupa keterampilan dan kemampuan yang dimiliki seseorang atau berhubungan intelektualitas dan kondisi seseorang, seperti tingkat pendidikan dan pengalaman serta kemampuannya untuk melakukan berbagai interaksi antar sesama.

(2) Modal sosial (social capital) adalah sejumlah kemampuan yang dimiliki dan dibutuhkan oleh masyarakat melalui; kerjasama, kepercayaan antar sesama, kepedulian bagi sesama, keterlibatan dalam kelompok dan kepatuhan terhadap nilai, norma sosial budaya. (3) Modal fisikal (physical capital) adalah suatu infrastruktur pokok yang dapat menunjang dan memperlancar usaha-usaha yang dilakukan oleh masyarakat guna memenuhi kebutuhannya, seperti sarana dan prasarana usaha, sarana pendidikan, sarana kelembagaan, sarana kesehatan, sarana ekonomi, sarana transportasi maupun sarana komunikasi. (4) Modal finansial (financial capital) adalah suatu pemenuhan material melalui kemampuan akses masyarakat dalam menunjang usaha-usaha sesuai kebutuhan, seperti pendapatan, sumber pendapatan dan akses dengen kelembagaan keuangan. (5) Modal alami (natural capital) adalah suatu upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat melalui pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia. (6) Program pemberdayaan pemerintah adalah program pemberdayan yang telah dilakukan oleh pemerintah guna pengembangan dan peningkatan suatu usaha masyarakat. (7) Kompetensi teknis peternak adalah kemampuan teknis yang cerdas, yang dimiliki peternak berdasarkan pengetahuan, kreaksi, keterampilan, sikap mental dan citra diri serta penerapan inovasi dalam pengembangan dan peningkatan usahanya. (8) Kompetensi wirausaha peternak adalah kemampuan cerdas peternak guna pengembangan usahanya dengan cara melihat dan menilai peluang bisnis serta mengelola sumberdaya guna memperoleh keuntungan. (9) Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses atau upaya untuk memperoleh atau memberikan daya dan atau kuasa, kekuatan, kemampuan kepada individu, masyarakat lemah agar mereka dapat mengidentifikasi, menganalisa, menetapkan kebutuhan serta mengambil keputusan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi serta memilih alternatif pemecahannya

dengan mengoptimalisasikan potensi sumberdaya yang dimiliki secara mandiri. (10) Keberdayaan peternak adalah suatu hasil yang diharapkan berdasarkan upaya peningkatan sumberdaya potensi melalui penambahan daya beruapa kekuatan, kemampuan bagi peternak melalui pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap mental. (11) Peternak sapi potong adalah orang atau badan hukum dan buruh ternak yang seluruh atau sebagian kegiatannya memanfaatkan ternak sapi potong demi kepentingan manusia. (12) Akses dengan sumberdaya alam adalah suatu proses yang diupayakan oleh individu atau masyarakat dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada. (13) Akses dengan lembaga keuangan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau masyarakat dengan lembaga-lembaga keuangan. (14) Akses dengan sumber informasi adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang dalam mencari berbagai informasi melalui sumber-sumber informasi yang ada. (15) Kekosmopolitan seseorang adalah seseorang yang mempunyai aktivitas dan kemampuan dalam mencari berbagai informasi pada berbagai sumber informasi baik di dalam maupun di luar daerah. (16) Fasilitas penunjang usaha adalah berbagai fasilitas yang dapat dinikmati, dimanfaatkan di suatu daerah dalam menunjang kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh masyarakat. (17) Ketersediaan SAPRONAK sapi potong adalah ketersediaan akan sarana produksi peternakan, misalnya; bibit, pakan, obat-obatan ternak sapi potong. (18) Perilaku peternak dalam pengelolaan usaha peternakan sapi potong adalah tindakan seseorang secara spontan maupun tindakan melalui proses belajar yang telah dimilikinya dalam mengelola usaha peternakan sapi potong.