BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembiayaan kesehatan melalui pengenalan asuransi kesehatan nasional.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. baik dibutuhkan sarana kesehatan yang baik pula. keinginan yang bersumber dari kebutuhan hidup. Tentunya demand untuk menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Analisis perencanaan..., Ayu Aprillia Paramitha Krisnayana Putri, FE UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan fisik maupun mental. Keadaan kesehatan seseorang akan dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sejak tahun 2001 dengan pengentasan kemiskinan melalui pelayanan kesehatan. gratis yang dikelola oleh Departemen Kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu indikator keberhasilan pembangunan, ditopang oleh tiga sektor penting,

BAB 1 PENDAHULUAN. tanpa mengabaikan mutu pelayanan perorangan (Depkes RI, 2009).

JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN (JPK) SEBAGAI SISTEM PENDANAAN KESEHATAN MASYARAKAT DI MASA DEPAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Evaluasi pelaksanaan..., Arivanda Jaya, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

Tabel 1. Perbandingan Belanja Kesehatan di Negara ASEAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dan rehabilitasi dengan mendekatkan pelayanan pada masyarakat. Rumah sakit

OPSI ALTERNATIF: PERCEPATAN CAKUPAN SEMESTA ASURANSI KESEHATAN SOSIAL DI INDONESIA*

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Mereka mengeluh, oleh karena sakit menjadi mahal. Semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang.

swasta serta tunjangan kesehatan perusahaan masing-masing sebesar 1,7% (Depkes RI, 2013). Provinsi Aceh menempati ranking tertinggi dalam coverage

ASURANSI KESEHATAN. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan aspek-aspek lainnya. Aspek-aspek ini saling berkaitan satu dengan

DALAM SISTEM. Yulita Hendrartini

PERKEMBANGAN BPJS DAN UNIVERSAL COVERAGE DENGAN SISTEM PEMBAYARAN PROVIDER DALAM SISTEM JAMINAN KESEHATAN. Yulita Hendrartini

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan derajat hidup masyarakat, sehingga semua negara berupaya

BAB 1 Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP PESERTA JAMKESMAS DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR

BAB I BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Asuransi kesehatan merupakan suatu alat sosial untuk menggalang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Oleh Nizwardi Azkha, SKM,MPPM,MPd,MSi PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND PADANG 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membedakan status ekonomi dan sosial. Saat ini, negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BAB I PENDAHULUAN. setelah krisis ekonomi melanda Indonesi tahun 1997/1998. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. (GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi

BAB I BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. negara bertanggung jawab mengatur masyarakat agar terpenuhi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh warga Negara termasuk fakir miskin dan orang tidak mampu.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang sangat penting bagi manusia, perlu diketahui

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan khusus kepada penduduk miskin, anak-anak, dan para lanjut usia

BAB I BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

VOLUME I No 3 Juli 2013 Halaman Analisis Kemampuan Dan Kemauan Membayar Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Karangasem Tahun 2013

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Amanat Pasal 28-H dan Pasal 34 UUD 1945, Program Negara wajib

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa (PBB) tahun 1948 tentang hak asasi manusia. Berdasarkan. kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau sehingga

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia pada undang-undang Nomor 36

IMPLEMENTASI PROGRAM K ESEHAT AN GRAT IS DI SUL AWESI SE L AT AN < >

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut pemerintah berupaya secara maksimal untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. medis dokter dan tenaga medis lainnya. cara sendiri misalnya dengan membeli obat di toko-toko ataupun apotik

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Kesehatan adalah

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat ( JPKM) : Strategi Aksesitas Pelayanan Kesehatan Di Masa Depan. Henni Djuhaeni

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jaminan mutu layanan kesehatan atau quality assurance in healthcare

I. PENDAHULUAN. mencapai kesejahteraan. Akan tetapi, masih banyak masyarakat dunia khususnya

PENDAHULUAN INTISARI MUFLIH

BAB I PENDAHULUAN. Deklarasi Hak Asasi Manusia oleh PBB tahun 1948 mencantumkan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan. Dalam Undang Undang 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sebagai

SITUASI KESEHATAN MASYARAKAT DI INDONESIA Oleh : Dewi Klarita Furtuna

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

efektivitas-efisiensi. efisiensi.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2006 NOMOR 8 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. baik (good governance). Menurut Thoha dalam Jurnal Pendayagunaan Aparatur

JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT (JPKM)

PERMINTAAN (DEMAND) MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN ASURANSI KESEHATAN DI PT. ASURANSI JIWA INHEALTH MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

Plus-Minus Perusahaan Bergabung dg JKN Sejak Awal

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PERAN DINKES DALAM SISTEM JAMINAN KESEHATAN. Yulita Hendrartini

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat dan sejahtera adalah hak setiap warga negara. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Namun seiring berkembangnya zaman, rumah sakit pada era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi, sarana pelayanan kesehatan merupakan elemen

BAB 1 : PENDAHULUAN. memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Mengingat pentingnya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan merupakan kebutuhan mendasar dari setiap manusia

Pengalaman Perdhaki dalam Fund-Raising. Yogyakarta, 6 7 Agustus 2010

BAB I PENDAHULUAN. BPJS sebagai salah satu subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional yaitu fungsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia saat ini sedang mempertimbangkan perlunya reformasi penting dalam pembiayaan kesehatan melalui pengenalan asuransi kesehatan nasional. Asuransi kesehatan merupakan cara yang cukup ampuh untuk meningkatkan sumber daya perlindungan kesehatan, meningkatkan akses kesehatan bagi orang miskin dan mendorong penyedia jasa kesehatan untuk menjadi lebih bertanggung jawab (accountable). Akan tetapi UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang baru masih belum mampu memberikan kerangka yang menyeluruh bagi reformasi pembiayaan sektor kesehatan dan sistem pelayanan kesehatan. Pemerintahan harus segera membentuk kelompok kerja yang bertugas untuk merancang strategi pembiayaan kesehatan yang menyeluruh, dimana asuransi kesehatan termasuk didalamnya dan juga mengamandemen undang-undang tersebut (Depkes RI, 2009). Strategi pembiayaan kesehatan dapat ditempuh dengan: (a) menentukan kombinasi pembiayaan kesehatan (asuransi pemerintah, asuransi swasta dan dana pribadi) yang dapat dengan baik memenuhi tujuan pemerintah, yaitu menyediakan pelayanan kesehatan yang bermutu dengan harga yang terjangkau dan dapat diakses oleh orang miskin, (b) menganalisa dampak anggaran dari strategi kesehatan yang diajukan, (c) mempelajari pengalaman di negara tetangga mengenai asuransi

kesehatan sosial dan bentuk lain pelayanan kesehatan yang sifatnya pra-bayar, (d) mengajukan rencana transisi atas skema asuransi kesehatan swasta maupun asuransi kesehatan pemerintah yang telah ada (Depkes RI, 2009). Pentingnya reformasi pembiayaan kesehatan di Indonesia terkait dengan kondisi pembiayaan kesehatan saat ini lebih banyak dikeluarkan dari uang pribadi, dimana pengeluaran kesehatan yang harus dikeluarkan oleh seseorang mencapai sekitar 75-80% dari total biaya kesehatan dan kebanyakan pembiayaan kesehatan ini berasal dari uang pribadi yang dikeluarkan ketika mereka memanfaatkan pelayanan kesehatan. Secara keseluruhan, total pengeluaran untuk kesehatan di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan sejumlah negara tetangga. Hal ini disebabkan oleh rendahnya pengeluaran pemerintah maupun pribadi untuk kesehatan. Lebih lanjut, cakupan asuransi amat terbatas, hanya mencakup pekerja di sektor formal dan keluarga mereka saja, atau hanya sekitar sepertiga penduduk dilindungi oleh asuransi kesehatan formal. Meski demikian mereka yang telah diasuransikan pun masih harus mengeluarkan sejumlah dana pribadi yang cukup tinggi untuk sebagian besar pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2009). Pembiayaan kesehatan merupakan kunci utama dalam suatu sistem kesehatan di berbagai negara. Salah satu ukuran terpenting dari sistem pembiayaan yang adil adalah bahwa beban biaya langsung dari perorangan (out of pocket) tidak memberatkan penduduk, aspek pendanaan yang adil tersebut pada umumnya diartikan sebagai pendanaan kesehatan yang adil dan merata (equity). Pendanaan kesehatan yang adil dan merata adalah keadaan seseorang mampu mendapatkan

pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya (need) dan membayar pelayanan tersebut sesuai dengan kemampuannya. Di semua negara maju, kecuali Amerika menerapkan konsep ekuitas ini dalam skala besar yang mencakup seluruh penduduk atau sering disebut cakupan universal. Pendanaan kesehatan di negaranegara tersebut dilaksanakan berdasarkan sistem pelayanan kesehatan nasional (National Health Service / NHS), sistem asuransi kesehatan nasional atau sosial, atau melalui jaminan sosial (Thabrany, 2005). Secara global pembiayaan kesehatan di Indonesia sebagai negara berkembang tidak hanya bergantung pada pemerintah saja tetapi juga melibatkan sektor swasta. Pembiayaan kesehatan di Indonesia cukup memprihatinkan, pembiayaan sepenuhnya melalui anggaran belanja negara tidak bisa diandalkan. Sehingga alternatif yang paling rasional dan reliable (dapat diandalkan untuk jangka panjang dan berkelanjutan) adalah dengan mekanisme asuransi sosial. Alternatif sistem pendanaan melalui mekanisme asuransi sosial sebagai salah satu bentuk reformasi pembiayaan sektor kesehatan di Indonesia, diharapkan melalui mekanisme ini dapat menjadi solusi bagi peningkatan mutu pelayanan maupun keterjangkauan pelayanan bagi masyarakat (Murti, 2000). Asuransi kesehatan dibedakan dalam dua bentuk besar, yaitu asuransi kesehatan yang bersifat komersial dan sosial. Asuransi sosial adalah asuransi yang diselenggarakan atau diatur oleh pemerintah yang melindungi golongan ekonomi lemah dan menjamin keadilan yang merata (equity). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka suatu asuransi sosial haruslah didasarkan pada suatu undang-undang dengan

pembayaran premi dan paket jaminan yang memungkinkan terjadinya pemerataan. Dalam penyelenggaraanya, pada asuransi sosial mempunyai ciri (a) kepesertaan wajib bagi sekelompok atau seluruh penduduk, (b) besaran premi ditetapkan oleh undangundang, umumnya proporsional terhadap pendapatan/gaji, dan (c) paketnya ditetapkan sama untuk semua golongan pendapatan, yang biasanya sesuai dengan kebutuhan medis. Dengan mekanisme ini, maka dimungkinkan tercapainya keadilan sosial (HIAA, 2000). Bentuk asuransi kesehatan sosial mencakup produk Asuransi Kesehatan Husada Paripurna Tobamas di Kabupaten Toba Samosir. Asuransi sosial bertujuan untuk menjamin akses semua orang yang memerlukan pelayanan kesehatan tanpa mempedulikan status ekonomi atau usianya. Prinsip itulah yang disebut sebagai keadilan sosial (social equity/social justice) yang menjadi falsafah hidup semua orang di dunia. Asuransi sosial memiliki fungsi redistribusi hak dan kewajiban antara berbagai kelompok masyarakat: kaya - miskin, sehat - sakit, muda - tua, risiko rendah - risiko tinggi, sebagai wujud hakikat peradaban manusia. Oleh karenanya, tidak ada satu negarapun di dunia baik negara liberal seperti Amerika Serikat, maupun negara yang lebih dekat ke sosialis, yang tidak memiliki sistem asuransi sosial atau jaminan langsung oleh negara (Thabrany, 2000). Dalam menghadapi situasi ekonomi yang serba sulit, dimana kemampuan masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan sedemikian sulit, maka diperlukan suatu sistem sebagai gerakan reformasi dalam hal pendanaan kesehatan. Salah satunya adalah dengan menjadi peserta asuransi (Mukti, et al, 2001).

Asuransi kesehatan merupakan suatu alat sosial untuk menggalang kegotongroyongan atau solidaritas masyarakat dalam bidang kesehatan. Dalam bentuk tradisional, seluruh masyarakat saling memberikan pertolongan semampunya untuk saling membantu anggota masyarakat yang sakit, sehingga setiap anggota masyarakat terjamin dalam memenuhi kebutuhan pemliharaan kesehatan tanpa mempertimbangkan keadaan ekonomi orang tersebut saat kebutuhan pelayanan kesehatan muncul (HIAA, 2000). Cakupan asuransi kesehatan bisa bersifat universal atau parsial dan jaminan yang disediakan bisa komprehensif atau parsial. Dasar asuransi kesehatan adalah menghilangkan ketidakpastian yang dihadapi seseorang dari kemungkinan kebutuhan pengobatan, karena ketidakpastian dari insiden sakit maupun biaya pengobatan. Perkembangan asuransi kesehatan di Indonesia berjalan sangat lambat dibandingkan dengan perkembangan asuransi kesehatan di beberapa negara tetangga di ASEAN. Penelitian yang seksama tentang faktor yang memengaruhi perkembangan asuransi kesehatan di Indonesia tidak cukup tersedia. Secara teoritis beberapa faktor penting dapat dikemukakan sebagai penyebabkan lambatnya pertumbuhan asuransi kesehatan di Indonesia, diantaranya permintaan (demand) dan pendapatan penduduk yang rendah, terbatasnya jumlah perusahaan asuransi, dan buruknya mutu fasilitas pelayanan kesehatan serta tidak adanya kepastian hukum di Indonesia (Thabrany, 2000). Di Indonesia, umumnya pemahaman tentang asuransi kesehatan adalah menjamin pelayanan kesehatan berbiaya murah, sehingga yang dijamin hanya kasus

ringan dan sederhana, sedangkan kasus berat dan mahal justru tidak dijamin. Pemahaman itu tentu tidak sesuai dengan prinsip asuransi yaitu berat sama dipikul. Definisi kebutuhan dasar hakekatnya adalah mempertahankan hidup seseorang, sehingga orang tersebut mampu berproduksi. Upaya yang diperlukan seringkali justru pelayanan operasi atau perawatan intensif di rumah sakit yang memerlukan biaya besar. Karena itu di negara-negara lain yang memiliki keterbatasan, maka umumnya asuransi sosial dimulai dengan manjamin pelayanan rawat inap saja, bukan rawat jalan yang murah (Thabrany, 2000). Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) merupakan salah satu program yang dikembangkan pemerintah dalam membantu biaya pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin. Upaya tersebut umumnya tidak berhasil, karena dalam praktik yang dilakukan hanyalah pemberian jasa administrasi keuangan yang dikenal sebagai TPA (Third Party Administration). Berdasarkan pengalaman tersebut diketahui bahwa salah satu prinsip pokok asuransi tidak bisa diterapkan, yaitu pooling of risk. Dalam prinsip ini risiko ditanggung peserta dari berbagai tingkatan, tidak hanya oleh penduduk miskin. Selain itu, pemberian premi sebesar Rp 10.000/Gakin (dan dipotong 8% oleh Badan Pelaksana JPKM tidak didasarkan pada perhitungan risiko finansial mengikuti prinsip-prinsip aktuarial yang profesional (Depkes RI, 2002). Asuransi Kesehatan Husada Paripurna Tobamas merupakan salah satu upaya Pemerintah Kabupaten Toba Samosir dalam menanggulangi masalah pembiayaan kesehatan yang dihadapi masyarakat efektif dilaksanakan pada 1 April 2006 melalui

kerjasama dengan PT. Askes. Program ini bertujuan untuk membantu ketidakmampuan masyarakat melalui bantuan pembayaran sebesar Rp. 36.000 dari Pemerintah Daerah (Pemda) dan sebesar Rp. 36.000 dari masyarakat. Sasaran dari Asuransi Kesehatan Husada Paripurna Tobamas adalah masyarakat yang belum tercakup dalam pelayanan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Asuransi Kesehatan (Askes) bagi PNS/TNI/Polri serta Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi pekerja di setiap perusahaan. Sampai tahun 2010 jumlah peserta sebanyak 20.075 jiwa. Berdasarkan data kependudukan Kabupaten Toba Samosir tahun 2009, jumlah penduduk yang tidak memiliki asuransi kesehatan sebanyak 30.000 jiwa, dengan demikian yang menjadi peserta Asuransi Kesehatan Husada Paripurna Tobamas baru mencapai 79,44 %, sedangkan jumlah peserta yang menjadi target yang ditetapkan Pemda yaitu mencapai 80% dari seluruh penduduk yang belum memiliki asuransi kesehatan di Kabupaten Toba Samosir. Berdasarkan prosedur kepesertaan Asuransi Kesehatan Husada Paripurna Tobamas, bahwa waktu peserta berlaku selama 1 tahun dan pada tahun berikutnya dilakukan pendaftaran kembali. Berdasarkan data dari Badan Penyelenggaran (Bapel) Asuransi Kesehatan Husada Paripurna Tobamas, jumlah peserta dari tahun 2006 sampai 2010 mengalami penurunan, seperti pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Jumlah Peserta Askes Tobamas di Kabupaten Toba Samosir pada Tahun 2006 2011 Tahun Peserta (jiwa) % Penurunan 2006/2007 30.000-2007/2008 27.832-7.2 2008/2009 25.000-10.2 2009/2010 18.574-25.7 2010/2011 (Maret) 5.500-70.4 Sumber: Bapel Askes Husada Paripurna Tobamas, 2011 Berdasarkan Tabel 1.1. di atas diketahui bahwa jumlah peserta Askes Husada Paripurna Tobamas pada tahun 2006/2007 yang tidak memperpanjang masa kepesertaaanya pada tahun 2007/2008 sebanyak 2.168 jiwa (7,2%), kemudian pada tahun 2008/2009 sebanyak 2.832 jiwa (10,2%), pada tahun 2009/2010 sebanyak 6.426 jiwa (25,7%), serta pada tahun 2010/2011 sampai bulan Maret mengalami peningkatan paling tinggi, yaitu sebanyak 13.074 jiwa (70,4%). Berdasarkan data tersebut menggambarkan bahwa terjadi penurunan peserta yang cukup besar, dimana peserta yang telah habis masa kepesertaan Askes Husada Paripurna Tobamas dan tidak memperpanjang pada tahun berikutnya. Pelaksanaan Askes Husada Paripurna Tobamas meliputi ketiga komponen, yaitu (Bapel), Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) dan peserta. Survei pendahuluan pada bulan September tahun 2010 yang dilakukan penulis kepada beberapa peserta Askes Husada Paripurna Tobamas yang tidak memperpanjang masa kepesertaannya, menunjukkan bahwa alasan utama mereka

karena pelayanan yang diberikan sarana pelayanan kesehatan (puskesmas dan rumah sakit) yang bekerjasama sebagai Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) tidak sesuai dengan yang mereka harapkan, misalnya: medis dan non medis fasilitas maupun obatobatan tidak berbeda dengan yang diterima oleh pengguna Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Pandangan atau persepsi yang berbeda tentang pentingnya menjadi peserta asuransi kesehatan, misalnya tingkat kebutuhan yang dirasakan akan asuransi kesehatan menjadi faktor penyebab tidak memperpanjang menjadi peserta Askes Husada Paripurna Tobamas. Berdasarkan alasan yang dinyatakan peserta Askes Husada Paripurna Tobamas menunjukkan permasalahan berada pada proses pelayanan kesehatan yang dilakukan PPK serta pada peserta yang berkaitan dengan persepsinya tentang asuransi. Pelayanan oleh Badan Penyelenggara meliputi: benefit yang diterima, prosedur pemanfaatan kartu peserta dan premi asuransi. Studi Mawarti et al (2008) tentang gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi animo masyarakat untuk menjadi peserta Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (JPKM) di Desa Jimbaran Kulon Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo menggunakan metode deskriptif, menyimpulkan bahwa: (a) keberhasilan sosialisasi mempengaruhi keikutsertaan masyarakat dalam program JPKM, (b) pendidikan berpengaruh terhadap keikutsertaan masyarakat dalam program JPKM, (c) keikutsertaan masyarakat menjadi peserta JPKM pada kelompok yang tingkat pendapatan yang rendah lebih besar daripada tingkat pendapatan yang tinggi, (d) keikutsertaan masyarakat menjadi peserta JPKM pada kelompok dengan lingkungan interaksi sosial yang rendah lebih besar daripada yang lingkungan

interaksi sosial yang tinggi, (e) keikutsertaan masyarakat menjadi peserta JPKM pada kelompok yang puas dengan pelayanan puskesmas lebih besar daripada yang tidak puas dengan pelayanan puskesmas. Demikian juga studi Budiharsa (2002) tentang beberapa faktor yang berhubungan dengan kelanjutan JPKM di Kabupaten Grobogan Tahun 2001-2002 dengan pendekatan cross-sectional menggunakan uji chi square, menyimpulkan bahwa jarak pelayanan, biaya transportasi, harga pelayanan, pengetahuan, keluhan sakit, dan kepuasan peserta berhubungan secara bermakna dengan kelanjutan kepersertaan. Berdasarkan fenomena di atas, dapat diasumsikan bahwa peserta yang tidak memperpanjang masa kepesertaan Askes Husada Paripurna Tobamas terkait dengan persepsi tentang asuransi kesehatan serta mutu pelayanan yang diberikan PPK pada saat memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan menggunakan Askes Husada Paripurna Tobamas. Persepsi tentang kebutuhan dan persepsi tentang mutu secara teoritis merupakan faktor yang memengaruhi seseorang untuk memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Dengan demikian penting dilakukan penelitian tentang Pengaruh Persepsi tentang Kebutuhan Asuransi, Pelayanan Badan Penyelenggara dan Mutu Pelayanan oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan terhadap Perpanjangan Kepesertaan Askes Husada Paripurna Tobamas di Kabupaten Toba Samosir.

1.2. Permasalahan Bagaimana pengaruh persepsi tentang kebutuhan asuransi, pelayanan badan penyelenggara dan mutu pelayanan oleh pelaksana pelayanan Kesehatan terhadap perpanjangan kepesertaan Askes Husada Paripurna Tobamas di Kabupaten Toba Samosir. 1.3. Tujuan Penelitian Menganalisis pengaruh persepsi tentang kebutuhan asuransi, pelayanan badan penyelenggara dan mutu pelayanan oleh pelaksana pelayanan Kesehatan terhadap perpanjangan kepesertaan Askes Husada Paripurna Tobamas di Kabupaten Toba Samosir. 1.4. Hipotesis Ada pengaruh persepsi tentang kebutuhan asuransi, pelayanan badan penyelenggara dan mutu pelayanan oleh pelaksana pelayanan Kesehatan terhadap perpanjangan kepesertaan Askes Husada Paripurna Tobamas di Kabupaten Toba Samosir. 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat dan masukan bagi : 1. Bagi peneliti menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang ilmu kesehatan masyarakat dan asuransi kesehatan. 2. Bagi Badan Penyelenggara (Bapel) dan Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) Askes Husada Paripurna Tobamas dalam meningkatkan mutu manajemen pengelolaan serta meningkatkan cakupan peserta dari masyarakat.