BAB I PENDAHULUAN. membiayai pengeluaran negara, pembangunan maupun untuk biaya rutin negara.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut, maka pemerintah perlu banyak memperhatikan masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan oleh setiap warga negara yaitu dengan membayar pajak. Sesuai

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Menurut Gunadi (2012:9)

BAB I PENDAHULUAN. kontraprestasi yang langsung dapat digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari ekspor dan berbagai jenis bantuan dari luar negeri masih dirasa

BAB I PENDAHULUAN. kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, negara harus

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan pemerintahan dan

BAB I PENDAHULUAN. langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan sebuah pemerintahan, Negara membutuhkan dana

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Pengertian pajak adalah iuran kepada kas negara

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah selalu ingin mensejahterakan rakyatnya dan ini dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pemerintahan suatu negara dibentuk sebagai perwakilan suatu rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan tulang punggung penerimaan negara dan digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah mengandalkan sumber-sumber penerimaan negara. Nota Keuangan dan APBN Indonesia tahun 2015 yang diunduh dari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri dan luar negeri. Sektor pajak merupakan salah satu sumber

BAB I PENDAHULUAN. Belanja Negara. Salah satu yang termasuk dalam APBN adalah pajak.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satunya disebabkan oleh lebih besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terusmenerus. dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat kecil baik materiil maupun spiritual. Untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian bangsa. Suparmono dan Damayanti (2010) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang cukup dominan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan lainnya yaitu penerimaan migas maupun penerimaan bukan pajak,

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai

BAB I PENDAHULUAN. setiap proyek pembangunan negara yang dilaksanakan oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. umum (Mohammad Zain, 2007). Pajak diartikan sebagai pungutan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mengandalkan berbagai pemasukan negara sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara dari pajak juga perlu ditingkatkan karena pajak merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia maupun negara lainnya dalam menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pajak merupakan salah satu penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan dalam negeri.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor, khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan perekonomian Indonesia akan diikuti pula

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemerintah yang berlangsung secara berkesinambungan. Tentunya

BAB I PENDAHULUAN. maupun pembangunan. Self assessment system merupakan suatu sistem pemungutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian bangsa. Suparmono dan Theresia Woro Damayanti (2010:1)

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memerlukan dana yang besar yang tidak hanya bersumber dari pinjaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. negeri misalnya pinjaman luar negeri dan hibah (garant), sedangkan sumber dana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengawasan merupakan proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Tujuan utama dari kebijakan keuangan negara di bidang penerimaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat merealisasikan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah Indonesia yang dapat mendukung kegiatan pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. membayar pajak karena bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dan akan

BAB I PENDAHULUAN. Negara dalam menyelenggarakan pemerintahannya mempunyai kewajiban

BAB 1 PENDAHULUAN. orang pribadi atau badan yang besifat memaksa berdasarkan undang-undang,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah salah satu Negara. berkembang yang bertujuan untuk menjadi negara maju di masa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 16 tahun 2009 menyatakan bahwa pajak adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN. modern. Hal tersebut dilakukan dengan menerapkan self assessment system dan


BAB I PENDAHULUAN. Telah diketahui pada umumnya negara yang memiliki administrasi. saat ini bertumpu pada pajak dalam membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki tujuan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. nasional secara bertahap, terencana, dan berkelanjutan. Untuk melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. dimana semua hasil penerimaan tersebut akan digunakan untuk membiayai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suryani N. A., 2016 Pengaruh Pelayanan Fiskus dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

BAB 1 PENDAHULUAN. Siapapun terutama Wajib Pajak pasti akan berurusan dengan pajak, namun tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. . Di indonesia salah satu satu penerimaan negara yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. sektor, khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian global terutama di Indonesia, ikut memacu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penerimaan sektor pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat dominan. Pada

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemitro (1990:2) dalam buku Perpajakan: Pendekatan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang tercantum dalam. Pembukaan UUD Upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut salah

BAB I PENDAHULUAN. Pembiayaan suatu Negara sangatlah bergantung kepada besarnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pajak merupakan bagian dari sumber penerimaan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah Self Assessment System yang berarti wajib pajak diberi kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mendengar kata Pajak, kebanyakan dari kita akan segera

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dari tahun ke tahun kontribusi pajak pada penerimaan negara terus

BAB I PENDAHULUAN. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjadi Negara yang lebih maju, Indonesia sebagai negara berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak dapat memperbaiki hal tersebut dan menjadi solusi yang efektif.

BAB I PENDAHULUAN. jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan hal yang penting bagi suatu negara yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Penerimaan pajak digunakan

BAB I PENDAHULUAN. yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik. untuk mensejahterakan rakyat Indonesia secara adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara di dunia.. Sehingga tidak bisa dipungkiri tuntutan ekonomi dalam memenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan dominan dalam pos penerimaan negara (Suryadi,2006).

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat penting dalam menopang pembiayaan pembangunan yang bersumber dari dalam negeri. Besar kecilnya pajak akan menentukan kapasitas anggaran dalam negeri, baik dalam membiayai pengeluaran negara, pembangunan maupun untuk biaya rutin negara. Oleh karena itu segala upaya ditingkatkan agar penerimaan negara dari sektor pajak meningkat baik dari subjek ataupun pajak yang ada (Gunadi, 2012). Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kas ke sektor pemerintah berdasarkan Undang-Undang) dapat dipastikan dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (Soemitro, 1999). Langkah pemerintah sebagai fiskus untuk meningkatkan penerimaan pajak telah dimulai melalui reformasi perpajakan pada tahun 1983 dan masih terus berlangsung hingga saat ini. Sejak berlakunya reformasi, Indonesia menganut sistem self assessment. Meskipun, penerapan sistem tersebut secara signifikan telah mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak, kendala pemerintah dalam melakukan pemungutan pajak tetap saja sulit dihindari (Ameili, 2014). 1

2 Menurut Mardiasmo (2011) sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga yaitu Official Assessment System, Self Assessment System, dan With Holding System. Pada Official Assessment System tanggung jawab pemungutan pajak sepenuhnya pada pemerintah atau fiskus, sedangkan dalam Self Assessment System pemungutan pajak diserahkan kepada Wajib Pajak untuk melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya mulai dari menghitung, memperhitungkan, membayar atau menyetor dan melaporkan berapa besar pajak terutang. Seperti berita yang diambil dari media pajak.go.id hari Selasa, 29 September 2015 dalam judul Tahun Pembinaan Wajib Pajak, DJP Lebih Ramah Dalam Memungut Pajak yang dikemukakan oleh Sigit Priadi Pramudito bahwa Indonesia menganut sistem self assessment dalam pemungutan pajaknya. Artinya, Wajib Pajak diberikan keleluasaan untuk mendaftarkan diri, menghitung, membayar dan melaporkan pajaknya. Wajib Pajak adalah pahlawan bangsa melalui pajak yang dibayarkannya. Karena melalui sistem self assessment yang menjadi tujuan utama adalah kepatuhan sukarela dari Wajib Pajak untuk jujur melaporkan usahanya. Kepatuhan Wajib Pajak adalah faktor penting dalam merealisasikan target penerimaan pajak. Semakin tinggi kepatuhan Wajib Pajak, maka penerimaan pajak akan semakin meningkat, demikian pula sebaliknya. Kepatuhan Wajib Pajak mencakup kepatuhan mencatat atau membukukan transaksi usaha, kepatuhan melaporkan kegiatan usaha sesuai peraturan yang berlaku, serta kepatuhan terhadap semua aturan perpajakan lainnya. Di antara ketiga jenis kepatuhan tersebut, yang paling mudah diamati adalah kepatuhan melaporkan

3 kegiatan usaha, karena seluruh Wajib Pajak berkewajiban menyampaikan laporan kegiatan usahanya setiap bulan dan setiap tahun dalam bentuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Namun, masih terdapat beberapa Wajib Pajak mempunyai kepatuhan yang buruk dengan tidak membuat dan menyampaikan laporan kegiatan usaha secara periodik, baik laporan bulanan maupun tahunan (Amin Laili, 2014). hingga 2011: Berikut adalah data penerimaan pajak dan pelaporan SPT dari tahun 2009 Tabel 1.1 Penerimaan Pajak dan Pelaporan SPT Tahun 2009-2011 Uraian/Tahun 2009 2010 2011 WP Terdaftar 10.682.099 15.911.576 19.112.590 % kenaikan jumlah WP 33% 33% 17% Wajib Pajak 9.996.620 14.101.933 17.694.317 SPT Tahunan 5.413.114 8.202.309 9.332.657 Rasio kepatuhan SPT Tahunan 54% 58% 53% Penerimaan PPH (Milyar Rupiah) 243.591 265.265 315.490 % Kenaikan Penerimaan 6% 8% 16% Sumber : Buyung Muniriyanto (2014) Dilihat dari tabel 1.1 di atas dapat diketahui bahwa peneriman pajak dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 tidak mengalami kenaikan yang signifikan

4 jika dibandingkan dengan kenaikan Wajib Pajak terdaftar. Penerimaan pajak yang dapat dihimpun oleh Direktorat Jenderal Pajak hanya tumbuh sekitar 13% pertahun. Meskipun Wajib Pajak terdaftar meningkat hampir tiga kali lipat dari tahun 2009 sampai tahun 2011, penerimaan pajak hanya meningkat kurang dari 50% di tahun 2011. Hal tersebut menurut Buyung Muniriyanto sangat dipengaruhi oleh tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Rasio kepatuhan Wajib Pajak sendiri sangatlah rendah hanya berkisar dibawah 60%. Seperti berita yang diambil dari Harian Bisnis (www.ortax.org) hari Senin, 30 Juli 2012 dalam judul Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Rendah yang dikemukakan oleh Danny Darussalam selaku Pengamat Pajak Tax Centre UI Darussalam bahwa pada tahun 2012 persentase tingkat kepatuhan Wajib Pajak juga masih tergolong sangat rendah, tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Menurut sumber data dari Dirjen Pajak, pada tahun 2012 jumlah pajak yang terkumpul mencapai Rp 976 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 19% dari tahun sebelumnya, namun persentase tingkat kepatuhan Wajib Pajak pada tahun 2012 masih tergolong sangat rendah, tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Realisasi pelaporan surat pemberitahuan pajak tahunan semester I/2012 yang hanya mencapai 45,5% dari 22 juta Wajib Pajak terdaftar, dinilai menunjukkan rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Penerimaan negara dari sektor pajak pada tahun 2013, menurut Fuad Rahmani yang dikutip dari Penerimaan Pajak 2013 Sebesar Rp 1.072,1 Triliun (www.ekon.go.id) pada hari Selasa 7 Januari 2014 menyatakan kementerian keuangan mencatat penerimaan negara dari sektor pajak sebesar Rp

5 1.072,1 triliun atau mencapai 93,4%. Namun pencapaian tersebut masih berada dibawah target Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013 yang sebesar Rp 1.148,4 triliun. Fakta yang ditemukan di lapangan, tingkat kepatuhan masih tergolong rendah sementara tingkat Wajib Pajak yang terdaftar mengalami peningkatan, seperti berita yang diambil dari media ortax.org hari Senin, 7 September 2015 dalam judul Realisasi Penerimaan Pajak Kian Suram yang dikemukakan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Sigit Priadi Pramudito. Beliau mengatakan, sampai akhir Agustus 2015, realisasi pajak hanya Rp 592,5 triliun. Ini 2,23% lebih rendah dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak periode sama 2014 yang mencapai Rp 606 triliun. Dengan gambaran itu, Dirjen Pajak mengindikasikan, kekurangan penerimaan pajak atau shortfall akan lebih besar dibandingkan perkiraan sebelumnya, yaitu Rp 120 triliun. Fakta yang sama juga ditemukan di media online ortax.org pada Rabu, 16 September 2015 dalam judul Kepatuhan Lapor Pajak 2015 Turun menurut Mekar Satria Utama selaku Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Ditjen Pajak menyatakan kewajiban formal Wajib Pajak Indonesia tergolong rendah. Dari tahun ke tahun, Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan belum juga berhasil membenahi kepatuhan Wajib Pajak melaporkan pajaknya. Data Ditjen Pajak menunjukkan, tingkat kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi per 10 September 2015, baru 56,36%. Angka tersebut diperoleh dari jumlah pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Wajib Pajak orang

6 pribadi dibandingkan dengan jumlah orang pribadi yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Khususnya di Indonesia pajak sangat berdampak besar untuk kestabilitasan keuangan dan anggaran negara. Untuk itu dari tahun ke tahun kiatkiat dalam penerimaan pajak terus ditingkatkan. Mulai dari perbaikan sistem perpajakan itu sendiri, baik dari kualitas pelayanan, fasilitas, Sumber Daya Manusia yang ada dalam perpajakan dan sebagainya. Dalam hal ini kegiatan perpajakan dipegang oleh Direktorat Jenderal Pajak dibawah pengawasan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Kebijakan tersebut dilakukan untuk memenuhi penyempurnaan Undang-Undang Perpajakan yang berguna untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak dan untuk mendapatkan sumber hukum pajak lainnya (www.pajak.go.id). Salah satu kriteria Wajib Pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan NO.235/KMK.03/2003 adalah kepatuhan dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Berikut data jumlah Wajib Pajak yang terdaftar di Indonesia yang selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya pada periode 2009-2011 yang disajikan pada Tabel 1.2 berikut ini :

7 Tabel 1.2 Jumlah Wajib Pajak Terdaftar di Indonesia Periode 2009-2011 Jenis Wajib Tahun Pajak 2009 2010 2011 Orang Pribadi 13.949.750 17.327.184 19.913.904 Bendahara 434.355 467.984 507.844 Badan 1.580.287 1.737.459 1.942.811 Jumlah 15.964.392 19.532.627 22.364.559 Sumber : Direktorat Jenderal Pajak (2011) Kualitas pelayanan pajak atau fiskus dapat mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak. Sehingga definisi kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta kegiatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen (Tjiptono, 2007). Perilaku pelayanan fiskus dalam melayani masyarakat, besar kecilnya berpengaruh pada kepatuhan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya. Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah agar dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak yang masih rendah. Salah satunya dengan meningkatkan kualitas pelayanan fiskus atau pegawai pajak. Pelayanan fiskus juga merupakan hal penting dalam menggali penerimaan negara dimana fiskus seharusnya melayani para Wajib Pajak dengan jujur, profesional dan bertanggung jawab. Menurut Parasuraman dalam Lupiyoadi (2001), terdapat 5 aspek kualitas pelayanan agar dapat memberikan kepuasan bagi pengguna jasanya, yaitu Responsiveness (Ketanggapan), Reliability (Keandalan), Empathy (Empati), Assurance (Jaminan), dan Tangible (Bukti Fisik/Langsung).

8 Selain kualitas pelayanan fiskus yang harus diperhatikan, Wajib Pajak juga harus mengeluarkan sejumlah biaya untuk memenuhi kewajiban pajaknya. Biaya ini biasa disebut dengan Compliance Cost. Biaya kepatuhan adalah biaya yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam memenuhi persyaratan perpajakan yang dikenakan pada mereka oleh hukum dan otoritas tertentu (Sandford, 1989). Biaya kepatuhan bukan hanya dalam artian uang (Direct Money Cost), tetapi juga waktu (Time Cost) dan pikiran (Psychological Cost). Wajib Pajak yang telah berusaha patuh untuk membayar kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan Undang-Undang perpajakan yang berlaku, berharap agar dapat mengeluarkan biaya-biaya seminimal mungkin yang terkait dengan pemenuhan kewajiban perpajakannya. Oleh sebab itu, apabila biaya kepatuhannya berubah maka akan berpengaruh terhadap kepatuhan itu sendiri. Hingga saat ini penelitian-penelitian perpajakan menyatakan bahwa biaya kepatuhan yang ditanggung oleh Wajib Pajak relatif besar. Temuan mengenai Tax Compliance Costs (Biaya Kepatuhan Perpajakan) pada National Tax Journal 2005 lalu dinyatakan dalam satuan uang dan waktu oleh John L.Guyton (2005) pada tabel 1.3 di bawah ini :

9 Tabel 1.3 Biaya Kepatuhan Perpajakan Berdasarkan Karakteristik Terpilih Waktu (Jam) Biaya (Dollar) Berdasarkan Tipe Wajib Pajak Wage and Investment 14,90 $74 Self-Employed 58,80 $364 Berdasarkan Metode Persiapan Pembayaran Paid Preparation 27,50 $243 Self Preparation w/o Software 18,10 $17 Software Preparation 37,30 $53 Bedasarkan Metode Submission Kertas 28,80 $154 TeleFile 9,50 $4 E-File lainnya 21,10 $152 RATA-RATA 26,40 $150 Sumber : John L. Guyton (2005) Penelitian terbaru oleh Sharon Smulders et. Al (2012) juga menghasilkan kesimpulan yang sama, bahwa biaya kepatuhan perpajakan yang ditanggung Wajib Pajak relatif besar. Dalam penelitiannya, Sharon menyajikan time costs pajak berdasarkan aktifitasnya dalam setahun pada tabel 1.4 dibawah ini :

10 Tabel 1.4 Time Costs Berdasarkan Aktifitas Biaya Kepatuhan Perpajakan AKTIFITAS Waktu Rata-rata (Jam) Persentase (%) Pencatatan informasi terkait pajak. 289 66,7 Menghitung pajak, melengkapi return dan pembayaran. Berhadapan dengan kantor pajak (mendatangi, telepon, email). Tax Planning dan konsultasi perpajakan. Berhadapan dengan konsultan eksternal dan penyedia informasi. Belajar mengenai hukum pajak, membaca, web browsing. 47 10,8 17 4,0 16 3,9 29 6,8 33 7,7 Aktifitas lainnya. 3 0,1 TOTAL 434 100 Sumber : Sharon Smulders et. al (2012) Barbone et. AI (2012) menyatakan bahwa kepatuhan tidak akan terjadi tanpa adanya effort (usaha), dalam istilah ekonomi, effort hanyalah bahasa lain untuk biaya. Sehingga menjadi warga negara yang patuh pada hukum, dibutuhkan effort yang lebih, yakni Biaya Kepatuhan. Berdasarkan uraian di atas, keberhasilan penerimaan pajak suatu negara tergantung kepada upaya pemerintahnya dalam meningkatkan kepatuhan.

11 Beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah antara lain menciptakan pelayanan publik yang profesional, mengelola uang pajak secara adil dan transparan, membuat peraturan perpajakan yang sudah dipahami Wajib Pajak dan meningkatkan tindakan penegakan hukum kepada Wajib Pajak yang tidak patuh. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk memilih judul Pengaruh Biaya Kepatuhan Perpajakan (Cost Of Compliance) dan Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka masalah penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh biaya kepatuhan perpajakan (cost of compliance) terhadap kepatuhan Wajib Pajak. 2. Bagaimana pengaruh kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan Wajib Pajak. 3. Bagaimana pengaruh biaya kepatuhan perpajakan (cost of compliance) dan kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan Wajib Pajak. 1.3 Tujuan Penelitian Maksud dilakukannya penelitian ini untuk memperoleh bukti empiris mengenai variabel yang diteliti yaitu Biaya Kepatuhan Perpajakan (Cost Of Compliance) dan Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.

12 Kemudian, sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Untuk menguji pengaruh Biaya Kepatuhan Perpajakan (Cost Of Compliance) terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. 2. Untuk menguji pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. 3. Untuk menguji pengaruh Biaya Kepatuhan Perpajakan (Cost Of Compliance) dan Kualitas Pelayanan Fiskus terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. 1.4 Kegunaan Penelitian Dari hasil penelitian yang penulis lakukan diharapkan dapat memberikan manfaat pada beberapa pihak diantaranya : 1. Bagi penulis Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama, serta untuk menambah wawasan pengetahuan dan daya nalar sebagai bagian dari proses belajar sehingga dapat lebih memahami bagaimana sebenarnya aplikasi dari teori-teori yang telah penulis peroleh selama duduk di bangku kuliah, tentunya dengan topik yang penulis pilih.

13 2. Bagi Instansi Pajak Sebagai sumber informasi dan bahan masukan bagi instansi pajak untuk mempertimbangkan dan menilai kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh perusahaan dalam hal tentang pengaruh biaya kepatuhan perpajakan (cost of compliance) dan kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak. 3. Bagi Pihak Lain Sebagai masukan untuk meningkatkan pengetahuan dan menjadi bahan referensi untuk mengkaji topik-topik yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan, penulis akan melaksanakan penelitian pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying di Jalan Purnawarman No. 21 Bandung, yang dilaksanakan pada bulan November tahun 2015 sampai dengan bulan Desember 2015.