BAB II LANDASAN TEORI. mengevaluasi keputusan yang telah mereka buat (Bakshi, 2012). Konsumen tidak. keputusan tersebut (Hoyer dan MacInnis, 2010).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Penyesalan Pasca Pembelian (Post Purchase Regret) Menurut Zeelenberg dan Pieter (2007) penyesalan (regret) adalah emosi

BAB I PENDAHULUAN. toko dapat memicu munculnya needs atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak disadari

BAB I PENDAHULUAN. terduga. Setiap pebisnis atau perusahaan berlomba-lomba untuk. agar sukses dalam persaingan adalah berusaha mencapai tujuan dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif. impulsif sebagai a consumers tendency to buy spontaneusly, immediately and

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Dalam menganalisis perilaku konsumen khususnya mengenai perilaku

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan aktivitas gaya hidup (misalnya Lury, 1996; Bayley dan Nancarrow, 1998

BAB 1 Perilaku Konsumen

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Huddleston dan Minahan (2011) mendefinisikan aktifitas berbelanja sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Survei yang dilakukan oleh AC Nielsen

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat terpuaskan secara permanen. Dalam usahanya untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. Saat ini, teknologi telah memegang peranan yang signifikan dalam kehidupan

PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN (PERILAKU KONSUMEN)

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pemasaran semakin mempengaruhi hampir seluruh kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pertama, penelitian yang dilakukan

Pengambilan Keputusan Konsumen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecenderungan Impulsive Buying. Murray dan Dholakia (2000), mendefinisikan impulsive buying sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH LONELINESS TERHADAP IMPULSIVE BUYING PRODUK FASHION PADA MAHASISWI KONSUMEN ONLINE SHOP

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah konsumen sering diartikan sebagai dua jenis konsumen, yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan konsumsi. Konsumsi, dari bahasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif

BAB II LANDASAN TEORI. Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 55% Jenis Kelamin

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. penelitian. Teori-teori yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dan pengambilan keputusan pembelian tanpa rencana atau impulsive buying.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berinteraksi dengan lingkungannya. dan berinteraksi di dunia. Menurut Assael, gaya hidup adalah A mode of

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kunci utama dalam memenangkan persaingan. harus mengkaji sikap konsumen terhadap produk yang dihasilkan dan

BAB II LANDASAN TEORI

PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. usaha organisasi atau perusahaan dalam mendesain, promosi, harga dan distribusi

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleksitas dan berbagai tekanan yang dihadapi perusahaan meningkat. Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

DAFTAR LAMPIRAN. Halaman. Lampiran 1 Pedoman Wawancara. Lampiran 2 Verbatim Wawancara. Lampiran 3 Rekonstruksi Data. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Ketika kita melakukan pembelian, seringkali bukan hanya dari segi ekonomis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. permintaan masyarakat terhadap produk dan jasa untuk memenuhi segala

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. terbentuk sebelum memasuki toko. Bisa juga dikatakan suatu desakan hati yang

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang mengganggu. Chartered management Istitute mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aisha Nadya, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gagasan, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I - PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB I. oleh hampir semua orang. Menjamurnya bisnis seperti waralaba (franchise), pusat

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, pemasaran dipandang sebagai proses untuk menciptakan, memperkenalkan dan menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen

BAB I PENDAHULUAN. pangsa pasar, setiap perusahaan berusaha menarik perhatian konsumen melalui. pemberian informasi tentang produk yang ditawarkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. kebutuhan ini tercermin dengan adanya dorongan untuk meraih kemajuan dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

KEPRIBADIAN CONSCIENTIOUSNESS DAN POST PURCHASE REGRET KONSUMEN CONSCIENTIOUSNESS PERSONALITY TYPE AS A PREDICTOR OF POST PURCHASE REGRET

BAB I PENDAHULUAN. remaja sering mengalami kegoncangan dan emosinya menjadi tidak stabil

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan, tidak terkecuali manusia. Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena adanya ransangan yang menarik dari toko tersebut (Utami, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sebagian besar konsumen Indonesia memiliki karakter unplanned.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

KONFLIK PERAN PEKERJAAN DAN KELUARGA PADA PASANGAN BERKARIR GANDA

BAB III METODE PENELITIAN

Perkembangan Sepanjang Hayat

2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembelian impulsif atau keputusan pembelian yang tidak direncanakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan juga merupakan faktor krisis yang dapat menentukan maju

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ketidakpuasan Konsumen Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Brand

BAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Penyesalan Pasca Pembelian Meskipun proses pembelian telah selesai, konsumen masih sering mengevaluasi keputusan yang telah mereka buat (Bakshi, 2012). Konsumen tidak selalu merasa percaya diri dengan keputusan yang mereka ambil. Mereka bisa merasa bimbang apakah mereka membuat keputusan yang tepat dan bahkan menyesali keputusan tersebut (Hoyer dan MacInnis, 2010). 1. Pengertian Penyesalan Pasca Pembelian Penyesalan adalah emosi kognitif yang ingin dihindari, dipendam, disangkal, dan diatur oleh konsumen jika dialami (Zeelenberg dan Pieter, 2006 dalam Lee dan Cotte, 2009). Menurut Sugden (1985), penyesalan adalah sebuah sensasi menyakitkan yang muncul sebagai hasil dari membandingkan apa yang ada dengan apa yang harusnya ada. Penyesalan bisa terjadi ketika konsumen membandingkan hasil dari produk yang telah dibeli tidak sebaik dengan hasil dari produk yang mungkin bisa didapat jika konsumen membeli produk lain (Bell, 1982; Tsiros dan Mittal, 2000 dalam Lee dan Cotte, 2009). Hoyer dan MacInnis (2010) menyatakan bahwa penyesalan pasca pembelian terjadi ketika konsumen menilai adanya perbandingan yang tidak setara antara performa dari produk yang telah dibeli dengan performa dari produk yang tidak dibeli. 9

10 Konsumen juga dapat merasakan penyesalan pasca pembelian meskipun tidak memiliki informasi mengenai produk lain dan terutama intensitas penyesalan dapat meningkat apabila konsumen tidak dapat mengubah keputusannya atau mengalami hasil yang negatif. Penyesalan pasca pembelian merupakan suatu sensasi menyakitkan yang timbul setelah membeli suatu produk karena mendapat perbandingan yang tidak setara antara apa yang diharapkan dengan apa yang didapatkan setelah membeli dan menggunakan produk tersebut (Lee dan Cotte, 2009). Penyesalan pasca pembelian dapat terjadi dalam situasi di mana pilihan yang diambil memiliki hasil lebih buruk dibandingkan dengan pilihan yang tidak diambil (Zeelenberg, Van Dijk, Manstead, dan Van der Pligt, 2000). Jadi, penyesalan pasca pembelian dapat disimpulkan sebagai suatu sensasi menyakitkan yang muncul karena konsumen mendapatkan perbandingan yang tidak setara antara apa yang diharapkan dan apa yang didapatkan setelah membeli dan menggunakan sebuah produk. 2. Pengukuran Penyesalan Pasca Pembelian Pengukuran penyesalan pasca pembelian didasarkan pada komponen penyesalan pasca pembelian menurut Lee dan Cotte (2009), yaitu:

11 a. Penyesalan akibat evaluasi pada hasil produk yang dibeli (outcome regret) Outcome regret merupakan perbandingan dari penilaian konsumen terhadap hasil dari apa yang telah dibeli dan apa yang bisa dibeli. Outcome regret terbagi atas dua, yaitu: 1) Regret due to foregone alternatives (Penyesalan karena alternatif produk yang tidak terpilih) Penyesalan karena alternatif produk yang tidak terpilih terjadi ketika konsumen merasa menyesal telah membeli suatu produk dan bukan produk lainnya. Konsumen mengevaluasi hasil dengan cara membandingkan apa yang telah mereka dapatkan dengan apa yang seharusnya bisa mereka dapatkan (Sugden, 1985). Mereka menyesal ketika hasil yang seharusnya bisa didapatkan lebih baik daripada hasil yang telah didapatkan (Zeelenberg dan Pieters, 2006 dalam Lee dan Cotte, 2009). Bell (1982) berasumsi bahwa hasil dari alternatif yang ditolak harus diketahui oleh konsumen untuk memunculkan penyesalan. Namun, Ritov dan Baron (1995) konsumen dapat merasa menyesal meskipun tidak memiliki pengetahuan tentang alternatif lainnya dengan hanya membayangkannya. 2) Regret due to change in significance (Penyesalan karena perubahan yang signifikan) Penyesalan karena perubahan yang signifikan terjadi ketika konsumen menilai berkurangnya atau menurunnya kegunaan dari produk tersebut.

12 Hal ini disebabkan karena menurunnya fungsi atau performa produk tersebut dari waktu pembelian terhadap titik tertentu pada waktu setelah pembelian. Ketika seseorang membeli suatu barang, terdapat harapan tertentu dalam penggunaannya. Namun, jika terjadi suatu hal yang menyebabkan berkurangnya fungsi produk tersebut, maka konsumen dapat merasa menyesal (Lee dan Cotte, 2009) b. Penyesalan akibat evaluasi pada proses pembelian barang (process regret) Process regret terjadi ketika individu membandingkan proses pengambilan keputusan yang telah dilakukan dengan proses pengambilan keputusan alternatif yang lebih baik. Process regret terbagi atas dua, yaitu: 1) Regret due to under consideration (Penyesalan karena kurangnya pertimbangan) Individu menilai kualitas dari keputusan yang mereka lakukan dengan memeriksa bagaimana keputusan itu dibuat dan dilaksanakan serta jumlah informasi yang telah mereka kumpulkan (Janis dan Mann, 1977). Individu dapat merasa menyesal apabila mereka merasa gagal dalam melaksanakan keputusan sesuai dengan yang mereka inginkan. Individu juga dapat merasa menyesal apabila mereka yakin bahwa mereka kekurangan informasi baik dari segi kualitas maupun kuantitas untuk membuat keputusan yang baik.

13 2) Regret due to over consideration (Penyesalan karena pertimbangan berlebihan) Penyesalan karena pertimbangan berlebihan terjadi karena individu merasa telah menghabiskan waktu dan usaha yang berlebihan dalam proses membeli. Selain itu, individu juga dapat menyesali beban emosional, cognitive overload, dan stress yang dialami selama proses pengambilan keputusan (Lee dan Cotte, 2009). 3. Faktor yang Mempengaruhi Penyesalan Pasca Pembelian Delacroix (dalam M Barek dan Gharbi, 2011) mengklasifikasikan faktorfaktor yang mempengaruhi penyesalan pasca pembelian pada konsumen ke dalam dua kategori, yaitu: a. Faktor situasi 1) Rasa tanggung jawab terhadap pilihan yang dibuat Ketika konsumen merasa bertanggung jawab atas keputusan yang diambil dan merasa bahwa mereka tidak cukup berusaha dalam mencari informasi, maka mereka cenderung menyesali keputusan yang diambil (Van Djik dkk, 1999). 2) Pilihan antara merek dan harga Simonson (1992) menemukan bahwa terdapat hubungan dua arah antara penyesalan dengan pilihan antara merek dan harga. Konsumen cenderung memilih produk mahal dari merek yang sudah dikenal untuk menghindari

14 perasaan menyesal. Ini dikarenakan mereka merasa lebih bertanggung jawab ketika membeli produk yang murah dari merek yang tidak terkenal dan mendapati produk tersebut tidak tahan lama. Namun, konsumen juga seringkali mengeluh jika mereka membeli produk yang terbaik dari merek terkenal, dan menyadari bahwa produk tersebut tidak lebih baik. Selain itu, konsumen yang memilih produk yang kurang terkenal dan lebih murah bisa saja tidak merasa menyesal disebabkan mereka memiliki harapan yang realistis akan performa produk tersebut. 3) Waktu dalam pengambilan keputusan Simonson (1992) menyebutkan bahwa jika konsumen memilih untuk tidak membeli sebuah produk pada satu kesempatan, mereka cenderung merasa menyesal jika kesempatan yang mereka lewatkan memberikan penawaran yang lebih menarik. Konsumen juga cenderung merasa menyesal jika mereka mendapati bahwa produk yang telah dibeli ternyata ditawarkan dengan harga yang lebih murah pada kesempatan lain (M Barek dan Gharbi, 2011). 4) Sifat pembelian Konsumen yang melakukan pembelian impulsif cenderung merasa menyesal dibandingkan dengan konsumen yang melakukan pembelian terencana. Dalam pembelian impulsif, sisi emosional konsumen lebih berperan sehingga mereka tidak mempedulikan konsekuensi dari keputusan yang mereka buat (M Barek dan Gharbi, 2011).

15 5) Keterlibatan Konsumen cenderung merasa menyesal jika mereka kurang terlibat dalam proses pembelian dan juga terhadap produk yang mahal dibandingkan produk yang murah (M Barek dan Gharbi, 2011). 6) Adanya alternatif pilihan Jumlah pilihan produk yang sangat banyak di pasaran dapat menguntungkan karena konsumen dapat memilih produk mana yang sesuai. Namun, Schwartz (dalam M Barek dan Gharbi, 2011) menyatakan bahwa pilihan yang banyak juga memiliki dampak negatif karena konsumen bisa merasa menyesal apabila tidak memilih produk yang terbaik. b. Faktor disposisi 1) Self-esteem Konsumen dengan self-esteem yang rendah cenderung mengevaluasi keputusan yang dibuat secara negatif dan merasa menyesal dibandingkan konsumen yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi (Roese dan Olson, 1993; Brown dan Smart, 1991 dalam M Barek dan Gharbi, 2011). 2) Perbandingan sosial Konsumen yang seringkali membandingkan diri mereka dengan orang lain, cenderung menyesali pilihan yang mereka ambil. Selain itu, konsumen yang sensitif terhadap kritik dan pandangan orang lain, juga cenderung menyesali pilihan yang mereka ambil (M Barek dan Gharbi, 2011).

16 3) Keraguan Konsumen yang ragu-ragu cenderung menyesali pilihan yang mereka ambil karena mereka cenderung lambat dan kurang yakin ketika membuat keputusan sehingga seringkali mereka membandingkan produk yang telah mereka beli pasca pembelian (M Barek dan Gharbi, 2011). 4) Jenis kelamin Wanita cenderung merasa lebih menyesal dibandingkan pria dikarenakan wanita lebih sensitif dan emosional dan mereka cenderung melakukan perbandingan yang memicu munculnya perasaan menyesal (M Barek dan Gharbi, 2011). 5) Usia Konsumen muda lebih sering merasa menyesal dibanding konsumen yang lebih tua. Ini dikarenakan konsumen yang lebih tua dianggap sudah cukup bijaksana untuk menghindari membuat kesalahan dalam pilihan yang mereka ambil dan kurang impulsif serta jarang merasakan penyesalan (M Barek dan Gharbi, 2011). 6) Impulsifitas Impulsifitas memiliki hubungan positif dengan penyesalan pasca pembelian. Konsumen yang impulsif cenderung merasa menyesal karena mereka kurang memberikan usaha dalam proses pengambilan keputusan sehingga mereka lebih merasa bertanggung jawab terhadap kegagalan yang dialami akibat pengalaman negatif (M Barek dan Gharbi, 2011).

17 Dari sejumlah faktor situasi dan faktor disposisi yang telah dijelaskan di atas, yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah impulsifitas. Yang membedakan penelitian ini dari penelitian yang telah dilakukan M Barek dan Gharbi adalah dari jenis penelitian, karakteristik sampel, dan metode analisa data. Penelitian M Barek dan Gharbi merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode wawancara, skenario, asosiasi bebas, melengkapi kalimat, dan teknik bercerita. Jumlah sampel yang diteliti hanya berjumlah 15 orang sehingga yang menjadi salah satu kelemahan penelitian M Barek dan Gharbi adalah tidak bisa digeneralisasikan ke populasi yang lebih luas. B. Pembelian Impulsif Usaha yang diberikan setiap individu saat membuat keputusan dalam kegiatan membeli berbeda antara pembelian yang satu dengan yang lainnya. Kadang, pengambilan keputusan dilakukan secara otomatis, informasi yang sedikit, dan keterlibatan yang rendah. Jenis pembelian yang tidak direncanakan ini dinamakan pembelian impulsif (Solomon dkk, 2006). 1. Pengertian Pembelian Impulsif Impuls adalah keinginan tiba-tiba untuk berperilaku. Hal ini terjadi ketika individu melakukan sesuatu berdasarkan emosi daripada berdasarkan analisa yang beralasan (Hoyer dan MacInnis, 2010).

18 Hoyer dan MacInnis (2010) mendefinisikan pembelian impulsif sebagai pembelian yang terjadi ketika konsumen secara tiba-tiba memutuskan untuk membeli sesuatu yang tidak direncanakan untuk dibeli sebelumnya. Solomon, dkk (2006) mendefinisikan pembelian impulsif sebagai suatu proses yang terjadi ketika konsumen mengalami dorongan tiba-tiba untuk membeli suatu benda yang tidak dapat ditolak. Rook (dalam Earl dan Kemp, 1999) menyebutkan yang membedakan antara pembelian impulsif dan rasional adalah kehadiran faktor emosional yang meningkat, suatu desakan untuk mengkonsumsi dan kecenderungan psikologis untuk melakukan pembelian segera. Pembelian impulsif dapat dikatakan sebagai perilaku yang tidak ada artinya karena biasanya dilakukan adanya kontrol atau atensi, sehingga bisa dianggap terjadi secara otomatis (Langer, 1989 dalam Herabadi, 2003). Pembelian impulsif biasanya melibatkan respon emosional yang tinggi dan terjadi tanpa adanya rencana (Herabadi, 2003). Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelian impulsif adalah pengambilan keputusan untuk membeli sesuatu yang tidak direncanakan sebelumnya di mana individu merasakan dorongan yang kuat untuk membeli sebuah produk tanpa mempedulikan konsekuensi negatif dan adanya keterlibatan emosional yang tinggi.

19 2. Pengukuran Pembelian Impulsif Rook dan Hoch (1985) mengidentifikasi 5 elemen yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengukur pembelian impulsif, yaitu: a. Perilaku impulsif melibatkan keinginan untuk berperilaku yang tiba-tiba dan spontan Dittmar (2008) menyebut perilaku ini sebagai perilaku yang terjadi seketika, dilakukan tanpa perencanaan dan tanpa intensi sebelumnya. Hoyer dan MacInnis (2010) menyebutnya sebagai perasaan yang intens untuk membeli produk segera. b. Konsumen impulsif merasakan dorongan untuk membeli yang tiba-tiba dapat menyebabkan konsumen berada dalam keadaan psikologis yang disekuilibrium Pembelian impulsif dapat membuat konsumen kehilangan kontrol dan terus menerus memikirkan produk yang ingin dibelinya yang bisa mengancam kondisi sosioekonomi mereka. c. Ketika konsumen membeli secara impulsif, maka dapat terjadi konflik psikologis Pembelian impulsif memunculkan perasaan bimbang pada diri konsumen apakah harus membeli produk yang mereka sukai atau mendahulukan kebutuhan dan mengabaikan keinginan mereka. Konsumen yang impulsif cenderung untuk menyerah terhadap keinginan mereka dan membeli barang

20 yang menarik perhatian dan mampu memuaskan mereka dalam jangka waktu pendek. d. Konsumen akan mengurangi evaluasi kognitif mereka terhadap atribut produk ketika dia membeli secara impulsif Konsumen tidak mempertimbangkan dengan hati-hati alternatif yang ada dan juga memiliki informasi yang kurang mengenai produk. e. Konsumen tidak menghiraukan konsekuensi dari perilaku impulsif tersebut Dittmar (2008) menyebut elemen ini sebagai keinginan untuk membeli suatu produk yang sangat kuat sehingga mengabaikan kesulitan dan konsekuensi finansial. Hoyer dan MacInnis (2010) menyebutkan sebagai kondisi di mana konsumen tidak menghiraukan konsekuensi negatif dari perilaku membeli. Dittmar (2008) dan Hoyer dan MacInnis (2010) menambahkan satu elemen penting lain yaitu keterlibatan emosional dan psikologis individu yang tinggi pada pembelian impulsif. Hal ini biasanya berupa perasaan euphoria dan senang. C. Hubungan Pembelian Impulsif dengan Penyesalan Pasca Pembelian Penyesalan pasca pembelian adalah sensasi menyakitkan yang timbul setelah membeli suatu produk karena mendapat perbandingan yang tidak setara antara apa yang diharapkan dengan apa yang didapatkan setelah membeli dan menggunakan produk tersebut (Sugden, 1985; Bell, 1982; Tsiros dan Mittal, 2000 dalam Lee dan Cotte, 2009).

21 Penyesalan dapat dipengaruhi oleh faktor disposisi maupun situasi. Faktorfaktor situasi yang mempengaruhi penyesalan di antaranya adalah rasa tanggung jawab terhadap pilihan yang dibuat, kesenjangan antara ekspektasi dan kenyataan, pilihan antara merek dan harga, jenis pembelian, waktu dalam pengambilan keputusan, pelayanan toko, keterlibatan, adanya alternatif pilihan produk lainnya. Sedangkan faktor-faktor disposisi yang mempengaruhi penyesalan adalah self-esteem, perbandingan sosial, keraguan, usia, jenis kelamin, dan impulsifitas (M Barek dan Gharbi, 2011). Impulsifitas merupakan salah satu karakteristik yang dapat menimbulkan perasaan penyesalan pasca pembelian. Ini disebabkan impulsifitas seringkali disertai dengan usaha yang kurang maksimal dalam proses pengambilan keputusan sehingga memunculkan rasa tanggung jawab yang lebih besar karena individu gagal dalam mengambil keputusan yang lebih baik (M Barek dan Gharbi, 2011). Pembelian impulsif adalah pembelian yang terjadi ketika konsumen mengalami dorongan yang tiba-tiba dan tidak terkontrol untuk membeli suatu benda yang tidak direncanakan sebelumnya dan melibatkan keterlibatan emosional yang tinggi (Herabadi, 2003; Solomon dkk, 2006; Hoyer dan MacInnis, 2010). MacInnis dan Patrick (dalam Suh, Na, Kim, 2010) menyatakan bahwa perasaan seperti senang, bersalah, malu, bangga, dan menyesal bisa muncul setelah melakukan pembelian impulsif. Pembelian impulsif seringkali dikaitkan dengan penyesalan pasca pembelian, pengembalian produk, rasa frustrasi, ketidakpuasan, dan rasa bersalah. Meskipun konsumen merasa senang dan puas saat proses pembelian,

22 namun mereka mengalami perasaan negatif dan rasa frustasi setelah pembelian dilakukan sehingga konsumen yang melakukan pembelian impulsif lebih mungkin untuk mengembalikan produk yang telah dibeli dan mengalami penyesalan pasca pembelian (Virvilaitė, Saladienė, dan Žvinklytė, 2011; Suh, Na, Kim, 2010; Dittmar, 2008; Herabadi, 2003). Perilaku membeli wanita dianggap lebih emosional dibandingkan pria yang mengindikasikan bahwa wanita lebih responsif terhadap pembelian impulsif (Coley dan Burgess, 2003 dalam Saleh, 2012; Giraud, 2001 dalam Tinne 2011). Wanita adalah individu yang lebih sensitif dibandingkan pria sehingga mereka lebih mungkin menunjukkan respon emosional. Selain itu, wanita cenderung melakukan perbandingan sehingga meningkatkan munculnya penyesalan pasca pembelian (M Barek dan Gharbi, 2011; Coley dan Burgess, 2003 dalam Saleh, 2012). D. Hipotesa Penelitian Berdasarkan pemaparan di atas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Ada pengaruh positif antara pembelian impulsif terhadap penyesalan pasca pembelian pada wanita. Di mana semakin impulsif individu dalam perilaku membeli, maka semakin menyesal individu. Sebaliknya, semakin tidak impulsif individu dalam perilaku membeli, maka semain tidak menyesal individu.