BAB I PENDAHULUAN. kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Namun pada kenyataannya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nining Priyani Gailea, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

Senada dengan standar isi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, The National Council of Teachers of Mathematics

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian. Pendidikan sebagai sumber daya insani sepatutnya mendapat

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Undang - Undang Dasar tahun 1945 pasal 31 ayat 1 berbunyi: tiap tiap warga negara berhak

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kenyataannya sampai saat ini mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam menguasai pelajaran matematika. Belajar matematika berarti. bermanfaat jika konsep dasarnya tidak dipahami.

, 2015 PENGARUH PENGGUNAAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah , 2014

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suci Primayu Megalia, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Manusia tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988)

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN. pengajaran Matematika sangat perlu ditingkatkan. Salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. rasional yang harus dibina sejak pendidikan dasar. (Hasratuddin, 2010 : 19).

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Amam, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional) Pasal 37 menegaskan bahwa mata pelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pembelajaran, berbagai masalah sering dialami oleh guru.

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Trianto (2009:16) belajar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki pranan penting dalam kehidupan manusia, maka dari itu dalam BSNP (2006) dikatakan bahwa matematika perlu diberikan pada semua peserta didik mulai sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Namun pada kenyataannya banyak siswa di setiap jenjang pendidikan menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit dan sering menimbulkan berbagai masalah yang sulit untuk dipecahkan, sehingga berdampak pada rendahnya hasil belajar hal ini diperkuat oleh Hadi (2005) Matematika telah menjadi momok bagi setiap siswa. Matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan pelajaran yang tidak disenangi, kalau bukan pelajaran yang paling dibenci (Turmudi, 2010). Hal ini memperlihatkan bahwa matematika memang merupakan pelajaran yang kurang disukai dan diminati oleh para siswa. Penelurusan pandangan sikap siswa terhadap pelajaran matematika di Indonesia menurut beberapa pendapat bahwa matematika belum menjadi pelajaran yang banyak siswa memvaforitkannya Sumarmo (2003) mengatakan bahwa ditinjau dari kesenangan belajarnya, siswa Sekolah Dasar menunjukkan perasaan yang biasa-biasa saja dalam belajar matematika, matematika belum menjadi pelajaran favorit untuk siswa dan ada kecenderungan makin tinggi

2 tingkatan sekolahnya makin meningkat banyaknya siswa yang kurang berminat dalam belajar matematika. Senada dengan pendapat di atas Ruseffendi (2006) mengatakan bahwa, anak-anak menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka berkenalan dengan matematika yang sederhana. Makin tinggi tingkatan sekolahnya dan makin sukar matematika yang dipelajarinya akan semakin berkurang minatnya. Sedangkan menurut pendapat Begle (1979) siswa yang hampir mendekati Sekolah Menengah mempunyai sikap positif terhadap matematika secara perlahan menurun. Minat terhadap matematika dalam diri seseorang merupakan modal utama untuk menumbuhkan keinginan dan memupuk kesenangan belajar matematika. Tanpa benih minat yang baik dalam diri seseorang, akan sulit tercipta suasana belajar yang memadai. Akibat adanya minat tersebut, diharapkan muncul kecenderungan bersikap positif terhadap matematika. Ini menjadi penting sebab, sikap positif terhadap matematika berkorelasi positif dengan prestasi belajar (Begle, 1979). Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi peran matematika sebagai salah satu ilmu dasar yang memiliki nilai esensial yang dapat diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan menjadi sangatlah penting, pola pikir matematika selalu menjadi andalan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Mencermati pentingnya pelajaran matematika yang memegang peranan dalam sendi-sendi kehidupan, maka tentu memiliki tujuan pembelajaran yang dapat mengangkat kemampuan pemahaman dan komunikasi pada setiap sekolah seperti tercantum dalam Permendiknas No. 22 (Depdiknas, 2006) meliputi hal

3 berikut: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luas, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; 2) menggunakan pemahaman pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Mengacu pada tujuan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa belajar matematika tidak cukup dengan hanya menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum, tetapi harus diikuti dengan pembelajaran yang bermakna, dimana siswa dapat mengesplorasi kemampuan dalam dirinya secara maksimal dan dapat menumbuhkan rasa ingin tahunya dengan leluasa dan tanpa tekanan. konsep pembelajaran seperti inilah yang harus dapat dikembangkan dalam era modern saat ini, karena matematika tidak terletak pada penguasaan matematika sebagai ilmu tetapi bagaimana menggunakan matematika itu dalam memberi solusi/menjawab berbagai persoalan dalam kehidupan seseorang. Dewasa ini banyak persoalan yang dihadapi oleh guru matematika maupun oleh siswa dalam proses pembelajaran matematika. masalah yang dimaksud

4 adalah siswa tidak memahami konsep matematika karena materi pelajaran yang dirasakan siswa terlalu abstrak dan kurang menarik serta kurangnya contoh yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari mereka, metode penyampaian materi yang terpusat pada guru sementara siswa cenderung pasif, dan evaluasi penilaian yang hanya terfokus pada sumatif kurang pada formatif. Materi pelajaran matematika disampaikan sebagian besar guru di Indonesia masih menggunakan pendekatan tradisional yang menekankan pada latihan pengerjaan soal-soal atau drill and practice, prosedural serta menggunakan rumus dan algoritma (Zulkardi, 2001: 3). pada umumnya dalam pembelajaran matematika, para siswa menonton bagaimana gurunya mendemonstrasikan penyelesaian soal-soal matematika di papan tulis dan siswa mengkopi apa yang telah dituliskan oleh gurunya, penjelaskan guru dalam pembelajaran matematika diawali dengan mengungkapkan rumus-rumus dan dalil-dalil matematika terlebih dahulu, baru siswa berlatih dengan soal-soal rutin yang diberikan mengakibatkan siswa kurang memahami terhadap masalah-masalah matematika yang berkaitan dengan kehidupan nyata yang ada di sekeliling siswa (Turmudi, 2008). Kegiatan pembelajaran semacam itu jelas tidak memberikan keleluasaan kepada siswa untuk meningkatkan kompetensi matematis siswa sebagaimana dituntut dalam kurikulum Permendiknas No. 22 (Depdiknas, 2006). Fakta di lapangan menunjukan bahwa kemampuan pemahaman dan komunikasi matematika siswa masih rendah. Hal ini didasarkan oleh penelitian Asbullah (2005) yang menyatakan bahwa secara klasikal, kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa masih rendah. Padahal pemahaman

5 matematis dan komunikasi matematis merupakan kemampuan yang perlu dikembangkan dalam matematika. Hal ini dikarenakan pemahaman itu sangat dibutuhkan dalam memetakan suatu masalah didalam matematika, sehingga dapat menyelesaikan masalah dengan tepat. Demikian juga pada komunikasi matematika diperlukan memperjelas keadaan atau masalah, memperediksi kejadian dari suatu masalah berdasarkan karakterristik masalah yang lalu dan untuk dapat memperoleh informasih dan kesimpulan yang cepat dari suatu masalah. Adapun salah satu penyebab rendahnya kemampuan tersebut adalah karena kemampuan tersebut belum dikembangkan sejak dini, terutama pada usia Sekolah Dasar, sehingga kesalahan-kesalahan pada pemahaman konsep siswa dan ketidakmampuan komunikasi matematis siswa terbawa hingga ke jenjang berikutnya, Jarmita (2009) rendahnya hasil belajar matematika bukan hanya disebabkan karena matematika yang sulit, melainkan disebabkan oleh beberapa faktor yang meliputi siswa itu sendiri, guru, metode pembelajaran, maupun lingkungan belajar yang saling berhubungan satu sama lain. Faktor dari siswa itu sendiri adalah kurangnya pemahaman konsep siswa terhadap materi yang diajarkan. Selain itu, faktor lain yang dapat mempengaruhi rendahnya hasil belajar siswa adalah adanya anggapan/asumsi yang keliru dari guru-guru yang menganggap bahwa pengetahuan itu dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa. Dengan adanya asumsi tersebut, guru memfokuskan pembelajaran matematika pada upaya penuangan pengetahuan tentang matematika sebanyak mungkin kepada siswa. Akan tetapi, dalam perkembangan seperti sekarang ini, guru dituntut agar tugas dan peranannya tidak

6 lagi sebagai pemberi informasi (transmission of knowledge), melainkan sebagai pendorong belajar agar siswa dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui berbagai aktifitas sehingga mereka dapat membentuk kemampuan pemahaman dan komunikasinya secara matematis. Aspek kemampuan kompetensi yang diharapkan muncul sebagai dampak dari pembelajaran matematika adalah kemampuan memahami konsep matematika dan kemampuan komunikasi itu sendiri. Para siswa yang memiliki pemahaman konsep yang bagus akan mengetahui lebih dalam tentang ide-ide matematika yang masih terselubung. Setiap materi pelajaran yang dipelajari membutuhkan pemahaman yang bagus, pemahaman yang bagus sangat mempengaruhi dari penyelesai sebuah soal atau masalah dalam matematika. Tingkat pemahaman dari setiap siswa sangatlah berbeda dan sangat berhubungan dengan komunikasi siswa. Indikator yang signifikan dari pemahaman konsep adalah kemampuan untuk menyatakan situasi-situasi matematika dalam berbagai cara dan mengetahui bagaimana pernyataan yang berbeda dapat digunakan untuk tujuan yang berbeda juga. Pengetahuan yang dipelajari dengan pemahaman akan memberikan dasar dalam pembentukan pengetahuan baru sehingga dapat digunakan dalam memecahkan masalah-masalah baru, setelah terbentuknya pemahaman dari sebuah konsep, siswa dapat memberikan pendapat, memiliki ide yang cemerlang, dan dapat menjelaskan suatu konsep, maka terbentuklah kemampun komunikasi matematika yang baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar dengan pemahaman sangat lebih bermakna jika dibandingkan siswa yang hanya belajar dengan menghafal.

7 Selain memberi prioritas pada pengembangan kemampuan pemahaman dalam upaya mengembangkan sikap ilmiah siswa, juga diperlukan adanya kemampuan komunikasi. Karena melalui komunikasi, seseorang akan dapat mengungkapkan gagasan, temuan atau bahkan perasaannya terhadap orang lain. Nuryani (dalam Kania, 2009) menyatakan bahwa kemampuan berkomunikasi menjadi salah satu syarat yang memegang peranan penting, karena membantu dalam proses penyusunan pikiran, menghubungkan gagasan dengan gagasan lain, sehingga dapat mengisi hal-hal yang "kurang" dalam seluruh jaringan gagasan siswa. Komunikasi dapat meningkatkan pemahaman konsep-konsep abstrak matematika. Berdasarkan fakta tersebut maka perlu diupayakan adanya pengembangan kemampuan pemahaman dan komunikasi siswa dalam pembelajaran matematika agar siswa mampu bersikap ilmiah dalam menganalisis dan menggunakan konsepkonsep matematika yang diperlukan dalam memecahkan persoalan-persoalan kehidupan mereka sehari-hari. Kemampuan komunikasi adalah kemampuan menyajikan matematika secara tertulis, lisan atau diagram. National Council of Teacher of Mathematics yang disingkat NCTM (2000) menyatakan, bahwa: Seorang siswa dikatakan mampu mengkomunikasikan matematika, jika dapat mengekspresikan ide-ide matematika dengan berbicara, menulis, mendemonstrasikan dan menggambarkan secara visual, memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematika yang dipresentasikan dalam bentuk tulisan, lisan atau visual dan

8 menggunakan kosa kata notasi dan struktur matematika untuk mewakili ide-ide dimaksud. Peningkatan kemampuan komunikasi siswa dapat dilakukan dengan mengadakan perubahan-perubahan dalam pembelajaran. Dalam hal ini, perlu dirancang suatu pembelajaran yang membiasakan siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, sehingga siswa lebih memahami konsep yang diajarkan serta mampu mengkomunikasikan pemikirannya baik dengan guru, teman maupun terhadap materi matematika itu sendiri. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematika siswa adalah dengan melaksanakan model pembelajaran yang relevan untuk diterapkan oleh guru. Model pembelajaran yang sebaiknya diterapkan adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga siswa lebih mudah untuk memahami konsepkonsep yang diajarkan dan mengkomunikasikan ide-idenya dalam bentuk lisan maupun tulisan. Berkaitan dengan masalah di atas maka komunikasi matematika siswa adalah kemampuan siswa untuk berkomunikasi yang meliputi penggunaan keahlian membaca, menulis, menyimak, menelaah, mendengar, berdiskusi, menginterprestasi, mengevaluasi ide, simbol, istilah serta informasi matematika. Pembelajaran matematika yang menarik akan memberikan motifasi, rasa senang dan membangkitkan sikap positif terhadap pelajaran matematika serta dapat meningkat kemampuan pemahamn dan komunikasi matematiknya, maka diperlukan upaya untuk menciptakan suatu pembelajaran matematika yang

9 menyenangkan siswa dalam belajar. Salah satu pendekatan yang memungkinkan dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan realistik (Realistic Mathematics Education) atau disingkat RME. RME adalah teori pembelajaran matematika yang pertama kali dikenalkan dan dikembangkan oleh Freudenthal Institute di negeri Belanda. RME atau pembelajaran matematika realistik adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang nyata bagi siswa, menekankan keterampilan process of doing mathematics, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri strategi atau cara penyelesaian masalah (student inventing sebagai kebalikan dari teacher taching) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah, baik secara individual maupun kelompok. Pada pendekatan ini guru berperan sebagai fasilitator, moderator dan evaluator, sementara siswa berpikir, mengkomunikasikan Pemahamannya, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain (Zulkardi, 2001: 3) Pengajarkan matematika seyogyanya guru memperhatikan faktor perkembangan mental berpikir anak. Diketahui bahwa matematika yang merupakan ide abstrak tidak begitu saja dapat dipahami oleh siswa sekolah dasar, yang dalam klasifikasi tahapan berpikir menurut Piaget masih dalam tahap berpikir operasional kongkrit Ruseffendi (2006) mengungkapkan bahwa setiap individu melalui empat tahap perkembangan intelektual, yaitu : sensori motor, preoperasional, operasi kongkrit, dan operasi formal. Setiap individu akan mengalami urutan tahapan yang sama, tetapi kecepatannya masing-masing. Piaget

10 dalam (Suryadi & Herman, 2008) menjelaskan bahwa perkembangan intelektual anak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : kematangan, pengalaman fisik, pengalaman matematis-logis, transmisi sosial (intelektual sosial), dan keseimbangan. Mencermati ide abstrak tersebut di atas, maka perlu dibuat sebuah pembelajaran yang lebih kongrit sehingga lebih mudah dipahami sisiwa, karena siswa dari umur 7-8 tahun sampai 11-12 tahun tahap pengerjaan logis dapat dilakukan dengan bantuan benda-benda nyata. Pengalaman terhadap benda-benda kongkrit yang sudah dimiliki siswa akan sangat membantu dalam mendasari pemahaman konsep-konsep yang abstrak. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang diajukan sebagai berikut : 1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemahaman matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level Sekolah? 2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan siswa? 3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level sekolah?

11 4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan siswa? 5. Apakah terdapat pengaruh interaksi terhadap peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematika berdasarkan tingkat kemampuan awal matematika siswa? 6. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik ditinjau dari level sekolah? C. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi objektif tentang peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa yang mengikuti pembelajaran matematik dengan pendekatan realistik. Tujuan penelitian ini dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut: 1. Mengetahui adanya perbedaan peningkatan kemampuan Pemahaman matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level sekolah. 2. Mengetahui adanya perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistic dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan siswa.

12 3. Mengetahui adanya perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level sekolah. 4. Mengetahui adanya perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan siswa. 5. Mengetahui adanya pengaruh interaksi antara siswa dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematika ditinjau dari kemampua awal siswa. 6. Mengetahui gambaran sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik ditinjau dari level sekolah. D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka hipotesis yang ingin peneliti ajukan sebagai berikut ; 1. Terdapat perbedaan kemampuan pemahaman matematika siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan pendekatan realistic dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level sekolah. 2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa pada kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan realistic dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan siswa.

13 3. Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematik siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level sekolah. 4. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa pada kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan realistic dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan siswa. 5. Adanya pengaruh interaksi siswa dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik ditinjau dari tingkat kemampuan siswa. 6. Sikap positif siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistic. E. Definisi Operasional Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut: 1. Realistic Mathematics Education Pembelajaran matematika bermaksud menata nalar, membentuk sikap dan menumbuhkan kemampuan menggunakan dan menetapkan matematika, (Suharta, 2005). Ini berarti bahwa dalam pembelajaan tidaklah cukup bila hanya memberikan tekanan pada keterampilan berhitung dan dapat menyelesaikan soal, tetapi penekanan tersebut harus diberikan pada bagaimana nalar dan sikap siswa terbentuk untuk kehidupan nyatanya.

14 Sejalan dengan itu menurut Zulkardi, (2001: 3). Bahwa : RME atau pembelajaran matematika realistik adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang nyata bagi siswa, menekankan keterampilan process of doing mathematics, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri strategi atau cara penyelesaian masalah dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. lni berarti pembelajaran terpusat pada siswa, guru berperan sebagai fasilitator, moderator dan evaluator dan menilai jawaban siswa. Dengan pendekatan ini siswa dilatih untuk bersikap menghargai pendapat/jawaban siswa yang lain. Dalam hal ini, pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik memberikan kesempatan pada siswa untuk beraktifitas dalam pembelajaran (siswa berdiskusi dalam mencari strategi/langkah penyelesaian soal) dan materi yang diberikan berdasarkan konteks atau hal-hal yang real (nyata) atau pernah dialami/diketahui siswa dan dikaitkan dengan situasi kehidupan sehari-hari 2. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran matematika yang berpusat pada guru, guru menyampaikan materi pelajaran didepan kelas, guru mendemonstrasikan penyelesaikan masalah atau soal, siswa sebagai objek yang pasif, siswa tidak dilibatkan secara langsung dalam pembelajaran yang berlangsung, siswa jarang mengajukan pertanyaan, berorentasi pada satu jawaban yang benar, aktifitas siswa hanya mendengar, mencatat, bertanya, dan mengerjakan soal secara individual atau bekerja sama.

15 Romberg dan Kaput (Turmudi, 2008) menjelaskan tentang kelas tradisional umumnya ditandai dengan (1) pemeriksaan PR hari sebelumnya, (2) menyajikan materi baru yang diikuti oleh siswa, (3) siswa mengerjakan tugas untuk hari berikutnya. Selanjutnya juga Senk dan Thompson (dalam Turmudi, 2008) mengkritiknya bahwa setiap topik biasanya diperkenalkan dengan menyatakan suatu aturan diikuti oleh sebuah contoh bagaimana menerapkan aturan tersebut, kemudian diberi sejumlah soal latihan. Sudjana (1989 : 59) menyatakan bahwa kelemahan pembelajaran biasa (teknik ceramah) adalah guru tidak mampu mengontrol sejauh mana siswa telah memahami uraiannya. Keunggulan dari pembelajaran biasa adalah: 1) guru merasa nyaman karena seakan-akan tidak ada tuntutan terhadap inovasi atau perubahan dalam proses belajar-mengajar, karena guru diberi wewenang penuh terhadap kegiatan pembelajaran, 2) sangat efektif digunakan untuk kelas yang jumlah siswanya banyak yang sulit digunakan dengan tekhnik lain, sehingga tekhnik ini sering disebut tekhnik kuliah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran berpusat pada guru, (2) terjadi passive learning, (3) interaksi di antara siswa kurang, (4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan (5) penilaian bersifat sporadis. Jika dilihat dari modus penyampaian pesan pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus telling (pemberian informasi), ketimbang modus demonstrating (memperagakan) dan doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung).

16 Dengan kata lain, guru lebih sering menggunakan strategi atau metode ceramah dan/atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dari ketuntasannya menyampaikan materi dalam kurikulum. Penekanan aktifitas belajar lebih banyak pada buku teks dan kemampuan mengungkapkan kembali isi buku teks tersebut. Jadi, pembelajaran konvensional kurang menekankan pada pemberian keterampilan proses (hands-on activities). 3. Pemahaman Matematika Pemahaman (understanding) yang diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari. Lebih lanjut Ruseffendi (2006 : 220) menyatakan bahwa pemahaman merupakan salah satu aspek dalam taksonomi Bloom. Pemahaman diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi bahan yang dipelajari. Untuk memahami suatu objek secara mendalam seseorang harus mengetahui: 1) objek itu sendiri; 2) relasinya dengan objek lain yang sejenis; 3) relasinya dengan objek lain yang tidak sejenis; 4) relasi-dual dengan objek lainnya yang sejenis; 5) relasi dengan objek dalam teori lainnya. Menurut Purwanto (Jarmita: 2009), yang dimaksud dengan pemahaman atau komprehensi adalah tingkat kemampuaan yang mengharapkan siswa mampu memahami konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini siswa bukan hanya menghafal secara verbalistas, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan. Pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pemahaman konsep merupakan kemampuan untuk menjelaskan atau mendefinisikan konsep-konsep matematika dengan kata-kata sendiri. Ada tiga aspek pemahaman, yaitu: 1) kemampuan

17 mengenal, 2) kemampuan menjelaskan, dan 3) kemampuan menginterpretasikan atau menarik kesimpulan. 4. Komunikasi Matematik Kemampuan komunikasi matematik adalah kemampuan menyajikan matematika secara tertulis, lisan atau diagram. Menurut NCTM (dalam Kania, 2009) bahwa seorang siswa dikatakan mampu mengkomunikasikan matematiknya jika ia dapat : a. Mengekspresikan ide-ide matematika dengan berbicara, menulis, lalu mendemonstrasikan dan menggambarkannya secara visual. b. Memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematika yang dipresentasikan dalam bentuk tulisan, lisan atau visual. c. Menggunakan kosa-kata, notasi dan struktur matematika untuk mewakili ideide serta menggambarkan model-model situasi matematika. d. Menghubungkan bahasa sehari-hari ke dalam bahasa dan simbol matematika. Dalam hal ini, matematika sebagai alat komunikasi dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dapat berbentuk: (1) memberi argumen; (2) mendorong siswa membaca atau menulis aspek matematik melalui gambar, simbol, tabel dan kata-kata.