BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

dokumen-dokumen yang mirip
PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

TINJAUAN YURIDIS KEGUNAAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN (Studi kasus di Polresta Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak

BAB I PENDAHULUAN. mengatur suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep menjadi

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

Presiden, DPR, dan BPK.

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum.

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana dicantumkan

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atau hukum (constitutional democracy) yang tidak terpisahkan

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan. tingkat kejahatan atau tindak pidana pembunuhan.

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

Pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi oleh kejaksaan Sukoharjo. Oleh : Surya Abimanyu NIM: E BAB I PENDAHULUAN

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. maupun bahaya baik berasal dari dalam mupun luar negeri. Negara Indonesia dalam bertingkah laku sehari-hari agar tidak merugikan

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. material. Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana dicantumkan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum. 1 Segala bentuk Hukum di Indonesia harus dapat memberikan perlindungan terhadap hak asasi setiap orang/warga Negara, memberikan rasa keadilan, kesejahteraan dan menjamin ketertiban umum, memberikan dan menjamin perlakuan yang sama bagi setiap orang/warga Negara dihadapan Hukum (Equality Before The Law). Didalam pergaulan hidup manusia, individu maupun kelompok, sering terdapat adanya penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan hidupnya, terutama dikenal sebagai norma hukum. penyimpangan norma hukum ini disebut dengan kejahatan. 2 Kejahatan dapat terjadi karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi seseorang untuk dapat melakukan suatu tindak kejahatan, dilihat dari segi kuantitas, tindak kejahatan yang terjadi sekarang ini dari tahun ketahun semakin meningkat hal tersebut disebabkan oleh tingkat ekonomi karena 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 2 Djoko Prakoso, 1986, Peranan Psikologi dalam Pemeriksaan Tersangka Pada Tahap Penyidikan, Jakarta: Ghalia Indonesia, hal. 137. 1

2 adanya kemiskinan, tingkat pengangguran yang tinggi, tingkat pendidikan yang rendah dan adanya kemajuan teknologi yang semakin memudahkan orang melakukan tindak kejahatan. Tetapi, jika dilihat dari kualitas pelaku kejahatan sekarang ini semakin lihai dalam menghilangkan jejak dan menyembunyikan identitas korbanya, hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus kejahatan yang dilakukan seseorang dengan cara mutilasi yaitu memotong bagian tubuh korbanya dan mengenai kasus pelaku yang melakukan pencurian dengan sarung tangan agar penyidik kesulitan dalam menentukan identitas korban dan mengidentifikasi sidik jari tindak kejahatan tersebut. Namun, hal ini dapat berkurang jika aparat penegak hukum bekerja dengan baik. Dalam penegakan hukum salah satunya yakni pelaksanaan hukum di Indonesia yang harus dilaksanakan dengan baik. Pada pelaksanaan penegakan hukum pidana ini salah satunya terlaksanan pada proses beracara pidana. Dalam penyelesaian kasus-kasus tindak pidana kejahatan yang terjadi tentunya akan melalui proses Penyidikan yang mana akan memunculkan faktafakta atau bukti-bukti yang akan mengarahkan pada suatu petunjuk yang berfungsi untuk menemukan Tersangka. Mempelajari kejahatan dan masalahmasalah yang melekat padanya adalah mempelajari sifat dan bentuk serta perkembangan tingkah laku manusia. 3 Penegakan hukum menurut Satjipto Raharjo, penegakan hukum mengatur suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep menjadi kenyataan. Penegakan Hukum adalah suatu Proses untuk mewujudkan keinginankeinginan hukum menjadi kenyataan. Yang dimaksud keingina-keinginan 3 Romli Atmasasmita, 1984, Bunga Rampai Kriminologi, Jakarta: CV. Rajawali, hal. 109.

3 hukum yaitu pikiran-pikiran badan pembuat Undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum itu. 4 Salah satu asas yang penting dalam hukum acara pidana adalah asas praduga tak bersalah yang termuat dalam perumusan Pasal 8 undang-undang nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman yang berbunyi: Setiap orang yang disangka, ditangkap, dituntut dan/atau dihadapkan didepan pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap. 5 Dengan bersumber pada asas ini, meski bukti yang kuat dalam proses penyidikan atau pemeriksaan pendahuluan, seseorang tersangka tetap tidak dianggap bersalah. Menurut KUHAP, proses penyidikan yakni : Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 6 Penyidik akan menerima perintah dari atasannya untuk melaksanakan tugastugas penyidikan dan pengusutan, mengumpulkan keterangan sehubungan dengan peristiwa tersebut, yang kemudian akan menyerahkan berkas pemeriksaan tersebut ke kejaksaan untuk diambil tindakan selanjutnya. 4 Muhamad Iksan, 2012, Hukum Perlindungan Saksi, Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal. 39. 5 Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan Kehakiman. 6 Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

4 Sifat penyidikan itu sendiri adalah mencari kebenaran materiil, yaitu suatu kebenaran menurut fakta yang sebenar-benarnya. Disini penulis menggunakan sidik jari atau bekas telapak tangan sebagai sarana penyidikan guna mengungkap suatu tindak pidana. Sidik jari adalah salah satu alat bukti yang berupa Pentunjuk. Penulis tertarik untuk lebih jauh dan meneliti tentang kegunaan sidik jari dan hambatan apa saja yang dihadapi oleh penyidik dalam proses penyidikan. Dalam kenyataannya memang tidak banyak peristiwa pidana yang menjadi terang dengan bantuan pemeriksaan sidik jari. Banyak masyarakat yang tidak begitu paham mengenai kegunaan sidik jari dan hambatan yang dialami oleh penyidik karena semakin lihainya pelaku tindak pidana dalam menghilangkan jejak. Berdasarkan kenyataan, dengan ini penulis menyusun penulisan hukum dengan judul : TINJAUAN YURIDIS KEGUNAAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN (Studi kasus di Polresta Surakarta). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah dalam suatu penulisan hukum agar tidak terjadi kerancuan. Penulis akan memberikan rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimana kegunaan sidik jari di dalam proses penyidikan di Polresta Surakarta? 2. Hambatan-hambatan apa sajakah yang dihadapi oleh penyidik dalam pemanfaatan sidik jari dalam proses penyidikan di Polresta Surakarta?

5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mendapatkan pengetahuan mengenai kegunaan sidik jari dalam proses penyidikan di Polresta Surakarta b. Untuk mendapatkan informasi mengenai hambatan-hambatan yang dihadapi penyidik polresta surakarta dalam proses penyidikan dengan memanfaatkan sidik jari. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemecahanpemecahan atas permasalahan dari sudut teori. b. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah referensi dibidang karya ilmiah yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan. 2. Manfaat Praktis a. Dapat memberikan data dan informasi mengenai kegunaan sidik jari dalam proses penyidikan oleh polresta surakarta b. Dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan langsung atas penelitian ini. D. Kerangka Pemikiran Seperti yang diungkapkan oleh seorang ahli hukum pidana yaitu Moeljatno, SH, yang berpendapat bahwa pengertian tindak pidana yang menurut beliau yakni perbuatan pidana adalah Perbuatan yang dilarang oleh

6 suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. 7 Untuk mengungkap suatu tindak pidana oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menggunakan proses Penyidikan. Proses penyidikan merupakan bagian yang terpenting, pada penyidikan, titik berat tekanannya diletakkan pada tindakan mencari serta mengumpulkan bukti supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang, serta agar dapat menemukan dan menentukan pelakunya. 8 Pada Pasal 1 butir 1 KUHAP Penyidik adalah pejabat polri atau pejabat pegawai negeri tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undangundang. 9 Penyidik melakukan penyidikan berdasarkan tugas utama penyidik agar dapat berjalan dengan lancar. Dalam hal ini penyidik diberi wewenang untuk melakukan pemeriksaan dan mengumpulkan bukti-bukti yang ada, seperti halnya bukti yang terdapat di tempat kejadian perkara (TKP). mengidentifikasi sidik jari merupakan salah satu upaya penyidik dalam memperoleh bukti yang ada. Bukti yang diperoleh oleh penyidik dapat berupa Petunjuk, menurut pasal 310 H.I.R. petunjuk adalah perbuatan-perbuatan, kejadian-kejadian atau masalah-masalah yang dihubungkan satu sama lain dapat menunjukkan bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan siapa orang yang melakukannya. 10 7 Moeljatno, 1987, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, hal. 54. 8 M.Yahya Harahap, 2002, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 110. 9 Ibid, hal. 109. 10 R. Atang Ranoemihardja, 1981, Hukum Acara Pidana, Bandung: TARSITO, hal. 83.

7 Menurut Karin Nasution suatu perbuatan, kejadian dan keadaan untuk dapat dinyatakan sebagai petunjuk haruslah menyimpulkan bahwa telah dilakukan suatu kejahatan dan terdakwa telah bersalah tentang itu. 11 Perbuatan-perbuatan, kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan yang dianggap sebagai petunjuk-petunjuk tersebut haruslah bersesuaian antara satu sama lain. Justru dalam persesuaian inilah terletak kekuatan terutama dari petunjukpetunjuk tersebut sebagai alat bukti. Sidik jari seseorang mempunyai rumus dan bentuk yang berbeda-beda antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Sehingga sidik jari yang ada di jari-jari manusia sangat-sangat membantu penyidik dalam proses pengumpulan bukti-bukti mengenai siapa yang melakukan tindak pidana. Pada umumnya pengetahuan masyarakat mengenai sidik jari masih terbilang asing dan belum banyak orang yang mengetahui tentang kegunaan sidik jari dalam mengungkapan suatu tindak pidana bukanlah suatu hal yang berlebihan, karena dapat kita lihat dalam kenyataannya proses pengungkapan kasus di negeri ini belumlah terbiasa menjadikan sidik jari sebagai alat yang diharuskan kehadiraanya pada proses persidangan, dilain sisi kejahatan terusmenerus berkembang seiring dengan berkembangnya masyarakat dan teknologi yang membuat para pelaku kejahatan semakin lihai dan memutar balikkan kebenaran yang ada dan dapat memberikan hambatan-hambatan penegak hukum dalam proses pengumpulan bukti-bukti dalam hal ini adalah penyidik. 11 Djoko Prakoso, 1988, Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana, Yogyakarta: Liberty, hal. 97.

8 E. Metode Penelitian Adapun metode dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif. 12 Dengan memfokuskan masalah mengenai kegunaan dan hambatan dalam proses pemeriksaan sidik jari di wilayah hukum polresta surakarta. 2. Metode Pendekatan Metode penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris. Penulis ingin melakukan pendekatan terhadap kegunaan sidik jari dan hambatan yang dialami dalam proses penyidikan baik dari aspek yuridis, maupun dalam aspek pelaksaan di masyarakat. 3. lokasi penelitian Penelitian ini mengambil lokasi penelitian yang berkompeten dalam menangani kegunaan sidik jari dalam proses penyidikan di wilayah hukum polresta Surakarta. 4. Jenis Data Data dari penelitian ini yakni data primer dan data sekunder. 13 Penulis menggunakan data primer yang diperoleh langsung dari sumber pertama yaitu di polresta surakarta dan data sekunder yang diperoleh secara 12 Dalam penelitian ini, analisis data tidak keluar dari limgkup sample. Bersifat deduktif, berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukan komparasi atau hubungan seperangkat data yang lain.bambang Sunggono, 1998, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal. 38-39. 13 I Made Wirartha, 2006, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis, Yogyakarta: Andi, hal. 35.

9 tidak langsung dari bahan-bahan dokumen, arsip, buku-buku, peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan obyek penelitian, yang dalam hal ini dapat diperoleh dari polresta Surakarta. 5. Metode Pengumpulan Data a. Studi kepustakaan Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mencari data dari bahanbahan yang berupa buku-buku, dokumen, arsip, peraturan perundangundangan, dan lainnya yang berkaitan dengan obyek penelitian. b. Wawancara Dalam wawancara ini penulis menggunakan wawancara terarah dengan mempergunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan secara garis besar yang ditujukan kepada pihak polresta Surakarta. 6. Metode Analisis Data Analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisis interaktif, analisis data model interaktif menurut Miles dan Huberman terdiri atas empat tahapan. Tahapan pertama adalah tahap pengumpulan data, tahap kedua adalah tahap reduksi data, tahap ketiga adalah tahap display data, dan tahapan keempat adalah tahap penarikan kesimpulan dan/atau tahap verifikasi. 14 Dalam proses analisa data, keempat komponen ini saling berinteraksi dan saling membentuk siklus. Peneliti tetap bergerak diantara keempat komponen tersebut dengan proses pengumpulan data selama proses kegiatan pengumpulan data berlangsung, 14 Haris Herdiansyah, 2012, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta: Salemba Humanika, hal. 164.

10 setelah pengumpulan data berakhir, peneliti bergerak diantara keempat komponen utama untuk menarik kesimpulan dengan verifikasi atau berdasarkan semua hal yang terdapat dalam pengumpulan data, reduksi data dan display data. F. Sistematika Skripsi Agar lebih mudah di dalam melakukan pemahaman terhadap hasil penelitian, maka penulis akan membagi penulisan hukum menjadi empat bab yang setiap babnya dibagi menjadi sub-sub bagian. Adapun sistematika penulisan hukum sebagai berikut: BAB I Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, Rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika skripsi. BAB II Tinjauan pustaka berisikan mengenai tinjauan umum perkara pidana, pengertian dan prosedur penyidikan dan penyelidikan,aparat penyidik, tugas dan wewenang penyidik, macam-macam tindakan penyidikan, tinjauan umum sidik jari, pengertian sidik Jari, fungsi pemeriksaan sidik jari. BAB III Hasil penelitian dan Pembahasan yang diuraikan tentang kegunaan sidik jari dalam proses penyidikan, hambatan-hambatan yang dihadapi oleh penyidik polresta surakarta dalam proses penyidikan dengan menggunakan sidik jari. BAB IV Penutup berupa kesimpulan dari hasil penelitian dan saran sebagai bentuk tindak lanjut dari penelitian.