Bachtar Bakrie, Neng Risris Sudolar, Heni Wijayanti

dokumen-dokumen yang mirip
PENAMPILAN REPRODUKSI KAMBING INDUK: BOER, KACANG DAN KACANG YANG DISILANGKAN DENGAN PEJANTAN BOER

LAJU PERTUMBUHAN PRASAPIH DAN SAPIH KAMBING BOER, KACANG DAN BOERKA-1

PERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN

FLUKTUASI BOBOT HIDUP KAMBING KACANG INDUK YANG DIKAWINKAN DENGAN PEJANTAN BOER DARI KAWIN SAMPAI ANAK LEPAS SAPIH

PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI FERMENTASI: PERKEMBANGAN BOBOT HIDUP ANAK SAMPAI PRASAPIH

REPRODUKSI AWAL KAMBING KACANG DAN BOERKA-1 DI LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG

LAMA BUNTING, BOBOT LAHIR DAN DAYA HIDUP PRASAPIH KAMBING BOERKA-1 (50B;50K) BERDASARKAN: JENIS KELAMIN, TIPE LAHIR DAN PARITAS

PERTUMBUHAN PRA-SAPIH KAMBING PERANAKAN ETAWAH ANAK YANG DIBERI SUSU PENGGANTI

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

PENERAPAN SINKRONISASI BIRAHI KAMBING BOERKA DENGAN LOKAL DI AREAL PERKEBUNAN BERBASIS TANAMAN JERUK PADA LAHAN KERING

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

EFISIENSI REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH YANG DIPELIHARA DI PEDESAAN

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

PEMBERIAN KONSENTRAT DENGAN LEVEL PROTEIN YANG BERBEDA PADA INDUK KAMBING PE SELAMA BUNTING TUA DAN LAKTASI

PRODUKTIVITAS KAMBING HASIL PERSILANGAN ANTARA PEJANTAN BOER DENGAN INDUK LOKAL (PE) PERIODE PRASAPIH

KORELASI BOBOT BADAN INDUK DENGAN LAMA BUNTING, LITTER SIZE, DAN BOBOT LAHIR ANAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH

BOBOT LAHIR DAN PERTUMBUHAN ANAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH SAMPAI LEPAS SAPIH BERDASARKAN LITTER ZISE DAN JENIS KELAMIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG PADA KONDISI DI KANDANGKAN: 1. BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH, JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN DAYA HIDUP ANAK PRASAPIH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung

PENGANTAR. Latar Belakang. khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan

KAJIAN PRODUKTIVITAS TERNAK KAMBING PADA SISTEM PEMELIHARAAN YANG BERBEDA DI KECAMATAN ANDOOLO BARAT KABUPATEN KONAWE SELATAN

PRODUKTIVITAS KAMBING HASIL PERSILANGAN KACANG DENGAN PEJANTAN BOER (BOBOT LAHIR,BOBOT SAPIH DAN MORTALITAS)

MORTALITAS PRASAPIH KAMBING KACANG DAN BOERKA DI STASIUN PERCOBAAN LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG SEI PUTIH

EVALUASI POTENSI GENETIK GALUR MURNI BOER

Analisis litter size, bobot lahir dan bobot sapih hasil perkawinan kawin alami dan inseminasi buatan kambing Boer dan Peranakan Etawah (PE)

KARAKTERISTIK PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETAWAH

BOBOT LAHIR BEBERAPA GENOTIPE KAMBING HASIL PERSILANGAN

Lama Kebuntingan, Litter Size, dan Bobot Lahir Kambing Boerawa pada Pemeliharaan Perdesaan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus

PENGARUH JENIS SINKRONISASI DAN WAKTU PENYUNTIKAN PMSG TERHADAP KINERJA BERAHI PADA TERNAK KAMBING ERANAKAN ETAWAH DAN SAPERA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan

INOVASI TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN SECARA INTRAUTERI DENGAN MENGGUNAKAN SEMEN BEKU TERHADAP KEBUNTINGAN KAMBING

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki

PENYERENTAKAN BERAHI DENGAN PROGESTERON DALAM SPONS PADA TERNAK DOMBA DI KABUPATEN CIANJUR

PENAMPILAN REPRODUKSI DOMBA LOKAL YANG DISINKRONISASI DENGAN MEDROXY PROGESTERON ACETAT PADA KONDISI PETERNAK DI KELURAHAN JUHUT, KABUPATEN PANDEGLANG

POTENSI KERAGAMAN SUMBERDAYA GENETIK KAMBING LOKAL INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Kambing merupakan salah satu ternak yang banyak dipelihara dan dikembang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

ANALISIS POTENSI REPRODUKSI KAMBING KACANG DI WILAYAH PESISIR KEPULAUAN WANGI-WANGI, KABUPATEN WAKATOBI

PERFORMAN EKONOMI KAMBING KABOER DAN KAMBING KACANG PADA KONDISI STASIUN PENELITIAN CILEBUT

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

Laju Pertumbuhan Kambing Anak Hasil Persilangan antara Kambing Boer dengan Peranakan Etawah pada Periode Pra-sapih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

PENGAMATAN POTENSI REPRODUKSI KAMBING BETINA YANG DI PELIHARA SECARA TRADISIONAL DI DAERAH PESISIR KECAMATAN TOMBARIRI KABUPATEN MINAHASA

I. PENDAHULUAN. Lampung (2009), potensi wilayah Provinsi Lampung mampu menampung 1,38

DASAR-DASAR PROGRAM PENINGKATAN MUTU GENETIK DOMBA EKOR TIPIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

Keunggulan Relatif Anak Hasil Persilangan antara Kambing Boer dengan Kacang pada Priode Prasapih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nutfah (Batubara dkk., 2014). Sebagian dari peternak menjadikan kambing

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

Sejarah Kambing. Klasifikasi Kambing. Filum : Chordota (Hewan Tulang Belakang) Kelas : Mamalia (Hewan Menyusui)

EVALUASI GENETIK PEJANTAN BOER BERDASARKAN PERFORMANS HASIL PERSILANGANNYA DENGAN KAMBING LOKAL

PENGARUH FAKTOR NON GENETIK TERHADAP BOBOT LAHIR KAMBING BOER PADA STASIUN PERCOBAAN LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG SEI PUTIH

DAFTAR PUSTAKA. Blakely, J dan D. H. Bade Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

SELEKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWA BERDASARKAN NILAI INDEKS PRODUKTIVITAS INDUK DI KECAMATAN METRO SELATAN KOTA METRO

I. PENDAHULUAN. Ternak kambing merupakan salah satu ternak ruminansia penghasil protein

PERFORMAN KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) DI LOKASI AGROEKOSISTEM YANG BERBEDA

KID CROP KAMBING KACANG (Capra Hircus) di KABUPATEN KONAWE UTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

PRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA GARUT PADA STASIUN PERCOBAAN CILEBUT BOGOR

SNI 7325:2008. Standar Nasional Indonesia. Bibit kambing peranakan Ettawa (PE)

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK

SINKRONISASI BIRAHI SECARA BIOLOGIS DADA KAMBING PERA'NAKAN ETAWAH

KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN PRODUKSI KAMBING BOER, KACANG DAN PERSILANGANNYA PADA UMUR 0 3 BULAN (PRASAPIH)

PRODUKTIVITAS INDUK DALAM USAHA TERNAK KAMBING PADA KONDISI PEDESAAN

Penampilan Reproduksi (Service Per Conception, Lama Kebuntingan Dan Selang Beranak) Kambing Boerawa Di Kecamatan Gedong Tataan Dan Kecamatan Gisting

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

KARAKTERISTIK MORFOLOGI KAMBING PE DI DUA LOKASI SUMBER BIBIT

Ukuran Populasi Efektif, Ukuran Populasi Aktual dan Laju Inbreeding Per Generasi Itik Lokal di Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam ABSTRACT

Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

DOE PRODUCTIVITY AND KID CROP OF ETAWAH GRADE DOES KEPT UNDER INDIVIDUAL AND GROUP HOUSING IN TURI SUB DISTRICT, SLEMAN DISTRICT - DIY PROVINCE

Potensi dan Keragaman Karakter Kambing Kacang, Peranakan Ettawa (PE) dan Gembrong di Bali

Performan reproduksi pada persilangan Kambing Boer dan Peranakan Etawah (PE)

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta

I. PENDAHULUAN. atau peternak kecil. Meskipun bukan sebagai sumber penghasilan utama, kambing

APLIKASI TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN TERNAK KAMBING DENGAN BIBIT UNGGUL KAMBING BOER DI DESA PAGEREJO, LOROK, KABUPATEN PACITAN

Study Characteristics and Body Size between Goats Males Boerawa G1 and G2 Body in Adulthoodin the Village Distric Campang Gisting Tanggamus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sistem pemeliharaan ternak kambing dikecamatan Bangun Purba kabupaten Deli Serdang propinsi Sumatera

PENYEREMPAKAN BERAHI DENGAN MENGGUNAKAN CIDR PADA DOMBA RAKYAT DI KECAMATAN NAGRAG

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan kambing Peranakan Etawah jantan di Kabupaten Klaten

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

RESPON TIGA RUMPUN KAMBING TERHADAP PEMBERIAN TAMBAHAN KONSENTRAT

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

Transkripsi:

PENINGKATAN KUALITAS DAN PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG DAN PERANAKAN ETTAWA (PE) LOKAL MENJADI KAMBING PEDAGING UNGGUL MELALUI PERSILANGAN DENGAN KAMBING BOER Bachtar Bakrie, Neng Risris Sudolar, Heni Wijayanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta Jl. Raya Ragunan No. 30 Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540 Telp. (021) 78839949, Faks. (021) 7815020 E-mail: bptp-jakarta@cbn.net.id RINGKASAN ternak kambing yang dipotong untuk memenuhi kebutuhan daging di wilayah DKI Jakarta mencapai lebih dari 100 ribu ekor per tahun. Namun jumlah kambing yang dipelihara di wilayah ini hanya sekitar 7.784 ekor yang tersebar di empat wilayah, yaitu 33,0% di Jakarta Barat, 27,3% di Jakarta Timur, 21,2% di Jakarta Selatan dan 18,5% di Jakarta Utara. Dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas kambing lokal yang dipelihara di wilayah DKI Jakarta agar menjadi kambing pedaging yang lebih baik, maka diperlukan tekonologi persilangan dengan jenis kambing tipe pedaging yang unggul. Penelitian yang dilaksanakan ini dimaksudkan untuk mempelajari penampilan reproduksi pada saat kebuntingan dan kelahiran dari kambing hasil persilangan menggunakan teknik inseminasi buatan (IB) antara kambing Boer jantan dengan kambing lokal betina yang dipelihara oleh peternak di wilayah DKI Jakarta. Dalam kegiatan ini telah berhasil dilakukan inseminasi pada 106 ekor kambing yang dimiliki oleh 45 orang peternak, yaitu terdiri 19 ekor kambing Kacang, 30 ekor kambing PE, 9 ekor kambing Saanen dan 48 ekor kambing jenis Campuran. Sebanyak 9 ekor kambing telah melahirkan secara sempurna pada bulan Desember 2009, yaitu terdiri dari 1 ekor kambing Kacang dan 8 ekor kambing jenis Campuran, sebanyak 18 ekor tidak melahirkan, 8 ekor melahirkan sebelum waktunya dan 2 ekor mati/dijual oleh pemiliknya. Tingkat kebuntingan dari kegiatan IB yang dilaksanakan yang dihitung berdasarkan kelahiran anak pada bulan Desember 2009, adalah sebesar 33,3%. Rataan lama kebuntingan sebesar 147,8, sebanyak 55,6% kambing melahirkan anak tunggal dan 44,4% melahirkan anak kembar. Kata Kunci: Kambing, Boer, persilangan, inseminasi SUMMARY The number of goats are slaughtered to meet the needs of the meat in Jakarta reached more than 100 thousand head per year. However, the number of goats raised in this area only about 7784 heads, which are spread in four areas, i.e. 33.0% in West Jakarta, 27.3% in East Jakarta, 21.2% in South Jakarta and 18.5% in North Jakarta. In an effort to increase the productivity of local goats in Jakarta and in order to obtain a prime goat meat quality, a crossing technology

is required. This research was carried out to study the reproductive performance of crossed goat during pregnancy and after (IB) between male Boer goats with female local goats which were kept by farmers in Jakarta. In this activity has been successfully 106 goats belonging to 45 farmers, which comprises of 19 Kacang ewes, 30 of PE goats, 9 of Saanen goats and 48 of Mixed type ewes. A total of 9 ewes had given birth in December 2009, which consists of 1 Kacang and 8 Mixed type species goats, 18 goats did not given birth, 8 goats gave birth before the normal time and 2 goats were sold by the owner. The birth level of AI activities carried out which are calculated based on the goats gave birth in December 2009, is of 33.3%. The average of pregnancy length was 147.8, whereas 55.6% of the goats gave birth to single kid and 44.4% gave birth to twins. Key words: Goats, Boer, crossed, insemination PENDAHULUAN ternak kambing yang dipotong untuk memenuhi kebutuhan daging di wilayah DKI Jakarta mencapai lebih dari 100 ribu ekor per tahun. Namun berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa jumlah kambing yang dipelihara di wilayah ini hanya sekitar 7.784 ekor yang tersebar di empat wilayah, yaitu 33,0% di Jakarta Barat, 27,3% di Jakarta Timur, 21,2% di Jakarta Selatan dan 18,5% di Jakarta Utara (Dinas Pekanla, 2008). Oleh sebab itu untuk memenuhi kekurangan, maka kambing harus didatangkan dari wilayah di sekitar Jakarta, yaitu dari Banten, Tangerang, Bogor, Bekasi dan Karawang serta dari Lampung, Jawa Tengah, dan bahkan juga dari Jawa Timur. Adanya kekurangan jumlah kambing yang tersedia tersebut merupakan peluang bagi pengembangan atau peningkatan produktivitas ternak kambing di DKI Jakarta, sehingga dapat mengurangi jumlah ternak yang harus didatangkan dari luar daerah. Ternak Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk dipelihara karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak per kelahiran sering lebih dari satu ekor, jarak antar kelahiran yang pendek dan pertumbuhan anak yang cepat, serta produksi ternak kambing yang menguntungkan seperti daging, susu, kulit dan bahkan kotorannya (Cahyono, 1998; Sarwono, 2002). Selain itu, kambing memiliki daya adaptasi yang tinggi dengan kondisi agroekosistem di berbagai wilayah. Jenis kambing yang paling banyak dipelihara di wilayah DKI Jakarta adalah kambing Kacang, Peranakan Ettawa (PE), Saanen dan berbagai jenis Campuran lainnya. Namun kualitas dan produktivitas kambing tersebut masih tergolong sangat rendah dan bahkan mempunyai kecenderungan untuk selalu menurun, terutama disebabkan karena sistem pemeliharaan yang kurang baik dan sistem perkawinan yang tidak terkontrol. Pemeliharaan kambing pada umumnya merupakan usaha sambilan, dan hampir semua ternak yang dipelihara ditempatkan

di dalam kandang, dengan bentuk dan ukuran kandang yang sangat beragam. Sistem pemberian pakan juga sangat beragam, sebagian kambing masih ada yang digembalakan pada siang hari, terutama pada daerah yang masih terdapat lahan atau ruang untuk tempat penggembalaan. Sebagian lagi ada yang dikandangkan secara terus menerus dan diberi pakan berupa rumput dan daundaunan yang dikumpulkan/diarit dari wilayah di sekitar lokasi kandang atau bahkan ada yang didatangkan dari wilayah lain. Secara genetis hampir semua jenis rumpun kambing yang ada di Indonesia tidak secara khusus mengarah ke suatu tampilan produksi tertentu, seperti produksi daging atau susu (Sakul et al., 1994). Kenyataan tersebut dapat menyebabkan kendala dalam pengembangan kambing yang ada untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi. Dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas kambing lokal yang dipelihara di wilayah DKI Jakarta agar menjadi kambing pedaging yang lebih baik, maka diperlukan tekonologi persilangan dengan jenis kambing tipe pedaging yang unggul. Cara persilangan yang lazim digunakan serta telah terbukti dan memberikan hasil yang baik adalah melalui perkawinan silang antara kambing pejantan unggul dengan kambing betina lokal. Cara persilangan seperti ini merupakan teknologi penggunaan sumber daya genetik yang sistematik dengan merencanakan sistem perkawinan untuk menghasilkan anak 1992; Bradford, 1993; Inounu et al., 2002; Subandriyo, 2004). Dalam beberapa dekade belakangan ini persilangan kambing betina lokal dengan kambing jantan jenis Boer telah banyak diupayakan di berbagai wilayah. Kambing ini berasal dari Afrika Selatan dan dibawa ke Indonesia semenjak hampir 70 tahun yang lalu, dan merupakan satu-satunya kambing pedaging sesungguhnya yang ada di dunia, karena mempunyai jumlah daging atau karkas yang cukup tinggi, yaitu mencapai sekitar 50% (Erasmus, 2000; Shipley dan Shipley, 2005). Selain itu, kambing Boer juga mempunyai pertumbuhan yang sangat cepat, dengan rataan pertambahan bobot badan mencapai 20-40 g/ekor/hari, sehingga dapat mencapai bobot badan sekitar 35-45 kg pada umur 5-6 bulan. Kambing ini dapat melahirkan anak 2-4 ekor pada setiap kali melahirkan dan dapat melahirkan 3 kali dalam jangka waktu 2 tahun. Sehubungan dengan itu, kegiatan penelitian yang dilaksanakan ini dimaksudkan untuk mempelajari penampilan reproduksi pada saat kebuntingan dan kelahiran dari kambing hasil persilangan antara kambing Boer jantan dengan kambing Kacang dan PE lokal betina yang dipelihara oleh peternak di wilayah DKI Jakarta. Persilangan akan dilakukan melalui teknik Inseminasi Buatan (IB) menggunakan semen beku kambing Boer yang diproduksi oleh Balai Inseminasi Buatan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Propinsi Lampung.

BAHAN DAN METODE Bahan dan Peralatan Bahan yang dipergunakan dalam kegiatan IB ini antara lain semen beku kambing Boer yang diproduksi oleh Balai Inseminasi Buatan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Propinsi Lampung; hormon estrogen merek Ovalumon produksi PT. Wonderindo Pharmatama, Jakarta; dan Ultrasound Transmission Gel merek Aquasonic-100, New Jersey, USA. Sedangkan peralatan yang digunakan terdiri dari kontainer ukuran besar dengan kapasitas 20 liter; kontainer kecil yang berkapasitas 1,5 liter; Nitrogen (N2) cair; Speculum; Insemination Gun; Plastic sheet; Pemotong straw; Ultra Sonography (USG) merek FF Sonic, Model UF 3500, produksi Fukuda Denshi, Tokyo, Jepang. Metode Syarat-syarat ternak kambing betina yang akan di-ib adalah: a) telah mencapai umur dewasa kelamin, b) tidak dalam keadaan bunting, c) telah melahirkan paling kurang 30 hari yang lalu, dan d) kambing dalam keadaan sehat. Selain itu juga diutamakan peternak yang mempunyai kandang sehingga kambing jantan dapat dipisahkan dari kambing betina, terutama selama seminggu setelah pelaksanaan inseminasi. Pelaksanaan gertak birahi dilakukan dengan menyuntikan 2 ml hormon estrogen secara intra muscular pada paha belakang kambing. Selanjutnya kegiatan IB dilakukan pada 2 3 hari setelah penyuntikan hormon estrogen tersebut, akan tetapi apabila pada saat dilaksanakannya kegiatan gertak birahi terdapat kambing yang sedang birahi secara alami, maka terhadap kambing tersebut langsung dilakukan IB. Pemeriksaaan kebuntingan pada kambing hasil IB yang dilakukan menggunakan alat USG, dilaksanakan 2 bulan setelah kambing di IB. Data yang dikumpulkan selama periode pengamatan adalah: a) angka kebuntingan, b) lama kebuntingan, c) jenis kelamin anak, dan d) jumlah anak sekelahiran. HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi dan Kambing Pelaksanaan kegiatan IB ini pada awalnya hanya dibatasi untuk jenis kambing Kacang dan PE saja, namun pada saat sosialisasi kepada peternak, sangat sulit untuk membatasinya, sehubungan dengan ketersediaan dan kesediaan peternak untuk meminjamkan ternaknya dalam kegiatan inseminasi ini. Oleh sebab itu dalam laporan ini terdapat 4 jenis kambing yang diinseminasi, meliputi kambing Kacang, PE, Saanen dan jenis Campuran yang oleh pemeliharanya biasa disebut sebagai kambing Jawa Randu. Kegiatan inseminasi telah berhasil dilakukan di 4 wilayah, hanya di wilayah Jakarta Pusat saja yang tidak dapat diperoleh satupun kambing untuk di IB. Padahal di wilayah ini juga terdapat cukup banyak

Tabel 1. peternak serta jenis dan jumlah kambing yang diinseminasi di empat wilayah Provinsi DKI Jakarta. No. Lokasi / Wilayah Peternak (Orang) kambing, yaitu berada di wilayah kecamatan Gambir dan Kemayoran. Namun pada saat sosialisasi tidak ada kambing yang siap untuk diinseminasi dan ada sebagian peternak yang tidak bersedia untuk mengikutkan kambingnya dalam kegiatan ini. Dalam kegiatan ini telah berhasil dilakukan inseminasi pada 106 ekor kambing yang dimiliki oleh 45 orang peternak, masing-masing terdiri dari 9 orang peternak di Jakarta Timur, 15 orang di Jakarta Selatan, 19 orang di Jakarta Utara dan 2 orang di Jakarta Barat (Tabel 1). kambing yang berhasil diinseminasi di setiap wilayah tersebut adalah sebanyak 32 ekor di Jakarta Timur, 23 ekor di Jakarta Selatan, 41 ekor di Jakarta Utara dan 10 ekor di Jakarta Barat. Jenis Kambing Kacang PE Saanen Sedangkan jumlah kambing Kacang yang berhasil diinseminasi adalah sebanyak 19 ekor, kambing PE 30 ekor, kambing Saanen 9 ekor dan kambing jenis Campuran sebanyak 48 ekor. Pemeriksaan Kebuntingan Pemeriksaan Jawa Randu/ Campuran (Ekor) 1. Jakarta Timur 9 8 17 7-32 2. Jakarta Selatan 16 2 11 2 8 23 3. Jakarta Utara 19 1 - - 40 41 4. Jakarta Barat 2 8 2 - - 10 J u m l a h 46 19 30 9 48 106 kebuntingan menggunakan alat USG hanya dilakukan pada kambing yang telah diinseminasi paling kurang 2 bulan sebelumnya dan pelaksanaannya dilakukan sebanyak 2 kali pada hari yang berbeda untuk ternak kambing yang berbeda. Sehubungan dengan itu telah berhasil dilakukan USG terhadap 57 ekor kambing, yaitu terdiri dari 8 ekor kambing Kacang, 19 ekor kambing PE, 4 ekor Gambar 1. Pejantan kambing Boer. Gambar 2. Anak hasil persilangan kambing PE dengan kambing Boer.

Tabel 2. Hasil USG terhadap empat jenis kambing yang telah diinseminasi menggunakan semen beku kambing Boer di wilayah Provinsi DKI Jakarta. No. Jenis Kambing Hasil USG Positif Negatif Mungkin 1. Kacang 4 2 2 8 2. Peranakan Ettawa (PE) 4 3 12 19 3. Saanen 2 2-4 4. Jawa Randu / Campuran 22 2 2 26 J u m l a h 32 9 16 57 kambing Saanen dan 26 ekor kambing jenis Campuran (Tabel 2). Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan tersebut adalah sebanyak 32 ekor (56,1%) positif bunting, 9 ekor tidak bunting dan 16 ekor masih ragu-ragu, karena tidak begitu jelas kebuntingannya. Kelahiran Anak Kambing Dalam tulisan ini disampaikan hasil pengamatan tentang kelahiran anak kambing sampai dengan akhir bulan Desember 2009. Dari sebanyak 37 ekor kambing yang diharapkan melahirkan pada bulan Desember 2009, diketahui bahwa 18 ekor diantaranya tidak bunting atau dalam kondisi majir (Tabel 3). Hal ini ditetapkan karena semua kambing tersebut masih belum melahirkan sampai dengan jangka waktu 150 hari setelah dilakukan inseminasi terhadap kambing tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa variasi lama kebuntingan pada kambing biasanya hanya sekitar 144-156 hari, atau dengan rataan lama kebuntingan sekitara 150 hari atau 5 bulan (Sutama, 1996; Artiningsih et al., 1996; Adiati et al., 1999). Ternak kambing yang tidak bunting tersebut dapat disebabkan karena keadaannya yang majir atau karena gagalnya pelaksanaan IB. Kesulitan melakukan deposisi semen secara intra-uterine merupakan salah satu kendala dalam pelaksanaan IB pada kambing. Serviks kambing yang berkelokkelok (berbentuk spiral) menyulitkan alat inseminasi (insemination gun) untuk dapat masuk sampai ke uterus. Selain itu juga dapat disebabkan karena tidak terjadinya ovulasi pada saat kambing tersebut sedang birahi. Kemungkinan lain adalah karena waktu pelaksanaan IB tidak tepat waktu. Pelaksanaan IB yang terbaik adalah dalam jangka waktu 35-40 jam setelah birahi dan inseminasi dilakukan 2 kali dalam selang Tabel 3. Kondisi dan jumlah induk kambing yang telah diinseminasi dan melahirkan selama bulan Desember 2009. No. Uraian Jenis Kambing Kacang PE Saanen Campuran 1. Tidak Bunting / Majir 3 4-11 18 2. Kawin Sebelum IB 2 - - 6 8 3. Mati / Dijual - 2 - - 2 4. Melahirkan Anak 1 - - 8 9 J u m l a h 6 6-25 37

Tabel 4. Umur kebuntingan, jenis kelamin anak dan jumlah anak yang dilahirkan oleh kambing yang melahirkan selama bulan Desember 2009. Nama Jenis Umur Kebuntingan Jenis Kelamin Anak No. Pemilik Kambing (Hari) Jantan Betina 1. Udin Kacang 153 1-1 2. Senan 1 Campuran 148 1 1 2 3. Senan 2 Campuran 155-1 1 4. Paryadi Campuran 152 2-2 5. Suparno 1 Campuran 142-1 1 6. Suparno 2 Campuran 138 1-1 7. Suparno 3 Campuran 141 1 1 2 8. Embun Campuran 153 2-2 9. Jairin Campuran 153-1 1-8 5 13 Rata - Rata 147,75 - - - waktu 12 jam. Dalam kegiatan ini semula direncanakan untuk melakukan IB sebanyak dua kali, namun secara teknis hal ini sangat sulit dilakukan, terutama disebabkan karena sulit mengatur waktu dan lokasi pemilik ternak yang terlalu jauh. Terdapat juga 8 ekor kambing yang melahirkan sebelum waktu yang diharapkan, dimana kelahiran terjadi kurang dari 150 hari setelah pelaksanaan IB. Sehingga ditetapkan bahwa kambing tersebut pasti telah kawin secara alami dengan kambing jantan yang ada, baik milik peternak maupun yang ada pada saat kambing digembalakan. Salah satu dari kambing jenis PE yang telah diinseminasi ada yang mati, disebabkan karena sakit dan seekor lagi dijual oleh pemiliknya. Hanya sebanyak 9 ekor kambing yang telah di IB pada bulan Juli 2009 yang melahirkan pada bulan Desember 2009, yaitu terdiri dari 1 ekor kambing Kacang dan 8 ekor kambing jenis Campuran. Berdasarkan perhitungan, maka diperoleh bahwa tingkat kebuntingan dari kegiatan IB yang dilaksanakan dan dihitung berdasarkan kelahiran anak pada bulan Desember 2009, adalah sebesar 33,3%. Angka kebuntingan ini adalah sedikit lebih tinggi daripada tingkat kebuntingan yang biasanya diperoleh dari kegiatan IB pada kambing, yaitu hanya sekitar 30% (Budiarsana dan Sutama, 2001; Sutama et al., 2002; Ngangi, 2002). Selanjutnya diperoleh bahwa variasi lama kebuntingan dari kambing yang di IB adalah sekitar 138 155 hari, dengan nilai rataan sebesar 147,8 (Tabel 4). Dari 9 ekor kambing yang melahirkan tersebut diketahui bahwa 5 ekor (55,6%) melahirkan anak tunggal dan 4 ekor lagi (44,4%) melahirkan anak kembar. Pada 5 ekor kambing yang melahirkan anak tunggal, terlihat bahwa 2 ekor melahirkan anak jantan dan 3 ekor melahirkan anak betina. Sedangkan pada 4 ekor kambing yang melahirkan anak kembar, diketahui bahwa 2 ekor diantaranya melahirkan anak dengan keduanya berkelamin jantan dan 2 ekor lagi melahirkan anak dengan dua jenis kelamin yang berbeda.

Performans dari anak hasil persilangan yang dilahirkan, baik dari bentuk tubuh, warna kulit, bentuk telinga dan wajah sangat bervariasi. Kebanyakan warna kulit anak lebih mirip dengan induknya, namun ada dua ekor anak kambing yang mempunyai warna kulit yang mirip dengan Kambing Boer, yaitu bagian tubuh berwarna putih dan bagian leher sampai kepala berwarna coklat. Berdasarkan pengamatan dari peternak, kebanyakan dari mereka menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang cukup nyata dalam hal penampilan anak hasil persilangan. Perbedaan yang utama adalah dalam bentuk badan, bentuk telinga dan hidung yang berbeda dengan induknya dan lebih mirip dengan kambing Boer. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Dalam kegiatan ini telah berhasil dilakukan inseminasi pada 106 ekor kambing yang dimiliki oleh 45 orang peternak, yaitu terdiri 19 ekor kambing Kacang, 30 ekor kambing PE, 9 ekor kambing Saanen dan 48 ekor kambing jenis Campuran. Sebanyak 42,5% dari kambing yang diinseminasi diharapkan melahirkan pada bulan Desember 2009, 34,9% pada bulan Januari 2010, 17,0% pada bulan Februari 2010 dan sisanya 5,6% pada bulan Maret 2010. 2. Sebanyak 9 ekor kambing telah melahirkan secara sempurna pada bulan Desember 2009, yaitu terdiri dari 1 ekor kambing Kacang dan 8 ekor kambing jenis Campuran, sebanyak 18 ekor tidak melahirkan, 8 ekor melahirkan sebelum waktunya dan 2 ekor mati/dijual oleh pemiliknya. 3. Tingkat kebuntingan dari kegiatan IB yang dilaksanakan yang dihitung berdasarkan kelahiran anak pada bulan Desember 2009, adalah sebesar 33,3%. Rataan lama kebuntingan sebesar 147,8, sebanyak 55,6% kambing melahirkan anak tunggal dan 44,4% melahirkan anak kembar. 4. Sebaiknya dilakukan pemantauan secara terus menerus terhadap anak kambing hasil persilangan yang telah diperoleh, sehingga dapat diketahui tingkat pertumbuhan dan performans anak kambing tersebut pada saat disapih, dewasa tubuh, dewasa kelamin dan saat dikawinkan lagi. DAFTAR PUSTAKA Adiati, U., Yulistiani, R.S.G. Sianturi, Hastono, I.G.M. Budiarsana, I-K. Sutama dan I-W. Mathius. 1999. Pengaruh perbaikan pakan terhadap respon reproduksi induk kambing Peranakan Ettawa. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Hal. 491-495. Artiningsih, N.M., B. Purwantara, R.K. Achjadi dan I-K. Sutama. 1996. Pengaruh penyuntikan Pregnat Mare Serum Gonadotrophin terhadap kelahiran kembar pada kambing Peranakan Ettawa. Jurnal Ilmu

Ternak dan Veteriner. Vol. 2 (1): 11-16. Bradford, G.E. 1993. Small ruminant breeding strategies for Indonesia. Proc. of Workshop: Advances in Small Ruminant Research in Indonesia. Research Institute for Animal Production, Bogor, Indonesia. pp. 83-94. Budiarsana, I.G.M. dan I-K. Sutama. 2001. Fertilitas kambing Peranakan Ettawa pada perkawinan alami dan inseminasi buatan. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Hal. 85-92. Cahyono, B. 1998. Beternak Domba dan Kambing. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 100 pp. Dinas Pekanla. 2008. Statistik Peternakan. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan. Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta. Erasmus, J.A. 2000. Adaptation to various environments and resistance to disease of Improved Boer goat. Small Rum. Res. 36: 179-187. Inounu, I., N. Hidayati, A. Priyanti dan B. Tiesnamurti. 2002. Peningkatan Produktivitas domba melalui pembentukan rumpun komposit. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian APBN Tahun Anggaran 2001. Buku I: Ternak Ruminansia. Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Bogor. Mukherjee, T.K. 1992. Improvement of Goats in the Tropics through Genetic and Biotechnological Methods. In: R.R. Lokeshwar (Ed.) Pre- Conference Proc. Plenary Papers and Invited Lectures. V. International Conference on Goats, New Delhi, International Goat Association. pp. 26-36. Ngangi, L.R. 2002. Efektivitas lama pemberian implant progesterone intravaginal dan waktu inseminasi terhadap penampilan reproduksi kambing Peranakan Ettawa. Thesis Pasca Sarjana IPB. Bogor. 75 hlm. Sarwono, B. 2002. Beternak Kambing Unggul. PT Penebar Swadaya, Jakarta. 120 pp. Shipley, T. dan L. Shipley. 2005. Mengapa Harus Memelihara Kambing Boer, Daging untuk Masa Depan. Program Brawiboer. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Malang. http://www.indonesia boergoat.com/ ind/whyraiseboergoat.html Subandriyo, 2004. Strategi Pemanfaatan Plasma Nutfah Kambing Lokal dan Peningkatan Mutu Genetik Kambing di Indonesia. Prosiding Lokakarya Nasional Kambing Potong. Bogor, 6 Agustus 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor Hal. 39-50. Sutama, I-K. 1996. Potensi produktivitas ternak kambing di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Hal. 35-50. Sutama, I-K., B. Setiadi, P. Situmorang, U. Adiati, I.G.M. Budiarsana, T. Kostaman, Maulana, Mulyawan dan R. Sukmana. 2002. Uji kualitas semen beku kambing Peranakan Ettawa dan Kambing Boer. Prosdings Hasil Penelitian Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan/ARMP- II. Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Hal. 88-111.