BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini banyak terjadi pada balita terutama di negara-negara. makanan yang tidak cukup (Nelson, 1996). Rata-rata berat badannya

Status Gizi. Sumber: Hasil PSG Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul tahun

BAB I PENDAHULUAN. besar. Masalah perbaikan gizi masuk dalam salah satu tujuan MDGs tersebut.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti perawatan dan makanan

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Kelompok

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat. sasaran yang membutuhkan layanan (Depkes RI, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. http ://digilip.unimus.ac.id

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi memiliki dimensi luas, tidak hanya masalah kesehatan tetapi

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting terjadinya kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kematian bayi dan anak merupakan ciri yang umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan dalam pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gizi utama yang banyak dijumpai pada balita (Sarmin, 2009). pada anak usia balita (WHO, 2007). Hal ini dibuktikannya dengan

PPG ( PUSAT PEMULIHAN GIZI )

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. MDGs lainnya, seperti angka kematian anak dan akses terhadap pendidikan

TFC ( Therapeutic Feeding Centre ) / PPG ( Pusat Pemulihan Gizi )

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN KOTA UPTD PUSKESMAS SEMEMI

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN PEKERJAAN DAN PENDIDIKAN IBU TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI DESA PULO ARA KECAMATAN KOTA JUANG KABUPATEN BIREUEN

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menurunkan prevalensi kurang gizi sesuai Deklarasi World Food Summit 1996

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang terdiri dari 5,7% balita yang gizi buruk dan 13,9% berstatus gizi

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu ukuran fisik. penduduk (Depkes, 2004). Guna menyukseskan hal tersebut maka

ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB GIZI KURANG PADA BALITA DI DESA BANYUANYAR KECAMATAN KALIBARU BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. gizi buruk. Untuk menanggulangi masalah tersebut kementerian. kesehatan (kemenkes) menyediakan anggaran hingga Rp 700 miliar

BAB I PENDAHULUAN. mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan sebagai

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi utama yang perlu mendapat perhatian. Masalah gizi secara

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Developments Program), Indonesia menempati urutan ke 111

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

EVALUASI PROGRAM PENANGANAN GIZI KURANG MELALUI ASUHAN COMMUNITY FEEDING CENTER (CFC)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB VII PENUTUP. a. Terjadi pengurangan proporsi anggaran APBD untuk kegiatan program gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. cerdas dan produktif. Indikatornya adalah manusia yang mampu hidup lebih lama

BAB 1 : PENDAHULUAN. kembang. Gizi buruk menyebabkan 10,9 Juta kematian anak balita didunia setiap tahun. Secara

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB I PENDAHULUAN. tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. apabila prasyarat keadaan gizi yang baik terpenuhi. Masalah gizi yang sering

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

PENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24 BULAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Diare merupakan penyakit dengan tanda - tanda perubahan frekuensi buang air

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Nutrisi yang cukup sangat penting pada usia dini untuk memastikan

BAB I PENDAHULUAN. penting yang menjadi kesepakatan global dalam Sustainable Development

BAB I PENDAHULUAN. yakni gizi lebih dan gizi kurang. Masalah gizi lebih merupakan akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. masih berada dalam kandungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sehingga berkontribusi besar pada mortalitas Balita (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan gizi masih menjadi masalah yang serius. Kekurangan gizi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Makanan memiliki peranan penting dalam tumbuh kembang

HASIL PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) PROVINSI SUMATERAUTARA TAHUN 2016 DINAS KESEHATAN PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi 20%, maupun target

KERANGKA ACUAN KEGIATAN KUNJUNGAN RUMAH

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang menjadi insan yang berkualitas. sebanyak 20 juta anak balita yang mengalami kegemukan. Masalah gizi

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan mentalnya akan lambat. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari

BAB I PENDAHULUAN. kurang, gizi baik, dan gizi lebih (William, 2010).

SALINAN KEPUTUSAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR: 188/172/KEP/ /2014

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi buruk mempunyai dimensi yang sangat luas, baik konsekuensinya terhadap penurunan kualitas sumber daya manusia maupun penyebabnya. Gizi buruk secara langsung maupun tidak langsung akan menurunkan tingkat kecerdasan anak, terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan anak serta menurunkan produktivitas. Gizi buruk secara langsung disebabkan oleh kurangnya asupan makanan dan penyakit infeksi dan secara tidak langsung disebabkan oleh ketersediaan pangan, sanitasi, pelayanan kesehatan, pola asuh, kemampuan daya beli keluarga, pendidikan dan pengetahuan. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah antara lain melalui revitalisasi posyandu dalam meningkatkan cakupan penimbangan balita, penyuluhan dan pendampingan, pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) atau pemberian makanan tambahan (PMT), peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi melalui tatalaksana gizi buruk di puskesmas perawatan dan rumah sakit, penanggulangan penyakit menular dan pemberdayaan masyarakat melalui keluarga kadar gizi (Kadarzi). Masalah gizi khususnya gizi balita di Indonesia dapat dilihat dari hasil penilaian status gizi dimana angka prevalensi berat kurang (underweight) yang masih tinggi yakni 17,9%. Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, sebanyak 13,0% balita berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk yang diukur berdasarkan indikator berat badan menurut umur (BB/U). Balita dengan kategori sangat pendek (stunting) yang diukur dengan menggunakan indikator tinggi badan menurut umur (TB/U) sebesar 17,1%, sedangkan balita dengan kategori kurus (wasting) yang diukur dengan menggunakan indikator berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) sebesar 13,3% (Kemenkes, 2011). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 secara tegas telah memberikan arah pembangunan pangan dan gizi dengan sasaran 1

2 meningkatnya ketahanan pangan dan meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat. Program pembangunan yang berkeadilan yang terkait dengan Rencana Tindak Upaya Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) melalui Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010. Salah satu dokumen yang telah disusun adalah Rencana Aksi nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) 2011-2015. Keluaran rencana aksi diharapkan dapat menjembatani pencapaian MDGs yang telah disepakati dalam RPJMN 2010-2014 yaitu menurunkan prevalensi gizi kurang (underweight) anak balita menjadi 15,5%. Salah satu sasaran dari MDGs yang telah menunjukkan signifikan dan diharapkan dicapai tahun 2015 (on-track) adalah MDGs Goal 1: memberantas kemiskinan dan kelaparan. Prevalensi balita kekurangan gizi yang menurun dari 31% pada tahun 1989 menjadi 18,4% pada tahun 2007 dan 17,9% pada tahun 2010. Angka ini diharapkan selama tahun 2011-2015 dapat diturunkan sebesar 2,4% untuk mencapai target MDGs. Sebagai bentuk dukungan dalam percepatan pencapaian MDGs goal 1, program yang dilakukan salah satunya adalah perbaikan gizi masyarakat melalui tindakan perbaikan status gizi masyarakat dengan keluaran penurunan prevalensi kekurangan gizi pada balita yang ditandai oleh perbaikan indikator kinerja diantaranya persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan sebesar 100%. Kementerian Kesehatan bertanggungjawab sepenuhnya dalam pelaksanaan program yang sasaran kegiatannya adalah meningkatkan penanganan masalah gizi masyarakat, serta diprioritaskan pada provinsi-provinsi dengan prevalensi kekurangan gizi pada balita di atas angka rata-rata nasional (Bappenas, 2011). Di Indonesia, masih ada 18 provinsi yang memiliki prevalensi berat kurang di atas prevalensi nasional dimana Provinsi Gorontalo berada di urutan ke- 7, dengan angka prevalensi 26,7%, yang terdiri dari 15,3% balita berstatus gizi kurang, dan 11,2% berstatus gizi buruk. Angka ini masih di atas batas non-public health problem menurut WHO sebesar 10,0% (Kemenkes, 2011). Berdasarkan Laporan Pemantauan Status Gizi (PSG) dan Kadarzi Kabupaten Bone Bolango Tahun 2012, angka prevalensi balita berdasarkan indikator BB/U adalah 2,86% balita berstatus gizi buruk, balita berstatus gizi kurang sebanyak 11,88% 2

3 sedangkan balita berstatus gizi baik 84,65% dan gizi lebih 0,65%. (Dinkes Kab. Bone Bolango, 2012). Sehubungan dengan peningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi anak yang gizi buruk, serta sebagai indikator kinerja program yang mendukung percepatan pencapaian MDGs goal 1 dilihat dari persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan sebesar 100%, maka dikembangkan Pusat Pemulihan Gizi atau Therapeutic Feeding Center (TFC). Sebagai sebuah unit layanan perawatan dan pengobatan anak gizi buruk, TFC memberikan pelayanan secara intensif dengan menyediakan tempat atau ruangan khusus serta ibu/keluarga ikut aktif terlibat dalam perawatan anak gizi buruk. Pengembangan TFC dapat dilakukan dengan membuat bangunan khusus atau dengan memanfaatkan fasilitas bangunan yang sudah ada, terutama di rumah sakit atau puskesmas perawatan. Pengelolaan TFC dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan melibatkan peran serta masyarakat. Pemerintah pusat maupun daerah membebaskan biaya perawatan kasus gizi gizi buruk, untuk kegiatan operasional TFC, dibiayai melalui anggaran pendapatan dan belanja negara dan daerah (APBN dan APBD). Khusus untuk Kabupaten Bone Bolango, melalui Peraturan Daerah Kabupaten Bone Bolango nomor 48 tahun 2007 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja telah menjadikan TFC sebagai unit pelaksanan teknis (UPT) dinas kesehatan walaupun belum memiliki gedung sendiri. Pada tahun 2009, TFC sudah memiliki gedung khusus perawatan balita gizi buruk, yang pembangunannya didanai oleh Proyek Decentralized Health Service 2 (DHS2). Pembangunan fisik TFC dilanjutkan sampai tahun anggaran 2010, dan mulai beroperasi pada bulan Februari 2010. Biaya operasional kegiatan TFC dianggarkan melalui APBD Kabupaten Bone Bolango, sehingga balita gizi buruk yang dirawat tidak dibebankan biaya perawatan. Selama tahun 2010 2012 berdasarkan data Register Rawat Inap TFC telah dirawat sebanyak 59 pasien gizi buruk. Namun sebanyak 24 pasien (40,7%) diantaranya pulang paksa sebelum menyelesaikan masa rawatnya dengan kondisi pasien belum sepenuhnya normal. Rata-rata jumlah hari rawat pasien di tahun 2010 yaitu selama 7 hari, 11 hari rawat di tahun 2011, 4 hari rawat di tahun 2012. 3

4 Pulang paksa atau pulang atas permintaan sendiri (discharge against medical advice) merupakan masalah yang cukup serius bagi pelayanan di TFC. Pasien balita gizi buruk yang pulang paksa dengan kondisi belum pulih sepenuhnya, dapat kembali ke kondisi semula dan berpotensi menambah jumlah balita gizi buruk di masyarakat. Dampak bagi pasien sendiri, karena dapat merugikan kesehatannya dan berpeluang untuk dirawat kembali bahkan meninggal di rumah masing-masing. Data Profil Kesehatan Kabupaten Bone Bolango menunjukkan jumlah balita gizi buruk sebanyak 62 balita dengan jumlah yang dapat perawatan di TFC sebanyak 24 balita di tahun 2010. Kemudian di tahun 2011, jumlah balita gizi buruk meningkat menjadi 107 balita, dengan jumlah yang mendapat perawatan di TFC sebanyak 23 balita. Diantara balita yang dirawat ini, ada yang pernah menjadi pasien di tahun 2010, dan kembali dirawat di tahun 2011. Hal ini dapat menjadi sebuah indikator adanya potensi masalah dalam pelayanan kesehatan terutama dalam peningkatan jumlah balita gizi buruk serta pencapaian target perawatan gizi buruk 100% (Dinkes Kab. Bone Bolango, 2011). Berdasarkan data register pasien TFC Bone Bolango selama tahun 2010-2012, jumlah pasien yang dirujuk dari puskesmas dengan kriteria di atas 6 jam dan sangat terpencil sebanyak 12 pasien, 7 pasien (58,33%) diantaranya tercatat sebagai pasien pulang paksa. Pasien yang dirujuk dengan menggunakan kartu jaminan kesehatan sebanyak 34 pasien, atau 57,63% dari total pasien yang pernah dirawat di TFC dari keluarga kurang mampu, 16 pasien (47,06%) diantaranya tercatat pulang paksa. Masalah lain yang timbul dari kejadian pulang paksa ini yaitu penanganan pasca perawatan dimana pasien sangat butuh pendampingan. Lokasi yang jauh serta tenaga kesehatan yang terbatas, menyebabkan penanganan pasca rawat ini tidak ditangani dengan tepat. Hal ini terjadi karena belum semua puskesmas terlatih untuk melaksanakan tatalaksana gizi buruk. Ketersediaan sarana dan prasarana yang terbatas untuk menyiapkan formula khusus untuk balita gizi buruk, serta kurangnya tindak lanjut pemantauan setelah balita pulang ke rumah 4

5 juga ikut mempengaruhi penanganan pasca rawat balita gizi buruk khususnya mereka yang pulang paksa. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut; faktor-faktor apa yang menyebabkan pasien balita gizi buruk berisiko untuk pulang paksa dari TFC Kabupaten Bone Bolango? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui penyebab terjadinya pulang paksa pada pasien balita gizi buruk yang dirawat di TFC kabupaten Bone Bolango. 2. Tujuan Khusus a. Mengkaji secara mendalam faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi terjadinya pulang paksa pasien balita gizi buruk di TFC. b. Mengkaji secara mendalam faktor yang dapat mendukung terjadinya pulang paksa pasien balita gizi buruk di TFC. c. Mengkaji secara mendalam faktor yang dapat berperan sebagai faktor penguat dalam terjadinya pulang paksa pasien balita gizi buruk di TFC. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan dan Pemda Kabupaten Bone Bolango Menjadi bahan pertimbangan yang berharga bagi para pengambil kebijakan untuk menyusun kebijakan-kebijakan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat khususnya dalam mengatasi terjadinya gizi buruk di Kabupaten Bone Bolango. 2. Bagi TFC Kabupaten Bone Bolango Sebagai informasi penting untuk mengetahui faktor risiko yang dapat melatarbelakangi terjadinya pulang paksa pada pasien gizi buruk yang dirawat sehingga TFC dapat memberikan layanan yang lebih baik. 5

6 3. Bagi Peneliti Memberikan pengetahuan dan melakukan penerapan ilmu kesehatan masyarakat khususnya gizi masyarakat di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Bone Bolango. E. Keaslian Penelitian Penelitian yang berkaitan dengan terjadinya pulang paksa pada pasien balita gizi buruk yang di rawat di Therapeutic Feeding Centre (TFC) menurut pengetahuan penulis belum pernah dilakukan penelitian. Penelitian yang hampir serupa dan dilakukan di TFC antara lain dilakukan oleh : 1. OliI (2011), meneliti tentang Kepatuhan Ibu Memberi Asupan Gizi Sesuai Instruksi Petugas dan Status Gizi Balita Gizi Buruk di Therapeutic Feeding Centre Kabupaten Gorontalo Tahun 2008-2010. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu mempunyai hubungan bermakna dengan status gizi balita di TFC, dimana ibu yang memiliki pendidikan rendah mempunyai pola asuh kurang baik sehingga tidak berperan aktif dalam meningkatkan berat badan balita gizi buruk yang dirawat di TFC. Jumlah anak mempunyai hubungan bermakna dengan status gizi balita di TFC, dimana ibu yang memiliki anak yang lebih mengalami kesulitan dalam membagi waktu antara mengurus anaknya yang sedang dirawat dengan anaknya yang di rumah. Persamaan dengan penelitian ini yaitu pada tingkat pendidikan yang menunjukkan pengetahuan ibu, serta pada jumlah anak. Perbedaannya yaitu jenis dan rancangan penelitiannya dimana penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan studi kasus kontrol (case-control study), dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. 2. Mujayanto (2011), meneliti tentang Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keberhasilan Penanggulangan Gizi Buruk di Kabupaten Gorontalo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara faktor eksternal kinerja tim pengelola TFC dengan keberhasilan penanggulangan gizi buruk di Kabupaten Gorontalo. Persamaan dengan penelitian ini yaitu pada sikap tenaga kesehatan di TFC. Perbedaannya yaitu jenis dan rancangan 6

7 penelitiannya dimana penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan rancangan cross sectional dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. 3. Thenie (2002), meneliti tentang Persepsi Pasien Pulang Paksa terhadap Pelayanan Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah Karawang. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kasus pulang paksa disebabkan oleh faktor biaya bagi pasien kelas II dan III, sedangkan bagi pasien kelas I dan VIP disebabkan oleh faktor pelayanan dan ketidaktahuan pasien. Persamaan dengan penelitian ini yaitu pada variabel persepsi serta pendekatan kualitatif yang digunakan. Perbedaannya pada subyek dan lokasi penelitian. 4. Kuncahyo (1998), meneliti tentang Hubungan antara Karakteristik Pasien Rawat Inap dengan Keputusan Pulang Paksa di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari Kabupaten Gunung Kidul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan, pendapatan, kelas perawatan dan kepuasan mempunyai hubungan dengan keputusan pulang paksa. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel yang menunjukkan faktor sosial ekonomi yaitu pekerjaan dan pendapatan. Perbedaannya pada jenis penelitian yang menggunakan metode observasional dengan rancangan cross sectional dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. 7