BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN 2.1. Sejarah Singkat Organisasi Tahun 1954 1957 : Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktif: Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktif dilatarbelakangi oleh adanya percobaan nuklir pada tahun 1950-an oleh beberapa negara terutama Amerika Serikat di beberapa kawasan Pasifik, sehingga menimbulkan kekhawatiran tentang jatuhnya zat radioaktif di wilayah Indonesia. Tugas dari Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktif adalah untuk menyelidiki akibat percobaan ledakan nuklir, mengawasi penggunaan tenaga nuklir dan memberikan laporan tahunan kepada pemerintah. Tahun 1958 1964 : Lembaga Tenaga Atom: Tugas Lembaga Tenaga Atom adalah melaksanakan riset di bidang tenaga nuklir dan mengawasi penggunaan tenaga nuklir di Indonesia. Tahun 1964-1997 : Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN): Tugas BATAN adalah melaksanakan riset tenaga nuklir dan mengawasi penggunaan tenaga nuklir di Indonesia. Pengawasan penggunaan energi nuklir tersebut dilaksanakan oleh unit yang berada di bawah BATAN yaitu pada Biro Pengawasan Tenaga Atom (BPTA). Tahun 1997 Sekarang : Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN): Undang Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran telah memberikan kewenangan kepada Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) 10
11 untuk melaksanakan fungsi pengawasan terhadap penggunaan pemanfaatan tenaga nuklir melalui empat pilar pengawasan yaitu: penyusunan peraturan, proses perizinan dan inspeksi. Undang-undang Ketenaganukliran juga mensyaratkan pemisahan antara Badang Pengawas (BAPETEN) dan Badan Atom Nasional (BATAN) agar tercapai pengawasan yang independen. BAPETEN merupakan lembaga pemerintah non kementerian yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia untuk melaksanakan fungsi pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia. 2.2. Lingkup dan Bidang Pengawasan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 menjelaskan fungsi pengawasan terhadap pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia dalam rangka melindungi keselamatan dan kesehatan masyarakat serta lingkungan melalui pembuatan peraturan, proses perizinan dan pelaksanaan inspeksi. Upaya BAPETEN dalam mencapai sasaran strategis ditetapkan pada Rencana Strategis 2015 2019, dengan menetapkan arah kebijakan strategis sebagai acuan menyusun target outcome dan target output kegiatan, maka dirumuskan visi dan misi sebagai berikut: VISI : Menjadi Badan Pengawas Tenaga Nuklir kelas dunia untuk mewujudkan kondisi keselamatan dan keamanan nuklir serta meningkatkan daya saing bangsa. Sedangkan MISI sebagai berikut: 1) Mewujudkan dan melaksanakan pengawasan ketenaganukliran kelas dunia sesuai dengan standar internasional; 11
12 2) Mewujudkan pemanfaatan tenaga nuklir yang aman, selamat, dan tenteram dalam meningkatkan daya saing bangsa; 3) Mewujudkan budaya keselamatan dan keamanan nuklir nasional sesuai dengan kepribadian dan karakter bangsa; 4) Melaksanakan reformasi birokrasi pengawasan ketenaganukliran. TUJUAN BAPETEN ditetapkan untuk mencapai visi dan misi BAPETEN adalah sebagai berikut: 1) Melindungi pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi yang mungkin timbul dari kegiatan ketenaganukliran untuk mencapai kondisi keselamatan, keamanan dan ketentraman; 2) Menjamin keamanan bahan nuklir dan sumber radioaktif yang keluar masuk wilayah kedaulatan NKRI dan mencegah terjadinya penyalahgunaan yang membahayakan bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup; 3) Meningkatkan daya saing bangsa melalui peningkatan efektivitas pengawasan ketenaganukliran; 4) Menurunkan tinkat kejadian nuklir di Indonesia dengan penerapan budaya keselamatan dan keamanan nuklir oleh pekerja, organisasi dan pemangku kepentingan terkait tenaga nuklir berdasarkan kepribadian nasional; 5) Meningkatkan reformasi birokrasi pengawasan ketenaganukliran yang efektif. 12
13 2.3. Sumber Daya Manusia Jumlah SDM BAPETEN sebanyak 403 (empat ratus tiga) orang, data Juni tahun 2016 sebagai berikut: a) Dilihat dari status : 403 orang berstatus PNS b) Dilihat dari jenis kelamin : pria = 259, wanita = 144 c) Dilihat dari rentang usia : usia 21 25 tahun = 1 orang, usia 26 30 tahun = 20 orang, usia 31 35 tahun = 99 orang, usia 36 40 tahun = 138 orang, usia 41 45 tahun = 64 orang, usia 46 50 tahun = 30 orang, usia 51 55 tahun = 32 orang, usia 56 60 tahun = 18 orang, usia 61 65 tahun = 1 0rang. d) Dilihat dari tingkat pendidikan : SD = 1 orang, SLTP = 1 orang, SLTA = 44 orang, D3 = 27 orang, D4 = 13 orang, S1 = 188 orang, S2 = 120 orang, S3 = 9 orang. 2.4. Tantangan Organisasi BAPETEN memiliki tantangan yang tidak kecil walaupun belum mempunyai pembangkit tenaga listrik (PLTN). Tantangan yang ada terkait keamanan nuklir Terorisme nuklir lebih berbahaya, kelompok anti PLTN pun mendukung langkah BAPETEN dalam menghadapi teror nuklir. Permasalahan dan tantangan pembangunan di bidang pengawasan tenaga nuklir dalam 5 (lima) tahun mendatang sebagai berikut: 1) Peraturan dan Standar Ketenaganukliran belum memadai Selaras dengan perkembangan pelaksanaan pengawasan ketenaganukliran, peningkatan standar 13
14 keselamatan dan keamanan nuklir internasional, perubahan peraturan perundang-undangan nasional terkait, maupun perhatian para pemimpin dunia terhadap masalah keamanan nuklir global. 2) Kondisi Keselamatan Radiasi Lingkungan belum sesuai yang diharapkan. Pemenuhan persyaratan izin dan pemahaman masyarakat terhadap keselamatan nuklir masih Rendah. 3) Infrastruktur keamanan dan kesiapsiagaan nuklir belum memadai. 4) Kerjasama Regional belum memadai Terkait dengan bidang ekonomi, berlakunya MEA Tahun 2015 dan AFTA tahun 2017 berpotensi meningkatkan arus keluar masuk pekerja radiasi asing, bahan nuklir dan sumber radiasi ke NKRI. 5) Indeks Kesenjangan Kompetensi SDM BAPETEN masih cukup besar. 6) Sarana Prasarana Pengawasan belum optimal. 7) Pelayanan Pengawasan Tenaga Nuklir belum memenuhi Harapan. 8) Pelaksanaan Sistem Manajemen belum laksanakan secara optimal. 2.5. Proses Pengawasan Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh BAPETEN berdasarkan sasaran strategi yang akan dicapai sesuai renstra 2015 2019 sebagai berikut: 2.5.1. Pembuatan Peraturan BAPETEN bertanggung jawab dalam pembuatan peraturan dan ketentuan keselamatan pemanfaatan tenaga nuklir, bekerja sama dengan Dewan Perwakilan 14
15 Rakyat dalam membuat peraturan pemerintah untuk menjamin keselamatan dan keamanan penggunaan sumber radiasi pengion. 2.5.2. Perizinan Pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia harus mendapatkan izin dari BAPETEN. Pelayanan perizinan oleh BAPETEN sebagai berikut: A. Pelayanan Perizinan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif BAPETEN telah menyediakan layanan perizinan dengan menggunakan B@lis Online, dengan menerapkan sistem One Day Service (dalam satu hari KTUN dapat segera diterbitkan), dan layanan jemput bola yang dikenal dengan nama on the spot licencing (ASL). Pelayanan Perizinan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif terdiri dari: 1) Pemanfaatan tenaga nuklir di bidang penelitian dan industri yang harus diterbitkan izinnya dari BAPETEN antara lain: a) Penggunaan sumber radiasi pengion di bidang well logging, tracer, radiografi industri, gauging, fotografi, fluoroskopi bagasi, impor zat radioaktif maupun pembangkit radiasi pengion untuk keperluan selain medik serta pengalihannya. b) Persetujuan impor, persetujuan ekspor, pengangkutan zat radioaktif, pengiriman kembali radioaktif ke negara asal (Re-Ekspor), penetapan penghentian kegiatan pemanfaatan sumber radiasi pengion selain medik (negative statement). 15
16 2) Pemanfaatan tenaga nuklir di bidang kesehatan antara lain: Radiologi umum dan Intervensional, Dental, Mammografi, CT. Scan, Fluoroscopy. 3) Pelayanan perizinan Petugas Fasilitas Radiasi (PPR) antara lain: a) Pemberian insentif penyelenggaraan pelatihan PPR; b) Penyelenggaraan Penyegaran PPR (perpanjangan Surat Izin Bekerja); c) Penyelenggaraan ujian PPR; dan d) Validasi Surat Izin Bekerja (SIB) petugas keahlian. B. Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir Pelayanan perizinan dan bahan nuklir terdiri dari: 1) Pelayanan perizinan reaktor dan bahan nuklir, dengan tujuan untuk memastikan bahwa reaktor nuklir dapat dioperasikan dengan selamat. 2) Pelayanan perizinan Instalsi Nuklir Non Reaktor (INNR), dilakukan terhadap 3 (tiga) jenis instalasi yaitu meliputi perizinan INNR, perizinan fasilitas radioaktif yang memiliki resiko tinggi dan perizinan TENORM. 3) Pelayanan perizinan dan sertifikasi dan validasi dilakukan yaitu meliputi pelayanan sertifikasi petugas instalasi dan bahan nuklir, dan pelayanan sertifikasi dan validasi bungkusan zat radioaktif. 16 2.5.3. Inspeksi Kegiatan inspeksi merupakan salah satu tugas pokok BAPETEN sebagai Badan Pengawas, yang bertujuan untuk memastikan kepatuhan pengguna terhadap ketentuan keselamatan yang dibuat dalam peraturan perundang
17 undangan ketenaganukliran. Ada 2 (dua) sifat Inspeksi yang dilakukan BAPETEN terhadap fasilitas pemanfaatan tenaga nuklir antara lain: 1) Inspeksi rutin dengan pemberitahuan dan dengan tanpa pemberitahuan. 2) Inspeksi sewaktu-waktu yaitu: a) Merupakan tindak lanjut temuan inspeksi; b) Verifikasi dalam rangka perizinan; c) Verifikasi lapangan atas kejadian Laporan Hasil inspeksi (LHI) adalah dokumen yang menerangkan terkait hasil inspeksi untuk melihat: a) Status/ kondisi terhadap perizinan suatu fasilitas apakah perizinan masih berlaku atau tidak; b) Jumlah dan nama sumber; c) Ketersediaan SDM yaitu pekerja radiasi; d) Peralatan perlengkapan proteksi, rekaman-rekaman hasil evaluasi dosis, medical chek-up, pengukuran paparan radiasi, dokumen program proteksi dan keamanan sumber. Laporan Ringkas Executive Hasil Inspeksi (LARE) adalah dokumen laporan manakala ada hasil yang mendesak harus segera ditindaklanjuti, temuan yg harus diketahui oleh direktur inspeksi dan direktur perizinan. Kategori dan tingkat temuan hasil inspeksi sebagai berikut: 1) Tingkat I : berat, untuk kategori temuan pelanggaran terhadap peraturan (undang-undang), sanksinya pidana (denda dan kurungan). 17
18 2) Tingkat II : sedang, untuk kategori temuan pelanggaran terhadap batas keselamatan (Peraturan Pemerintah), sanksinya administrasi (penghentian sementara operasi dan pencabutan izin). 3) Tingkat III : ringan, untuk kategori temuan pelanggaran terhadap batas kondisi operasi dan atau persyaratan perizinan (Peraturan Pemerintah, Peraturan Kepala BAPETEN), sanksi administrasi (peringatan dan pencabutan izin. 2.5.4. Kegiatan Penunjang Pengawasan: a) Penegakan Peraturan: apabila terjadi pelanggaran peraturan keselamatan, terutama yang mengakibatkan korban jiwa dan kerusakan lingkungan, BAPETEN memiliki wewenang untuk menegakkan peraturan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. b) Kesiapsiagaan Nuklir: apabila terjadi kecelakaan nuklir, tim tanggap darurat BAPETEN akan segera membatasi dan meminimalisasi dampak kecelakaan dan korban jiwa. Melalui program-program kesiapsiagaan nuklir BAPETEN menbangun sistem pemantauan radioaktivitas lingkungan, sistem pengawasan nuklir di luar pemanfaatan melalui pemasangan sistem deteksi bahan nuklir /zat radioaktif di pelabuhan, meningkatkan sinergi dan kerja sama antar lembaga dalam memperkuat keamanan nuklir dan infrastruktur kesiapsiagaan dan tanggap darurat nuklir nasional. 18