BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dikontrol oleh pemerintah maupun aparat penegak hukum.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM BAGI PENGEDAR DAN PENYALAH GUNA MAGIC MUSHROOM. 3.1 Pertanggungjawaban Hukum Bagi Pengedar Magic Mushroom

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan korban kejahatan dengan pelaku

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BAB I PENDAHULUAN. narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya 1. Narkotika adalah zat atau obat

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan narkoba ataupun dalam penyalahgunaanya merupakan masalah. perkembangan tingkat peradaban umat manusia serta mempengaruhi

BAB VI PENUTUP. penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah.

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PELAKSANAAN TUGAS INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR DI PUSKESMAS PERKOTAAN RASIMAH AHMAD BUKITTINGGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. sosial dimana mereka tinggal.

PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI KALANGAN REMAJA Oleh: Bintara Sura Priambada, S.Sos, M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergaulan dalam hidup masyarakat merupakan hubungan yang terjadi

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. melainkan hanya bisa dikurangi atau sedikit dicegah. Antisipasi atas kejahatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk dilaksanakan bagi pengguna narkoba. Zat yang terkandung dalam obat

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum. bahan-bahan kepustakaan untuk memahami Piercing The

2015 PUSAT REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PRIA

- 1 - BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa dan negara yang di dalamnya terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

BAB III PENUTUP. mengambil kesimpulan sebagai berikut: dilakukan oleh anak-anak, antara lain : bentuk penanggulangan secara preventif yaitu :

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN MAKSIAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

BAB III METODE PENELITIAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. mendeskripsikan prinsip negara hukum adalah the rule of law, not of man

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam

No II. anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika, perlu diberi landasan hukum ya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

BAB III METODE PENELITIAN. Yogyakarta telah melaksankan ketentuan-ketentuan aturan hukum jaminan

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan efek halusinasi yang terkenal di kalangan muda-mudi. Jamur

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia telah lahir beberapa peraturan perundang-undangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang untuk mencapai tujuannya

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja. Perubahan yang dialami remaja terkait pertumbuhan dan perkembangannya harus

BUPATI BULUNGAN PROPINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

LEGISLASI TERKAIT PENGENDALIAN TEMBAKAU DI INDONESIA. Dr. Hakim Sorimuda Pohan, SpOG Indonesian National Commission on Tobacco Control

Faktor-Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkotika Oleh Frans simangunsong, S.H., M.H

BAB I PENDAHULUAN. sebagai negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA DI SMK NEGERI 2 SRAGEN KABUPATEN SRAGEN

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 1. adanya pengendalian, pengawasan yang ketat dan seksama.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan Bangsa Indonesia ditentukan oleh Bangsa

NARKOTIKA JENIS KATINON DALAM PERSPEKTIF ASAS LEGALITAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

BAB I PENDAHULUAN. saja fenomena - fenomena yang kita hadapi dalam kehidupan sehari - hari dalam

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia seperti yang terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PREKURSOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasar menimbang Undang-undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus termasuk derajat kesehatannya. dengan mengusahakan ketersediaan narkotika dan obat-obatan jenis tertentu

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.

2014, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Dwi Gita Arianti Panti Rehabilitasi Narkoba di Samarinda BAB I PENDAHULUAN

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih mudah dengan berbagai macam kepentingan. Kecepatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Trend perkembangan kejahatan Narkoba di Indonesia akhir-akhir ini

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara berbentuk kepulauan yang sangat luas. Terdiri dari banyaknya pulau yang tersebar dari sabang sampai merauke. Sehingga dalam menjalankan fungsinya pemerintah tidak sanggup apabila menjalankan sendiri tanpa membutuhkan peranserta semua lapisan elemen masyarakat. Karena luasnya daerah yang harus dijangkau dan dikuasai, mengakibatkan kurangnya pengawasan dalam semua hal didalam teritorial negara Indonesia. Salah satunya yaitu kurangnya pengawasan dalam peredaran dan penyalahgunaan narkotika. Narkotika menjadi barang yang sangat mudah untuk didapatkan di Negara Indonesia saat ini karena peredarannya yang sudah tidak dapat dikontrol oleh pemerintah maupun aparat penegak hukum. Pengertian dari peredaran dan penyalah guna narkotika sebenarnya sudah ada pada Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Pengertian Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika menurut Pasal 1 angka 6 adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika. Sedangkan pengertian dari Penyalah Guna menurut Pasal 1 angka 15 adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum.

2 Peredarannya saat ini bahkan sudah melibatkan semua elemen masyarakat baik orang dewasa maupun anak kecil yang berada dibawah umur yang dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan menjadi korban dari penyalahgunaan narkotika tersebut. Keadaan ini didukung dengan keadaan alam di Indonesia yang kaya akan keanekaragaman sumber daya alam dan juga rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat akan arti sebenarnya dari Narkotika itu sendiri. Sehingga sumber daya alam pun dapat dimanfaatkan sebagai pengganti obat-obatan terlarang karena adanya kandungan yang sama didalamnya dan hal tersebut diedarkan lebih luas karena banyaknya masyarakat yang tidak terlalu mengerti secara jelas apa saja yang dapat digolongkan sebagai narkotika. Pengertian dari Narkotika menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan rasa ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang ini. Narkotika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani Narkoum, yang berarti membuat lumpuh atau membuat mati rasa 1. Arti dari Narkotika adalah zat yang dapat menimbulkan pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakannya dengan cara memasukkan obat tersebut ke dalam tubuhnya, pengaruh tersebut berupa pembiasan, hilangnya rasa sakit rangsangan, semangat 1 Julianan Lisa F R dan Nengah Sutrisna W, NARKOBA, Psikotropika dan Gangguan Jiwa Tinjauan Kesehatan dan Hukum, Nuha Medika, Yogyakarta, 2013, h. 1.

3 dan halusinasi 2. WHO sendiri memberikan definisi tentang narkotika sebagai berikut: Narkotika merupakan suatu zat yang apabila dimasukkan ke dalam tubuh akan memengaruhi fungsi fisik dan/atau psikologi (kecuali makanan, air atau oksigen) 3. Narkotika itu sendiri dibedakan menjadi III golongan yang didalamnya terdiri dari nama narkotika yang dilarang dan zat-zat yang terkandung didalam narkotika yang dilarang oleh undang-undang 4. Memang dalam Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika sudah diterangkan apa pengertian dari narkotika, peredaran dan penyalah guna, tetapi tidak dijelaskan secara rinci mengenai sumber daya alam apa sajakah yang dikatagorikan masuk kedalam golongan Narkotika dengan menggunakan nama-nama atau sebutan yang lazim didengar dan dimengerti oleh masyarakat awam. Seharusnya dalam hal ini andil pemerintah dalam memerangi peredaran narkotika tidak sebatas dengan mengeluarkan aturan seperti Undang-undang terkait saja, melainkan harus ada sosialisasi yang menyeluruh kepada semua elemen masyarakat agar masyarakat tahu betul tujuan dikeluarkannya Undangundang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika dan sumber daya alam apa sajakah yang tergolong dalam Narkotika dengan nama-nama atau sebutan yang lazim didengar oleh masyarakat. Memang masyarakat kalangan atas berperan penting dalam mengendalikan peredaran Narkotika dengan cara membuat dan mengeluarkan 2 Ibid, hal. 1. 3 Ibid, hal. 2. 4 Data base peraturan, LAMPIRAN 1 Undang-Undang nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,http://ngada.org/uu35-2009lmp.htm, 2010, dikunjungi pada 24 April 2014.

4 aturan-aturan untuk mencegah peredaran tersebut berkembang, namun masyarakat kalangan bawah juga mempunyai peranan penting karena peredaran Narkotika banyak memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat golongan bawah yang berpendidikan rendah akan Narkotika dan sumber daya alam yang tergolong sebagai Narkotika. Untuk mencegah hal tersebut menjadi lebih menjamur di masyarakat, maka pemerintah harus membekali masyarakat akan pengetahuan yang terkait. Sehingga masyarakat akan jauh lebih mengerti dan lebih bijaksana dalam memanfaatkan sumber daya alam. Karena ada kandungan-kandungan tertentu yang ada di alam dimana kandungan tersebut dapat mengakibatkan efek yang membahayakan bagi seseorang yang mengkonsumsinya. Upaya pencegahan yang harus dilakukan oleh pemerintah tersebut harus dilakukan karena dari efek yang kecil yang ditimbulkan oleh penggunaan sumber daya alam apabila dibiarkan maka akan menjadi efek yang besar bagi masa depan masyarakat maupun negara. Memang dari zaman dahulu nenek moyang kita banyak memanfaatkan sumber daya alam sebagai obat-obatan. Karena efek yang dihasilkan membawa kesembuhan, maka secara medis sumber daya alam yang digunakan sebagai obat-obatan tersebut diolah menjadi sebuah obat yang telah dicampur dengan bahan-bahan kimia sehingga menjadi obat dengan kandungan yang hampir sama bahkan kandungan yang lebih lengkap dengan bentuk atau kemasan yang berbeda. Sampai sekarang pun hal yang dilakukan nenek moyang kita pada jaman

5 dahulu masih dilakukan. Namun, untuk pemanfaatannya berbeda dengan apa yang dilakukan pada saat ini. Dahulu pemanfaatan sumber daya alam digunakan sebagai obat bagi penderita penyakit tertentu karena pada zaman dahulu tidak dikenal adanya penyembuhan penyakit secara medis seperti halnya yang dilakukan di rumah sakit pada saat ini. Dan sekarang pemanfaatan sumber daya alam bukan ditujukan untuk penyembuhan bagi penderita penyakit, melainkan pemanfaatan yang keliru. Memang dalam pemanfaatan sumber daya alam untuk saat ini tidak semuanya disalahgunakan, namun banyak orang yang telah menyalahgunakan sumber daya alam yang diperuntukan untuk menjadi pengganti dari hal-hal yang dilarang oleh pemerintah. Misalnya dalam hal ini adalah pemanfaatan sumber daya alam yaitu tumbuhan. Memang banyak tumbuhan dimanfaatkan sebagai olahan makanan bahkan minuman seperti diolah sebagai sayur, jamu, bahkan ada pula yang mengolahnya menjadi minuman dengan cara menjadikan tumbuhan sebagai jus. Olahan-olahan tersebut dalah penamfaatan tumbuhan secara positif, namun ada pula pemanfaatan tumbuhan secara negatif. Ada beberapa jenis tumbuhan yang didalamnya terkandung zat adiktif yang dilarang dikonsumsi oleh beberapa negara dan larangan tersebut diatur didalam Undang-Undang negara masing-masing. Salah satu tumbuhan tersebut adalah magic mushroom. Magic mushroom dapat tumbuh di dalam iklim mana pun, di pegunungan maupun di pinggir pantai. Tempatnya tumbuh mungkin akan sangat menjijikkan bagi sebagian besar orang, di kotoran sapi atau di kotoran banteng. Akan tetapi, tempatnya tumbuh itu tidak membuat

6 jamur tersebut kehilangan penggemar 5. Tanaman yang tumbuh ditempat kotor seperti itu, pada zaman sekarang masih dimanfaatkan. Namun pemanfaatan yang dilakukan untuk hal yang negatif meskipun magic mushroom juga mempunyai manfaat positif bagi penikmatnya. Saat ini, mushroom sering disalahgunakan, khususnya oleh para remaja dengan tujuan non-medis agar dapat mengubah suasana hati (mood), mengubah persepsi diri dan atau dunia sekeliling, memperoleh sensasi dan pengalaman baru dan romantis serta untuk meningkatkan kemampuan fungsi spesifik di bidang sosial dan seksual 6. Sehingga magic mushroon dikonsumsi sebagai pengganti obat-obatan yang dilarang oleh pemerintah yang mempunyai efek yang tidak jauh beda dengan magic mushroom itu sendiri. Sebenarnya kadar bahaya atau kadar beracun dari magic mushroom itu sendiri masih dibawah dari aspirin dan kafein 7. Jadi tidak berbahaya apabila dikonsumsi tidak berlebihan dan tidak secara terus menerus. Apabila digunakan, mayoritas pengguna magic mushroom memiliki beberapa efek yang cenderung bersifat positif yakni pemikiran yang dalam, kreatif dan filosofis; ide mudah mengalir; hal-hal atau tugas yang membosankan menjadi lebih menyenangkan dan lucu; perasaan mendapat ilham; pengalaman spiritual yang mengubah hidup; dan keingintahuan yang mendalam. Banyaknya pengguna magic mushroom semata-mata hanya untuk menghasilkan sesuatu yang beda dalam 5 Kabar Kalianda, Semua Tentang Jamur Tahi Sapi (Jamur Tlethong) / (Magic Mushroom), http://networkedblogs.com/j30rf,08 Maret 2013, h.1, dikunjungi pada 24 Maret 2014. 6 fajarichwannoor, Magic Mushroom, http://fajarichwannoor.wordpress.com/2008/12/17/magic-mushroom/, 17 Desember 2009, h.1, dikunjungi pada 24 Maret 2014. 7 Ibid.

7 arti positif 8. Tetapi karena efek tersebut, semakin banyak anak-anak muda yang menggunakan magic mushroom dan menimbulkan efek yang negatif bukan bagi dirinya sendiri melainkan bagi orang-orang dilingkungan sekitar dari pengguna. Hal tersebut yang menyebabkan penilaian bahwa magic mushroom dapat mengakibatkan efek yang negatif. Memang pemerintah sudah melakukan upaya prefentif dengan adanya Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Di dalam Undang- Undang tersebut sudah menyebutkan obat-obat, tanaman-tanaman dan juga zatzat adiktif apa sajakah yang tidak boleh dikonsumsi atau dilarang digunakan oleh masyarakat yang ada di indonesia. Namun karena pengetahuan masyarakat akan daftar larangan tersebut baik obat-obatan, tanaman maupun zat-zat adiktif yang kurang, maka banyaknya penyalahgunaan dan peredaran obat dan tanaman yang didalamnya terkandung zat-zat yang masuk dalam daftar larangan didalam Undang-Undang. Dalam hal ini yang dimaksud salah satunya adalah peredaran dan penyalahgunaan magic mushroom. Efek-efek yang dihasilkan magic mushroom sebenarnya tidak semuanya mengakibatkan hal negatif. Efek yang dihasilkan juga mengakibatkan hal positif terjadi bagi penggunannya, namun jika digunakan dengan porsi yang banyak atau berlebihan maka banyak efek-efek positif tersebut berubah menjadi efek negatif. Efek negatif yang terjadi dialami oleh seorang priya yang memotong 8 Ibid.

8 atau mencabut alat kelaminnya sendiri sesaat setelah dia mengkonsumsi magic mushroom 9. Pada awalnya dahulu peredaran dan penyalah guna magic mushroom tidak diperjual belikan. Namun para pengguna mencari sendiri ditempat-tempat dimana magic mushroom dapat tumbuh dan berkembang biak seperti kandang hewan ternak atau tempat bekas hewan kurban sebelum disembelih. Namun, seiring berkurangnya lahan tanah kosong yang biasa ditempati hewan ternak dan hewan kurban yang sudah berubah menjadi bangunan mewah, perumahan dan pertokoan, sekarang magic mushroom banyak diperjual belikan. Seperti di pulau Bali, banyak terdapat tempat-tempat di daerah tempat wisata yang menjual magic mushroom dengan berbagai macam iklan. Sehingga meski susahnya mendapatkan magic mushroom di alam bebas, pengguna atau para penikmat magic mushroom masih bisa mendapatkannya dengan cara membeli di toko-toko yang menjual magic mushroom secara bebas. Banyaknya toko-toko yang menjual magic mushroom secara bebas dengan nama toko yang dibuat sedemikian menarik dan namanya selalu diakhiri dengan kata mushroom misalnya dengan nama Udin s mushroom. Toko-toko tersebut banyak ditemukan ditempat-tempat pariwisata salah satunya ada di Kuta, Bali 10. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut di atas, maka penulis ingin mengupas beberapa Permasalahan yang dijadikan obyek di dalam 9 Kun Sila Ananda, Gara-gara magic mushroom, priya ini cabut penisnya sampai lepas, http://www.merdeka.com/sehat/matcont-gara-gara-magic-mushroom-pria-ini-cabutpenisnya-sampai-lepas.html, 28 Juni 2013, h.1, dikunjungi pada 12 April 2014. 10 fajarichwannoor, Op.Cit.

9 penulisan skripsi ini adalah : 1. Apakah peredaran dan penyalah guna magic mushroom dapat dikatagorikan sebagai tindak pidana Narkotika? 2. Bagaimanakah pertanggungjawaban hukum bagi pengedar dan penyalah guna magic mushroom? 1.3 Metode Penelitian a. Tipe Penelitian Tipe penelitian dalam skripsi ini menekankan pada tipe penelitian doktrinal, yaitu suatu penelitian yang memberikan eksposisi secara sistematis terhadap peraturan yang mengatur suatu isu hukum tertentu, menganalisis hubungan antar peraturan, menjelaskan permasalahan yang dapat pula digunakan untuk memprediksi perkembangan di masa mendatang 11. b. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang digunakan skripsi ini adalah dengan menggunakan : 1) Pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani yaitu pendekatan peraturan perundang-undangan berasal dari Undang-undang nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika 12. 2) Pendekatan Konseptual (conceptual approach), pendekatan konseptual 11 Peter M. Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, h.31. 12 Ibid., h.93.

10 beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandanganpandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukumyang relevan dengan isu yang dihadapi 13. c. Sumber Bahan Hukum 1. Bahan Hukum Primer Bahan Hukum berupa peraturan perundang-undangan yang berhubungan (relevan). Yaitu : a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana b) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika c) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika d) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor : 342/MENKES/PER/IX/1983 tentang Jamur yang Mengandung Psilosibin dan Psilosin e) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika 2. Bahan Hukum Sekunder Bahan Hukum yang berupa literatur, mengkaji undang-undang, hasil 13 Ibid, h.95

11 browsing dan sumber-sumber lainnya yang bisa dijadikan pedoman dalam penulisan skripsi ini.