BAB VI PENUTUP. penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah.

dokumen-dokumen yang mirip
PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2009

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

BUPATI BULUNGAN PROPINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2


BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. nasional, tetapi sekarang sudah menjadi masalah global (dunia). Pada era

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasar menimbang Undang-undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang

2014 PENDAPAT PESERTA ADIKSI PULIH TENTANG PELAYANAN DAN REHABILITASI SOSIAL DI RUMAH CEMARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

- 1 - BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, baik dari sudut medis, psikiatri, kesehatan jiwa, maupun psikososial

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BUPATI KULON PROGO Sambutan Pada Acara UPACARA BENDERA 17 JUNI 2013 TINGKAT KABUPATEN KULON PROGO Wates, 17 Juni 2013

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 288, 2012

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia telah lahir beberapa peraturan perundang-undangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. menjadi masalah bagi sebagian besar negara di dunia. Hal ini dapat dimengerti

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

PELAKSANAAN TUGAS INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR DI PUSKESMAS PERKOTAAN RASIMAH AHMAD BUKITTINGGI

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 80 an telah menjadi jalan bagi Harm Reduction untuk diadopsi oleh

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk di Indonesia berkembang

BAB I PENDAHULUAN. atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

BAB I PENDAHULUAN. anastesi yang dapat mengakibatkan tidak sadar karena pengaruh system saraf

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

KATA PENGANTAR. Pendahuluan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PREKURSOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

No II. anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika, perlu diberi landasan hukum ya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 1. adanya pengendalian, pengawasan yang ketat dan seksama.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 "... yang melindungi

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA. dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009.

MAKALAH. ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR (ISBD) Bahaya Narkoba Bagi Remaja. Teknik Komputer Golongan B Muh. An im Fatahna D

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sangatlah membutuhkan pembangunan yang merata di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. cepat dari proses pematangan psikologis. Dalam hal ini terkadang menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pikiran, perasaan, mental, dan perilaku seseorang. 1

PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI KALANGAN REMAJA Oleh: Bintara Sura Priambada, S.Sos, M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan kemajuan teknologi. Adanya perkembangan dan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan korban kejahatan dengan pelaku

BAB I PENDAHULUAN. sosial dimana mereka tinggal.

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterbatasan pengetahuan tentang narkoba masih sangat

BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat- zat adiktif lainnya (NAPZA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergaulan dalam hidup masyarakat merupakan hubungan yang terjadi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

Transkripsi:

344 BAB VI PENUTUP A. KESIMPULAN Setelah penulis menguraikan pembahasan ini bab demi bab, berikut ini penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah. 1. Dalam Hukum Islam narkoba (al-mukhaddirat) merupakan segala zat yang apabila dikonsumsi akan merusak fisik dan akal, bahkan terkadang membuat orang menjadi gila atau mabuk. Sedangkan dalam Hukum Positif Indonesia narkoba merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.. Konsep dasar narkoba dalam Hukum Islam disandarkan pada khamr dalam surat al-maidah ayat 90 yang dihukumkan haram untuk disalahgunakan dan diedarkan secara gelap. Sedangkan dalam Hukum Positif Indonesia narkoba adalah narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah ataupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas

345 pada aktivitas mental dan perilaku. Bahan adiktif adalah segala zat yang dapat menimbulkan kecanduan dan ketergantungan baik dari tanaman ataupun sintetis. 2. Sanksi yang diberikan Hukum Islam terhadap penyalahguna dan pengedar narkoba adalah ta dzir. Sanksi ta dzir bagi penyalahguna narkoba dapat berupa rehabilitasi karena pecandu atau penyalahgunan narkoba adalah orang sakit yang harus diobati dan dipulihkan berdasarkan hasil kajian dan penelitian ilmiah. Sedangkan sanksi bagi pengedar narkoba menurut Hukum Islam adalah had atau penjara sesuai dengan perannya dalam peredaran gelap narkoba itu sendiri. Sedangkan dalam Hukum Positif Indonesia telah mengatur sanksi rehabilitasi bagi penyalahguna narkoba dan sanksi bagi pengedar narkoba adalah penjara dan denda dengan memiliki batas minimal dan maksimal, yaitu minimum 4 tahun dan maksimum hukuman mati. 3. Konsep pencegahan dan penanggulangan narkoba dalam Hukum Islam Islam berupa preventif, refresif dan edukatif. Sedangkan dalam hukum Positif Indonesia melalui undang-undang No. 35 Tahun 2009 berupa upaya preventif, refresif, kuratif dan edukatif serta sudah membuat ketentuan wajib rehabilitasi bagi pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba. 4. Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia mempunyai persamaan dan perbedaan konsep mengenai narkoba. Persamaan tersebut antara lain: pertama Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia mendefenisikan

346 narkoba sesuatu zat yang apabila dikonsumsi dapat menutupi akal (mabuk) dan dapat berakibat ketergantungan. Kedua sama-sama melarang dan memberikan sanksi terhadap penyalah guna dan pengedar narkoba. ketiga sama-sama mempunyai konsep pencegahan dan penganggulangan narkoba baik yang bersifat preventi, kuratif rekresif dan edukatif. Perbedaan narkoba dalam Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia antara lain: pertama, menurut Hukum Islam konsep dasar narkoba adalah khamar. Sedangkan konsep dasar narkoba menurut Hukum Positif Indonesia adalah narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya. Khamar mencakup segala jenis zat dan bahan yang berpetensi menutup akal disebabkan mabuk. Maka dari itu pengertian khamar lebih luas daripada narkoba. Kedua Pidana Islam belum mengatur Sanksi bagi penyalahguna dan pengedar narkoba secara jelas. sanksi penylahguna dan pengedar narkoba dalam Hukum Islam adalah ta dzir yang merupakan wewenang penguasa/ pemerintah untuk menjatuhkannya yang disesuaikan kepada tindak pidana yang dilakukan. Sedangkan dalam dalam Hukum Positif Indonesia sanksi bagi pelaku penyalahguna dan pengedar narkoba diatur dengan jelas dan rinci dalam UU No. 35 tahun 2009. Ketiga Pidana Islam belum mewajibkan rehabilitasi terhadap pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba. sedangkan hukum positif di Indonesia sudah mengatur dengan tegas dan rinci tentang ketentuan wajib rehabilitasi terhadap pecandu dan pengguna narkoba.

347 B. Saran 1. Kepada seluruh rekan pengkaji hukum Islam agar senantiasa memperdalam teori-teori hukum Islam dan teori-teori hukum nasional dan merasa berkewajiban untuk mensosialisasikan Hukum Islam ditengah-tengah masyarakat. Selanjutnya Kepada para akar hukum Islam (fuqaha), sarjana hukum Islam, dan seluruh cendikiawan muslim agar senantiasa berupaya untuk memperjuangkan Hukum Islam secara paripurna sebagai produk legislatif, sehingga diharapkan huum Islam dapat mewarnai hukum nasional negara Republik Indinesia khusnya dibudang jinayah/ pidana. 2. Pemerintah sebagai penyelenggara negara mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba. diharapkan agar pemerintah lebih semangat dan serius dalam melakukan segala upaya dalam mencegah an menanggulang bahaya narkoba. upaya tersebut antara lain: pertama diperlukan adanya polotical will dan poloyical action untuk memeberlakukan peraturan perundang-undangan dalam masalah narkoba disertai tindak nyata dalam melaksanakan amar ma ruf nahy munkar demi keselamatan anak/ remaja genarasi muda sebagai penerus bangsa. Kedua, pemerintah (hakim) harus berani menerapkan hukuman yang berat bagi pengedar dan bandar narkoba. ketiga, tretment and rehabilition (pengobatan dan rehabilitasi) terhadap pecandu dan korban penyalahguna harus ditingkatakan. 3. Aparat penegak hukum sebaiknya harus saling berkoordinasi dan tidak mempertahankan ego sektoral masing-masing sehingga mempunyai

348 pandangan yang sama terhadap siapa itu pecandu atau penyalahguna narkoba sehingga dapat memberikan sanksi yang sama dan jelas, yaitu rehabilitasi bukan penjara. Karena rehabilitasi lah yang pantas diberikan kepada pecandu atau penyalahguna narkoba karena dia adalah orang sakit yang harus dipulihkan. WHO menyatakan pecandu narkoba adalah choronic relapsing condition. Dan penyakitnya meliputi pisik, jiwa, sosial dan spiritual, maka tempat yang terbaik baik bagi mereka adalah rehabilitasi. 4. Kualitas sumber daya manusia sebagai modal pembangunan nasional perlu ditingkatkan. Salah satu caranya adalah menemukan langkah-langkah efektif dalam upaya pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba karena berdasarkan fakta penyalahgunaan narkoba merupakan penyumbang besar dalam penurunan kualitas manusia. 5. Kualitas terapi dan rehabilitasi juga harus ditingkatkan sehingga angka kambuh bagi mereka yang sudah menjalani program rehabilitasi dapat ditekan. Menurut penulis pendekatan rehabilitasi yang baik dan efektif adalah perpaduan antara medis dan nilai-nilai agama Islam. Maka dari itu perlu kajian atau penelitian lebih lanjut tentang rehabilitasi berbasis Islam yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan tentang adiksi.