RIFA MUFLIHAH C

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. membuat masyarakat tidak sadar bahwa korban yang paling dirugikan

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

KAJIAN NORMATIF TERHADAP DUALISME KEWENANGAN PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN TINDAK PIDANA KORUPSI ANTARA KEPOLISIAN, KEJAKSAAN DAN KPK

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEWENANGAN PENYIDIKAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB III KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istilah yang sering dipakai dalam bidang filsafat dan psikologi.(ensiklopedia

WEWENANG KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI POLDA BALI

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

TUMPANG TINDIH KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI. Oleh : Sulistyo Utomo, SH* *

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar biasa (extra ordenary crime) telah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)

KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG. Oleh : PROF.DR.H.M. SAID KARIM, SH. MH. M.Si. CLA

BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto *

KEDUDUKAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA

BENTURAN KEWENANGAN POLRI DAN KPK SEBAGAI PENYIDIK DALAM KASUS SIMULATOR SIM (Kajian Yuridis Penyelesaian Melalui Memorandum of Understanding)

Mengenal KPK dan Upaya Pemberantasan Korupsi Dedie A. Rachim Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

KEPUTUSAN BERSAMA KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : KEP Nomor : KEP- IAIJ.

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

TUGAS DAN WEWENANG LEMBAGA- LEMBAGA PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

BAB 4 ANALISA KASUS. Lihat Putusan Pengadilan Negeri Jakarta tertanggal 27 Mei 2008, No. 06/Pid/Prap/2008/PN Jkt-Sel

(Pemohon II) kepada Mahkamah Konstitusi. Para pemohon menginginkan

STRATEGI KHUSUS PEMULIHAN ASET DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan mekanisme pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

PERBEDAAN KEWENANGAN KEKHUSUSAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DARI KEWENANGAN KEPOLISIAN DAN KEJAKSAAN DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA

WEWENANG KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI MELAKUKAN. PENUNTUTAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (studi di

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 010/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl 13 Juni 2006

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODE PENELITIAN sampai dengan Desember peneliti untuk melakukan pengumpulan data.

KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

Oleh : Putu Kartika Sastra Gde Made Swardhana Ida Bagus Surya Darmajaya. Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB V PENUTUP. pertanggungjawaban pidana, dapat disimpulkan bahwa:

Indonesia Corruption Watch dan UNODC REVISI SKB/MOU OPTIMALISASI PEMBERANTASAN KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

Korupsi Pengadaan alat Simulasi Mengemudi Pasca Intervensi Presiden Oleh : Kombes Iktut Sudiharsa.S.H.,mSi.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

PERAN SERTA MASYARAKAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB II MEKANISME PENETAPAN STATUS TERSANGKA TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)

PUTUSAN Nomor 81/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG

Transkripsi:

TINJAUAN NORMATIF TERHADAP KEWENANGAN PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA Disusun Sebagai Salahsatu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata I pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Oleh : RIFA MUFLIHAH C100130228 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017 1

2

3 ii

1

TINJAUAN NORMATIF TERHADAP KEWENANGAN PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kewenangan oleh aparat penegak hukum dalam lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam hal penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan hukum normatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan kemudian dianalisis dengan analisis data kualitatif, yang menganalisis undangundang yang berkaitan dengan kewenangan penyelidikan dan penyidikan oleh KPK dan Polri. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) KPK dan Polri memiliki kewenangan dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi, namun KPK tidak diperbolehkan untuk memonopoli penyelidikandan penyidikan. (2) Pengaturan koordinasi dan supervisi terdapat dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyatakan bahwa dalam melakukan koordinasi KPK menjadi koordinator untuk lembaga lain, dan dalam supervisi KPK berhak melakukan tindakan pengawasan dan dengan alasan tertentu KPK berhak mengambil alih penyelidikan dan penyidikan yang sebelumnya atau telah dilakukan oleh Polri. Kata Kunci : Penyelidikan, Penyidikan, Tindak Pidana Korupsi ABSTRACT This study aims to determinate the authority by law enforcement officials in the institutions of the Corruption Eradication Commission (KPK) and the Indonesian National Police (Polri) in terms of the research and the investigation of corruption. This study uses normative legal approach. Data collection techniques in this research is the study of literature and analyzed by qualitative data analysis, which analyzes legislation relating to powers of inquiry and investigation by the Commission and the National Police. These results indicate that (1) the Commission and the Police have the authority to conduct inquiries and investigations of corruption, but the Commission is not allowed to monopolize penyelidikandan investigation. (2) setting the coordination and supervision contained in Law No. 30 of 2002 on the Corruption Eradication Commission which states that the coordination of the Commission as coordinator for other institutions, and in the supervision of the Commission the right to conduct surveillance measures and the specific reasons the Commission is entitled to take over the investigation and a previous investigation or have been conducted by the police. Keywords: Research, Investigations, Corruption 1

lainnya. 2 M. Yahya Harahap menyatakan, sistem peradilan pidana yang digaris 1. PENDAHULUAN Hasil riset Lembaga Transparency International (TI) yang berkedudukan di Berlin, selalu menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara terkorup di Asia. Selama pemerintahan reformasi yang menjadikan korupsi sebagai salah satu agenda yang harus diberantas, tetapi dalam realitasnya korupsi terus terjadi dan sudah melanda sampai ke daerah. 1 Walaupun sudah ada KPK hal itu tidak berarti penyidik Polri tidak lagi berhak mengusut kasus korupsi; pengusutan kasus tindak pidana korupsi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 14 ayat (1) huruf g disebutkan bahwa polisi bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan KUHAP merupakan sistem terpadu (integrated criminal justice system) yang diletakkan di atas landasan prinsip differensiasi fungsional diantara aparat penegak hukum sesuai dengan tahap proses kewenangan yang diberikan undang-undang kepada masing-masing. 3 Menurut Ruslan Renggong dalam bukunya koordinasi merupakan mekanisme penting yang harus terbina dengan baik dalam sistem peradilan pidana terpadu yaitu koordinasi antar segenap aparat penegak hukum. Walaupun aparat penegak hukum memiliki fungsi dan wewenang yang berbeda secara tegas dengan aparat penegak hukum yang lain, akan tetapi dalam melaksanakan fungsi dan wewenangnya, aparat penegak hukum harus dapat mewujudkan hubungan fungsional. 4 1 Marwan Mas, 2014, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, hal. 59 2 Moh. Hatta, 2014, KPK Dan Sistem Peradilan Pidana, Yogyakarta: Liberty, hal. 38. 3 Muchamad Iksan, 2012, Hukum Perlindungan Saksi Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Surakarta: Penerbit Muhammadiyah University Prees. Hal. 45 4 Ruslan Renggong, 2014, Hukum Acara Pidana Memahami Perlindungan HAM dalam Proses Penahanan di Indonesia, Jakarta: Prenadameda Group, hal. 169 2

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu bagaimanakah kewenangan KPK dan Polri dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan dalam tindak pidana korupsi menurut undang-undang yang berlaku dan bagaimanakah pengaturan koordinasi dan supervisi KPK terhadap penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi dengan Polri. Berdasarkan pada rumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kewenangan KPK dan Polri dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan dalam tindak pidana korupsi menurut undang-undang yang berlaku, dan ntuk mengetahui bagaimana pengaturan koordinasi dan supervisi KPK terhadap penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi dengan Polri. 2. METODE PENELITIAN Metode penelitian ini menggunakan metode pendekatan hukum normatif yang menggunakan jenis penelitian deskriptif untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gelaja lain dalam masyarakat. Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu bahan hukum primer dari perundang-undangan, bahan hukum tersier yaitu dokumen-dokumen dan dari jurnal hukum. Metode pengumpulan data yaitu menggunakan studi kepustakaan yaitu dengan cara mencari, menginventarisasi, mempelajarai dan menganalisa data-data yang terdapat dalam buku-buku, literatur dan perundang-undangan yang berhubungan dengan objek penelitian, yakni mengenai kewenangan penyelidikan dan penyidikan oleh KPK dan Polri dalam tindak pidana korupsi. 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Kewenangan KPK dan Polri dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan dalam tindak pidana korupsi menurut undang-undang yang berlaku 3

3.1.1 Kewenangan KPK dalam melakukan Penyelidikan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 6 huruf C UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK, bahwa KPK mempunyai tugas sebagai berikut: (a) Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, (b) Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, (c) Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, (d) Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi, (e) Melakukan monitoring tehadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Selanjutnya dalam Pasal 11 dikatakan bahwa Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf C, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang: (a) Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; (b) Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau, (c) Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) Dalam Pasal 12 Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang: (a) melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan; (b) memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri; (c) meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa; (a) memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait; (b) memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara 4

tersangka dari jabatannya; (c) meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait; (d) menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa; (a) meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri; (b) meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani 3.1.2 Kewenangan Polri dalam melakukan Penyelidikan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia, bahwa Penyelidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan Selain itu dipertegas kembali dalam Pasal 14 ayat (1) huruf g, bahwa Polri bertugas untuk Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. 3.1.3 Kewenangan KPK dalam melakukan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi. Dalam hal penyidikan ada wewenang lebih yang dimiliki oleh KPK yaitu melakukan koordinasi dan supervisi yang dapat melakukan pengambil alihan terhadap penyidikan atau penuntutan yang dilakukan oleh Polri dan Kejaksaan (Pasal 8). 5

Namun jika pada suatu tindak pidana korupsi KPK belum melakukan penyidikan sedangkan perkara tersebut telah dilakukan penyidikan oleh kepolisian atau kejaksaan, instansi tersebut wajib memberitahukan kepada KPK paling lambat 14 hari kerja (Pasal 50 ayat (1)) dan wajib melakukan koordinasi secara terus menerus (ayat (2)). Disaat KPK sudah mulai melakukan penyidikan terhadap perkara tersebut maka baik Polri maupun Kejaksaan harus menghentikan penyidikan dan tidak lagi memiliki kewenangan (ayat (3)). Apabila penyidikan dilakukan secara bersamaan maka Polri dan Kejaksaan wajib menghentikan penyidikannya. (ayat (3)). Bahkan penyidik KPK dapat melakukan penyitaan tanpa izin Ketua Pengadilan Negeri (Pasal 47 UU KPK) hal ini berbeda dari penyidik Polri yang harus mendapat izin dari ketua pengadilan. (Pasal 38 KUHP). Namun KPK tidak dapat mengeluarkan surat penghentian penyidikan dan penuntutan (Ps 40 UU KPK), sedangkan Polri dapat mengeluarkan SP3. 3.1.4 Kewenangan Polri dalam melakukan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi. Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa proses dilakukan sebagaimana hukum acara yang berlaku. Maka Polri juga turut serta melakukan penyidikan terhadap kasus korupsi, mengingat dalam KUHAP Polri juga dikategorikan sebagai penyidik seluruh tindak pidana. Terlebih dalam Pasal 14 huruf g UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri bertugas Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya Seperti yang telah ditulis Moh. Hatta (2014: 102-106) bahwa Di dalam KUHAP, polisi adalah penyidik, tetapi tidak ada saatu pasal pun yang menyebut Polri atau polisi adalah penyidik tunggal. Namun, Polri mempunyai keinginan implisit yang kuat untuk turut melakukan 6

penyelidikan dan penyidikan dalam kasus korupsi yang kemudian melahirkan Divisi Tipikor. Polri memang masih dianggap lemah dalam melakukan pemberantasan korupsi, selain regulasi yang dimiliki Polri tidak menunjang layaknya regulasi yang dimiliki KPK. Selain itu Polri yang berada dibawah koordinasi eksekutif (Pasal 8 UU Polri) seringkali Polri dirundung campur tangan politik dan pemerintahan, yang menimbulkan tindakan terhadap perkara korupsi menjadi tidak maksimal. 3.2 Koordinasi dan supervisi KPK terhadap penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi dengan Polri Sebagai sebuah lembaga pemberantas korupsi, KPK memiliki tugas dan wewenang yang sangat powerful, karena memiliki kewenangan istimewa dalam memberantas korupsi. Kewenangan ini tidak dimiliki (atau haya sebagian saja dimiliki) oleh lembaga-lembaga penegak hukum lainnya. Misalnya, KPK dapat melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Kewenangan ini sangat powerful, karena melampui kewenangan yang dimiliki oleh Kejaksaan dan Polri. Selain itu, KPK sering disebut sebagai lembaga superbody, karena merupakan satu-satunya lembaga yang memiliki wewenang untuk memimpin lembaga-lembaga penegak hukum lainnya dalam penanganan perkara-perkara korupsi. 5 Selain itu koordinasi dan supervisi yang melengkapi KPK dapat mendukung KPK sebagai mekanisme pemicu dan pemberdaya (Trigger mechanism) terhadap institusi yang telah ada sebelumnya dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Sebagaimana terdapat dalam penjelasan UU KPK: 1) Dapat menyusun jaringan kerja (networking) yang kuat dan memperlakukan institusi yang telah ada sebagai "counterpartner" yang kondusif sehingga pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif; 2) Tidak memonopoli tugas dan wewenang 5 Zainal Abidin dan A Gimmy Prathama siswadi, Psikologi Korupsi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal. 51 7

penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan; 3) Berfungsi sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang telah ada dalam pemberantasan korupsi (trigger mechanism); 4) Berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang telah ada, dan dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan (superbody) yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan 3.2.1 Koordinasi KPK terhadap Polri dalam Penyelidikan dan Penyidikan Dalam melaksanakan koordinasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, bahwa KPK mempunyai beberapa kewenangan seperti dalam Pasal 7 UU No. 30 Tahun 2002: (a)mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi; (b) Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi; (c) Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait; (d) Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan (e) Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi Dari pasal diatas maka KPK berada diposisi sebagai koordinator, oleh karena itu Polri memiliki kewajiban untuk koordinasi dan melaporkan perkara kepada KPK. Hal ini berbeda dengan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP yang menyatakan bahwa PPNS berada dibawah koordinsi dan pengawasan Polri. Bahwa KPK seharusnya dapat dikategorikan sebagai PPNS. Kemudian dalam UU KPK membuat pengecualian tersendiri, untuk menegaskan kembali bahwa KPK tidak berada dibawah koordinasi Polri, dan menyatakan bahwa ketentuan Pasal 7 ayat (2) KUHAP tidak berlaku. 8

3.2.2 Supervisi KPK terhadap Polri dalam Penyelidikan dan Penyidikan Kerja sama dan saling mengawasi melibatkan penyidik, penuntut umum, hakim, tersangka atau terdakwa, atau penasehat hukumnya dan aparat rutan atau aparat lembaga pemasyarakatan. 6 Pasal 8 ayat (1) UU KPK: Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik Selain itu dalam rangka supervisi, KPK juga berwenang untuk mengambil alih penyidikan atau penuntutan, dalam ayat (2): Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan Maka saat terjadi pengambil alihan perkara oleh KPK, maka Polri wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas dan serta bukti yang telah ditemukan sebelumnya kepada KPK, ayat (3): Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penyidikan atau penuntutan, kepolisian atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi Dijelaskan dalam penjelasan Pasal 8 ayat (3) bahwa: 6 Ruslan Renggong, Op.cit., hal. 170 9

Ketentuan ini bukan diartikan penyerahan fisik melainkan penyerahan wewenang, sehingga jika tersangka telah ditahan oleh kepolisian atau kejaksaan maka tersangka tersebut tetap dapat ditempatkan dalam tahanan kepolisian atau tahanan kejaksaan atau Komisi Pemberantasan Korupsi meminta bantuan kepada Kepala Rumah Tahanan Negara untuk menempatkan tersangka di Rumah Tahanan tersebut. Lihat pula penjelasan Pasal 12 ayat (1) huruf Pelimpahan penyelidikan dan penyidikan serta penyerahan tersangka, berkas dan alat bukti dilimpahkan dengan membuat dan menandatangani berita acara penyerahan sehingga segala tugas dan kewenangan kepolisian atau kejaksaan pada saat penyerahan tersebut beralih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. (ayat 4) Namun tidak serta merta KPK dapat melakukan pengambil alihan, harus terdapat alasan-alasan yang kuat sebagaimana diatur dalam Pasal 9: a) Laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindak lanjuti; b) Proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan; c) Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya; d) Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi; e) Hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau f) Keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Pasal 10 Dalam hal terdapat alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Komisi Pemberantasan Korupsi memberitahukan kepada penyidik atau penuntut umum untuk mengambil alih tindak pidana korupsi yang sedang ditangani. 10

4. PENUTUP 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat menarik kesimpulan: pertama, bahwa kedua lembaga baik KPK dan Polri berwenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi. KPK memang tidak didesain untuk menangani semua perkara korupsi dan tidak boleh memonopoli penanganan perkara korupsi. Melainkan untuk menjadi pemantik dan memberdayakan instansi yang telah ada sebelumnya. Kedua, KPK menjadi koordinator untuk instansi penegak hukum yang lain termasuk Polri. Sedangkan dalam hal supervisi KPK berhak melakukan tindakan pemantauan, pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam hal dan alasan-alasan tertentu KPK berhak untuk mengambil alih penyelidikan dan penyidikan yang sebelumnya atau telah dilakukan oleh Polri. 4.2 Saran Adanya perselisihan mengenai penyelidikan dan penyidikan dalam hal penegakan hukum terhadap bahaya laten korupsi sangat disayangkan, karena mengingat korupsi semakin besar geliatnya oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu perlu beberapa upaya agar tidak terjadi perselisihan tumpang tindih kewenangan dan berebut kasus korupsi. Beberapa saran yang mungkin dapat digunakan antara lain sebagai berikut: Pertama, pemahaman kembali terhadap undang-undang yang terkait dengan penegakan penyelidikan dan penyidikan korupsi. 11

Kedua, memperkuat jalinan koordinasi antara KPK dan Polri sebagaimana diatur dalam undang-undang. Masalah perebutan untuk melakukan penyelidikan maupun penyidikan perkara korupsi antara KPK dan Polri dapat diminimalisir dengan adanya koordinasi baik antara kedua lembaga tersebut. Sehingga baik tindakan pencegahan dan pemberantasan koupsi di Indonesia dapat berjalan dengan lancar dan pelaku korupsi dapat diadili dengan tepat. KPK selaku koordinator terhadap lembaga lain harus mampu mengarahkan dan menjadi pemantik untuk lembaga lain. Sementara lembaga dibawah KPK harus transparan terhadap apa yang terjadi dan melakukan koordinasi. Bila perlu diadakan pertemuan rutin untuk melakukan koordinasi maupun supervisi. Saling menghormati antar lembaga. Ketiga, tidak ada tendensi kepentingan politik, golongan atau individu dalam penegakan hukum semua berdasarkan untuk kepentingan negara dan rakyat. Keempat, tranparansi dalam setiap penegakan disegala kasus korupsi. DAFTAR PUSTAKA BUKU Abidin, Zainal dan A Gimmy Prathama siswadi, 2015, Psikologi Korupsi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Handoko, Hani, 2003, Manajemen Edisi Kedua, Yogyakarta: BPFE. Hatta, Moh. 2014, KPK Dan Sistem Peradilan Pidana, Yogyakarta: Liberty. Iksan, Muchamad, 2012, Hukum Perlindungan Saksi Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Surakarta: Penerbit Muhammadiyah University Prees. Mas, Marwan, 2014, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia. 12

Renggong, Ruslan, 2014, Hukum Acara Pidana Memahami Perlindungan HAM dalam Proses Penahanan di Indonesia, Jakarta: Prenadameda Group. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Korupsi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia 13