IV. ANALISIS SITUASIONAL DISTRIBUSI PUPUK DI BANYUMAS 4.1 Profil Daerah Kabupaten Banyumas adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah dengan Purwokerto sebagai Ibukotanya. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Brebes di utara, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, dan Kabupaten Kebumen di timur, serta Kabupaten Cilacap di sebelah selatan dan barat. Gunung Slamet, gunung tertinggi di Jawa Tengah terdapat di ujung utara wilayah kabupaten ini. Luas wilayah Kabupaten Banyumas sekitar 1.327,60 km 2 atau setara dengan 132.759,56 ha, dengan keadaan wilayah antara daratan dan pegunungan dengan struktur pegunungan terdiri atas sebagian lembah Sungai Serayu untuk tanah pertanian, sebagian dataran tinggi untuk pemukiman, pekarangan, dan sebagian pegunungan untuk perkebunan dan hutan tropis terletak di lereng Gunung Slamet. Keadaan cuaca dan iklim di Kabupaten Banyumas memiliki iklim tropis basah. Karena terletak di antara lereng pegunungan jauh dari pesisir pantai maka pengaruh angin laut tidak begitu tampak. Namun dengan adanya dataran rendah yang seimbang dengan pantai selatan, angin hampir nampak bersimpangan antara pegunungan dengan lembah dengan tekanan rata-rata antara 1.001 mbs, dengan suhu udara berkisar antara 21,4 C - 30,9 C. Kondisi cuaca dan iklim inilah yang mendukung Banyumas cocok untuk dikembangkan sebagai salah satu daerah pertanian tanaman pangan seperti padi, jagung, dan berbagai macam umbi-umbian. Kabupaten Banyumas sendiri terdiri dari 27 kecamatan dan tersebar sekitar 301 desa dan 30 kelurahan. Adapun 27 kecamatan yang juga menjadi studi dari penelitian ini disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Daftar Kecamatan di Kabupaten Banyumas Nama Kecamatan 1. Lumbir 2. Pekuncen 3. Wangon 4. Cilongok 5. Jatilawang 6. Karanglewas 7. Rawalo 8. Sokaraja 9. Kebasen 10. Kembaran 11. Kemranjen 12. Sumbang 13. Sumpiuh 14. Baturaden 15. Tambak 16. Kedung Banteng 17. Somagede 18. Purwokerto Selatan. 19. Kalibagor 20. Purwokerto Barat. 21. Banyumas 22. Purwokerto Timur. 23. Patikraja 24. Purwokerto Utara. 25. Purwojati 26. Ajibarang 27. Gumelar Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Banyumas (2010) 31
Pada tahun 2010 Kabupaten Banyumas menjadi salah satu kabupaten percontohan pertanian dan juga merupakan penyandang pangan nasional di wilayah provinsi Jawa Tengah serta mampu berswasembada beras. Namun pada tahun 2008 karena pembangunan infrastuktur dan industri mengakibatkan luas panen padi sawah menurun 0.9% dari tahun sebelumnya (BPS 2009). 4.2 Distribusi Pupuk di Banyumas Kabupaten Banyumas telah menerapkan sistem distribusi tertutup untuk menyalurkan seluruh pupuk bersubsidi dari pemerintah kepada perorangan warga negara Indonesia yang mengusahakan lahan miliknya sendiri atau milik orang lain untuk budidaya tanaman pangan atau hortikultura. Penerapan sistem distribusi tertutup ini diterapkan sejak tanggal 1 Januari 2009 sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan No 07/M-DAG/PER/2/2009. Dalam hal ini penyaluran pupuk kepada petani ditentukan berdasarkan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK), yakni tiap kelompok petani mencatat nama anggota, alamat dan luas lahan. Menurut Permentan no.50/permentan/sr.130/11/2009, RDKK sendiri merupakan perhitungan rencana kebutuhan pupuk bersubsidi yang disusun oleh kelompok tani berdasarkan luasan areal usaha tani yang diusahakan petani, pekebun, peternak dan pembudidaya ikan dan atau udang anggota kelompok tani dengan rekomendasi pemupukan berimbang spesifik lokasi. Petani sebagai pelaku utama melalui musyawarah menyusun RDKK yang merupakan rencana kerja usaha tani dari kelompok tani untuk satu periode 1 (satu) tahun berisi rincian kegiatan dan kesepakatan bersama dalam pengelolaan usaha tani. Dari RDKK inilah kebutuhan pupuk untuk suatu lokasi tertentu selama satu tahun dapat diperkirakan. Namun demikian jatah pupuk bersubsidi ini hanya diperuntukan bagi petani yang terdaftar saja pada kelompok tani tertentu atau sering disebut petani legal. Selanjutnya RDKK dari setiap kelompok tani akan dikumpulkan di kecamatan untuk direkap oleh Pemerintah Daerah dan hasilnya akan diserahkan kepada Pemerintah Provinsi untuk disatukan dengan RDKK yang berasal dari kabupaten di seluruh Jawa Tengah. Hasil dari RDKK ini akan diserahkan pada Dinas Pertanian pusat untuk diolah dan ditindaklajuti dengan kebijaksanaan Menteri pertanian yang hasilnya merupakan kebutuhan pupuk nasional untuk tahun tertentu. Kebutuhan pupuk nasional ini akan diserahkan kepada produsen pupuk yang bertanggung jawab di area lokasi kerjanya untuk memproduksi sejumlah kebutuhan yang telah ditentukan tersebut. Dari tahap inilah distribusi pupuk nasional dimulai. Ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk mendiskripsikan lokasi dalam distribusi pupuk bersubsidi ini, istilah tersebut adalah : 1. Lini I adalah lokasi gudang pupuk di wilayah pabrik dari masing-masing produsen atau di wilayah pelabuhan tujuan untuk pupuk impor. 2. Lini II adalah lokasi gudang produsen di wilayah ibukota provinsi dan Unit Pengantongan Pupuk (UPP) atau diluar wilayah pelabuhan. 3. Lini II adalah lokasi gudang produsen dan atau distributor di wilayah kabupaten/kota yang ditunjuk atau ditetapkan produsen. 4. Lini IV adalah lokasi gudang atau kios pengecer di wilayah kecamatan dan atau desa yang ditunjuk untuk ditetapkan oleh distributor. Setelah pupuk bersubsidi yang diproduksi oleh produsen selesai, maka pupuk tersebut akan diletakan di Lini I dan siap untuk disalurkan pada Lini berikutnya. Produsen disini memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi sesuai dengan prinsip enam tepat dari 32
Lini I hingga Lini IV, sedangkan distributor dan pengecer memiliki kewajiban untuk melakukan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi sesuai dengan prinsip enam tepat dari Lini III hingga Lini IV. Pelaksanaan kewajiban tersebut dilakukan secara bertahap dengan rincian tugas sebagai berikut : 1. Produsen melaksanakan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini I, Lini II sampai dengan lini III di wilayah tanggung jawabnya. 2. Distributor melaksanakan penyaluran pupuk bersubsidi sesuai dengan peruntukannya dari Lini III sampai Lini IV di wilayah tanggung jawabnya. 3. Pengecer melaksanakan penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani dan atau kelompok tani di Lini IV di wilayah tanggung jawabnya berdasarkan RDKK yang jumlahnya sesuai dengan peraturan gubernur dan bupati. Selain kewajiban tersebut, produsen setiap bulan juga diwajibkan untuk menyampaikan rencana pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk periode tiga (3) bulan ke depan di setiap tanggung jawab wilayahnya kepada pihak-pihak terkait. Dari penjelasan di atas dapat digambarkan skema alur pendistribusian pupuk secara nasional. Skema tersebut dapat dilihat pada Gambar 15. Kabupaten Banyumas terletak di Provinsi Jawa Tengah, oleh karena itu kebutuhan pupuk bersubsidi yang diperlukan oleh Kabupaten Banyumas merupakan tanggung jawab PT. Pupuk Sriwijaya (Pusri). Oleh karena itu pemerintah dan distributor di Banyumas melakukan Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB) untuk mengadakan perjanjian yang mengikat kedua belah pihak agar distribusi pupuk bersubsidi ini dapat berjalan dengan lancar. Selain dengan dilakukannya SPJB untuk mengawasi distribusi pupuk, pemerintah Banyumas juga memiliki Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) yang dibentuk oleh bupati untuk mengawasi pelakasanaan peredaran pupuk dan pestisida agar tersalurkan kepada pihak yang seharusnya, di sinilah fungsi pemerintah sebagai lembaga pengawas untuk menghindari kelangkaan pupuk berperan penting. Gambar 15. Skema Alur Pendistribusian Pupuk bersubsidi (Maksi-PPKS-BPTP 2009) Guna pengamanan penyaluran pupuk bersubsidi, pada kemasan pupuk bersubsidi wajib diberi label tambahan yang berbunyi Pupuk Bersubsidi Pemerintah yang mudah dibaca dan tidak mudah 33
terhapus. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pengawasan dan membedakan antara pupuk yang bersubsdi dan tidak bersubsidi. Namun demikian keberadaan komisi pengawasan distribusi pupuk, SPJB, dan sistem distribusi tertutup masih belum bisa menghilangkan penyalahgunaan pupuk bersubsidi. Hal ini ditandai dengan hasil survey lapang yang menunjukkan bahwa harga pupuk di lapang selalu berada di atas HET walaupun margin peningkatan harganya tidak terlalu banyak. Hal ini dimungkinkan juga karena adanya pengecer ilegal dan petani ilegal yang ikut menikmati pupuk bersubsidi dari pemerintah. Dari hasil turun lapang di Kabupaten Banyumas didapatkan beberapa hasil bahwa salah satu peran penting untuk menanggulangi kelangkaan pupuk di daerah adalah melakukan pengawasan yang ketat mulai di Lini III atau pada gudang distributor karena jumlah kebutuhan pupuk untuk suatu daerah dikirimkan kepada gudang distributor tersebut. Di Kabupaten Banyumas terdapat sepuluh distributor resmi yang bertanggung jawab menyalurkan pupuk kepada kecamatan yang berada dalam tanggung jawabnya. Daftar distributor resmi yang terdapat di Kabupaten Banyumas disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Daftar distributor dan wilayah tanggung jawabnya Nama Distributor Kecamatan 1. CV Hasil Tani Lumbir Wangon 2. CV Mitra Tani Sokaraja Kebasen Purwojati 3. PT PPI Kalibagor Jatilawang Rawalo 4. CV Karya Tani Baturanden Kedungbanteng Purwokerto Utara 5. CV Jayanti Kembaran Sumbang Purwokerto Timur 6. PT Pertani Patikraja Cilongok 7. KUD Mekar Tani Pekuncen Ajibarang Gumelar 8. CV Reski Utama Sumpiuh Kemranjen Somagede 9. CV Sumber Hasil Purwokerto Barat Purwokerto Selatan Tambak 10. KUD Aris Karanglewas Banyumas Sumber : Dinas Tanaman Pangan Kabupaten Banyumas (2010) 34
Setelah pupuk sampai pada distributor pupuk tersebut akan diangkut oleh pengecer yang ada di kecamatan untuk dijual pada petani atau kelompok tani yang membutuhkan pupuk tersebut. Petani yang sebelumnya telah diarahkan oleh Petugas Penyuluh Lapang (PPL), masing-masing petani akan mendapatkan kartu kendali untuk menandai seberapa banyak pupuk yang sudah diambil oleh petani tersebut. Jika jumlah batasan yang ditentukan telah mencapai quota maka petani tersebut tidak diperkenankan lagi untuk membeli di pengecer tersebut. Siklus ini akan berulang untuk tahun yang berikutnya dengan dimulainya pembuatan RDKK oleh kelompok tani di akhir tahun. Dalam kondisi nyatanya di Banyumas, alokasi pupuk yang telah direncanakan pada awal bulan untuk suatu wilayah bisa saja tidak tepat baik kekurangan stok maupun kelebihan stok karena tingkat penyerapan pupuk yang berbeda, untuk itu pemerintah pusat biasanya menyediakan pupuk persediaan nasional setidaknya 7% dari jumlah total yang diproduksi pada tahun itu. Untuk tahun 2010 ini cadangan pupuk nasional untuk pupuk urea adalah 400.000 ton pupuk siap distribusi. Penyerapan pupuk yang berbeda di setiap daerah ini disebabkan perbedaan agroclimate dan musim pada suatu daerah tertentu. Untuk memenuhi kebutuhan pupuk di wilayah yang mengalami kekurangan pasokan dapat dilakukan dengan merealokasi pupuk dari wilayah lainnya yang penyerapannya dari alokasi yang telah ditetapkan. Adapun mekanisme untuk melakukan realokasi pupuk di suatu wilayah adalah : 1. Realokasi antar kecamatan dalam wilayah kabupaten atau kota ditetapkan oleh bupati dengan mempertimbangkan usulan dari dinas teknis setempat. 2. Realokasi antar kota atau kabupaten dalam wilayah provinsi ditetapkan oleh gubernur atas usul bupati dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari dinas teknis setempat. 3. Realokasi antar provinsi ditetapkan oleh Direktur Jendral Tanaman Pangan atas usul dari Gubernur (Ditjentan 2010). 4.3 Permasalahan Kelangkaan Pupuk Kabupaten Banyumas sebagai salah satu daerah percontohan pertanian pastilah tidak lepas dari berbagai macam permasalahan yang ada akibat distribusi pupuk yang kurang baik. Penyediaan bahan baku produksi yang baik seperti pupuk dan benih tentunya akan membuahkan hasil yang baik pula, oleh karena itu pemerintah daerah Banyumas selalu berusaha untuk mengatasi segala kendala dalam pertanian tanaman pangan untuk meningkatkan produktivitas sawah terutama segala permasalahan tentang kelangkaan pupuk urea. Dalam sistem distribusi pengadaan dan penyaluran pupuk, titik rawan yang sering menjadi masalah adalah titik pada rantai pasok terakhir, dimana pada setiap rantai pasok terdapat berbagai permasalahan yang akhirnya permasalahan tersebut menumpuk dan harus ditanggung oleh rantai yang terakhir. Untuk mengatasi kelangkaan yang ada di Kabupaten Banyumas, pemerintah daerah membentuk Komisi Pengawasan Pupuk yang beranggotakan instansi-instansi terkait seperti pihak kepolisian, dinas pertanian, punyuluhan, dan dinas perindustrian. Dari komisi inilah pengawasan dan inspeksi mendadak sering dilakukan untuk menertibkan penyaluran dan pengadaan pupuk bersubsidi dari pemerintah. Namun demikian kendala kelangkaan terkadang tetap terjadi walaupun telah dilakukan pengawasan yang tergolong ketat. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada beberapa tempat di Banyumas didapatkan bahwa masalah umum penyaluran dan pengadaan pupuk bersubsidi yang sering terjadi antara lain : 35
1. Ketepatan peramalan kebutuhan pupuk bersubsidi yang digunakan petani. 2. Efektifitas pengawasan penyaluran pupuk oleh pemerintah daerah. 3. Perbedaan penyerapan pupuk bersubsidi di setiap daerah. 4. Alokasi pupuk bersubsidi. 5. Dosis pemupukan oleh petani. Aktor yang dianggap berperan penting untuk meningkatkan kelancaran distribusi dan mengurangi kelangkaan pupuk di Kabupaten Banyumas tentunya adalah aktor yang berada di tingkat kabupaten. Aktor-aktor tersebut antara lain adalah distributor, pengecer, kelompok tani dan Petani itu sendiri. Dari permasalahan tersebut dapat digali lebih dalam berbagai masalah khusus dari setiap pelaku pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi pemerintah di Kabupaten Banyumas. Dengan penggalian masalah lebih dalam ini diharapkan mampu memberikan gambaran tentang masalah sebenarnya yang merupakan akar permasalahan dari penyaluran pupuk bersubsidi di Kabupaten Banyumas. Permasalahan tentang distribusi pengadaan dan penyaluran pupuk bisa ditinjau dari prinsip enam tepat seperti yang dijelaskan pada Permendag No 07/M-DAG/PER/2/2009. Namun pada bagian berikut akan dijabarkan masalah yang diperkirakan mampu menyebabkan kelangkaan pupuk bersubsidi pemerintah di Kabupaten Banyumas berdasarkan pelaku yang beroperasi di tingkat kabupaten : Distributor 1) Kendala birokrasi 2) Banyaknya pungutan liar yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi. 3) Kendala waktu pengiriman yang kadangkala terlambat dari produsen. Pengecer 1) Masalah RDKK : pupuk yang sudah disalurkan oleh distributor tidak ditebus oleh petani. 2) Adanya pungutan liar dari masyarakat dengan mengatas-namakan aparat dengan alasan mencari-cari kesalahan. 3) Adanya permintaan pupuk dari petani namun tidak melalui mekanisme (RDKK). 4) Masih adanya lead-time sejak pengajuan sampai pupuk datang. 5) Kesulitan penjualan untuk pupuk yang rusak kemasan/bocor (5-10 karung dalam 1 truk) selama proses pengangkutan. 6) Kendala penjadwalan alokasi kepada Kelompok Tani karena besarnya permintaan tidak sebanding dengan jumlah/ketersediaan pupuk yang diperoleh dari distributor. 7) Adanya biaya tambahan seperti biaya angkutan dan bongkar muat. Kelompok Tani 1) Kekurangan jumlah pupuk UREA karena musim tanam tiba. 2) Prosedur RDKK yang tidak sesuai. 3) Masalah distribusi pupuk yang berawal dari distributor. 4) Prosedur realokasi masih sangat kurang baik. Petani 1) Kendala kemampuan finansial dalam pembelian pupuk. 2) Adanya paket pembelian dari pemerintah (HET Rp 1600 untuk setiap 50 kg Pupuk UREA) dan tidak berlaku eceran. 36
3) Penyaluran pupuk masih belum tepat sasaran (belum sesuai RDKK). 4) Penerapan penggunaan kartu kendali yang kurang baik. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah daerah di Banyumas tidak hanya berdiam diri. Berikut adalah beberapa tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Banyumas untuk mengatasi permasalahan kelangkaan pupuk Urea yang terjadi : 1) Penambahan kuota pupuk untuk sub-sektor pertanian. 2) Meningkatkan komunikasi yang lebih intensif antara kabupaten dengan provinsi, untuk berkoordinasi lebih baik lagi. 3) Perbaikan mekanisme penyaluran melalui pengecer agar tepat sasaran kepada petani. 4) Proses pemilihan distributor dilakukan lebih ketat (perbaikan/pengetatan mekanismepersyaratan penunjukan distributor). 5) Pemberian sanksi yang tegas pada semua pelanggar peraturan yang mengakibatkan kelangkaan pupuk. Selain masalah-masalah di atas, mungkin masih banyak permasalahan lain yang dapat menyebabkan kelangkaan pupuk dan mengganggu proses distribusi pupuk bersubsidi. Hal inilah yang akan selalu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah Kabupaten Banyumas. 37