PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

dokumen-dokumen yang mirip
2 secarakimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal. Daur ulang (recycle) Limbah B3 merupakan kegiatan mendaur ulang yangbermanfaat melalui proses

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

2014, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disin

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

AUDIT LIMBAH B3 Bahan Berbahaya dan Beracun

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 106 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 02 TAHUN 2008 TENTANG PEMANFAATAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PENGELOLAAN LIMBAH B3. Disampaikan oleh: Deputi MENLH Bidang Pengeloaan B3, Limbah B3, dan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 02 TAHUN 2008 TENTANG PEMANFAATAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN WALIKOTA MALANG,

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 76 TAHUN 2009 TENTANG PELAKSANAAN PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

2016, No Nomor 333, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5617); 3. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lin

PENGOLAHAN LIMBAH B3 MEDIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DI JAWA BARAT

PENGELOLAAN LIMBAH B3 PENIMBUNAN DAN DUMPING

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

IMPLEMENTASI PERATURAN DAN KEBIJAKAN DI BIDANG PENGUMPULAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH B3

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

PENGELOLAAN LIMBAH B3 [PP 101 TAHUN 2014]

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NO. 09 TH. 2010

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 13 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PERIZINAN PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

PEMANTAUAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PROVINSI BANTEN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BERITA DAERAH KOTA CIREBON

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DI KABUPATEN KENDAL

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PENCEMARAN LINGKUNGAN OLEH LIMBAH B3

Pengelolaan dan Pengendalian Limbah B3

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2017 NOMOR : 27

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 40 TAHUN 2015

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

APLIKASI PELAPORAN KINERJA PENGELOLAAN LIMBAH B3 ONLINE (SIRAJA LIMBAH) (

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAEARAH KOTA DEPOK NOMOR 123 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH) PROVINSI BALI Jl. D.I. Panjaitan No. 1 Telp , Fax Denpasar 80233

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 247 TAHUN 2016 TENTANG

- 1 - PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tent

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2000 TENTANG

Transkripsi:

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN Limbah B3 yang dibuang langsung ke dalam lingkungan dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya. Mengingat risiko tersebut, perlu diupayakan agar setiap kegiatan akan menghasilkan limbah B3 seminimal mungkin dan mencegah masuknya limbah B3 dari luar wilayah Indonesia. Peran Pemerintah Indonesia dalam pengawasan perpindahan lintas batas limbah B3 tersebut telah dilakukan melalui ratifikasi Konvensi Basel pada tanggal 12 Juli 1993 dengan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1993. Hierarki pengelolaan limbah B3 dimaksudkan agar limbah B3 yang dihasilkan masing-masing unit produksi sesedikit mungkin dan bahkan diusahakan sampai nol, dengan mengupayakan reduksi pada sumber dengan pengolahan bahan, substitusi bahan, pengaturan operasi kegiatan, dan digunakannya teknologi bersih. Bilamana masih dihasilkan limbah B3 maka diupayakan pemanfaatan limbah B3. Pemanfaatan limbah B3 yang mencakup kegiatan penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle), dan perolehan kembali (recovery) merupakan satu mata rantai penting dalam pengelolaan limbah B3. Reuse merupakan penggunaan kembali limbah B3 untuk fungsi yang sama ataupun berbeda tanpa melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal, recycle merupakan mendaur ulang komponen yang bermanfaat melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal yang menghasilkan produk yang sama, produk yang berbeda, dan/atau material yang bermanfaat, dan recovery merupakan perolehan kembali komponen bermanfaat dengan proses kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal. Dengan teknologi pemanfaatan limbah B3 di satu pihak dapat dikurangi jumlah limbah B3 sehingga biaya pengolahan limbah B3 juga dapat ditekan dan di lain pihak akan dapat meningkatkan kemanfaatan bahan baku. Hal ini pada gilirannya akan mengurangi kecepatan pengurasan sumber daya alam. Untuk menghilangkan atau mengurangi risiko yang dapat ditimbulkan dari limbah B3 yang dihasilkan maka limbah B3 yang telah dihasilkan perlu dikelola secara khusus. Kebijakan pengelolaan limbah B3 yang ada saat ini perlu dilakukan dalam bentuk pengelolaan yang terpadu karena dapat menimbulkan kerugian 89

terhadap kesehatan manusia, mahluk hidup lainnya dan lingkungan hidup apabila tidak dilakukan pengelolaan dengan benar. Oleh karena itu, maka semakin disadari perlunya Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Limbah B3 yang secara terpadu mengatur keterkaitan setiap simpul pengelolaan limbah B3 yaitu kegiatan penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, pemanfaatan, dan penimbunan limbah B3. Pentingnya penyusunan Peraturan Pemerintah ini secara tegas juga disebutkan dalam Agenda 21 Indonesia, Strategi Nasional Untuk Pembangunan Berkelanjutan dan sebagai pelaksanaan dari Pasal 59 ayat (7) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pengelolaan limbah B3 merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, dan pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan hasil pengolahan tersebut. Dalam rangkaian kegiatan tersebut terkait beberapa pihak yang masing-masing merupakan mata rantai dalam pengelolaan limbah B3, yaitu: a. Penghasil Limbah B3; b. Pengumpul Limbah B3; c. Pengangkut Limbah B3; d. Pemanfaat Limbah B3; e. Pengolah Limbah B3; dan f. Penimbun Limbah B3. Dengan pengolahan limbah sebagaimana tersebut di atas, maka mata rantai siklus perjalanan limbah B3 sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3 sampai penimbunan akhir oleh pengolah limbah B3 dapat diawasi. Setiap mata rantai perlu diatur, sedangkan perjalanan limbah B3 dikendalikan dengan sistem manifes limbah B3. Dengan sistem manifes dapat diketahui berapa jumlah B3 yang dihasilkan dan berapa yang telah dimasukkan ke dalam proses pengolahan dan penimbunan tahap akhir yang telah memiliki persyaratan lingkungan. Dumping limbah ke darat maupun ke laut merupakan alternatif paling akhir dalam pengelolaan limbah, termasuk dumping beberapa jenis limbah B3 yang dilakukan pengolahan sebelumnya. Pembatasan jenis limbah B3 yang dapat dilakukan dumping ke laut dimaksudkan untuk melindungi ekosistem laut serta menghindari terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di laut karena air laut merupakan media yang mudah dan cepat menyebarkan polutan dan/atau zat pencemar. Untuk itu, dumping limbah ke laut hanya dapat dilakukan apabila suatu limbah dihasilkan dari kegiatan di laut dan tidak dapat dilakukan pengelolaan di darat berdasarkan pertimbangan lingkungan hidup, teknis, dan ekonomi. Dumping limbah wajib memenuhi persyaratan jenis dan kualitas limbah serta lokasi sehingga dumping tidak akan menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, mahluk hidup lainnya dan lingkungan hidup. 90

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Limbah B3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II Peraturan Pemerintah ini tidak memerlukan uji karakteristik untuk penetapannya sebagai limbah B3. Penetapannya secara langsung sebagai limbah B3 didasarkan pada kajian ilmiah, referensi dan literatur internasional, dan karakteristiknya yang telah diketahui. Ayat (4) Ayat (5) Ayat (6) Pasal 6 Pasal 7. Ketua merupakan pejabat eselon I yang menangani pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun yang berasal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup. 91

. Sekretaris merupakan pejabat eselon II yang menangani pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun yang berasal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup.. Ayat (4) Ayat (5) Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Ayat (4) Informasi mengenai karakteristik limbah B3 diperlukan untuk penanganan limbah B3 dimaksud dengan tepat. Karakteristik limbah B3 dalam ketentuan ini dapat dilakukan melalui uji sidik jari limbah B3 (finger print test). Uji sidik jari limbah B3 hanya diperlukan bagi limbah B3 yang belum diketahui karakteristiknya. Huruf e Dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan limbah B3 diperlukan untuk limbah B3 yang memerlukan pengemasan sebelum dilakukan penyimpanan. 92

Ayat (5) Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Yang dimaksud dengan cadangan air untuk menyiram adalah safety shower atau air yang dapat dipancurkan untuk membilas tubuh manusia yang terkena limbah B3. Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 93

Pasal 26 Yang dimaksud dengan melakukan identifikasi limbah B3 yaitu menentukan sumber dihasilkannya limbah B3. Huruf e Huruf f Yang dimaksud dengan pencampuran yaitu pencampuran limbah B3 dengan media lingkungan, bahan, limbah, dan/atau limbah B3 lainnya. Termasuk kegiatan pencampuran yaitu melakukan pengenceran dengan menambahkan cairan atau zat lainnya pada limbah B3 sehingga konsentrasi zat racun dan/atau tingkat bahayanya turun. Pasal 27 Pasal 28 Perhitungan waktu dalam ketentuan ini dimulai sejak limbah B3 dihasilkan. Ketentuan dalam ayat ini berlaku bagi penghasil limbah B3. Dalam hal penyimpanan limbah B3 yang merupakan bagian kegiatan pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan limbah B3 dilakukan oleh pihak ketiga, penyimpanan limbah B3 dilakukan paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak limbah B3 diterima. Angka 1 Jumlah 50 (lima puluh) kilogram per hari merupakan jumlah kumulatif dari 1 (satu) atau lebih nama limbah B3. Angka 2 Angka 3 Angka 4 94

Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Contoh segregasi limbah B3 sesuai dengan jenis dan karakteristiknya antara lain segregasi oli bekas dengan minyak kotor (slope oil), segregasi antara slag baja dengan slag tembaga. Yang dimaksud dengan pencampuran yaitu pencampuran limbah B3 dengan media lingkungan, bahan, limbah, dan/atau limbah B3 lainnya. Termasuk kegiatan pencampuran yaitu melakukan pengenceran dengan menambahkan cairan atau zat lainnya pada limbah B3 sehingga konsentrasi zat racun dan/atau tingkat bahayanya turun. Pasal 32 Pengumpulan limbah B3 yang dihasilkan sendiri oleh penghasil limbah B3 merupakan bagian dari kegiatan penyimpanan limbah B3. Penghasil limbah B3 tidak dapat melakukan pengumpulan limbah B3 di luar limbah B3 yang dihasilkannya sendiri. Bukti penyerahan limbah B3 antara lain keterangan penyerahan limbah B3, berita acara, atau risalah. Pasal 33 95

Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 Pasal 37 Pasal 38 Pasal 39 Pasal 40 Pasal 41 Pasal 42 Yang dimaksud dengan melakukan identifikasi limbah B3 yaitu menentukan sumber dan karakteristik limbah B3. Informasi mengenai karakteristik limbah B3 diperlukan untuk penanganan limbah B3 dimaksud dengan tepat. Karakteristik limbah B3 dalam ketentuan ini dapat dilakukan melalui uji sidik jari limbah B3 (finger print test). Uji sidik jari limbah B3 hanya diperlukan bagi limbah B3 yang belum diketahui karakteristiknya. Huruf e Angka 1 Angka 2 Pelarangan penyerahan limbah B3 yang dikumpulkan kepada pengumpul limbah B3 yang lain untuk menjamin 96

limbah B3 segera dilakukan pemanfaatan, pengolahan, penimbunan, dan/atau diekspor. Angka 3 Yang dimaksud dengan pencampuran yaitu pencampuran limbah B3 dengan media lingkungan, bahan, limbah, dan/atau limbah B3 lainnya. Termasuk kegiatan pencampuran yaitu melakukan pengenceran dengan menambahkan cairan atau zat lainnya pada limbah B3 sehingga konsentrasi zat racun dan/atau tingkat bahayanya turun. Huruf f Pasal 43 Pasal 44 Pasal 45 Pasal 46 Pasal 47 Pasal 48 Informasi mengenai karakteristik limbah B3 diperlukan untuk penanganan limbah B3 dimaksud dengan tepat. Karakteristik limbah B3 dalam ketentuan ini dapat dilakukan melalui uji sidik jari limbah B3 (finger print test). Uji sidik jari limbah B3 hanya diperlukan bagi limbah B3 yang belum diketahui karakteristiknya. Huruf e 97

Pasal 49 Pasal 50 Pasal 51 Pasal 52 Pasal 53 Manifes pengangkutan limbah B3 adalah dokumen yang diberikan pada waktu penyerahan limbah B3 oleh penghasil limbah B3 atau pengumpul limbah B3 kepada pengangkut limbah B3. Manifes pengangkutan limbah B3 tersebut berisi ketentuan sebagai berikut: a. nama dan alamat penghasil atau pengumpul limbah B3 yang menyerahkan limbah B3; b. tanggal penyerahan limbah B3; c. nama dan alamat pengangkut limbah B3; d. tujuan pengangkutan limbah B3 (termasuk ke eksportir); e. jenis, jumlah, komposisi, dan karakteristik limbah B3 yang diserahkan. Manifes pengangkutan limbah B3 dibuat dalam rangkap 8 (delapan) apabila pengangkutan hanya satu kali dan apabila pengangkutan lebih dari satu kali (antar moda), maka dokumen terdiri dari 12 (sebelas) rangkap dengan rincian sebagai berikut: a. lembar lembar 1 (asli), disimpan oleh pengangkut limbah B3; b. lembar 2, oleh pengangkut limbah B3 dikirimkan kepada bupati/walikota tempat kegiatan pengirim limbah B3; c. lembar 3, oleh pengangkut limbah B3 dikirimkan kepada gubernur tempat kegiatan pengirim limbah B3; d. lembar 4, oleh penerima limbah B3 dikirimkan kepada Menteri Lingkungan Hidup melalui Deputi Menteri; e. lembar 5, oleh penerima limbah B3 dikirimkan kepada pengirim limbah B3; 98

f. lembar 6, disimpan oleh penerima limbah B3 setelah bagian III lembar 1 sampai dengan lembar 6 diisi dan ditandatangani oleh penerima limbah B3 pada saat limbah diterima; g. lembar 7, yang sudah diisi dan ditandatangani oleh pengirim dan pengangkut limbah B3 tersebut, oleh pengirim limbah B3 dikirimkan kepada Menteri Lingkungan Hidup melalui Deputi Menteri; h. lembar 8, disimpan oleh pengirim limbah B3 setelah bagian I dan II lembar 1 sampai dengan lembar 8 diisi dan ditandatangani oleh pengirim dan pengangkut limbah B3 pada saat limbah diangkut; i. lembar 9 s/d lembar 12, dikirim oleh pengangkut limbah B3 kepada pengirim limbah B3 setelah ditandatangani oleh pengangkut terdahulu dan diserahkan kepada pengangkut berikutnya (antar moda). Bukti penyerahan limbah B3 antara lain keterangan penyerahan limbah B3, berita acara, atau risalah. Pasal 54 Pasal 55 Ketentuan dalam ayat ini merupakan penerapan dari konsep penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle), dan perolehan kembali (recovery). Pemanfaatan melalui penggunaan kembali (reuse) merupakan penggunaan kembali limbah B3 dengan tujuan yang sama tanpa melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal. Pemanfaatan melalui daur ulang (recycle) merupakan mendaur ulang komponen yang bermanfaat melalui proses tambahan 99

secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal yang menghasilkan produk yang sama ataupun produk yang berbeda. Pemanfaatan melalui perolehan kembali (recovery) merupakan perolehan kembali komponen bermanfaat dengan proses kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal. Contoh pemanfaatan limbah B3 sebagai substitusi bahan baku yaitu pemanfaatan limbah B3 fly ash dari proses pembakaran batu bara pada kegiatan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dimanfaatkan sebagai substitusi bahan baku alumina silika pada industri semen. Contoh pemanfaatan limbah B3 sebagai substitusi sumber energi yaitu pemanfaatan limbah B3 sludge minyak (oil sludge, oil sloop, dan oli bekas) yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif pada industri semen. Contoh pemanfaatan limbah B3 sebagai bahan baku yaitu pemanfaatan limbah B3 oli bekas yang dimanfaatkan sebagai bahan baku utama pada industri daur ulang oli bekas. Pasal 56 Radionuklida Po-210 pada huruf g hanya berlaku untuk penentuan konsentrasi aktivitas radionuklida anggota deret uranium dan thorium pada limbah B3 dari kegiatan eksploitasi dan pengilangan gas. Pasal 57 Pasal 58 Pasal 59 100

Pasal 60 Pasal 61 Pasal 62 Pasal 63 Pasal 64 Pasal 65 Huruf e Informasi mengenai karakteristik limbah B3 diperlukan untuk penanganan limbah B3 dimaksud dengan tepat. Karakteristik limbah B3 dalam ketentuan ini dapat dilakukan melalui uji sidik jari limbah B3 (finger print test). Uji sidik jari limbah B3 hanya diperlukan bagi limbah B3 yang belum diketahui karakteristiknya. Huruf f Huruf g Huruf h Huruf i Huruf j Huruf k 101

Pasal 66 Pasal 67 Huruf e Huruf f Informasi mengenai karakteristik limbah B3 diperlukan untuk penanganan limbah B3 dimaksud dengan tepat. Karakteristik limbah B3 dalam ketentuan ini dapat dilakukan melalui uji sidik jari limbah B3 (finger print test). Uji sidik jari limbah B3 hanya diperlukan bagi limbah B3 yang belum diketahui karakteristiknya. Huruf g Huruf h Huruf i Huruf j Huruf k Huruf l Ayat (4) Pasal 68 Pasal 69 102

Ayat (4) Ayat (5) Ayat (6) Yang dimaksud dengan ketidaksesuaian data dalam ayat ini dapat berupa antara lain: ketidaksesuaian antara nama pemohon izin dengan nama pemiliki usaha dan/atau kegiatan, ketidakabsahan antara data yang diajukan dalam permohonan izin dengan Ayat (7) Pasal 70 Pasal 71 Pasal 72 Pasal 73 Pasal 74 Pasal 75 Ekspor limbah B3 hanya dapat dilaksanakan apabila ada persetujuan tertulis dari instansi atau pejabat yang berwenang dalam urusan limbah B3 di negara penerima dan negara penerima tersebut harus mempunyai fasilitas pengolahan dan/atau pemanfaatan limbah B3 yang layak sehingga pengolahan limbah B3 tersebut tidak menimbulkan risiko bahaya bagi lingkungan hidup dan kesehatan manusia. 103

Adapun limbah B3 terdiri atas limbah B3 yang ditetapkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini dan/atau Konvensi Basel. Dalam hal terjadi ekspor limbah B3 sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini ke negara yang menetapkan limbah dimaksud tidak termasuk sebagai limbah B3, manifes limbah B3 ditandatangi sampai dengan pelabuhan atau di lokasi alat angkut yang melakukan ekspor. Bukti penyerahan limbah B3 antara lain keterangan penyerahan limbah B3, berita acara, atau risalah. Ayat (4) Pasal 76 Pasal 77 Pasal 78 Radionuklida Po-210 pada huruf g hanya berlaku untuk penentuan konsentrasi aktivitas radionuklida anggota deret uranium dan thorium pada limbah B3 dari kegiatan eksploitasi dan pengilangan gas. Pasal 79 Pasal 80 Pasal 81 Pasal 82 Pasal 83 104

Pasal 84 Pasal 85 Pasal 86 Bukti penyerahan limbah B3 antara lain keterangan penyerahan limbah B3, berita acara, atau risalah. Huruf e Huruf f Informasi mengenai karakteristik limbah B3 diperlukan untuk penanganan limbah B3 dimaksud dengan tepat. Karakteristik limbah B3 dalam ketentuan ini dapat dilakukan melalui uji sidik jari limbah B3 (finger print test). Uji sidik jari limbah B3 hanya diperlukan bagi limbah B3 yang belum diketahui karakteristiknya. Huruf g Huruf h Huruf i Huruf j Huruf k Huruf l Pasal 87 Pasal 88 105

Ayat (4) Bukti penyerahan limbah B3 antara lain keterangan penyerahan limbah B3, berita acara, atau risalah. Huruf e Huruf f Huruf g Informasi mengenai karakteristik limbah B3 diperlukan untuk penanganan limbah B3 dimaksud dengan tepat. Karakteristik limbah B3 dalam ketentuan ini dapat dilakukan melalui uji sidik jari limbah B3 (finger print test). Uji sidik jari limbah B3 hanya diperlukan bagi limbah B3 yang belum diketahui karakteristiknya. Huruf h Huruf i Huruf j Huruf k Huruf l Huruf m Ayat (5) Pasal 89 Pasal 90 Pasal 91 106

Pasal 92 Pasal 93 Pasal 94 Pasal 95 Pasal 96 Pasal 97 Pasal 98 Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Limbah B3 setelah dilakukan pengolahan dan telah hilang karakteristiknya sebagai limbah B3 merupakan limbah nonb3. Sebagai contoh limbah benda tajam infeksius dari kegiatan medis yang telah dilakukan disinfeksi menggunakan autoclave merupakan limbah nonb3. Pengaturan lebih lanjut mengenai pengolahan limbah B3 dapat dilakukan untuk masing-masing usaha dan/atau kegiatan seperti pengolahan limbah B3 dari kegiatan fasilitas pelayanan kesehatan, pengolahan limbah B3 dari kegiatan pertambangan, dan pengolahan pengolahan limbah B3 dari kegiatan industri kimia. Pasal 102 Pasal 103 107

Pasal 104 Pasal 105 Pasal 106 Pasal 107 Penentuan efisiensi penghancuran dan penghilangan (destruction removal efficiency, DRE) dilakukan dengan menghitung konsentrasi dan/atau berat limbah B3 di awal dan di akhir proses pengolahan secara termal. Angka persentase menunjukkan jumlah molekul dari senyawa limbah B3 yang dihilangkan dan dihancurkan dibandingkan dengan jumlah molekul dari senyawa limbah B3 yang dimasukkan ke dalam sistem pengolahan limbah B3 secara termal. Senyawa Principle Organic Hazardous Constituents (POHCs) merupakan bahan berbahaya dan beracun yang sulit terurai atau terdekomposisi. Senyawa POHCs lazimnya terkandung dalam limbah B3 sehingga digunakan sebagai cara untuk mengetahui kemampuan efisiensi penghancuran dan penghilangan (destruction removal efficiency, DRE) dari alat pengolahan limbah B3 secara termal yang menghasilkan emisi udara seperti insinerator. Senyawa POHCs antara lain tetrakloroetilena, toluena, 1,2-dikloropropana, karbon tetraklorida dan lain sebagainya. Ayat (4) Ayat (5) Ayat (6) 108

Ayat (7) Ayat (8) Pasal 108 Pasal 109 Pasal 110 Pasal 111 Pasal 112 Pasal 113 Pasal 114 Huruf e Huruf f Informasi mengenai karakteristik limbah B3 diperlukan untuk penanganan limbah B3 dimaksud dengan tepat. Karakteristik limbah B3 dalam ketentuan ini dapat dilakukan melalui uji sidik jari limbah B3 (finger print test). Uji sidik jari limbah B3 hanya diperlukan bagi limbah B3 yang belum diketahui karakteristiknya. Huruf g Huruf h 109

Huruf i Huruf k Huruf l Huruf m Pasal 115 Pasal 116 Huruf e Huruf f Huruf g Informasi mengenai karakteristik limbah B3 diperlukan untuk penanganan limbah B3 dimaksud dengan tepat. Karakteristik limbah B3 dalam ketentuan ini dapat dilakukan melalui uji sidik jari limbah B3 (finger print test). Uji sidik jari limbah B3 hanya diperlukan bagi limbah B3 yang belum diketahui karakteristiknya. Huruf h Huruf i Huruf k Huruf l Huruf m 110

Ayat (4) Pasal 117 Pasal 118 Pasal 119 Pasal 120 Pasal 121 Pasal 122 Pasal 123 Pasal 124 Bukti penyerahan limbah B3 antara lain keterangan penyerahan limbah B3, berita acara, atau risalah. Pasal 125 Pasal 126 Pasal 127 Pasal 128 Pasal 129 111

Pasal 130 Pasal 131 Pasal 132 Pasal 133 Pasal 134 Pasal 135 Pasal 136 Bukti penyerahan limbah B3 antara lain keterangan penyerahan limbah B3, berita acara, atau risalah. Huruf e Huruf f Huruf g Informasi mengenai karakteristik limbah B3 diperlukan untuk penanganan limbah B3 dimaksud dengan tepat. Karakteristik limbah B3 dalam ketentuan ini dapat dilakukan melalui uji sidik jari limbah B3 (finger print test). Uji sidik jari limbah B3 hanya diperlukan bagi limbah B3 yang belum diketahui karakteristiknya. Huruf h Huruf i Huruf j 112

Huruf k Huruf l Huruf m Pasal 137 Pasal 138 Huruf e Huruf f Huruf g Informasi mengenai karakteristik limbah B3 diperlukan untuk penanganan limbah B3 dimaksud dengan tepat. Karakteristik limbah B3 dalam ketentuan ini dapat dilakukan melalui uji sidik jari limbah B3 (finger print test). Uji sidik jari limbah B3 hanya diperlukan bagi limbah B3 yang belum diketahui karakteristiknya. Huruf h Huruf i Huruf k Huruf l Huruf m Ayat (4) 113

Pasal 139 Pasal 140 Pasal 141 Pasal 142 Pasal 143 Pasal 144 Yang dimaksud dengan penimbunan dalam ketentuan ayat ini yaitu melakukan penempatan limbah B3 hasil stabilisasi dan solidifikasi di fasilitas penimbusan akhir limbah B3 (landfill). Ayat (4) Ayat (5) Pasal 145 Pasal 146 Pasal 147 114

Huruf e Fasilitas penimbunan limbah B3 lain dalam ketentuan ini harus memiliki fungsi pengendalian pencemaran, pemantauan perubahan kualitas lingkungan, maupun sistem yang menjamin terlaksananya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Ayat (4) Ayat (5) Ayat (6) Radionuklida Po-210 pada huruf g hanya berlaku untuk penentuan konsentrasi aktivitas radionuklida anggota deret uranium dan thorium pada limbah B3 dari kegiatan eksploitasi dan pengilangan gas. Ayat (7) Ayat (8) Pasal 148 Pasal 149 Pasal 150 Yang dimaksud dengan bebas banjir yaitu bebas banjir 100 (seratus) tahunan. Untuk jenis-jenis limbah B3 yang LD50-nya (7 hari) lebih besar dari 5.000 mg/kg (lima ribu miligram per kilogram) berat badan pada hewan uji mencit, dapat dilakukan penimbunan pada lokasi dengan permeabilitas tanah yang memiliki nilai paling banyak 10-5 cm/detik (sepuluh pangkat minus lima sentimeter per detik) dengan 115

Keputusan Menteri, apabila peruntukan lokasi penimbunan limbah B3 belum ditetapkan berdasarkan rencana tata ruang wilayah. Ayat (4) Pasal 151 Yang dimaksud dengan sistem pelapis yaitu adanya lapisan pelindung yang dibangun untuk mencegah terpaparnya limbah B3 atau air lindi dari limbah B3 ke lingkungan. Lapisan pelindung dapat berupa synthetic liner atau compacted clay atau lapisan lain yang setara yang memiliki permeabilitas yang sama. Lapisan pelindung dapat diberikan dengan double liner dan atau satu liner atau hanya dengan compacted clay sesuai dengan standar penimbunan limbah B3 yang ditetapkan oleh Menteri. Rencana penutupan dan pascapenutupan penimbunan limbah B3 berisi antara rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam jangka panjang. Rencana penutupan dan pascapenutupan wajib diintegrasikan dalam rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan berdasarkan Keputusan Menteri setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan instansi terkait. Pasal 152 Pasal 153 116

Informasi mengenai karakteristik limbah B3 diperlukan untuk penanganan limbah B3 dimaksud dengan tepat. Karakteristik limbah B3 dalam ketentuan ini dapat dilakukan melalui uji sidik jari limbah B3 (finger print test). Uji sidik jari limbah B3 hanya diperlukan bagi limbah B3 yang belum diketahui karakteristiknya. Huruf e Huruf f Huruf g Huruf h Huruf i Pasal 154 Pasal 155 Huruf e Informasi mengenai karakteristik limbah B3 diperlukan untuk penanganan limbah B3 dimaksud dengan tepat. Karakteristik limbah B3 dalam ketentuan ini dapat dilakukan melalui uji sidik jari limbah B3 (finger print test). Uji sidik jari limbah B3 hanya diperlukan bagi limbah B3 yang belum diketahui karakteristiknya. 117

Huruf f Huruf g Huruf h Huruf i Huruf j Ayat (4) Pasal 156 Pasal 157 Pasal 158 Pasal 159 Pasal 160 Pasal 161 Pasal 162 Pasal 163 Pasal 164 Bukti penyerahan limbah B3 antara lain keterangan penyerahan limbah B3, berita acara, atau risalah. Pasal 165 118

Pasal 166 Informasi mengenai karakteristik limbah B3 diperlukan untuk penanganan limbah B3 dimaksud dengan tepat. Karakteristik limbah B3 dalam ketentuan ini dapat dilakukan melalui uji sidik jari limbah B3 (finger print test). Uji sidik jari limbah B3 hanya diperlukan bagi limbah B3 yang belum diketahui karakteristiknya. Huruf e Huruf f Huruf g Huruf h Huruf i Pasal 167 Pasal 168 119

Huruf e Informasi mengenai karakteristik limbah B3 diperlukan untuk penanganan limbah B3 dimaksud dengan tepat. Karakteristik limbah B3 dalam ketentuan ini dapat dilakukan melalui uji sidik jari limbah B3 (finger print test). Uji sidik jari limbah B3 hanya diperlukan bagi limbah B3 yang belum diketahui karakteristiknya. Huruf f Huruf g Huruf h Huruf i Huruf j Ayat (4) Pasal 169 Pasal 170 Pasal 171 Pasal 172 Pasal 173 Pasal 174 Pasal 175 Pasal 176 Pasal 177 120

Pasal 178 Dumping limbah B3 hanya dapat dilakukan oleh pihak yang pertama kali menghasilkan limbah B3. Sebagai contoh, pihak yang melakukan kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi (penghasil limbah B3) dapat melakukan dumping ke laut terhadap limbah B3 serbuk bor yang dihasilkannya. Dalam hal limbah B3 berupa serbuk bor dimaksud telah diserahkan kepada pihak lainnya untuk dilakukan pengelolaan lebih lanjut, pihak yang pertama kali menghasilkan limbah B3 atau pihak lainnya tersebut tidak dapat melakukan dumping limbah B3. Ayat (4) Ayat (5) Ayat (6) Ayat (7) Pasal 179 Pasal 180 Pasal 181 Angka 1 Uji karaktertistik limbah B3 yang akan dilakukan dumping ke laut menggunakan metode lethal concentration 50 (LC50, 96 jam) pada hewan uji penaeus monodon. Angka 2 Angka 3 Angka 4 Pasal 182 121

Yang dimaksud daerah sensitif dalam ketentuan ini antara lain kawasan lindung laut, daerah rekreasi, kawasan pantai berhutan bakau, lamun dan terumbu karang, taman nasional, taman wisata alam, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, kawasan rawan bencana alam, alur pelayaran, pemijahan dan pembesaran ikan, alur migrasi ikan, daerah penangkapan ikan, alur pelayaran, dan/atau daerah khusus militer. Kedalaman lebih besar atau sama dengan 100 m (seratus meter) untuk dumping tailing ke laut yaitu kedalaman titik pembuangan limbah (outfall) berada pada kedalaman lebih besar atau sama dengan 100 m (seratus meter). Ayat (4) Ayat (5) Ayat (6) Pasal 183 Pasal 184 Pasal 185 Pasal 186 Pasal 187 Pasal 188 Pasal 189 122

Pasal 190 Pasal 191 Pasal 192 Pasal 193 Pasal 194 Pasal 195 Pasal 196 Pasal 197 Pasal 198 Informasi mengenai karakteristik limbah B3 diperlukan untuk penanganan limbah B3 dimaksud dengan tepat. Karakteristik limbah B3 dalam ketentuan ini dapat dilakukan melalui uji sidik jari limbah B3 (finger print test). Uji sidik jari limbah B3 hanya diperlukan bagi limbah B3 yang belum diketahui karakteristiknya. Huruf e Huruf f Huruf g 123

Pasal 199 Huruf h Huruf i Huruf j Pasal 200 Kewajiban dalam ketentuan ini berlaku bagi setiap orang yang memiliki izin dan/atau persetujuan maupun tidak. Pasal 201 Kewajiban dalam ketentuan ini berlaku bagi setiap orang yang memiliki izin dan/atau persetujuan maupun tidak. Pasal 202 Pasal 203 Pasal 204 Pasal 205 Pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup antara lain disebabkan oleh lepas atau tumpahnya B3. Huruf e Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus disetujui oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup. Pasal 206 124

Pasal 207 Pasal 208 Pasal 209 Pasal 210 Pasal 211 Pasal 212 Pasal 213 Pasal 214 Pasal 215 Pasal 216 Pasal 217 Pasal 218 Pasal 219 Pasal 220 Yang dimaksud dengan kecelakaan dalam ayat ini yaitu lepas atau tumpahnya limbah B3 ke lingkungan yang perlu ditanggulangi secara cepat dan tepat untuk mencegah meluasnya dampak akibat tumpahan limbah B3 tersebut sehingga dapat dicegah meluasnya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan serta terganggunya kesehatan manusia. 125

Untuk mengatasi kecelakaan pengelolaan limbah B3 diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan baik selama maupun setelah terjadinya kecelakaan. Upaya ini harus dilakukan secara cepat, tepat, terkoordinasi dan terpadu diantara instansi lintas sektor yang terkait. Yang dimaksud dengan sistem tanggap darurat yaitu suatu sistem pengendalian keadaan darurat yang meliputi pencegahan dan penanggulangan kecelakaan serta pemulihan kualitas lingkungan. Pasal 221 Pasal 222 Pasal 223 Pasal 224 Pasal 225 Pasal 226 Pasal 227 Pasal 228 Pasal 229 Pasal 230 Pasal 231 Pasal 232 126

Pasal 233 Pasal 234 Pasal 235 Pasal 236 Pasal 237 Pasal 238 Pasal 239 Pasal 240 Pasal 241 Pasal 242 Pasal 243 Pasal 244 Pasal 245 Pasal 246 Pasal 247 Pasal 248 127

Pasal 249 Pasal 250 Pasal 251 Pasal 252 Pasal 253 Pasal 254 Pasal 255 Pasal 256 Pasal 257 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 128