2014 UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGONVERSI TEKS ANEKDOT MENJADI NASKAH DRAMA MELALUI MODEL BERPIKIR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran Bahasa Indonesia memiliki empat aspek keterampilan, yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menulis, yaitu menulis teks laporan hasil observasi, menulis teks prosedur

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya. Menurut Oemarjati dalam Milawati (2011: 1) tujuan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. yang tepat dan terencana dengan strategi pembelajaran yang efektif.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Bahasa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat terlepas dari kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam kurikulum satuan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan menulis merupakan salah satu kompetensi harus dikuasai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Deskripsi Melalui Strategi Critical Incident

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 1). Pembelajaran menurut Sugandi (2006: 9) adalah seperangkat peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2015 KEEFEKTIFAN MODEL SOMATIS, AUDITORIS, VISUAL, INTELEKTUAL (SAVI) DALAM PEMBELAJARAN MENULIS

BAB I PENDAHULUAN. dalam interaksi dirinya dengan lingkungannya. Hasil dari interaksi yang dilakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Menulis naskah drama merupakan salah satu kegiatan atau bentuk dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. terampil menulis, agar mereka dapat mengungkapkan ide, gagasan, ataupun

BAB I PENDAHULUAAN. kaidah-kaidah tata bahasa kemudian menyusunnya dalam bentuk paragraf.

BAB I PENDAHULUAN. informasi baik yang sudah lalu maupun yang terbaru. Teks berita adalah naskah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dengan dilakukannya proses pembelajaran manusia akan mampu berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Aep Suryana, 2013

2015 PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN MELALUI TRANSFORMASI FILM DOKUMENTER

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu keterampilan menyimak, membaca, berbicara, dan menulis.

BAB I PENDAHULUAN. dan gaya penulisan. Menulis merupakan suatu kemampuan berbahasa yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2015 PENERAPAN TEKNIK MENULIS BERANTAI DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS ULASAN FILM ATAU DRAMA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, manusia dapat menemukan hal-hal baru yang dapat dikembangkan dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nikke Permata Indah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. membangun rasa percaya diri, dan sarana untuk berkreasi dan rekreasi. Di

BAB I PENDAHULUAN. bersastra. Pada kurikulum 2013, pelajaran bahasa Indonesia mengalami. mengembangkan kemampuan dan keterampilan berpikir siswa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. didukung oleh keterampilan menyimak, membaca dan berbicara. membuat parafrasa lisan dalam kontek bekerja.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2014 PENERAPAN METODE MENULIS BERANTAI DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan menulis dapat kita klasifikasikan berdasarkan dua sudut

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini, akan diuraikan beberapa hal sebagai berikut: (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa mencakup keterampilan menyimak, berbicara,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Widi Rahmawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan apa yang sedang dipikirkannya. Dengan demikian manusia dapat

BAB I PENDAHULUN. Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang terpadu dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sastra merupakan pembelajaran yang dapat memperkaya

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah dulce at utile. Menyenangkan dapat dikaitkan dengan aspek hiburan yang

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah.

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ema Rosalita, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Alfa Mitri Suhara, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Mardwitanti Laras, 2014 Penerapan Teknik Parafrase dengan Pengandaian 180 Derajat berbeda dalam pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia lainnya.

MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI. Nurmina 1*) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan keterampilan menulis dan hasil dari produk menulis itu.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik tingkat SMA adalah Menemukan Gagasan dari Beberapa Artikel

BAB I PENDAHULUAN. menulis seseorang dapat menyampaikan hal yang ada dalam pikirannya.

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan salah satu

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS NASKAH DRAMA DENGAN MEDIA CERPEN PADA SISWA KELAS XI SMA N 3 PURWOREJO TAHUN PELAJARAN 2012/2013

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan

PENDAHULUAN. Oleh Rexona Purba Trisnawati Hutagalung, S.Pd., M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. yakni menulis karya sastra dan melisankan karya sastra. proses belajar mengajar, sehingga dapat mencapai hasil yang baik dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2013 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DRAMA BERDASARKAN ANEKDOT MELALUI TEKNIK LATIHAN TERBIMBING. Wiji Lestari

Nikke Permata Indah Pendidikan Bahasa Indonesia Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung saat tulisan tersebut dibaca oleh orang lain.

BAB V PENGGUNAAN PUISI KARYA ANAK USIA 7-11 TAHUN SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR

BAB 1 PENDAHULUAN. kenyataan hal tersebut seringkali tidak terjadi. Pembelajaran menulis cerpen masih dianggap

2015 PENERAPAN METODE IMAGE STREAMING MELALUI MEDIA GAMBAR DALAM PEMBELAJARAN MENULIS PUISI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ada empat keterampilan berbahasa yang diterima oleh peserta didik secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik

BAB I PENDAHULUAN. mampu memahami ide, gagasan, maupun pengalaman penulisnya.

realita dan fiksi. Kita hidup dalam keduanya. Sastra memberikan kesempatan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan dialog (Sudjiman,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Guru Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia di sekolah memegang peranan penting dalam mengupayakan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. mencakup empat jenis yaitu keterampilan menyimak (listening skill),

BAB I PENDAHULUAN. setiap warga negara dalam mengenyam pendidikan. Mulai dari sekolah dasar,

BAB I PENDAHULUAN. bagi guru lebih terpusat pada transformasi nilai-nilai yang terpuji dan

KISI-KISI SOAL KOMPETENSI PROFESIONAL BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar menuntut seseorang untuk berpikir ilmiah dan mengungkapkan

2015 PENERAPAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS BERITA

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. Yulia, 2014 EFEKTIVITAS TEKNIK CLUSTERING (PENGELOMPOKAN) DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS LAPORAN HASIL OBSERVASI

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk karya yang bereaksi langsung secara kongkret (Hasanuddin, 2009:1).

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa, khususnya menulis, adalah keterampilan produktif dengan output tulisan. Menulis dapat dikatakan suatu keterampilan berbahasa yang paling rumit di antara jenis-jenis keterampilan berbahasa lainnya. Hal ini karena menulis bukanlah sekadar menyalin kata-kata dan kalimat-kalimat, melainkan juga mengembangkan dan menuangkan pikiran-pikiran dalam suatu struktur tulisan yang teratur. Selain itu, minat membaca yang kurang pun akan memengaruhi siswa dalam mencari ide atau gagasan untuk dituangkan ke dalam tulisan mereka. Kondisi tersebut membuat keterampilan menulis paling sedikit diminati oleh siswa. Di sekolah, menulis naskah drama kurang diminati. Bagi kebanyakan siswa, ketika mendengar istilah menulis atau mengarang mereka menganggap bahwa kegiatan menulis merupakan hal yang tidak menarik, menjemukan, dan menfrustasikan terutama dalam menulis karya sastra. Sejalan dengan hal itu, dalam artikelnya, Arif (2010) berpendapat bahwa menulis karya sastra, khususnya menulis naskah drama merupakan pekerjaan yang berat, membosankan, dan kurang diminati. Banyak ditemukan kendala dalam hal menulis, terutama menulis naskah drama. Hal tersebut diungkapkan lebih dalam oleh Kholifah (2010) bahwa, kenyataan di lapangan siswa mengalami hambatan menulis naskah drama. Dalam pembelajaran menulis naskah drama hambatan tersebut dapat dikategorikan menjadi hambatan internal dan eksternal. Hambatan internal berupa hambatan psikologis, yakni rendahnya minat dan sikap siswa yang berpengaruh

terhadap pengetahuan awal siswa yang relevan dengan menulis naskah drama, sedangkan hambatan eksternal berupa kurangnya mendayagunakan sarana-sarana yang sudah ada dalam pembelajaran menulis naskah drama. Hal serupa diungkapkan juga oleh Fadliyatis (2013), dewasa ini, pembelajaran naskah drama masih sangat kurang di tingkatan sekolah. Produktivitas naskah drama jauh dari kata cukup untuk anak seusia tingkatan sekolah. Kita melihat secara umum saja, produktivitas naskah semakin sedikit jika dibandingkan pada tahun 1990-an paling tidak. Susilo (2010) mengungkapkan, pembelajaran sastra akhir-akhir ini dirasakan semakin menurun dan kurang greget, bahkan bisa dikatakan ada kemunduran. Dalam pembelajaran sastra, pembelajaran menulis naskah drama pada siswa sekolah masih kurang diminati siswa dibandingkan pembelajaran drama lainnya. Hal itu juga dipengaruhi oleh tingkat kesulitan yang dirasa sulit. Tingkat kesulitan tersebut yaitu tingkat pemahaman dan penghayatan naskah drama yang berupa dialog membutuhkan ketekunan. Pengenalan drama sejak dini dinilai sangatlah penting. Hal itu bertujuan untuk menumbuhkembangkan minat dan ketekunan siswa untuk mempelajari drama agar drama menjadi akrab pada diri mereka sehingga pembelajaran menuliskan naskah drama, performansi drama, dan kegiatan drama lainnya tidak mengalami kesulitan yang berarti dalam proses pembelajaran drama selanjutnya. Kurangnya minat dan ketekunan siswa dalam menulis naskah drama berpengaruh terhadap produk naskah drama yang semakin sedikit. Apalagi naskah drama untuk tingkatan remaja seusia anak sekolah. Rusyana dalam Waluyo (2002:1) menyimpulkan bahwa minat siswa dalam membaca karya sastra yang terbanyak adalah prosa, menyusul puisi, baru kemudian drama. Perbandingannya adalah 6:3:1. Hal ini karena menghayati

naskah drama yang berupa dialog cukup sulit dan membutuhkan ketekunan yang lebih. Di dalam kurikulum 2013, menulis naskah drama terlesap pada pembelajaran mengonversi teks anekdot yang diajarkan di kelas 10. Mengonversi di sini adalah mengubah bentuk teks anekdot monolog menjadi dialog-dialog dalam bentuk drama pendek. Namun, hal tersebut dirasa membingungkan siswa karena kita dihadapkan pada kurikulum baru yang penerapannya belum terealisasi secara maksimal, mengingat masih ada guru-guru yang merasa belum menguasai isi kurikulum 2013. Berdasarkan observasi awal yang peneliti lakukan di kelas 10 SMA Negeri 2 Bandung, peneliti mendapatkan fakta bahwa kebanyakan siswa merasa kesulitan menyerap langkah-langkah dalam memulai pembelajaran mengonversi. Jika menilik buku yang diterjunkan pemerintah, siswa masih gagap memahami wacana dan materi yang disajikan, karena dalam buku tersebut, tidak ada kejelasan langkah-langkah atau teknik mengonversi teks yang baik. Itulah yang juga menjadi penyebab siswa enggan membuat naskah drama dari hasil konversi anekdot. Selain dari faktor media berupa buku teks yang kurang mendukung kemampuan siswa, mereka juga mengungkapkan, penyampaian guru Bahasa Indonesia di kelas tentang materi mengonversi masih kurang dapat diterima siswa. Artinya, guru masih menggunakan cara lama dalam menerapkan kurikulum baru, sehingga siswa yang seharusnya tertarik dengan materi pelajaran dalam kurikulum baru, malah menjadikannya beban dan sebuah kesulitan tersendiri bagi dirinya. Hal inilah yang juga menimbulkan kurangnya minat siswa dalam menulis teks drama melalui konversi anekdot. Lebih jauh lagi, peneliti melakukan wawancara dengan Ibu Rahayu S.Pd., guru Bahasa Indonesia kelas 10 SMA Negeri 2 Bandung. Beliau juga memperkuat adanya kendala semacam ini. Menurut beliau, pembelajaran

mengonversi teks anekdot menjadi naskah drama merupakan pembelajaran yang masih membingungkan siswa. Kita dihadapkan pada upaya dan kreativitas guru yang terbatas dalam mengoptimalkan pembelajaran mengonversi tersebut. Sebagai guru, Ibu Rahayu kesulitan memilah cara yang tepat dalam melakukan langkah-langkah mengonversi teks anekdot ke dalam teks lain, mengingat dalam buku pemerintah tidak dijelaskan secara detail tentang hal tersebut. Adanya kemerosotan pembelajaran sastra terutama pembelajaran menulis naskah drama merupakan sebuah penyakit yang harus segera disembuhkan oleh para pendidik bangsa. Proses penyembuhan tersebut tak lepas dari peran guru dalam menyampaikan pembelajaran tersebut di sekolah. Ardiansyah (2012) mengungkapkan, proses pembelajaran sastra tentunya melibatkan guru sastra (dalam hal ini guru bahasa Indonesia) sebagai pihak yang mengajarkan sastra, dan siswa sebagai subjek yang belajar sastra. Dalam pembelajaran sastra ada suatu metode sebagai suatu alternatif yang menawarkan keefektifan kerja guru bahasa Indonesia. Jika berbicara masalah metode tidak dapat lepas dari masalah pendekatan atau ancangan yang menurunkan metode. Untuk selanjutnya, suatu metode ternyata akan menyarankan penggunaan teknik-teknik tertentu pula. Dengan demikian, secara hirarkis akan dikemukakan adanya tiga tataran, yaitu: pendekatan, metode dan teknik. Guru sebagai pengajar di sekolah harus mempunyai metode, teknik, media atau model pembelajaran yang tepat dalam menarik maupun mengarahkan minat dan kemampuan siswa menulis naskah drama. Salah satu upaya guru untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengonversi teks anekdot menjadi naskah drama adalah dengan menerapkan model pembelajaran berpikir induktif yang di dalamnya menggunakan teknik transformasi teks.

Hilda Taba (1996) dalam Joyce (2009:97) mengungkapkan, berpikir induktif sebenarnya merupakan bawaan sejak lahir dan keberadaannya sudah absah. Ia hadir sebagai suatu kerja revolusioner, mengingat sekolah-sekolah saat ini telah memutuskan untuk mengajar dalam corak yang tidak absah dan acap merongrong kapasitas bawaan sejak lahir. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Joyce (2009), kami yakin bahwa siswa adalah konseptor yang alamiah. Manusia selalu melakukan konseptualisasi setiap saat, membandingkan dan membedakan objek, kejadian, dan emosi semua hal. Untuk memanfaatkan kecenderungan alamiah ini, kita harus berusaha menyusun lingkungan pembelajaran efektif dan memberikan tugas pada siswa utuk meningkatkan efektivitas mereka dengan sadar dalam mengembangkan keterampilan untuk menyelesaikan semua tugas ini. Selama bertahun-tahun, kami berusaha membuat beberapa pedoman dalam membentuk lingkungan dan membuat tugas-tugas yang memudahkan pembentukan konsep. Agar siswa menjadi lebih terampil dalam pembelajaran induktif, kita perlu menyesuaikan perilaku kita, membantu mereka menciptakan ligkungan dan tugas-tugas yang sesuai. Belajar bagaimana berpikir secara induktif merupakan tujuan yang sangat penting dan siswa perlu mempraktikannya, tidak hanya diajarkan tentang konsepkonsep itu saja. Pedoman-pedoman dalam membentuk lingkungan tersebut (merancang pelajaran dan bagian-bagiannya) merupakan cara yang lurus (straightforward). Dalam menerapkan model pembelajaran berpikir induktif, peneliti juga melesapkan sebuah teknik pembelajaran di dalamnya yakni teknik transformasi. Penerapan teknik transformasi dalam pembelajaran menulis pernah dilakukan juga oleh beberapa peneliti sebelumnya. Salah satunya oleh Yolanda (2008) yang pernah menggunakan teknik transformasi lagu dalam pembelajaran menulis

paragraf narasi. Selain itu ada pula yang menerapkan teknik transformasi lagu ke dalam cerpen dan cerpen ke dalam naskah drama. Sekait dengan hal itu, untuk memenuhi unsur orisinalitas penelitian ini, peneliti mencoba menekankan penelitian pada model pembelajaran yang digunakan yakni model berpikir induktif dalam mewadahi teknik transformasi tersebut, karena penelitian ini belum pernah dilakukan dalam pembelajaran mengonversi teks anekdot menjadi naskah drama. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mencoba menerapkan model berpikir induktif dalam pembelajaran mengonversi teks kepada para siswa. Maka, peneliti memberi judul, Upaya Meningkatkan Kemampuan Mengonversi Teks Anekdot Menjadi Naskah Drama Melalui Model Berpikir Induktif (Penelitian Tindakan Kelas terhadap Siswa Kelas X Semester II SMA Negeri 2 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014). B. Masalah 1. Identifikasi Masalah Kegiatan menulis masih menjadi kegiatan yang kurang diminati pembelajar. Terlebih kegiatan menulis kreatif fiksi seperti naskah drama yang saat ini termasuk dalam pembelajaran mengonversi teks anekdot pada kurikulum 2013. Masalah tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: a. Minat baca yang rendah menyebabkan minat menulis dan mengonversipun terbawa rendah, karena kurangnya gagasan atau ide yang bisa ditulis dari hasil membaca. b. Dalam kurikulum 2013, siswa terbatas untuk menyampaikan ide, karena kurikulum 2013 bersifat tematik, sehingga siswa tidak dibebaskan dalam pemilihan tema.

c. Pembelajaran drama di sekolah sangat diminati dalam hal bermain peran (pementasan) karena tubuh seseorang terlibat langsung untuk bergerak. Sementara mengonversi teks anekdot menjadi naskah drama memerlukan pemikiran dan referensi yang lebih dalam sehingga kurang diminati. d. Peserta didik umumnya lebih apresiatif dalam menonton pementasan drama daripada membaca, menulis, bahkan mengonversi teks ke dalam naskah drama. e. Banyak guru yang belum menerapkan model serta media pembelajaran yang sesuai dalam menyampaikan materi di kelas, sehingga pencapaian kemampuan siswa khususnya mengonversi teks anekdot menjadi naskah drama masih kurang. 2. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian di atas, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : a. Bagaimana perencanaan penerapan model berpikir induktif dalam pembelajaran mengonversi teks anekdot menjadi naskah drama di kelas X Mia 7 SMA Negeri 2 Bandung? b. Bagaimana pelaksanaan penerapan model berpikir induktif dalam pembelajaran mengonversi teks anekdot menjadi naskah drama di kelas X Mia 7 SMA Negeri 2 Bandung? c. Bagaimana hasil penerapan model berpikir induktif dalam pembelajaran mengonversi teks anekdot menjadi naskah drama di kelas X Mia 7 SMA Negeri 2 Bandung? 3. Pemecahan Masalah

Adanya permasalahan tersebut, peneliti akan mengaplikasikan model pembelajaran berpikir induktif dalam pembelajaran megonversi teks anekdot menjadi naskah drama. Melalui model pembelajaran berpikir induktif ini diharapkan kemampuan siswa kelas X Mia 7 SMA Negeri 2 Bandung dalam mengonversi teks anekdot menjadi naskah drama dapat meningkat. Tahap pelaksanaan model pembelajaran ini adalah sebagai berikut. 1) Penyajian kelas Pada tahap penyajian kelas guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan selanjutnya menyampaikan materi kepada siswa tentang langkah dan cara yang baik untuk mengonversi teks anekdot menjadi naskah drama. 2) Kegiatan kelompok Pada tahapan ini, guru membagi kelompok berdasarkan latar belakang sosial, prestasi akademi, maupun berdasarkan jenis kelamin. Selanjutnya, siswa berdiskusi dan bertukar pikiran untuk mengonsep dan menganalisis struktur naskah drama yang ada dalam teks anekdot tersebut. 3) Tes dan kuis Siswa diberi tes individual setelah melaksanakan satu atau dua kali penyajian kelas dan bekerjasama juga berlatih dalam kelompok. 4) Penghargaan kelompok Guru memberikan penghargaan pada beberapa kelompok dengan hasil naskah drama terbaik. Penghargaan akan diberikan dalam bentuk buku cerita fiksi. Pemberian penghargaan diharapkan akan dapat meningkatkan semangat siswa dalam belajar. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui perencanaan penerapan model berpikir induktif dalam pembelajaran mengonversi teks anekdot menjadi naskah drama di kelas X Mia 7 SMA Negeri 2 Bandung 2. Untuk mengetahui pelaksanaan penerapan model berpikir induktif dalam pembelajaran mengonversi teks anekdot menjadi naskah drama di kelas X Mia 7 SMA Negeri 2 Bandung. 3. Untuk mengetahui hasil penerapan model berpikir induktif dalam pembelajaran mengonversi teks anekdot menjadi naskah drama di kelas X Mia 7 SMA Negeri 2 Bandung. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharap dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi pembelajar dan pengajar dalam penyelenggaraan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai upaya peningkatan kualitas belajar dan mengajar. 2. Bagi peserta didik menjadi sumber wawasan dan pengalaman agar mampu memahami dan mengembangkan life skill berupa kemampuan mengonversi teks anekdot menjadi naskah drama melalui model pembelajaran berpikir induktif. 3. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan suatu bentuk tindakan kolaboratif yang diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dalam inovasi pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan. E. Struktur Penulisan Skripsi Dalam skripsi ini, peneliti membaginya menjadi lima bab yang terdiri dari pendahuluan, kajian pustaka dan kerangka pemikiran, metoologi

penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, serta penutup. Struktur penulisan skripsi yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut. Pada bab 1 yakni pendahuluan, peneliti memaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta struktur penulisan skripsi. Bab 1 lebih mengungkapkan alasan-alasan yang menjadi dasar dilakukannya penelitian ini, sehingga kita bisa mengidentifikasi masalah maupun hambatan apa yang dialami siswa di sekolah, khususnya dalam pembelajaran mengonversi teks anekdot menjadi naskah drama. Hal tersebut tentunya akan melahirkan solusi dari masalah-masalah yang dihadapi, sehingga memudahkan peneliti dalam mengerucutkan tujuan maupun manfaat penelitian yang kemudian akan dibahas lebih lanjut pada bab berikutnya. Dalam bab 2, peneliti membahas kajian pustaka dan kerangka pemikiran. Kajian pustaka membantu peneliti menerapkan teori-teori yang diusung oleh para ahli serta menguatkan dasar pemikiran yang peneliti ambil, khususnya dalam hal mengonversi teks anekdot menjadi naskah drama. Di sini peneliti membagi kajian teori menjadi tiga pembahasan yakni ihwal anekdot, drama, dan model berpikir induktif. Sedangkan kerangka pemikiran berisi kaitan antara variabel-variabel dalam penelitian serta masalah yang lahir dari keduanya. Di sini peneliti juga membahas solusi-solusi yang ditawarkan oleh model pembelajaran berpikir induktif untuk memecahkan masalahmasalah tersebut. Sementara dalam bab 3, peneliti membahas metodologi penelitian. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode PTK atau penelitian tindakan kelas. Bab 3 berisi lokasi dan subjek penelitian, metode penelitian, desain penelitian, prosedur penelitian yang terdiri dari alur pengembangan

metode PTK berupa perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan atau observasi dan refleksi. Pada bab ini peneliti juga memaparkan definisi operasional yang menjadi poin-poin penting dalam penelitian ini. Kemudian instrumen penelitian, berisi konten-konten yang peneliti bawa sebagai pedoman ketika melakukan penelitian. Pada bab 4 berisi hasil penelitian dan pembahasannya. Di dalam bab ini, peneliti menganalisis dan mengulas hasil penelitian yang telah dilakukan serta membahasnya secara detail berdasarkan pedoman atau instrumen penelitian dalam bab 3. Selain itu, pada pembahasannya, peneliti menggunakan teori-teori yang diusung para ahli dalam bab 2, sehingga analisis dari hasil penelitian tersebut menjadi lebih akurat. Terakhir, pada bab 5 berisi simpulan dan saran. Dalam hal ini peneliti menyimpulkan alur penelitian yang telah dilakukan, guna menjawab rumusan masalah yang ada dalam bab 1. Setelah menyimpulkan, peneliti mengungkapkan beberapa saran guna memperbaiki kualitas penelitian berikutnya ihwal pembelajaran mengonversi teks anekdot menjadi naskah drama, yang barangkali akan dilakukan oleh peneliti-peneliti lain.