BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai peran kamar kedua dalam lembaga perwakilan dua kamar di sistem pemerintahan presidensial Indonesia, didapat kesimpulan sebagai berikut, 1. Peran kamar kedua yang diatur dalam konstitusi yang pernah diterapkan di Indonesia sebelum amandemen UUD NRI 1945 dibagi dalam empat konstitusi. Pertama, UUD 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949). Dalam masa ini belum tampak adanya lembaga perwakilan kamar kedua. Meski secara de jure ada kata Utusan Daerah dan Utusan Golongan dalam bunyi UUD 1945, namun secara de facto Utusan Daerah dan Utusan Golongan masuk dalam KNIP yang menjalankan kekuasaan legislatif. Kedua, Konstitusi RIS (27 Desember 1949-17 Agustus 1950). Lembaga perwakilan kamar kedua baru muncul dalam Konstitusi RIS dengan bentuk negara federal. Senat yang mewakili daerah bagian dianggap sebagai lembaga perwakilan kamar kedua. Senat memiliki peran dalam kekuasaan legislasi, kekuasaan diplomatik, kekuasaan administratif, kekuasaan dewan penasehat, dan kekuasaan pengawasan. Dari lima kekuasaan tersebut, kedudukan Senat subordinatif kepada DPR ada pada kekuasaan legislasi. Sedangkan empat kekuasaan lainnya, Senat memiliki kedudukan yang kuat. Ketiga, UUDS 1950 (1950-5 Juli 1959)
223 membuka kembali pintu bagi berdirinya negara kesatuan. Federalisme dan Senat dihapus. Artinya, kamar kedua dalam UUDS 1950 ditiadakan. Keempat, UUD 1945 sebelum diubah (1959-1998). Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang memberlakukan kembali UUD 1945 membuat Utusan Daerah dan Utusan Golongan masuk lagi dalam lembaga perwakilan. Namun demikian, kamar kedua tidak disinggung keberadaannya; 2. Dalam UUD 1945 setelah diamandemen atau UUD NRI 1945. Lembaga perwakilan yang diatur dalam UUD NRI 1945 berbentuk dua kamar. DPR sebagai kamar pertama merepresentasi rakyat dan DPD sebagai kamar kedua merepresentasi daerah. Pembahasan DPD dalam sidang umum MPR 199-2001 tidak dapat dilepaskan dari kepentingan fraksi di MPR sehingga lahirlah DPD yang sekarang sesuai yang diatur dalam Pasal 22C, Pasal 22D, dan sebagian dalam Pasal 23 UUD NRI 1945. Kala itu sebagian besar fraksi di MPR menginginkan dipertahankannya bentuk negara kesatuan. Benih bentuk negara federal dicegah tumbuh, sebab menurut sebagian besar fraksi, bentuk negara federal hanya akan membuat disintegrasi bangsa. DPD memiliki peran menjalankan kekuasaan legislasi, kekuasaan administratif, kekuasaan dalam penyusunan APBN, dan kekuasaan dalam pengawasan keuangan negara, dan kekuasaan pengawasan pelaksanaan undang-undang tertentu. Kedudukan DPD dalam kekuasaan legislasi dan kekuasaan administrasi tampak subordinat ke DPR. Selanjutnya, kedudukan DPD dalam kekuasaan penyusunan APBN seperti subordinat ke DPR dan Presiden.
224 Sedangkan, kedudukan DPD dalam kekuasaan pengawasan keuangan negara dan pengawasan pelaksanaan undang-undang tertentu adalah kuat. Kedudukan dan peran DPD yang tampak sub-ordinat, khususnya dalam kekuasaan legislasi, direduksi melalui dua sisi. Dari sisi luar (eksternal), kedudukan dan peran DPD direduksi melalui isi ketentuan peraturan perundang-undangan di bawah konstitusi melalui pemberlakuan undang-undang dan Tata Tertib DPR. Reduksi terhadap peran dan kedudukan DPD dari dalam (internal) berasal dari pilihan kebijakan DPD yang tidak tepat; dan 3. Peran ideal DPD, sebagai kamar kedua di lembaga perwakilan Indonesia, dalam sistem pemerintahan presidensial Indonesia saat ini yang dipengaruhi oleh kepentingan partai politik dapat dilaksanakan dengan dua skema. Skema pertama apabila UUD NRI 1945 diamandemen. Dalam perubahan konstitusi, lembaga perwakilan kamar kedua didesain sebagai kamar yang kuat dalam kerangka lembaga perwakilan dua kamar (strong bicameral). Bentuk lembaga perwakilan Amerika Serikat dapat dijadikan sebagai pembelajaran terbaik (best learning) untuk menciptakan peran kamar kedua yang dapat mengawasi dan mengimbangi (checks and balances) kamar pertama. DPD diberikan wewenang legislasi yang penuh dalam semua RUU. DPD juga diberikan wewenang memberikan pertimbangan untuk menolak atau menyetujui yang sifatnya mengikat dalam pengangkatan jabatan publik oleh Presiden. Apabila UUD NRI 1945 tidak diamandemen, maka peran ideal
225 DPD dalam kekuasaan legislasi, dapat dilakukan dengan memasukkan ketentuan legislasi DPD dalam aturan perundang-undangan di bawah konstitusi dengan tidak mengurangi kewenangan konstitusional DPD. Kemudian, dalam mendukung pelaksanaan kekuasaan DPD (kekuasaan legislasi, kekuasaan administrasi, kekuasaan penyusunan APBN, kekuasaan pengawasan keuangan negara, dan kekuasaan pengawasan terhadap undang-undang tertentu), kesekjenan dan staf kesekjenan DPD sebagai dukungan keahlian harus dikuatkan. DPD harus membangun jaringan dengan masyarakat sipil, perguruan tinggi, dan media massa untuk mendukung peran pengawasan. B. Saran Dalam sistem ketatanegaraan yang didasarkan pada teori ketatanegaraan, peran kamar kedua dalam lembaga perwakilan harus setara dengan peran kamar pertama. Tujuan utamanya adalah untuk mencegah terjadinya kesewenangwenangan dalam pelaksanaan kekuasaan negara. Pola checks and balances diperlukan dalam rangka mendukung pencegahan kesewenang-wenangan. Sebagai negara yang mendeklarasikan diri sebagai negara hukum, serta untuk menunjang pelaksanaan lembaga perwakilan yang kuat, setidaknya ada tiga hal yang harus dilakukan untuk mendapatkan peran ideal DPD sebagai kamar kedua dalam lembaga perwakilan dua kamar di sistem pemerintahan presidensial Indonesia, yakni,
226 1. Penguatan peran kamar kedua harus diatur dalam konstitusi. Peran DPD yang mencerminkan kamar kedua diatur ulang melalui perubahan UUD 1945. Dengan demikian, jaminan yuridis terhadap peran kamar kedua dapat dinyatakan; 2. Kalau perubahan konstitusi belum terlaksana, aturan pelaksana di bawah UUD 1945 tidak boleh melenceng atau bertentangan dengan substansi konsitusi. Kemudian, kapasitas anggota DPD dan kesekjenan DPD harus ditingkatkan agar dukungan keahlian kepada DPD terus ditingkatkan. Sebab, DPD berbeda dengan DPR yang mendapatkan dukungan keahlian dari partai politik; dan 3. Dalam hal usaha untuk mendorong perubahan konstitusi yang masih berjalan, kamar kedua sendiri tidak boleh mendegradasi perannya. Moral politik, integritas, dan komitmen DPD, harus dikedepankan agar kemampuan DPD dalam melaksanakan perannya tidak tereduksi.