7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari mengingat suatu hal. Dengan kata lain, pengetahuan dapat diartikan sebagai mengingat suatu kejadian yang pernah dialami, baik secara sengaja maupun tidak disengaja, dan hal ini disebabkan oleh pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Wahid, dkk, 2006). Menurut Mubarak (dkk, 2007), pengetahuan adalah kesan yang timbul dalam pikiran manusia sebagai hasil dari penggunaan panca inderanya. Hal ini berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefes), takhayul (superstition), dan informasiinformasi yang keliru (misinformation). Pengetahuan timbul karena adanya sifat ingin tahu yang merupakan salah satu sifat umum yang dimiliki manusia, dan identik dengan keputusan yang dibuat oleh seseorang terhadap sesuatu (Triwibowo, 2015). Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah suatu informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan melalui alat indera kita, baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja, yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan terhadap sesuatu. 2.1.2 Tingkat Pengetahuan Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa pengetahuan terbagi menjadi enam tingkatan. Masing-masing tingkatan tersebut meliputi:
a) Tahu (know) merupakan pemanggilan kembali (recall) memori yang telah ada sebelumnya. b) Memahami (comprehension) suatu objek. Tindakan ini bukan hanya sekedar tahu atau dapat menyebutkan saja, tetapi juga harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang suatu objek yang diketahui tersebut. c) Aplikasi (application) dapat diartikan bahwa orang yang telah memahami suatu objek maka orang tersebut dapat mengaplikasikan pada situasi yang lain. d) Analisis (analysis) merupakan kemampuan seseorang untuk menjabarkan kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah. e) Sintesis (synthesis) menunjukkan suatu kemampuan untuk merangkum hubungan yang logis dari komponen pengetahuan yang ada. Dengan kata lain, kemampuan menyusun formulasi yang baru dari informasi yang telah ada. f) Evaluasi (evaluation) tindakan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek maupun tindakan. 2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh faktor internal (dari dalam diri) dan eksternal (dari luar diri). Faktor internal diantaranya adalah usia, pendidikan dan pengalaman. Sedangkan, faktor eksternal diantaranya adalah lingkungan, informasi, dan sosial budaya (Notoatmodjo, 2007). Usia dikatakan mempengaruhi pengetahuan karena usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia seseorang tersebut, 8
maka akan semakin berkembang daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin baik. Pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Hal ini dikarenakan pengetahuan sebagai suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar institusi pendidikan serta berlangsung seumur hidup. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin mudah menerima informasi. Semakin banyak informasi, maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapatkan. Pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Pengalaman belajar yang dikembangan dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta mengembangkan kemampuan dalam mengambil keputusan. Pengetahuan personal mengintegrasikan dan menganalisa situasi interpersonal terbaru dan pengalaman masa lalu. Oleh karena itu, semakin banyak pengalaman semakin bertambah pula pengetahuan seseorang. Seseorang yang memiliki sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Begitu juga dengan faktor lingkungan. Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar individu. Lingkungan dapat mempengaruhi perilaku orang maupun kelompok, sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat. Lingkungan pun dapat mempengaruhi sikap dalam menerima informasi. 9
2.2 Keluarga 2.2.1 Defenisi Keluarga Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota keluarga (Duval, 1972). Undang-undang nomor 10 tahun 1992 mendefinisikan keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Achjar (2010) menyatakan bahwa keluarga merupakan suatu sistem, dimana tingkat kesehatan individu berkaitan dengan tingkat kesehatan keluarga. Perubahan pada salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi semua anggota. 2.2.2 Fungsi Keluarga Terdapat tujuh fungsi keluarga secara spesifik (Siswanto,2006), yaitu: a) Reproduksi Fungsi keluarga secara reproduksi bukan hanya mempertahankan dan mengembangkan keturunan atau generasi, tetapi juga mengembangkan fungsi reproduksi secara universal, diantaranya adalah seks yang sehat dan berkualitas, pendidikan seks bagi anak, dan yang lainnya. b) Sosialisasi Dalam proses pembentukan identitas diri, anggota keluarga akan menyesuaikan diri dengan kebudayaan, kebiasaan, dan situasi sosial, yang pada akhirnya akan berperan sesuai dengan jenis kelaminya dan akan berusaha menjalankan tanggung jawabnya. 10
c) Pertumbuhan individu Fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan fisik dan psikis berupa kebutuhan makan dan pembinaan kepribadian. d) Pendidikan Keluarga mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pendidikan anggota keluarganya dalam menambah dan mengasah ilmu untuk menghadapi kehidupan. e) Religius Fungsi keluarga dalam hal religius adalah membina norma/ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup seluruh anggota keluarga. f) Rekreasi Keluarga merupakan tempat untuk melakukan kegiatan yang dapat mengurangi ketegangan akibat berada di dalam rumah maupun di luar rumah. g) Perawatan kesehatan Keluarga merupakan unit utama dalam proses pencegahan maupun pengobatan penyakit. Keterlibatan dan dukungan dari keluarga sangat dibutuhkan, dimana tanpa fungsi ini proses rehabilitas akan susah dilakukan di dalam keluarga. 2.2.3 Tugas Keluarga Pada dasarnya tugas pokok keluarga ada delapan (Effendy, 1997), yaitu: a) Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya. b) Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga. c) Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing-masing. 11
d) Sosialisasi antar anggota keluarga. e) Pengaturan jumlah anggota rumah tangga. f) Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga. g) Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas. h) Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga. 2.2.4 Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan Tugas keluarga di bidang kesehatan merupakan wujud nyata dari satu fungsi keluarga dalam hal pemeliharaan kesehatan. Friedman (2010) membagi tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan, yaitu: a) Mengenal masalah kesehatan keluarga. Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, setiap anggota memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan perubahan-perubahan dalam bidang kesehatan yang terjadi diantara anggota keluarga. b) Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan atau kondisi kesehatan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan. c) Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan terutama pada penderita gangguan jiwa berat atau skizofrenia, anggota keluarga yang tidak dapat mengurus dirinya sendiri dikarenakan cacat atau usianya yang terlalu muda. 12
d) Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga dan perkembangan kepribadian anggota keluarga. Hal ini dapat dilakukan dengan cara keluarga tidak mengucilkan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Keluarga pun mau mengikutsertakan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dalam berbagai kegiatan yang ada di dalam keluarga tersebut. e) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada. Dalam hal ini keluarga harus mampu merawat klien, baik di rumah maupun membawa klien berobat jalan ke rumah sakit jiwa yang ada. Jika keluarga tidak sanggup lagi merawat klien, maka sebaiknya keluarga memasukkan klien ke rumah sakit jiwa untuk dirawat inap. Tetapi, selama klien dirawat inap sebaiknya keluarga mengunjungi klien dan memberikan dukungan semangat. 2.3 Skizofrenia 2.3.1 Pengertian Skizofrenia Skizofrenia didefinisikan sebagai penyakit mental dengan gangguan otak yang kompleks. Eugene Bleuler adalah ahli psikiatri pertama yang mendefinisikan skizofrenia sebagai schizos yang berarti terbelah atau terpecah dan phrein yang berarti otak. Menurut Nevid (dkk, 2002), skizofrenia adalah penyakit pervasive yang mempengaruhi lingkup yang luas dari proses psikologis yang mencakup kognisi, afek, dan perilaku. Gangguan skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu. Fungsi tersebut meliputi berfikir, berkomunikasi, 13
menerima dan mengintepretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi, serta berperilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial (Isaacs, 2004). Atau dengan kata lain, skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa yang mempengaruhi fungsi otak dan menyebabkan munculnya gangguan pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku (Videbeck, 2008). 2.3.2 Tanda dan Gejala Skizofrenia Menurut Hawari (2001), gejala skizofrenia dibagi dalam dua kelompok yaitu gejala positif dan negatif. Gejala-gejala positif merupakan manifestasi jelas yang dapat diamati oleh orang lain, sedangkan definisi gejala negatif adalah kehilangan dari ciri khas atau fungsi normal seseorang. Gejala positif meliputi delusi atau waham, halusinasi, kekacauan alam pikir, serta paranoid. Sedangkan, gejala negatif meliputi alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar, menarik diri, isolasi sosial, sulit dalam berfikir abstrak, dan tidak adanya dorongan kehendak ataupun inisiatif. 2.3.3 Tipe - Tipe Skizofrenia Ada beberapa jenis skizofrenia (Maslim, 2001), antara lain a) skizofrenia paranoid; ciri utamanya adalah waham yang sistematis atau halusinasi pendengaran. b) skizofrenia hebefrenik; ciri utamanya percakapan dan perilaku yang kacau, serta afek yang datar atau tidak tepat. Diagnosis ditegakkan pertama kali pada usia remaja atau dewasa muda (mulai 15-25 tahun). c) skizofrenia katatonik; ciri utamanya gangguan psikomotor, yang melibatkan imobilitas. 14
d) skizofrenia yang tidak digolongkan; ciri utamanya adalah waham, halusinasi, percakapan yang tidak koheren dan perilaku yang kacau. e) skizofrenia residu; ciri utamanya adalah tidak adanya gejala akut saat ini, melainkan terjadi di masa lalu. Orang yang telah di diagnosa mengalami skizofrenia biasanya sulit dipulihkan. Jika bisa sembuh, itupun memakan waktu yang sangat lama (bertahun-tahun) dan tidak bisa seperti semula lagi. Bila tidak berhati-hati dan mengalami stres yang berlebihan, besar kemungkinan akan kambuh lagi dan menjadi lebih parah (Siswanto, 2006). 2.3.4 Pengetahuan tentang Penggunaan Obat Skizofrenia Obat golongan antipsikotik digunakan dalam pengobatan psikosis akut dan kronik, terutama jika disertai peningkatan aktivitas psikomotor. Cara kerja dari golongan obat ini adalah menyekat reseptor dopamin di otak dan mengubah pelepasan dan pengembalian dopamin (Townsend, 2004). Menurut badan obat, antipsikotik pada umumnya membuat tenang tanpa mempengaruhi kesadaran dan tanpa menyebabkan efek kegembiraan paradoksikal. Obat antipsikotik dapat meringankan gejala psikotik florid, seperti gangguan berfikir, halusinasi dan delusi serta mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik bekerja dengan mengintervensi transmisi dopaminergik pada otak dengan menghambat reseptor dopamine D2 yang dapat meningkatkan efek ekstrapiramidal. Obat antipsikotik dapat mempengaruhi reseptor kolinergik, alfa adrenergik, histaminergik serta serotonergik. Obat yang sering digunakan adalah haloperidol, risperidol dan olanzapin. 15
Kontra indikasi yang harus diperhatikan dalam penggunaan obat antipsikotik adalah pasien yang mengalami depresi pada sistem saraf pusat, diskrasia darah, parkinson. Selain itu, perlu perhatian pada kontra indikasi pada pasien yang mengalami penurunan fungsi pada hati, ginjal atau jantung. Penggunaan obat antipsikotik perlu diwaspadai pada kodisi hamil, ibu menyusui dan kegiatan yang membutuhkan konsentrasi tinggi seperti mengemudi, Efek samping dari penggunaan obat antipsikotik adalah gejala ekstrapiramidal. Gejala ini mudah dikenali tetapi tidak dapat diperkirakan secara akurat karena bergantung pada dosis, jenis obat dan kondisi individual pasien. Gejala ekstrapiramidal meliputi gejala parkinson ataupun tremor, distonia (pergerakan wajah atau tubuh tidak normal), ataksia, dan tardive dyskinesia (ritmik/pergerakan lidah yang tidak disadari). Informasi yang perlu disampaikan kepada pasien dan keluarga pasien terkait dengan pemberhentian penggunaan obat antipsikotik sebaiknya dilakukan secara bertahap dan perlu diawasi secara ketat. Hal ini untuk menghindari resiko sindrom putus obat akut atau kekambuhan yang cepat. Townsend (1998) menyatakan bahwa dalam pemberian obat-obatan terhadap pasien haruslah diajarkan terlebih dahulu materi yang terdiri dari klasifikasi, kerja obat, indikasi, farmakokinetik, kontraindikasi dan kewaspadaan, efek samping, rute dan dosis, serta farmakodinamik. Hal ini dikarenakan pengobatan skizofrenia yang lama dan efek samping obat yang sering timbul, menjadi alasan pasien untuk tidak mengikuti program pengobatan (Parawisata, 2006). 16
2.3.5 Pengetahuan Keluarga tentang Peran Keluarga terhadap Penderita Skizofrenia Rasmun (2001) menyatakan bahwa terdapat beberapa peran keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan skizofrenia. Peran-peran tersebut, antara lain a) Membatu anggota keluarga dengan skizofrenia minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar (benar pasien, benar dosis, benar cara dan benar waktu pemberiannya). b) Perhatikan semua kebutuhan anggota keluarga dengan skizofrenia dalam hal berkomunikasi, makan, minum serta aktivitas sehari-hari. c) Perhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi emosi anggota keluarga dengan skizofrenia, terutama hal yang dapat menimbulkan rasa sedih atau marah. d) Membantu anggota keluarga dengan skizofrenia dalam kehidupan sehari-hari baik dalam pengobatan, aktivitas serta kebutuhannya e) Libatkan anggota keluarga dalam melakukan kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh keluarga. Hal ini bertujuan menurunkan rasa malu terhadap penderita skizofrenia dan tanggapan bahwa penderita juga mempunyai fungsi. f) Memberikan tanggapan terhadap keinginan anggota keluarga dengan skizofrenia. g) Memberikan penghargaan apabila anggota keluarga dengan skizofrenia dapat melakukan tugasnya. Hal ini bertujuan untuk memotivasi penderita untuk melakukan kembali. h) Menemani anggota keluarga dengan skizofrenia untuk melakukan kontrol ulang ke pelayanan kesehatan atau rumah sakit terdekat secara rutin. 17