BAB I PENDAHULUAN. dan Angka Kematian Balita (AKABA/AKBAL). Angka kematian bayi dan balita

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%, penumonia (post

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada

BAB 1 PENDAHULUAN. buang air besar (Dewi, 2011). Penatalaksaan diare sebenarnya dapat. dilakukan di rumah tangga bertujuan untuk mencegah dehidrasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. WHO (World Health Organization) mendefinisikan Diare merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. mortalitas dari penyakit diare masih tergolong tinggi. Secara global, tahunnya, dan diare setiap tahunnya diare membunuh sekitar

Grafik 1.1 Frekuensi Incidence Rate (IR) berdasarkan survei morbiditas per1000 penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diperhatikan untuk

I. PENDAHULUAN. bersifat endemis juga sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan

BAB I PENDAHULUAN juta kematian/tahun. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN. hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

BAB I PENDAHULUAN. atau lendir(suraatmaja, 2007). Penyakit diare menjadi penyebab kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh, hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lebih dalam sehari. Dengan kata lain, diare adalah buang air besar

BAB I PENDAHULUAN. Proportional Mortality Ratio (PMR) masing-masing sebesar 17-18%. 1

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Diare adalah penyebab kematian yang kedua pada anak balita setelah

BAB I PENDAHULUAN. yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi akibat akses kebersihan yang buruk. Di dunia, diperkirakan sekitar

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diare adalah sebagai perubahan konsistensi feses dan perubahan frekuensi

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dapat diartikan bahwa anak tidak meninggal pada awal - awal

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 2001 sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh Pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis. lingkungan. Dua faktor yang sangat dominan adalah sarana air bersih dan

BAB I PENDAHULUAN. disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja (Manalu, Marsaulina,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini manifestasi dari infeksi system gastrointestinal yang dapat disebabkan berbagai

2. ( ) Tidak lulus SD 3. ( ) Lulus SD 4. ( ) Lulus SLTP 5. ( ) Lulus SLTA 6. ( ) Lulus D3/S1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah kondisi dimana terjadi buang air besar atau defekasi

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh kali sehari, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2

BAB I PENDAHULUAN. penyakit menular mengutamakan aspek promotif dan preventif dengan membatasi

BAB 1 PENDAHULUAN. anak yang berusia di bawah 5 tahun terdapat kematian di. miliar kasus diare yang terjadi setiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya lebih dari satu milyar kasus gastroenteritis atau diare. Angka

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin. penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%,

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya meninggal serta sebagian besar anak-anak berumur dibawah 5

BAB I PENDAHULUAN. dunia melalui WHO (World Health Organitation) pada tahun 1984 menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab morbiditas dan. Secara nasional, target Sustainable Development Goals (SDGs) untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. World Health

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara berkembang bagi bayi (18%), yang artinya lebih dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan anak. Di negara berkembang, anak-anak menderita diare % dari semua penyebab kematian (Zubir, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. daya kesehatan dimasa depan. Salah satu pokok program pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Masa usia sekolah disebut

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang. Di Indonesia penyakit diare menjadi beban ekonomi yang

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. masih tingginya Angka Kematian Bayi dan Anak yang merupakan indikator

BAB I PENDAHULUAN. kematian bayi (AKB) masih cukup tinggi, yaitu 25 kematian per 1000

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

Evaluasi Program Pengendalian Penyakit Diare di Puskesmas Batu Jaya Periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2012

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. mortalitasnya yang masih tinggi. Diare adalah penyakit yang ditandai

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. F DENGAN GANGGUAN GASTROENTERITIS DI BANGSAL MELATI II RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI DENGAN INSIDEN DIARE PADA BAYI USIA 1-4 BULAN SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diare pada anak masih merupakan masalah kesehatan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. cair, dengan atau tanpa darah dan atau lendir, biasanya terjadi secara

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data World Health Organization (WHO), diare adalah penyebab. Sementara menurut United Nations Childrens Foundation (UNICEF)

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangsungan Hidup anak ditunjukkan dengan Angka Kematian bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA/AKBAL). Angka kematian bayi dan balita Indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN lainnya. Penyebab kematian anak terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh diare dan pneumonia (Anik, 2010). Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, diare adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Angka kematian balita Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN, yakni 3,4 kali lebih tinggi dari Malaysia, selanjutnya 1,3 kali lebih tinggi dari Filipina. Indonesia menduduki rangking ke-6 tertinggi setelah Singapura (3 per 1.000), Brunei Darussalam (8 per 1.000), Malaysia (10 per 1.000), Vietnam (18 per 1.000) dan Thailand (20 per 1.000) (Sadikin, 2011). Masa balita ditandai dengan tingkat pertumbuhan yang sangat pesat sehingga membutuhkan zat gizi yang relatif lebih tinggi. Dimana pada masa balita merupakan masa paling penting sekaligus rawan bagi anak sebab anak rentan berbagai gangguan kesehatan. Sebagai orangtua, tentu tidak hanya ingin membebaskan anak dari deritanya, tetapi juga ingin memastikan bahwa gejala yang diderita bukanlah penyakit serius. Beberapa penyakit memang dapat ditangani di rumah, tetapi yang lainnya membutuhkan perawatan dokter. Orangtua yang cukup pengetahuan punya kesempatan yang lebih baik untuk mengidentifikasi penyakit dengan tepat dan segera memberikan penanganan yang semestinya. Namun, para orangtua yang kurang paham 1

2 perihal kesehatan anak balita, seringkali panik, bahkan bisa jadi akan memberikan penanganan yang salah terhadap balitanya. Penanganan yang salah tersebut bisa membuat penyakit anak bertambah parah (Sudarmoko, 2011). Cara paling ideal untuk mencegah ataupun melawan penyakit yang sewaktuwaktu bisa menyerang tubuh balita adalah dengan membuat kualitas kesehatan dan daya tahan tubuh anak menjadi lebih baik. Jika balita memiliki tubuh yang sehat dan selalu terjaga, maka balita tidak akan mudah jatuh sakit. Untuk membentuk anak yang sehat baik fisik maupun mental tidak lepas dari peran orang tua dalam melakukan upaya pemeliharaan, pencegahan dan perawatan kepada anaknya (Sudarmoko, 2011). Orang tua perlu mengetahui bagaimana mengatasi kondisi darurat anak sebelum mendapatkan perawatan petugas kesehatan, dan juga mengetahui penyakitpenyakit umum yang sering terjadi seperti panas, batuk, flu, diare, dan luka. Orang tua sebaiknya mampu memberikan pengobatan yang efektif. Oleh karena itu, orang tua harus mengetahui bagaimana cara bersikap menghadapi anak yang sedang sakit, antara lain meliputi pengetahuan umum mengenai diagnosis penyakit, tindakan yang diperlukan, pengobatan, diet dan upaya lain yang berkaitan dengan penyakit yang diderita anak (Widodo, 2009). Tubuh balita masih sangat rentan terhadap unsur asing karena balita belum memiliki sistem kekebalan tubuh yang memadai. Pada usia ini, anak masih rawan dengan berbagai gangguan kesehatan, baik jasmani maupun rohani. Sehingga, jika ibu tidak hati-hati dengan kebersihan dirinya sendiri, secara tidak langsung ibu memberikan media penyakit pada tubuh balita. Misalnya saja, setelah kerja seharian

3 ibu lupa mencuci tangan dan langsung menimang balita. Secara tidak langsung kuman atau apapun yang menempel pada tangan akan berpindah pada tubuh balita. Jika tangan ibu mengandung kuman atau bakteri, maka balita akan mudah terinfeksi suatu penyakit (Sudarmoko, 2011). Diare pada anak merupakan masalah yang sebenarnya dapat dicegah dan ditangani. Terjadinya diare pada balita tidak terlepas dari peran faktor perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman, terutama yang berhubungan dengan interaksi perilaku ibu dalam mengasuh anak dan faktor lingkungan dimana anak tinggal. Faktor perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman dan meningkatkan resiko terjadinya diare yaitu tidak memberikan ASI ekslusif secara penuh pada bulan pertama kehidupan, tidak mencuci bersih botol susu anak, penyimpanan makanan yang salah, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan, sebelum menyuapi anak, sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, dan tidak membuang tinja dengan benar. Faktor lingkungan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia (Assiddiqi, 2009). Balita yang sangat rentan kondisi kesehatannya membutuhkan pengawasan dan perawatan sebaik mungkin. Untuk bisa memberikan penanganan yang tepat pada anak, ada baiknya bila ibu mengenali organisme-organisme awal pembawa bemacam penyakit yang mungkin bisa menyerang. Seperti: kuman, bakteri, virus, parasit dan lain sebagainya (Nagiga dan Arty, 2009). Diare masih merupakan problema kesehatan utama pada anak terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Sanitasi dan kebersihan lingkungan yang buruk

4 merupakan faktor yang menyebabkan masih tingginya tingkat kejadian diare pada anak di Indonesia. Golongan umur yang paling menderita akibat diare adalah anakanak karena daya tahan tubuhnya yang masih lemah (Sofwan, 2010). Berdasarkan hasil survei Morbiditas Diare yang dilakukan Kementerian Kesehatan sejak tahun 1996 2010 angka kesakitan diare meningkat dari tahun 1996 hingga 2006, kemudian menurun pada tahun 2010. Pada tahun 2010 angka kesakitan diare sebesar 441 per 1.000 penduduk. Angka ini mengalami sedikit penurunan dibandingkan tahun 2006 yaitu 423 per 1.000 penduduk (Wijaya, 2012). Sekitar lima juta anak di seluruh dunia meninggal karena diare akut. Di Indonesia pada tahun 70 sampai 80-an, prevalensi penyakit diare sekitar 200-400 per 1000 penduduk per tahun. Dari angka prevalensi tersebut, 70-80% menyerang anak dibawah lima tahun. Data nasional Depkes menyebutkan setiap tahunnya di Indonesia 100.000 balita meninggal dunia karena diare. Itu artinya setiap hari ada 273 balita yang meninggal dunia dengan sia-sia, sama dengan 11 jiwa meninggal setiap jamnya atau 1 jiwa meninggal setiap 5,5 menit akibat diare (Depkes RI, 2011). Masih seringnya terjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB) diare menyebabkan pemberantasannya menjadi suatu hal yang penting. Di Indonesia KLB diare masih terus terjadi hampir disetiap musim sepanjang tahun. KLB diare menyerang hampir semua propinsi di Indonesia (Widoyono, 2008). Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2010 KLB diare terjadi di 11 provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 4.204 orang, jumlah kematian sebanyak 73 orang dengan CFR sebesar 1,74 % nilai CFR tersebut sama dengan CFR tahun 2009. Kecenderungan CFR diare pada periode tahun 2006-2010 adanya

5 peningkatan CFR yang cukup signifikan pada tahun 2007-2008, dari 1,79% menjadi 2,94%. Angka ini turun menjadi 1,74% pada tahun 2009 dan 2010. Penurunan angka Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare kurang signifikan yaitu target CFR saat KLB diharapkan < 1 %. Menurut Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010, dari 594.147 perkiraan kasus diare yang ditemukan dan ditangani sebanyak 243.214 kasus atau 44,29% sehingga angka kesakitan Incident Rate (IR) akibat diare per 1.000 penduduk mencapai 18,73%. Angka ini mengalami peningkatan pada tahun 2009 yaitu 12,98%. Pencapaian IR ini jauh dibawah target program yaitu 220 per 1.000 penduduk, rendahnya IR dikhawatirkan bukan merefleksikan menurunnya kejadian penyakit diare pada masyarakat tetapi lebih dikarenakan banyaknya kasus yang tidak terdata (under-reporting cases). Dari 33 kabupaten/kota yang ada, terdapat 2 kabupaten/kota yang melaporkan tidak ada kasus diare (nol) yaitu Kabupaten Labuhan Batu Selatan dan Nias Utara. Penemuan dan penanganan kasus diare tertinggi di Kabupaten Simalungun yaitu 129,39% dan terendah di Kabupaten Labuhan Batu Utara 2,78% (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2011). Menurut Profil Kesehatan Kota Medan tahun 2005 dilaporkan proporsi penderita rawat jalan di puskesmas untuk balita 2,68% yaitu 20.996 penderita dari 780.706 seluruh penderita berbagai jenis penyakit dan lain-lain. Penyakit diare menduduki urutan ke enam pada sepuluh penyakit terbesar di seluruh puskesmas kota Medan (Gunawan, 2010). Pada tahun 2007 menunjukkan jumlah kasus diare pada balita yang ditangani sebanyak 7.953 kasus (48,46% kasus) (Dinkes Medan, 2007).

6 Beberapa negara telah berhasil menurunkan angka kejadian dan kematian penyakit diare secara cepat yaitu dengan promosi kesehatan yang tepat tentang penanganan awal diare adalah dengan rehidrasi oral berupa paket oralit, yang diikuti dengan meneruskan pemberian minum dan makan selama anak diare. WHO menyatakan bahwa oral rehydration salt (ORS) merupakan langkah awal tepat dan efektif untuk melawan diare akut pada anak yang mampu menurunkan angka kematian balita dari 4,5 juta menjadi 1,8 juta (Askerning, 2007). Di Indonesia promosi kesehatan tentang pencegahan dan penanganan awal diare dapat disampaikan oleh petugas kesehatan seperti saat penyelenggaraan kegiatan posyandu karena pelayanan kesehatan dasar di Posyandu adalah pelayanan kesehatan yang mencakup sekurang-kurangnya 5 kegiatan, yakni Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), imunisasi, gizi, dan penanggulangan diare. Masih tingginya kasus diare pada balita menunjukkan bahwa peran ibu dalam melakukan pencegahan penyakit diare masih belum maksimal. Dimana ibu sebagai pengasuh yang terdekat dengan balita memiliki peran besar dalam melakukan pencegahan penyakit diare. Persepsi ibu yang salah dalam memandang penyakit yang diderita anak bisa memengaruhi tindakan ibu dalam melakukan pencegahan terhadap penyakit tersebut (Muswita, 2010). Salah satu cara sederhana pencegahan diare pada balita yang dapat dilakukan ibu adalah dengan cuci tangan pakai sabun (CTPS). Berdasarkan penelitian Curtis and Cairncross menunjukkan CTPS dapat mencegah kejadian diare hingga 47% (Nagiga dan Arty, 2009).

7 Untuk itu peran ibu menjadi sangat penting karena di dalam merawat anaknya ibu seringkali berperan sebagai pelaksana dan pembuat keputusan dalam pengasuhan anak, yaitu dalam hal memberi makan, memelihara kebersihan dan memberi perawatan bila anak sakit. Dengan demikian bila ibu berperilaku baik mengenai diare, ibu sebagai pelaksana dan pembuat keputusan dalam pengasuhan, diharapkan dapat memberikan pencegahan dan pertolongan pertama pada diare yang diderita anak (Purnamasari, 2011). Oleh karena itu ibu seharusnya mendapatkan pendidikan kesehatan mengenai cara pencegahan dan penanganan awal diare pada anak yang bertujuan untuk merubah pandangan, kebiasaan dan sikap hidup tradisional yang bertentangan dengan azas pemeliharaan kesehatan. Bahaya diare terletak pada dehidrasi maka penanggulangannya dengan cara mencegah dehidrasi. Diare akut memegang porsi terbesar dengan angka kejadian sekitar 85% dari seluruh kejadian diare pada anak. Angka kematian dilaporkan sekitar 8 dari 1.000 anak, dan kebanyakan disebabkan karena dehidrasi penyebab lainnya adalah disentri, kurang gizi, dan infeksi. Golongan umur yang paling menderita akibat diare adalah anak-anak karena daya tahan tubuhnya yang masih lemah (Sofwan, 2010). Diare menyebabkan kehilangan garam (natrium) dan air secara cepat, yang sangat penting untuk hidup. Jika air dan garam tidak digantikan cepat, tubuh akan mengalami dehidrasi. Bila penderita diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh maka hal ini menyebabkan kematian terutama pada bayi dan balita. Kematian terjadi jika kehilangan 10% cairan dalam tubuh. Maka dari itu ibu harus segera memberikan

8 terapi rehidrasi oral. Rehidrasi oral adalah upaya menggantikan cairan tubuh yang keluar bersama tinja dan cairan yang memadai. (Sudarmoko,2011). Hasil Survei Nasional tahun 2000 mengenai Morbiditas Diare dan Perilaku, diketahui 91,2 % masyarakat mengetahui tentang rehidrasi penderita saat diare, 90 % mengetahui tentang tanda bahaya diare, sebagian tahu tentang manfaat oralit (94,6 %) akan tetapi sebagian besar (49,3 %) tidak mau menggunakan oralit sebagai cairan rehidrasi di rumah tangga (Assiddiqi, 2009). Penelitian oleh Sodemann (1999) mendapatkan hasil bahwa mayoritas pengetahuan ibu tentang Oral Rehydration Salt ORS adalah baik, namun penggunaan ORS hanya (58%) pada saat episode diare dan beberapa diantaranya tidak tepat. Pada penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap penggunaan ORS adalah ketersediaan ORS di rumah tangga. Dapat ditarik kesimpulan dari penelitian tersebut bahwa kurangnya kewaspadaan atau kesadaran ibu dalam melakukan pencegahan dan penanganan penyakit diare yaitu dengan menyediakan ORS dirumah ( Askrening, 2007). Hasil Penelitian Ella (2007), menunjukkan pasien anak yang mengalami dehidrasi akibat diare di RSUP H. Adam Malik dari 39 sampel yang dianalisis, dijumpai 76.9% mengalami dehidrasi ringan atau sedang dan 23.1% dehdirasi berat. Berrdasarkan data tersebut dapat dilihat kejadian diare yang disertai dengan dehidrasi pada anak masih cukup tinggi. Kecamatan Medan Denai terdiri dari 6 kelurahan salah satunya yaitu kelurahan Tegal Sari Mandala III. Di Kecamatan Medan Denai terdapat 4 puskesmas. Berdasarkan distribusi penyakit diare yang terjadi pada balita di Kecamatan Medan Denai pada tahun 2007 yaitu Puskesmas Desa Binjei sebanyak 263 kasus, Puskesmas

9 Tegal Sari sebanyak 385 kasus, Puskesmas Medan Denai sebanyak 254 kasus dan Puskesmas Bromo sebanyak 746 kasus. Wilayah kerja puskesmas Tegal Sari meliputi kelurahan Tegal Sari Mandala I dan III. Dari data puskesmas Tegal Sari Medan Denai pada tahun 2010 terdapat 568 kasus diare dimana 214 kasus diare dialami oleh balita, yaitu 30 kasus diare dialami balita yang tinggal di kelurahan Tegal Sari Mandala I dan 180 kasus diare pada balita yang tinggal di kelurahan Tegal Sari Mandala III dan 4 kasus diare dialami oleh balita yang tinggal di luar wilayah kerja puskesmas Tegal Sari. Pada tahun 2011 terdapat 627 kasus diare dimana 205 kasus diare dialami oleh balita, yaitu 17 kasus diare dialami balita yang tinggal di kelurahan Tegal Sari Mandala I dan 185 kasus diare pada balita yang tinggal di kelurahan Tegal Sari Mandala III dan 3 kasus diare dialami oleh balita yang tinggal di luar wilayah kerja puskesmas Tegal Sari. Balita yang dibawa ibu berobat ke puskesmas karena diare biasanya setelah mengalami gejala dehidrasi ringan dan sedang. Balita yang menderita diare kebanyakan menderita diare akut dan merupakan pasien baru dan ada juga pasien lama. Dilihat dari jumlah kasus diare yang terjadi di Kelurahan Tegal Sari Mandala III menunjukkan angka kejadian diare masih cukup tinggi sehingga memerlukan perhatian untuk menanganinya. Berdasarkan pemikiran inilah, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran perilaku ibu tentang penanganan awal diare dalam mencegah terjadinya dehidrasi pada balita di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai tahun 2012.

10 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian adalah mengetahui gambaran perilaku ibu tentang penanganan awal diare dalam mencegah terjadinya dehidrasi pada balita di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai tahun 2012. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengambarkan gambaran perilaku ibu tentang penanganan awal diare dalam mencegah terjadinya dehidrasi pada balita di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai tahun 2012. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk menggambarkan pengetahuan ibu rumah tangga dalam melakukan penanganan awal diare dalam mencegah terjadinya dehidrasi pada balita di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai tahun 2012. 2. Untuk menggambarkan sikap ibu rumah tangga dalam dalam melakukan penanganan awal diare dalam mencegah terjadinya dehidrasi pada balita di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai tahun 2012. 3. Untuk menggambarkan tindakan ibu rumah tangga dalam melakukan penanganan awal diare dalam mencegah terjadinya dehidrasi pada balita di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai tahun 2012.

11 1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan kepada pemerintah dan instansi terkait untuk memecahkan masalah penelitian yang terkait dengan kejadian dehidrasi akibat diare pada balita. 2. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan sesuai dengan penelitian. 3. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat mengenai bahaya dehidrasi akibat diare pada balita dan pengobatan dini yang dapat dilakukan.