BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pada kehamilan cukup bulan (37 42 minggu), lahir spontan dengan presentasi

dokumen-dokumen yang mirip
Asfiksia. Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

NEONATUS BERESIKO TINGGI

ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR. Dosen Pengasuh : Dr. Kartin A, Sp.A.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SOP RESUSITASI BAYI BARU LAHIR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Keterangan : P1,2,3,...P15 : Pertanyaan Kuesioner. : Jawaban Tidak Setuju. No. Urut Resp

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bundar dengan ukuran 15 x 20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan beratnya 500

1. Pengertian Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate merupakan. indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan

KOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS. Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta

LBM 1 Bayiku Lahir Kecil

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal. kematian bayi. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan

PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari gram (sampai dengan g

BAB V PEMBAHASAN. bersalin umur sebanyak 32 ibu bersalin (80%). Ibu yang hamil dan

BAB I PENDAHULUAN. proses selanjutnya. Proses kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif.

BAB V PEMBAHASAN. sucking. Responden yang digunakan dalam penelitian ini telah sesuai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Dr. Hotma Partogi Pasaribu, Sp.OG. Departemen Obstetri & Ginekologi Fakultas kedokteran USU RSHAM -RSPM

EMBOLI CAIRAN KETUBAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. MDGS (Millenium Development Goals) 2000 s/d 2015 yang ditanda tangani oleh 189

A. Definisi B. Etiologi

PERDARAHAN ANTEPARTUM

BAB IV METODELOGI PENELITIAN Ruang Lingkup Ilmu Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Obstetri dan Ginekologi.

IBU DGN MOLAHIDATIDOSA, PLASENTA PREVIA, ABRUPSIO PLASENTA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

CAIRAN AMNION TERCAMPUR MEKONIUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA ASFIKSIA NEONATORUM PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2009

Pengertian. Bayi berat lahir rendah adalah bayi lahir yang berat badannya pada saat kelahiran <2.500 gram [ sampai dengan 2.

PENDAHULUAN. Sebagian besar kasus kematian ibu di dunia terjadi di negara- negara. bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Berdasarkan Survei

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010)

GAMBARAN FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA ASFIKSIA NEONATURUM PADA BAYI BARU LAHIR DI RUANG PERINATALOGI RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya 80-90% kehamilan akan berlangsung normal dan

BAB I PENDAHULUAN. bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Bayi dengan asfiksia neonatorum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PEMBAHASAN. Pada bab ini berisi pembahasan asuhan kebidanan pada Ny.S di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh pada proses laktasi. Dalam prosesnya kemungkinan keadaan

ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN PERSALINAN KALA II LAMA DENGAN ASFIKSIA BAYI BARU. LAHIR DI RSUD.Dr.H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN TAHUN Husin :: Eka Dewi Susanti

BAB I PENDAHULUAN. Millenium development goal (MDG) menargetkan penurunan AKI menjadi

Deteksi Dini Kehamilan, Komplikasi Dan Penyakit Masa Kehamilan, Persalinan Dan Masa Nifas

Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian neonatus, yaitu : 1. Hipotermia 2. Asfiksia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN

BAB I PENDAHULUAN. akibat dari berbagai perubahan anatomik serta fisiologik yang terjadi dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. hamil perlu dilakukan pelayanan antenatal secara berkesinambungan, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia saat ini masih tinggi

PERSALINAN KALA I. 1. kala 1 persalinan

ID Soal. Pertanyaan soal Menurut anda KPSW terjadi bila :

BAB I PENDAHULUHAN. kelahiran hidup, 334/ kelahiran hidup, dan 307/ kelahiran

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemia adalah berkurangnya volume sel darah merah atau menurunnya

Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns AKPER HKBP BALIGE

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. 45% dari kematian anak dibawah 5 tahun di seluruh dunia (WHO, 2016). Dari

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan pada 2007 sebesar 228 per kelahiran hidup. Kenyataan

2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan. 3. Sebagai bahan masukan atau sebagai sumber informasi yang berguna bagi

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan kehamilan yang dapat menyebabkan kematian (Dinana,

BAB I PENDAHULUAN. caesarea yaitu bayi yang dikeluarkan lewat pembedahan perut (Kasdu, 2003)

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan Komprehensif Kebidanan..., Harlina Destri Utami, Kebidanan DIII UMP, 2015

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA ASPHYXIA NEONATORUM PADA BAYI BARU LAHIR YANG DIRAWAT DI RSU DR PIRNGADI MEDAN TAHUN 2007 TESIS.

HUBUNGAN ANEMIA PADA IBU HAMIL YANG MENJALANI PERSALINAN SPONTAN DENGAN ANGKA KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RSUD SRAGEN TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan

BAB I PENDAHULUAN. melalui jalan lahir namun kadang-kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Berat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yaitu disebabkan karena abruptio plasenta, preeklampsia, dan eklampsia.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi yaitu perdarahan, infeksi dan pre eklampsia ( Saifuddin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya

Asuhan Kebidanan Koprehensif..., Dhini Tri Purnama Sari, Kebidanan DIII UMP, 2014

BAB I PENDAHULUAN. plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. umur kehamilan minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Badan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Persalinan sectio caesaria adalah proses melahirkan janin melalui insisi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Oleh : Devi Setiyana P

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kematian per kelahiran hidup. (Kemenkes RI 2015,h.104). Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia pada ibu hamil

I. PENDAHULUAN. terakhir (HPHT) atau, yang lebih akurat 266 hari atau 38 minggu setelah

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Persalinan dan Kelahiran Normal Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 24 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. 16 2.2 Asphyxia Neonatorum 2.2.1 Pengertian Asphyxia Neonatorum Kejadian asphyxia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. 17 Penyebab secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O 2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. 2.2.2 Etiologi Asphyxia Neonatorum Perkembangan paru paru bayi terjadi pada menit menit pertama kelahiran kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila didapati adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan berakibat asfiksia janin. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa kehamilan dan persalinan memegang peranan penting untuk keselamatan bayi.

2.2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Terjadi Asphyxia Neonatorum Toweil menggolongkan penyebab asphyxia neonatorum terdiri dari beberapa faktor yaitu faktor ibu, plasenta, neonatus dan persalinan. A. Faktor Ibu 1. Hipoksia Ibu Hipoksia dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa umumnya asphyxia neonatorum yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari hipoksia ibu dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. 2. Usia Ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun Umur ibu tidak secara langsung berpengaruh terhadap kejadian asphyxia neonatorum, namun demikian telah lama diketahui bahwa umur berpengaruh terhadap proses reproduksi. Umur yang dianggap optimal untuk kehamilan adalah antara 20-30 tahun. Sedangkan dibawah atau diatas usia tersebut akan meningkatkan risiko kehamilan maupun persalinan. Hal ini sejalan dengan penelitian Rehana Majeed menjelaskan usia yang kurang dari 18 tahun dan usia lebih dari 35 tahun menjadi penyebab asphyxia neonatorum pada bayi. 18 Pertambahan umur akan diikuti oleh perubahan perkembangan dari organ organ dalam rongga pelvis. Keadaan ini akan memengaruhi kehidupan janin dalam rahim. Pada wanita usia muda dimana organ-organ reproduksi belum sempurna secara keseluruhan, disertai kejiwaan yang belum bersedia menjadi seorang ibu.

3. Paritas Ibu Kehamilan yang paling optimal adalah kehamilan kedua sampai dengan ketiga. Kehamilan pertama dan kehamilan setelah ketiga mempunyai risiko yang meningkat. Pada penelitian Niluvar Shirene menyebutkan bahwa paritas mempunyai hubungan yang signifikan terhadap terjadinya asphyxia neonatorum pada bayi. 19 Klasifikasi paritas menurut Rustam Mochtar yaitu 20 : 1. Nullipara adalah status paritas seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi sama sekali. 2. Primipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi hidup untuk pertama kalinya. 3. Multipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi hingga beberapa kali. 4. Grandemultipara yang persalinan sudah dilakukan lebih dari 4 kali Pada ibu dengan paritas primipara perlu dikhawatirkan karena kekakuan jaringan panggul yang belum pernah menghadapi kehamilan akan banyak menentukan kelancaran proses kehamilan. Melihat kemampuan panggul tersebut, mengharuskan penilaian yang cermat dari keseimbangan ukuran panggul dan kepala janin. Kehamilan pada kelompok grandemultipara sering disertai penyulit, seperti kelainan letak, perdarahan ante partum, perdarahan post partum, dan lain-lain 21. Kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang kali diregangkan kehamilan, membatasi kemampuannya berkerut untuk menghentikan perdarahan sesudah persalinan. Disamping itu dinding rahim dan perut sudah kendur sehingga

kekuatan mendesak menurun. Keadaan ini banyak dijumpai tidak cukupnya tenaga untuk mengeluarkan janin yang dikenal dengan sebutan merits uteri. Keadaan ini akan lebih buruk lagi pada kasus dengan jarak kehamilan yang singkat. 22 4. Hipertensi pada Ibu Hipertensi adalah tekanan darah lebih tinggi dari tekanan darah normal yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hipertensi pada kehamilan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada ibu dan fetus 23. Hipertensi dalam kehamilan dapat menimbulkan berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin. 24 Menurut The Seven Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure ( JNC VII), wanita hamil dengan hipertensi harus diperlakukan dengan hati-hati karena meningkatkan risiko terhadap ibu dan janin 25. Salah satunya adalah preeklamsia, tekanan darah sistolik >140 mmhg atau tekanan darah diastolik >90 mmhg dengan proteinuria (300 mg/24 jam) setelah 20 minggu gestasi. Dapat berkembang menjadi eklamsi ( kejang). Sering pada wanita nullipara, kehamilan ganda, wanita dengan riwayat preeklamsi, wanita dengan riwayat penyakit ginjal. Preeklamsia dan eklamsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan. Pada preeklamsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Perubahan pada organ ibu yang mengalami preeklamsia dan eklamsia yaitu terjadinya aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preekslamsia dan eklamsia sering terjadi

peningkatan tonus rahim dan kepekaannya terhadap rangsang, sehingga terjadi partus prematurus dan asphyxia neonatorum. 26 5. Anemia pada Ibu Anemia adalah keadaan dimana seseorang memiliki kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 10gr% (anemia berat) atau kurang dari 6gr% (anemia gravis). Pada ibu hamil dikatakan anemia apabila memiliki kadar hemoglobin <11gr%. Diagnosis anemia ditegakkan berdasarkan temuan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering tidak khas. 20 Berdasarkan derajat dari anemia maka WHO dan National Cancer Institute (NCI) mengklasifikasikan anemia yaitu berat dan kronis. Anemia berat dapat bersifat akut dan kronis. Anemia kronis dapat disebabkan oleh Anemia Defisiensi Besi (ADB), sickle cell anemia (SCA), talasemia, spherocytosis, anemia aplastik dan leukemia. Anemia berat kronis juga dapat dijumpai pada infeksi kronis seperti tuberkulosis (TBC) atau infeksi parasit yang lama, seperti malaria, cacing dan lainnya. 27 Berdasarkan penelitian Evi Desfauza, risiko terjadinya asphyxia neonatorum pada ibu yang mengalami anemia 10 kali dibandingkan ibu yang tidak mengalami anemia 15. Pada anemia yang terjadi secara akut, penderita sering mengalami perburukan yang tiba-tiba seperti pada krisis aplastik ataupun perdarahan. Sedangkan pada anemia kronis, perburukan dijumpai bila telah terjadi disfungsi sistem organ tubuh, salah satunya disfungsi jantung. 28

B. Faktor Plasenta Plasenta merupakan akar janin untuk mengisap nutrisi dari ibu dalam bentuk oksigen, asam amino, vitamin, mineral, dan zat lainnya ke janin dan membuang sisa metabolisme janin dan CO2. Menurut penelitian Carolyn Salafia, gangguan yang terjadi pada plasenta berhubungan dengan asfiksia perinatal. Plasenta dapat memberikan latar belakang untuk membantu interpretasi dari urutan kejadian yang menyebabkan asfiksia perinatal akut. 29 Gangguan pertukaran gas di plasenta yang akan menyebabkan asfiksia janin. Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya plasenta previa, solusio plasenta dsb. 30 1. Plasenta Previa Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Insidensi plasenta previa adalah 0,4% - 0,6 %, perdarahan dari plasenta previa menyebabkan kira-kira 20 % dari semua kasus perdarahan ante partum. Sebanyak 70% pasien dengan plasenta previa mengalami perdarahan pervaginam yang tidak nyeri dalam trimester ketiga, 20% mengalami kontraksi yang disertai dengan perdarahan, dan 10% memiliki diagnosa plasenta previa yang dilakukan tidak sengaja dengan ultrasonografi atau pemeriksaan saat janin telah cukup bulan. Penyulit pada ibu dapat menimbulkan anemia sampai syok sedangkan pada pada janin dapat menimbulkan asphyxia neonatorum sampai kematian janin dalam rahim. 30

2. Solutio Plasenta Solutio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi diatas 22 minggu atau berat janin diatas 500 gr. 31 Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah antara plasenta dan dinding rahim yang dapat menimbulkan gangguan pada ibu dan janin. Penyulit terhadap janin tergantung luasnya plasenta yang lepas dapat menimbulkan asphyxia neonatorum ringan sampai kematian janin dalam rahim. 30 C. Faktor Neonatus 1. Prematur Bayi prematur adalah bayi lahir dari kehamilan antara 28 minggu 36 minggu. Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ dan alat-alat tubuh belum berfungsi normal untuk bertahan hidup diluar rahim. Makin muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh bayi makin kurang sempurna, prognosis juga semakin buruk. Karena masih belum berfungsinya organ-organ tubuh secara sempurna seperti sistem pernafasan maka terjadilah asfiksia. 25 2. Kehamilan Ganda Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan ganda dapat memberikan resiko yang lebih tinggi terhadap ibu dan bayi. Pertumbuhan janin pada kehamilan ganda tergantung dari faktor plasenta apakah menjadi satu atau bagaimana lokasi implementasi plasentanya. Hal ini dikuatkan oleh penelitian Rehana Majeed bahwa kehamilan ganda menaikkan resiko terjadinya asphyxia neonatorum sebesar 4,8 %. 18

Kemungkinan terdapat jantung salah satu janin lebih kuat dari yang lainnya, sehingga janin mempunyai jantung yang lemah mendapat nutrisi dan O 2 yang kurang menyebabkan pertumbuhan terhambat, sehingga menyebabkan asphyxia neonatorum sampai kematian janin dalam rahim. 30 D. Faktor Persalinan Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari uterus melalui vagina kedunia luar 32. Menurut Manuaba, persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan/kekuatan sendiri. 30 1. Persalinan Tindakan Persalinan dengan tindakan dapat menimbulkan asphyxia neonatorum yang disebabkan oleh tekanan langsung pada kepala, menekan pusat-pusat vital pada medula oblongata, aspirasi air ketuban, mekonium, cairan lambung dan perdarahan atau odema. 30 Persalinan anjuran dengan menggunakan prostaglandin akan menimbulkan kontraksi otot rahim yang berlebihan mengganggu sirkulasi darah sehingga menimbulkan asphyxia janin. 2. Persalinan Lama Persalinan lama yaitu persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primipara, dan lebih dari 18 jam pada multipara. Partus lama masih merupakan masalah di Indonesia. Mochtar menyebutkan bahwa kejadian partus lama sebesar 2,8% - 4,9%. Persalinan pada primipara biasanya lebih lama 5-6 jam dari pada

multipara. Bila persalinan berlangsung lama, dapat menimbulkan komplikasi baik terhadap ibu maupun pada bayi yang dapat meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. 20 2.2.4 Patofisiologi Asphyxia Neonatorum Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara, proses ini dianggap perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi primary gasping yang kemudian berlanjut dengan pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya. 33 Kegagalan pernafasan mengakibatkan gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida sehingga menimbulkan berkurangnya oksigen dan meningkatnya karbondioksida, diikuti dengan asidosis respiratorik 33. Apabila proses berlanjut maka metabolisme sel akan berlangsung dalam suasana anaerobik yang berupa glikolisis glikogen sehingga sumber utama glikogen terutama pada jantung dan hati akan berkurang dan asam organik yang terjadi akan menyebabkan asidosis metabolik 34. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan beberapa keadaan di antaranya 35 : a. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan memengaruhi fungsi jantung. b. Terjadinya asidosis metabolik mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.

c. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darah ke paru dan sistem sirkulasi tubuh lain mengalami gangguan. Sehubungan dengan proses fisiologis tersebut maka fase awal asfiksia ditandai dengan pernafasan cepat dan dalam selama tiga menit (periode hiperpneu) diikuti dengan apneu primer kira-kira satu menit dimana pada saat ini denyut jantung dan tekanan darah menurun. Kemudian bayi akan mulai bernafas (gasping) 8-10 kali/menit selama beberapa menit, gasping ini semakin melemah sehingga akhirnya timbul apneu sekunder 36. Pada keadaan normal fase-fase ini tidak jelas terlihat karena setelah pembersihan jalan nafas bayi maka bayi akan segera bernafas dan menangis kuat. 37 Pemakaian sumber glikogen untuk energi dalam metabolisme anaerob menyebabkan dalam waktu singkat tubuh bayi akan menderita hipoglikemia. Pada asfiksia berat menyebabkan kerusakan membran sel terutama sel susunan saraf pusat sehingga mengakibatkan gangguan elektrolit, berakibat menjadi hiperkalemia dan pembengkakan sel. Kerusakan sel otak terjadi setelah asfiksia berlangsung selama 8-15 menit. 38 Manifestasi dari kerusakan sel otak dapat berupa Hypoxic Ischemic Encephalopathy (HIE) yang terjadi setelah 24 jam pertama dengan didapatkan adanya gejala seperti kejang subtel, multifokal atau fokal klonik. Manifestasi ini dapat muncul sampai hari ketujuh dan untuk penegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang seperti ultrasonografi (USG) kepala dan rekaman elektroensefalografi (EEG). 39

Menurun atau terhentinya denyut jantung akibat dari asfiksia mengakibatkan iskemia. Iskemia akan memberikan akibat yang lebih hebat dari hipoksia karena menyebabkan perfusi jaringan kurang baik sehingga glukosa sebagai sumber energi tidak dapat mencapai jaringan dan hasil metabolisme anaerob tidak dapat dikeluarkan dari jaringan. 40 Iskemia dapat mengakibatkan sumbatan pada pembuluh darah kecil setelah mengalami asfiksia selama lima menit atau lebih sehingga darah tidak dapat mengalir meskipun tekanan perfusi darah sudah kembali normal. Peristiwa ini mungkin mempunyai peranan penting dalam menentukan kerusakan yang menetap pada proses asfiksia. 40 2.2.5 Diagnosis Asphyxia Neonatorum Diagnosis asphyxia neonatorum tidak hanya ditegakkan setelah bayi lahir, tetapi juga dapat ditegakkan sewaktu janin masih berada dalam rahim. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa umumnya asphyxia neonatorum yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin. Diagnosis anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tandatanda gawat janin. Tiga hal perlu mendapat perhatian, yaitu 41 : A. Denyut Jantung Janin Frekuensi denyut jantung janin normal antara 120 dan 160 denyut per menit, Selama his, frekuensi ini bisa turun, tetapi kembali lagi kepada keadaan semula di luar his. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 per menit di luar his, dan lebih

lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik elektrokardiograf janin digunakan untuk terus-menerus mengawasi keadaan denyut jantung dalam persalinan. B. Mekonium dalam Air Ketuban Mekonium adalah kotoran atau feses yang dihasilkan bayi selama di dalam rahim. Mekonium dibentuk dalam saluran pencernaan bayi dari bahan baku berupa materi hasil metabolisma tubuh yang bersifat steril, dan umumnya berwarna hijau. Normalnya mekonium baru akan dikeluarkan oleh tubuh bayi pada saat dia mulai mengonsumsi makanan padat pertama. Pada kondisi stres di dalam kandungan, misalnya akibat kekurangan kadar oksigen, bayi akan mengeluarkan mekonium sehingga tercampur dengan cairan amnion air ketuban. Kondisi stres juga akan membuat bayi menghirup dengan kuat cairan amnion berisi mekonium sehingga masuk ke dalam paru-paru dan menyebabkan pembengkakan (pneumonitis). Ini mengakibatkan penyumbatan saluran pernapasan dan membuat bayi mengalami kesulitan bernapas. Adanya mekonium dalam air ketuban dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan. C. Pemeriksaan ph Darah Janin Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin.darah ini diperiksa phnya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya ph. Apabila ph itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya. Diagnosis gawat janin sangat penting untuk dapat menyelamatkan bayi, sehinga membatasi morbiditas dan mortalitas perinatal. Selain itu kelahiran bayi yang

telah menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan asphyxia neonatorum. Tabel 2.1 Penetapan Nilai Apgar Neonatus pada Diagnosa Asphyxia Neonatorum Nilai 0 1 2 Frekuensi jantung Tidak ada Kurang dari 100 per menit Lebih dari 100 per menit Usaha Bernafas Tidak ada Lambat, tidak teratur, menangis lemah Kuat, baik, menangis kuat Tonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksi sedikit Gerakan aktif Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Batuk atau bersin Warna kulit Biru pucat Tubuh kemerahan, ekstremitas biru Tubuh dan ekstremitas kemerahan Berdasarkan penilaian APGAR dapat diketahui derajat vitalitas bayi. Derajat vitalitas bayi adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat esensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan refleks-refleks primitif seperti mengisap dan mencari puting susu, salah satu menetapkan derajat vitalitas bayi lahir dengan nilai APGAR. 42 Nilai Apgar adalah sebuah metode yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1952 oleh Dr. Virginia Apgar sebagai sebuah metode sederhana untuk secara cepat menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir sesaat setelah kelahiran. Tabel. 2.2 Derajat Vitalitas Bayi Lahir Menurut Nilai APGAR NO Klasifikasi Nilai APGAR Derajat Vitalitas 1 A Asfiksia Ringan / tanpa asfiksia 7 10 - Tangisan kuat disertai gerakan aktif 2 3 B Asfiksia Sedang 4 6 C Asfiksia Berat 0 3 - Pernafasan tidak teratur, megap-megap, atau tidak ada pernafasan - Denyut jantung lebih dari 100 kali per menit - Tidak ada pernafasan - Denyut janatung 100 kali per menit atau kurang 4 D Stillbirth (lahir mati) 0 - Tidak ada pernafasan - Tidak ada denyut jantung

Dalam penilaian status klinik digunakan penilaian Apgar untuk menentukan keadaan bayi pada menit ke-1 dan ke-5 sesudah lahir. Nilai pada menit pertama untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai ini berkaitan dengan keadaan asidosis dan kelangsungan hidup. Nilai pada menit kelima untuk menilai prognosis neurologik. 43 2.2.6 Pencegahan Asphyxia Neonatorum Pencegahan, eliminasi dan antisipasi terhadap faktor-faktor risiko asphyxia neonatorum menjadi prioritas utama. Pencegahan terhadap asphyxia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau meminimalkan faktor risiko penyebab asphyxia neonatorum. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Bila ibu memiliki faktor risiko yang memungkinkan bayi lahir dengan asphyxia neonatorum, maka langkahlangkah antisipasi sangat perlu dilakukan. 44 A. Pencegahan Primer Pencegahan primer yaitu mengurangi kejadian asphyxia neonatorum dengan cara mengendalikan faktor risiko asphyxia neonatorum. Pencegahan primer yang dapat dilakukan dalam penanganan asphyxia neonatorum yaitu a. Melakukan persalinan dengan tenaga kesehatan yang terampil. b. Pengadaan kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait. Upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah

akibat banyak faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. c. Melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali. d. Menjalani Ante Natal Care (ANC) baik berupa penyuluhan ataupun peningkatan gizi untuk mengurangi risiko ketika menjalani persalinan. e. Melakukan diagnosa pada saat janin berada dalam rahim seperti denyut jantung janin, ketersediaan mekonium dalam air ketuban dan ph darah janin. B. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder bertujuan untuk mengobati bayi yang menderita asphyxia neonatorum dan mengurangi akibat yang lebih serius. Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan dalam penanganan asphyxia neonatorum yaitu a. Peningkatan kerjasama antar tenaga obstetri di kamar bersalin. Perlu diadakan pelatihan untuk penanganan situasi yang tak diduga dan tidak biasa yang dapat terjadi pada persalinan b. Pemeriksaan berkala pada bayi yang menderita asphyxia neonatorum. C. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier bertujuan untuk mengurangi perkembangan komplikasi asphyxia neonatorum dan mengurangi akibat yang lebih serius. Pencegahan tersier yang dapat dilakukan dalam penanganan asphyxia neonatorum yaitu a. Melakukan resusitasi pada bayi yang menderita asphyxia neonatorum. Pada setiap kelahiran, tenaga medis harus siap untuk melakukan resusitasi pada bayi baru lahir karena kebutuhan akan resusitasi dapat timbul secara tiba-tiba. Karena alasan inilah, setiap kelahiran harus dihadiri oleh paling tidak seorang

tenaga terlatih dalam resusitasi neonatus, sebagai penanggung jawab pada perawatan bayi baru lahir. b. Mengantisipasi dengan memanggil tenaga terlatih tambahan. Dengan pertimbangan yang baik terhadap faktor risiko, lebih dari separuh bayi baru lahir yang memerlukan resusitasi. 2.2.7 Penatalaksanaan pada Bayi Baru Lahir Penatalaksanaan dilakukan pada yang bayi baru lahir. Langkah yang perlu dilakukan adalah 16 : a. Membersihkan jalan nafas yang dimulai dari saat bayi keluar dari jalan lahir dengan menggunakan kasa steril untuk membersihkan jalan nafas dari cairan ketuban. Selanjutnya pembersihan jalan nafas dengan menggunakan pengisap lendir setelah tali pusat dipotong. Bila cairan ketuban tidak bercampur dengan mekoneum pengisap lendir cukup dari mulut dan hidung saja, tetapi bila terdapat mekonium diperlukan pengisapan langsung dari trakea. b. Pemotongan tali pusat dilakukan dengan menggunakan pisau atau gunting yang steril atau desinfektan tingkat tinggi ( DTT). Periksa tali pusat setiap 15 menit untuk mendeteksi kemungkinan adanya perdarahan, jangan mengoleskan salep apapun atau zat lain ke tampuk tali pusat. Hindari pembungkusan tali pusat. Tampuk tali pusat yang tidak tertutup akan mengering dan putus lebih cepat dengan komplikasi yang lebih sedikit. c. Selanjutnya upaya mencegah kehilangan panas dengan cara meletakkan bayi dibawah alat pemancar panas, dan mengeringkan bayi dari air ketuban serta

menyingkirkan kain pengering yang basah, kemudian melakukan penentuan apgar skor untuk menentukan langkah yang akan diambil selanjutnya dan merupakan penilaian kondisi bayi saat baru lahir (menit 1 dan ke 5). Nilai Apgar 1 dan 5 menit yang rendah merupakan indikator untuk identifikasi kebutuhan bayi akan resusitasi 45. Apabila nilai apgar < 7 masih diperlukan penilaian tambahan yaitu setiap 5 menit sampai 20 menit atau sampai dua kali penilaian menunjukkan nilai 8 atau lebih. Nilai pada menit pertama berguna untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai ini berkaitan dengan keadaan asidosis dan kelangsungan hidup. Nilai pada menit kelima berguna untuk menilai prognosis neurologic. 2.2.8 Batasan dalam Penilaian Apgar a. Resusitasi segera dimulai bila diperlukan, dan tidak menunggu sampai ada penilaian pada menit pertama. b. Keputusan perlu-tidaknya resusitasi maupun penilaian respon resusitasi cukup dengan menggunakan evaluasi frekuensi jantung, aktifitas respirasi dan tonus neuromuscular daripada dengan nilai Apgar total.

2.2.9 Manajemen Asphyxia Neonatorum Penilaian Bayi tidak menangis, tidak bernafas atau megap-megap Langkah awal (dilakukan dalam 30 detik): 1. Jaga bayi hangat 2. Atur posisi bayi 3. Isap lendir 4. Keringkan dan rangsang taktil 5. Reposisi 6. Penilaian apakah bayi menangis atau bernafas spontan dan teratur. Ya Tidak Ventilasi 1. Pasang sungkup, perhatikan lekatan 2. Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm air, amati gerakan dada bayi 3. Bila dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali dengan tekanan 20 cm air dalam 30 detik 4. Penilaian apakah bayi menangis atau bernafas spontan dan teratur. Ya Tidak Lanjutkan ventilasi, hentikan tiap 30 detik Penilaian apakah bayi menangis atau bernafas spontan dan teratur Ya Tidak Setelah ventilasi selama 2 menit tidak berhasil, siapkan rujukan. Asuhan Pasca Resusitasi 1. Jaga bayi agar tetap hangat 2. lakukan pemantauan 3. konseling 4. pencatatan Bila bayi tidak bisa dirujuk dan tidak bisa bernafas hentikan ventilasi setelah 20 menit Konseling dukungan emosional Pencatatan bayi meninggal Gambar 2.1. Alur Manajemen asphyxia neonatorum 3

2.3. Kerangka Konsep Penelitian Faktor Ibu : 1. Umur ibu 2. Paritas 3. Hipertensi 4. Anemia Faktor bayi : 1. Berat badan lahir 2. Gemeli Kejadian asphyxia neonatorum Faktor Persalinan 1. Persalinan tindakan 2. Persalinan lama Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian