BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup remaja yang telah digemari oleh masyarakat yaitu mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan mengakibatkan gangguan pada organ hati yang disebut hepatitis. Angka kematian akibat konsumsi minuman alkohol di Indonesia adalah sekitar 50 orang per hari atau sekitar 18.000 per tahun (Conreng et al., 2014). Metabolisme etanol terjadi di hati yang dapat meningkatkan radikal bebas di dalam tubuh. Pada reaksi biotransformasi, etanol mengalami dua fase yaitu fungsionalisme (fase I) dan konyugasi (Fase II). Khusus reaksi fase I, etanol mengalami reaksi oksidasi menjadi asetaldehid oleh alkohol dehidrogenase (ADH). Kekurangan ADH pada hati dapat digantikan oleh enzim Microsomal Ethanol Oxidizing System (MEOS atau P4502E1). Perubahan aldehid menjadi etanol ataupun sebaliknya dapat menghasilkan radikal hidroksil ( OH) atau sebagai Radical oxygen species (ROS) maupun metabolit toksik lain seperti fatty acid ethyl esters/faees (Suaniti et al., 2013). Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya, senyawa ini bersifat sangat reaktif, dengan cara menyerang dan mengikat atau menarik elektron molekul yang berada di sekitarnya. ROS dapat menyebabkan kerusakan pada senyawa-senyawa biomolekul seperti karbohidrat, protein, lipid, dan DNA. Jika radikal bebas yang 1
2 dihasilkan melebihi antioksidan dalam tubuh dapat menyebabkan keadaan stres oksidatif (Hardianty, 2011). Stres oksidatif dalam tubuh dapat terdeteksi dari adanya senyawasenyawa penanda atau biomarker stres oksidatif, salah satunya adalah 8-OHdG (8- Hidroksi-2 -deoksiguanosin). Senyawa 8-OHdG merupakan senyawa yang mudah larut dalam air sehingga dapat ditemukan pada cairan biologis, seperti serum darah dan urin. Senyawa 8-OHdG terbentuk karena tidak adanya protein protektif (histon) pada DNA mitokondria. Radikal hidroksil dapat mengoksidasi guanosin menjadi 8-OHdG, sehingga dapat mengubah DNA dan mengakibatkan terjadinya mutagenesis atau karsinogenesis. Akibat yang dialami apabila terjadi mutagenesis dan karsinogensesis adalah penuaan atau degeneratif dan penyakit kanker (Muctahdi, 2013). Kadar 8-OHdG di dalam tubuh dapat diturunkan dengan mengonsumsi senyawa antioksidan. Antioksidan adalah molekul yang dapat menetralkan radikal bebas dengan cara menerima atau mendonorkan satu elektron untuk menghilangkan elektron yang tidak berpasangan. Senyawa golongan flavonoid merupakan senyawa yang bersifat antioksidan karena dapat mengubah radikal hidroksil menjadi H 2 O 2 dengan tahap terminasi, kemudian dengan bantuan katalase H 2 O 2 diubah menjadi H 2 O. Flavonoid sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan antara oksidan dengan antioksidan di dalam tubuh. Menurut Muchtadi (2013) flavonoid mempunyai aktivitas antioksidan yang paling potensial, karena struktur kimianya yang mengandung o-difenol, suatu ikatan rangkap 2-3 berkonyugasi dengan hidroksil pada posisi 3 dan 5. Flavonoid
3 bermanfaat dalam mencegah kerusakan sel akibat stres oksidatif. Pada penelitian yang dilakukan Jawi et al. (2008) menyatakan hasil penelitian pada ekstrak ubi jalar ungu yang mengandung senyawa golongan flavonoid dapat menurunkan kadar malondialdehyde (MDA) pada mencit yang diberikan beban aktivitas fisik maksimal. Menurut Sumardika dan Jawi (2012), mekanisme kerja dari flavonoid sebagai antioksidan bisa secara langsung maupun tidak langsung. Flavonoid sebagai antioksidan secara langsung adalah dengan mendonorkan ion hidrogen sehingga dapat menetralisir efek toksik dari radikal bebas, sedangkan flavonoid sebagai antioksidan tidak langsung yaitu dengan meningkatkan ekspresi gen antioksidan endogen. Senyawa flavonoid pada tanaman di alam sangatlah berlimpah, salah satu tanaman yang mengandung flavonoid yaitu tanaman mahoni (Swietenia mahagoni Jacq), misalnya pada biji, kulit, dan batang (Sianturi, 2001). Menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991), biji mahoni dengan jenis Swietenia mahagoni Jacq ternyata dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit diantaranya penyakit darah tinggi, kencing manis, rematik, dan biji mahoni juga berpotensi untuk mengobati penyakit kanker (Ayuni dan Sukarta, 2013; Putri (2004). Uji fitokimia biji mahoni yang telah dilakukan Rasyad et al., 2012 menyatakan bahwa biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) mengandung alkaloid, saponin, steroid, terpenoid, dan flavonoid. Sedangkan pada penelitian Suryani et al. (2013) menyatakan kandungan fenol dalam ekstrak biji mahoni dengan jenis Swietenia mahagoni Jacq sebanyak 13,243 gram yang setara dengan
4 356,24 ± 3,44 mg asam galat dan setara dengan 33,11 ± 8,83 mg katekin. Dengan kadar fenol tersebut peneliti tertarik menguji aktivitas senyawa flavonoid pada biji mahoni untuk menurunkan kadar 8-OHdG pada tikus yang terpapar etanol. Menurut Ogino dan Wang (2007), ELISA merupakan metode yang sangat popular digunakan dalam menganalisis 8-OHdG pada sampel biologis (darah atau urin). Uji ini memiliki beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana, cepat, dan memiliki sensitivitas yang cukup tinggi. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah ekstrak biji mahoni mengandung senyawa flavonoid? 2. Apakah fraksi biji mahoni yang mengandung senyawa flavonoid dapat menurunkan konsentrasi 8-OHdG pada tikus yang terpapar etanol? 3. Berapakah dosis optimal fraksi biji mahoni yang mampu menurunkan konsentrasi 8-OHdG pada tikus yang terpapar etanol agar kembali sehat? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini, diantaranya: 1. Untuk mengetahui biji mahoni mengandung senyawa flavonoid. 2. Untuk mengetahui aktivitas fraksi biji mahoni yang mengandung flavonoid terhadap penurunan konsentrasi 8-OHdG.
5 3. Untuk mengetahui dosis yang optimal fraksi biji mahoni yang mampu menurunkan konsentrasi 8-OHdG pada tikus yang terpapar etanol agar kembali sehat. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memaksimalkan potensi biji mahoni yang dapat digunakan sebagai antioksidan dalam menurunkan konsentrasi 8-OHdG.