I. PENDAHULUAN. Persoalaan konflik termasuk masalah yang menyangkut kepentingan publik

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Bentrokan massa kembali terjadi di Kabupaten Lampung Selatan antara Desa

VI. SIMPULAN DAN SARAN. Kecamatan Way Panji yang terletak di Kabupaten Lampung Selatan maka dapat

I. PENDAHULUAN. Bentrok antara kedua desa, yaitu Desa Balinuraga dengan Desa Agom, di

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan data yang ada penduduk Kabupaten Lampung Selatan secara garis

METODE PENELITIAN. Creswell dalam Herdiansyah, (2010 :8) menyatakan bahwa penelitian kualitatif

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya,

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

I. PENDAHULUAN. ditentukan. Pemimpin dan kepemimpinan masa depan, erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. langsung dalam pemelihan presiden dan kepala daerah, partisipasi. regulasi dalam menjamin terselenggaranya pemerintahan

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. bersumber dari wawancara dengan beberapa warga dan tokoh adat di Lampung

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2

BAB I PENDAHULUAN. Kasus sengketa lahan di Indonesia lebih banyak merupakan. dengan akses dan kepemilikan lahan yang kemudian berujung pada konflik

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar

BAB I PENDAHULUAN. paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah setengah abad lebih Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia yang merupakan bangsa yang multi

Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN BENCANA

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2009)

I. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita

Plenary Session III : State and Religion-Learning from Best Practices of each Country in Building the Trust and Cooperation among Religions

I. PENDAHULUAN. lain, sementara kebudayaan adalah suatu sistem norma dan nilai yang

I. PENDAHULUAN. Konflik timbul karena adanya kesenjangan fakta dan realita dalam masyarakat. Latar

BAB 1 PENDAHULUAN. dari pulau Jawa, Bali, Sulawesi, Kalimantan dan daerah lainnya. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

ETNIK KONFLIK DAN PERDAMAIAN DI KALIMANTAN TENGAH

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat

FAKTOR-FAKTOR KUNCI KEBERHASILAN DIALOG JAKARTA JAYAPURA 1

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Muslim dunia (Top ten largest with muslim population, 2012). Muslim

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Kesimpulan Diskusi Oleh: [Kelompok 3] Aspek-Aspek Sosial Konflik dan Kerentanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. berjalan lancar jika didukung oleh adanya kondisi yang aman dan tenteraman. Salah satu hal

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas

I. PENDAHULUAN. bermacam-macam pula kebudayaan,adat istiadat, ciri-ciri, kehendak, kebiasaan, bahasa, dan kepercayaan di Indonesia.

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Dalam Tabel 1.1 terlihat bahwa pertumbuhan penduduk Kota Depok menunjukkan peningkatan secara signifikan. Peningkatan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang

I. PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial dalam suatu masyarakat pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari masyarakat desa itu sendiri sesuai dengan apa yang sudah disepakati

Pemekaran Wilayah. Tabel Pemekaran Daerah Tahun

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

PROBLEMATIKA RUU KEAMANAN NASIONAL. Oleh: Al Araf

Azmi Gumay-Lukas S. Ispandriarno

Bab Tiga Belas Kesimpulan

Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

SISTEM PENANGANAN DINI KONFLIK SOSIAL DENGAN NUANSA AGAMA

Oleh: DEPUTI VI/KESBANG KEMENKO POLHUKAM RAKORNAS FKUB PROVINSI DAN KAB/KOTA SE INDONESIA

SAMBUTAN KUNCI MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN PADA PERTEMUAN BAKOHUMAS TINGKAT NASIONAL DAN ANUGERAH MEDIA HUMAS TAHUN 2013

Meski sudah padam, tapi tidak ada jaminan tidak akan meletus lagi kan?

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi persyaratan (Sumarno, 2005:131). pelaksanaan pemilihan kepala daerah ( pilkada ).

Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid dan

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

LKjIP PA Watampone Tahun BAB I PENDAHULUAN

menjadi pemberitaan yang sering kali dikaitkan dengan isu agama. Budi Gunawan dalam bukunya Terorisme : Mitos dan Konspirasi (2005, 57) menekankan : K

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara,

Assalamu alaikum warohmatullahi wabarokaatuh Salam sejahtera bagi kita semua;

BAB 1 PENDAHULUAN. manusialah yang menjalankan fungsi-fungsi manajemen yaitu POAC ( Planning,

digunakan untuk mengenyampingkan dan atau mengabaikan hak-hak asasi lainnya yang harus dipenuhi negara, sebagaimana ketentuan hukum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Lokasi Penelitian Desa Agom dan Desa Balinuraga

BAB I PENDAHULUAN. umum dikenal dengan masyarakat yang multikultural. Ini merupakan salah satu

GAMBARAN UMUM. Bergesernya paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari government ke

CATATAN TANGGAPAN TERHADAP RUU KAMNAS

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

Bab I U M U M 1.1 Latar Belakang

AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI LSM: Perspektif Pemerintah Daerah

DATA PELANGGARAN HAM DI INDONESIA 1. Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu yang Belum Tersentuh Proses Hukum

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

BUPATI FLORES TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DESA

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB II LATAR BELAKANG KONFLIK DAYAK MADURA DI SAMALANTAN A. Alasan Budaya. berkelompok, memiliki rasa solidaritas tinggi di antara sesama etnisnya dan

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH KECAMATAN PRAYA DESA MEKAR DAMAI Alamat : Jln. Taruna Jaya 01 Km Tlpn/Hp Kode Pos 8351I

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalaan konflik termasuk masalah yang menyangkut kepentingan publik (keamanan), dimana memahami peran pemerintah dalam merespon persoalaan publik adalah sesuatu yang sangat penting. Kemampuan pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan publik menjadi titik tekan kredibilitas pemerintah dalam pengelolaan konflik yang setiap waktu dapat terjadi. Maka dari itu kehadiran negara mutlak diperlukan dalam penangan konflik yang terjadi di aras lokal dalam menjaga bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beragam konflik yang terjadi di Indonesia diantaranya konflik-konflik yang berlatar belakang kesukuan seperti yang terjadi di Kalimantan Barat, Kalimantan tengah, Solo, dan Nusa Tenggara Barat. Konflik yang berlatar belakang keagamaan juga terjadi di Poso dan Ambon. Baru-baru ini konflik yang masih berlatar belakang kesukuan juga terjadi di Kabupaten Lampung Selatan Konflik sering dimaknai berupa benturan seperti perbedaan pendapat, persaingan atau pertentangan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, serta antara individu atau kelompok dengan pemerintah (Surbakti dalam putra, 2009:12). Konflik bisa muncul dalam berbagai latar seperti permasalahan antar individu maupun kelompok, baik yang

2 menyangkut ekonomi, politik ataupun sosial budaya seperti stereotipe yang berarti berprasangka buruk terhadap suku lain. Pada awalnya, demokrasi telah melahirkan respon keras masyarakat berupa tuntutan bagi adanya penyelenggaraan tata kelola pemerintah yang baik (good governance). Menurut Utomo dalam Putra (2009: 21), government sebagai pemerintahan yang bertumpu kepada otoritas telah berubah ke governance yang bertumpu yang bertumpu kepada kompatibilitas, sehingga pemerintah tidak lagi menjadi pemain tunggal. Memahami prinsip governance dalam pengelolaan konflik sendiri mengindikasikan adanya usaha perlibatan aktor atau lembaga non-negera dalam proses penyelesaian konflik. Dengan adanya penarikan oleh negara tersebut tentunya akan lebih melegitimasi masyarakat sipil (civil society) serta swasta (economic society) sebagai bagian integral governance dalam sebuah lingkup yang disebut sebagai pemberdayaan oleh negara, sehingga ada semacam kemitraan (partnership) antara negara (state) dan masyarakat (society) yang mengakibatkan makna administrasi publik berkembang menjadi kegiatan kemitraan (Nugroho dalam Putra 2009:22). Seiring dengan era desentralisasi dimana pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada Pemerintah daerah untuk mengurus daerahnya secara mandiri, efektif dan efisien. Maka sangat penting untuk diterapkanya penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan partisipasi masyarakat (civil society) sebagai salah satu prinsip dalam good

3 governance yang menjadi layak untuk dijalankan dalam proses penangan konflik lokal. Topik yang memfokuskan Negara dan konflik menarik untuk dikaji dikarenakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, konflik mungkin tidak dapat dihindari. Interaksi yang beraneka ragam kepentingan baik secara ekonomi, politik dan sosial budaya dalam bernegara pada giliranya akan menimbulkan berbagai benturan dan gesekan hingga berujung kekerasan apabila tidak dikelola dengan baik. Hal ini mempertegas bahwa konflik merupakan realitas yang normal dalam setiap interaksi yang terjadi. Sehingga dapat dikatakan kondisi damai merupakan masa sela diantara dua atau lebih konflik. Selain itu Negara yang dalam konteks ini direpresentasikan oleh pemerintah hampir selalu bertindak sebagai pemadam kebakaraan semata. Pemerintah baru bertindak setelah konflik meledak menjadi kekerasan atau kerusuhan massal, seolah olah pemerintah diam dan kecolongan. Padahal Pemerintah bisa berfungsi sebagai early respon system dalam setiap interaksi yang berpotensi konflik Penelitian yang mencoba mengangkat tema konflik menjadi amat penting untuk mencegah dan memperbaiki hal-hal yang tidak diinginkan, dengan argumentasi kasus konflik yang terjadi seperti di Lampung Selatan tidak hanya mengakibatkan kerugian fisik namun juga dapat mengakibatkan kerugian non-fisik yang juga dapat digolongkan sebagai bencana sosial. Bencana sosial memiliki karakteristik tersendiri dalam dampaknya seperti hilangnya modal sosial yang berbentuk trust, social values, networking dan yang lainya yang sebenarnya sangat berperan penting bagi proses berlangsungnya pembangunan di suatu daerah.

4 Konflik yang terjadi secara terus menerus menjadi acaman serius akan terjadinya disintegrasi bangsa, sehingga di titik yang ekstrim dapat terjadi pemisahan wilayah dalam suatu Negara (separatis) dan ini mengancam keutuhan Bangsa Indonesia yang terangkum dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya sebagai wilayah yang memiliki potensi ekonomi dan politik yang strategis konflik dapat menjadi penghambat pembangunan yang terjadi di daerah tersebut. Iklim usaha dan proses pemerintahan menjadi tidak kondusif untuk dijalankan dan akan berujung pada gagalnya pemenuhunan kesejahteraan di masyarakat. Konflik antara suku Lampung yang notabene pribumi dengan suku Bali yang merupakan pendatang meletus hingga dua kali dalam setahun terakhir (2012). Konflik pertama meletus pada 24 januari 2012 terjadi antara Desa Kota (Lampung) dalam dan Desa Napal (Bali) kemudian konflik yang kedua terjadi pada 28 Oktober 2012 antara Desa Agom (suku Lampung) dan Desa Balinuraga (Bali). Menurut sumber yang diberitakan permasalahan yang ditimbulkan tergolong masalah yang kecil seperti masalah motor di parkiran (konflik pertama) dan diganggunya pemudi desa agom oleh pemuda desa balinuraga sehingga menyebabkan terjatuh dari motor (konflik kedua). Dalam setahun terakhir intensitas konflik antara kedua etnik ini semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut :

5 Tabel 1. Peristiwa konflik antara Suku Bali dan Lampung di Lampung Selatan No Peristiwa Lokasi Waktu 1 Terjadi keributan antara Desa palas Pasmah (semendo) dengan Desa Patok (Bali) dikarenakan acara organ tunggal mengakibatkan 2 luka dan 1 tewas Desa Palas 7 April 2004 2 Keributan di depan Rumah saudara Misto dengan saudara Wayan Sumare akibat pelemparan, pemukulan dan pengerusakan sepeda motor milik saudara Wayan Sumare Desa Sidoarjo Kec. Sidomulyo 26 juni 2005 3 Pengerusakan rumah Saudara misto yang dilakukan 100an dari desa Balinuraga 4 Terjadi keributan Warga Desa Palas Pasmah dengan Desa Bali agung disebabkan perkelahian pelajar mengakibatkan 1 orang meninggal 2 luka dan 7 rumah rusak 5 Keributan Sdr.Wayan anggi pemuda desa bali pinginditan dengan warga desa Canggu kalianda akibat senggolan organ tungggal. Mengakibatkan Saudara Wayan meninggal 6 Warga Balinuraga melakukan pembakaran, belasan rumah suku Lampung terbakar. Disebabkan kerusuhan akibat orgen tunggal yang lalu 7 Warga Bali Napal melakukan penyerangan terhadap desa Kota Dalam.Kemudian terjadi pembalasan oleh suku Lampung yang membakar Rumah warga bali. Pemicu kejadian merupakan Akibat masalah parkir di Pasar. 8 Pemuda desa Balinuraga melakukan kerusuhan di depan masjid saat umat muslim sedang takbiran di masjid 9 Kerusuhan hebat antara Suku Bali dengan Suku lainnya yang mayoritas Lampung yang mewaskan 12 korban jiwa (3 Suku Lampung dan 9 suku Bali) yang disebabkan keusilan Pemuda Suku Bali Desa Sidoarjo Kec. Sidomulyo Desa Pasmah Palas Dusun Dedagu Kalianda Desa Catur Marga 28 juni 2005 17 Desember 2012 25 November 2011 29 November 2011 Kec. Sidomulyo 22 Januari 2012 Sidoharjo Way Panji Balinuraga Way Panji Sumber : Kajian Akademik Kodim 0421 Lampung Selatan Bulan Mei 2012 kec. kec. 10 Agustus 2012 29 Oktober 2012

6 Permasalahan yang ada di Lampung Selatan umumnya bersumber dari masalah yang tergolong relatif kecil namun pada kenyataanya bisa berubah menjadi perkelahian menjurus kearah peperangan yang mengakibatkan korban jiwa. Penyelesaian masalah yang tidak menyentuh ke akar konflik menjadi kunci terjadinya akumulasi masalah yang diakibatkan penumpukan dan pewarisan masalah. Sehingga masalah yang kecil dapat dibesar-besarkan dengan memainkan isu kesukuan atau etnik Penanganan konflik (Resolusi konflik), baik yang melibatkan aparat pemerintah dan serta tokoh-tokoh yang ada di Lampung Selatan dirasa belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari gagalnya proses mediasi yang dilakukan sehingga mengakibatkan eskalasi konflik makin meluas. Variabel yang dipergunakan untuk mengurangi eskalasi konflik adalah dengan melakukan perjanjian yang melibatkan pihak ketiga, agar kelompok yang sebelumnya tidak mau diajak perundingan kemudian mempertimbangkan pihak ketiga sebagai instrumen yang bisa menyelesaikan masalah bersama. Pada saat pasca konflik baik konflik yang terjadi di awal tahun 2012 dan di penghujung tahun 2012 menghasilkan apa yang di sebut dengan Piagam Perdamaian sebagai instrumen penyelesaian konflik. Tetapi pada kenyataan secarik kertas sakti tersebut (Piagam Perdamaian) tidak mampu menyelesaikan masalah begitu saja sehingga menghasilkan piagam perdamaian kembali pasca konflik di ujung tahun 2012. Merespon kejadian konflik yang terus berulang bahkan dengan tingkat eskalasi konflik yang makin meluas. Pemerintah dalam hal ini telah menerbitkan Undang- Undang No.7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Dalam Undangundang tersebut secara jelas disebutkan untuk mencegah konflik yang terjadi

7 harus adanya kerjasama antara Pemerintah baik Pusat maupun Pemerintah Daerah dan masyarakat yang tertulis pada Pasal 6 ayat 2. Akan tetapi apabila dicermati regulasi ini masih belum cukup terutama untuk teknis pedoman semua pihak untuk menyelesaikan konflik. Seperti yang dilontarkan oleh Eva Kusuma Sundari, anggota komis III DPR RI. Yang menjadi problem dengan UU No.7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial (PKS) memang belum adanya peraturan pemerintah (PP). Namun, jangan sampai penerapannya di tengah masyarakat terhambat gara-gara belum ada PPnya," (http//www.buletininfo.com/news/ Implementasi UU Penanganan Konflik Sosial Jangan Terhambat PP.html / diakses 6 september 2013 ). Dari penanganan empiris yang telah dikemukakan di atas, peneliti mencoba mengaitkanya dengan tinjauan teoiritis. Salah satunya model teori resolusi konflik yang dikemukakan oleh dahrendorf (dalam Putra, 2009: 16) yang membagi pengaturan konflik menjadi tiga bentuk yaitu konsiliasi, mediasi dan arbitrasi. Penanganan yang dilakukan di Lampung Selatan apabila merujuk pada teori tersebut termasuk kedalam bentuk arbitrasi (perwasitan) yang berarti kedua pihak sepakat untuk mendapat keputusan akhir yang bersifat legal dari arbitor dalam hal ini pemerintah daerah, tokoh-tokoh baik masyarakat, adat, dan yang lainya sebagai jalan keluar konflik. Keputusan tersebut dituangkan dalam piagam perdamaian yang ditandatangani oleh kedua belah pihak yang berkonflik. Namun pada kenyataanya perjanjian damai tersebut dilanggar sehingga konflik kembali berulang dan menghasilkan perjanjian damai ke 2 yang kembali ditolak oleh pihak yang menamakan Jaringan masyarakat lampung Selatan. Pada awal tahun 2013 Pemerintah setempat bersama aparat keamanan menggulirkan program Rembug Pekon. Rembug pekon sejatinya merupakan

8 pelembagaan negoiasi yang bersifat kekeluargaan. Negoisiasi yang digunakan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di lapangan. Hal yang penting untuk dikritisi dari program ini ialah sejauh mana legitimasi aktor aktor yang terlibat dalam kelembagaan rembug pekon baik dari elemen pemerintah maupun masyarakat seperti tokoh adat, tokoh agama, pemuda dan yang lainya bisa diterima oleh semua pihak terutama pihak yang berkonflik sehingga konflik di daerah tersebut tidak terulang kembali. Merujuk pada statement problem tersebut dalam hal ini rembug pekon sebagai program resolusi konflik yang dibuat pemerintah pasca konflik dirasa perlu dikembangkan untuk menyelesaikan permasalahan konflik Penyelesaian konflik secara represif tidak menyelesaikan akar masalah konflik itu sendiri namun malah memperuncing konflik tersebut. Bukti konkrit terjadi pada kasus konflik di Maluku dalam status keadaan darurat militer yang dikeluarkan pemerintah setempat membuat kekacuan sistem penanganan konflik semakin tidak terkendali. Kenyataan di lapangan institusi keamanan Negara semakin bias dan sulit dikontrol. Dominasi kekuatan militer selalu menonjol apabila terjadi konflik dengan tingkat eskalasi massa yang tinggi. Kekerasan di Maluku pada akkhirnya dapat diselesaikan secara perlahan-lahan dengan pendekatan dialog yang diinisiasi pemerintah pusat dengan melibatkkan tokoh-tokoh masyarakat kedua komunitas yang dikenal dengan nama Perjanjian Malino II pada tanggal 14 Februari 2000 ( Pelu, 2012:103) Permasalahan penanganan konflik sebaiknya tidak lagi menggunakan pendekatan security yang lebih bersifat top down. Lebarnya persoalaan konflik dengan kemampuan pemerintah yang terbatas untuk menyelesaikanya apalagi dengan

9 metode kekerasan sering bermuara pada ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah dalam menyelesaikan persoalaan konflik, pada titik yang lebih ekstrim cara ini dapat memicu delegitimasi peran dan posisi pemerintah yang dikontrak oleh publik untuk melaksanakan misi-misi publik. Berdasarkan pernyataan tersebut harus dibangun bagaimana cara penyelesaian konflik (resolusi konflik) yang muncul dari bottom-up yang secara damai dan melibatkan semua pihak. Sehingga kesadaran masyarakat untuk menjadi problem solving dalam konflik menjadi fokus perhatian dalam proses penyelesaian konflik. Pemberdayaan masyarakat oleh pemerintah mutlak diperlukan untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas masyarakat dalam menangani masalah konflik secara swadaya. Penerapan model resolusi konflik yang sudah ada perlu untuk dikembangkan mengingat regulasi pemerintah terhadap penanganan konflik sosial masyarakat masih mencari bentuk terutama untuk peran masyarakat dalam membantu penanganan konflik sosial, sehingga arah resolusi konflik kedepan harus mampu menyelesaikan masalah secara komprehensif dan bervisi jangka panjang dengan legitimasi yang dapat diterima oleh semua pihak yang berkonflik. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang sudah dijelaskan tersebut peneliti telah melakukan penelitian yang berbentuk skripsi dengan judul Resolusi Konflik Berbasis Good Governance yang berfokus pada penyebab dan penanganan yang telah dilakukan terhadap konflik yang terjadi di Desa Balinuraga Kabupaten Lampung Selatan. Pada penelitian tersebut peneliti mencoba memberikan rekomendasi model resolusi konflik hasil pemikiran peneliti.

10 B. Rumusan Masalah Berangkat dari pernyataan masalah di atas, dimana dimungkinkanya Konflik dapat terjadi kembali di Lampung Selatan, maka pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut : 1. Apa penyebab konflik yang terjadi di Lampung Selatan khususnya pada konflik antar desa Agom dan Desa Balinuraga, dimana konflik tersebut menjadi puncak dari konflik-konflik sebelumnya? 2. Bagaimanakah Penanganan konflik yang dilakukan selama ini sehingga konflik di lampung Selatan terus berulang khususnya antara etnis Bali dan Etnis Lampung? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini mencoba menjawab apa yang dirumuskan dalam pertanyaan penelitian diatas, yaitu : 1. Mencari penyebab konflik di Lampung Selatan khususnya konflik antara desa Agom yang mayoritas beretnik Lampung dan Desa Balinuraga yang beretnik Bali 2. Mengetahui penanganan konflik konflik yang terjadi khususnya konflik antara Desa Agom dan Desa Balinuraga

11 D. Kegunaan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan di atas maka penelitian ini diharapkan dapat berguna : 1. Secara teoritis diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan referensi bagi Kajian Ilmu Administrasi Negara khususnya pada mata kuliah Resolusi Konflik Sektor Publik dan mata kuliah Governance dan Partnership. 2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi alternatif dan bahan masukan bagi Pemerintah terhadap pemecahan masalah Konflik yang terjadi di Lampung Selatan pada khususnya serta Indonesia pada umumnya