BAB II JUAL BELI DALAM ISLAM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II JUAL BELI DALAM ISLAM

BAB IV ANALISIS JUAL BELI MESIN RUSAK DENGAN SISTEM BORONGAN DI PASAR LOAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JUAL BELI DALAM ISLAM

BAB IV SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS DATA

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI SUKU CADANG MOTOR HONDA DI DEALER HONDA CV. SINARJAYA KECAMATAN BUDURAN KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari setiap individu memiliki kepentingan

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI. A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi

BAB I PENDAHULUAN. 1 Rachmad Syafei, Ilmu Usul Fiqh, Pustaka Setia, Bandung, 1999, hlm. 283.

BAB IV ANALISA DATA. jual beli lada melalui perantara Tengkulak, diperkenankan oleh syara ; apabila

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA PASAL 1320 TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE BLACK MARKET DI MAJID CELL

BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS MENURUT EMPAT MAZHAB TERHADAP JUAL BELI CABE DENGAN SISTEM UANG MUKA DI DESA SUMBEREJO KECAMATAN BANYUPUTIH KABUPATEN SITUBONDO

BAB I PENDAHULUAN. saling mengisi dalam rangka mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Semakin

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU NO 7 TAHUN 2004 TERHADAP JUAL BELI AIR IRIGASI DI DESA REJOSARI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS PRAKTEK MAKELAR. A. Praktek Makelar Dalam Jual Beli Mobil di Showroom Sultan Haji Motor

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA

BAB IV ANALISIS DATA. Yogyakarta, 2008, hlm Dimyauddin Djuwaini, Pengantar fiqh Muamalah, Gema Insani,

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

HUKUM JUAL BELI DENGAN BARANG-BARANG TERLARANG. Djamila Usup ABSTRAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME JUAL BELI IKAN LAUT DALAM TENDAK

18.05 Wib. 5 Wawancara dengan Penanggung Jawab Pertambangan, Bpk. Syamsul Hidayat, tanggal 24 september 2014, pukul.

BAB II JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB II JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN

BAB II DASAR TEORI. mengandalkan pada bunga. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang

efinisi dan Hukum jual Beli Menurut syariah

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan bay yang berarti menjual,

BAB IV BINDUNG KECAMAATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP. yang sifatnya menguntungkan. Jual beli yang sifatnya menguntungkan dalam Islam

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU

BAB I PENDAHULUAN. dan keadaan, mengangkat dan menghilangkan segala beban umat. Hukum

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. baik secara individu maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan seharihari

KONSEP RIBA SESI III ACHMAD ZAKY

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERUBAHAN HARGA SECARA SEPIHAK DALAM JUAL BELI DAGING SAPI DI PASAR PLOSO JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada hakikatnya Allah menciptakan manusia di dunia ini tidak lain

BAB IV ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP SETATUS UANG MUKA YANG HANGUS DALAM PRAKTEK JUAL BELI ANAKAN BURUNG LOVE PONOROGO

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang beraneka ragam kebutuhannya. misalnya: makan, minum, sandang dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. Allah menjadikan masing-masing manusia untuk bermuamalah kepada

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH CATONAN DI DESA CIEURIH KEC. MAJA KAB. MAJALENGKA

BAB II JUAL BELI, KREDIT DAN RIBA. dahulu perlu diperjelas pengertian jual beli. Secara etimologi berarti menjual

BAB II LANDASAN TEORITIS. " artinya menggadaikan atau merungguhkan. 1 Gadai juga diartikan

Sebagaimana yang telah diriwayatkan Ibnu Umar ra :

Ji a>lah menurut masyarakat Desa Ngrandulor Kecamatan Peterongan

BAB II HUKUM JUAL BELI

BAB I PENDAHULUAN. sedang menjamur di kalangan masyarakat desa Sidomulyo kecamatan. Silo kabupaten Jember, di mana kasab (penghasilannya) mereka

BAB IV ANALISIS DATA. A. Proses Akad yang Terjadi Dalam Praktik Penukaran Uang Baru Menjelang Hari Raya Idul Fitri

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TENTANG PERILAKU JUAL BELI MOTOR DI UD. RABBANI MOTOR SURABAYA

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA ISLAM TENTANG SEWA POHON MANGGA

A. Analisis Praktik Sistem Kwintalan dalam Akad Utang Piutang di Desa Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik

BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERUBAHAN HARGA JUAL BELI SAPI SECARA SEPIHAK DI DESA TLOGOREJO KECAMATAN

BAB IV ANALISIS. A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI POWER BANK DI COUNTER VANDHIKA CELL KECAMATAN KAUMAN KABUPATEN PONOROGO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI GANDA KENDARAAN BERMOTOR DI KELURAHAN PAGESANGAN KECAMATAN JAMBANGAN KOTA SURABAYA

BAB II JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM

BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. Fitrah manusia bahwa mereka diciptakan oleh Allah dengan bersukusuku. dan berbangsa-bangsa sehingga satu sama lain saling mengenal.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar yang terjadi. Salah satunya yang menandai. perubahan orientasi masyarakat muslim dari urusan ibadah yaitu

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGALIHAN DANA TABARRU UNTUK MENUTUP KREDIT MACET DI KJKS SARI ANAS SEMOLOWARU SURABAYA

BAB IV ANALISIS FIKIH MAZHAB SYAFII TERHADAP PRAKTIK JIAL BELI HARGA SEPIHAK

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK AKAD JUAL BELI IKAN NELAYAN (STUDI KASUS DI DESA PANGKALAN KECAMATAN SLUKE KABUPATEN REMBANG)

BAB IV UPAH (IJARAH) MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TAMBAHAN HARGA DARI HARGA NORMAL YANG DIMINTA TUKANG BANGUNAN DALAM PRAKTEK JUAL BELI BAHAN BANGUNAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB II TEORI JUAL BELI DALAM ISLAM DAN FATWA DSN MUI TENTANG PRAKTIK JUAL BELI SAHAM SYARIAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI PENETAPAN TARIF JASA ANGKUTAN UMUM BIS ANTAR KOTA/PROVINSI SURABAYA-SEMARANG

RAHN, DAN KETENTUAN FATWA DEWAN SYARIAH

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI DI BANK SYARIAH MANDIRI SEMARANG

BAB II LANDASAN TEORI. orang yang melakukan akad meneruskannya untuk mengambil dan. memberikan sesuatu. Orang yang melakukan penjualan dan pembelian

FIQIH MUAMALAH RUKUN DAN SYARAT JUAL BELI DALAM ISLAM. Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas. Mata Kuliah Fiqih Mu amalah

TIME VALUE OF MONEY DALAM ISLAM. By: Elis Mediawati, S.Pd., S.E. M.Si.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. lain, supaya mereka tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN TABUNGAN PAKET LEBARAN DI KJKS BMT-UGT SIDOGIRI CABANG SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG JUAL BELI

BAB IV. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM ISLAM dan UU NO.7 TAHUN 2011 TERHADAP PENUKARAN MATA UANG RUSAK

ash-shira> (beli). Dengan demikian, kata al-ba>i berarti jual, tetapi sekaligus

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN UANG MUKA SEWA MOBIL PADA USAHA TRANSPORTASI MAJU JAYA DI BANYUATES SAMPANG MADURA

BAB IV ANALISIS TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI HASIL BUMI DENGAN SISTEM PANJAR DI DESA JENARSARI GEMUH KENDAL

Bay dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian

Transkripsi:

BAB II JUAL BELI DALAM ISLAM A. Pengertian Jual Beli Sudah jadi ketentuan Allah SWT, bahwa manusia tidak mungkin memenuhi kebutuhannya sendiri, apalagi pada zaman makin modern yang membutuhkan bermacam dan berbagai kebutuhan, baik mengenai kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohaninya. Ada orang atau kelompok yang mempunya kelebihan hasil produksinya dan orang lain membutuhkannya dan ada pula kelebihan orang lain yang dibutuhkannya, maka terjadilah tukar menukar yang di dalam perdagangan modern dinamakan barter, yaitu bertukar barang dengan barang. Makin lama, manusia makin maju juga, sehingga pada waktu ini orang dapat menukar barang dengan uang dan malahan menukar kertas berharga dengan uang dan sesama kertas terharga yang biasanya dikelola Bank Dagang dan lain-lain, sehingga pertukaran terjadi makin lancar. Sejak mula, Islam telah mengatur lalu-lintas dagang yang dinamakan al-bai was syiraa-i yang berarti jual beli. 1 Definisi jual beli itu sendiri bermacam-macam, yaitu: 1 Al-Hafidh Ibnu Hajar Asqalany, Bulughul Maram I, Terj. Kahar Masyhur, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 406. 23

24 Jual beli artinya menukarkan barang dengan barang atau barang dengan uang, dengan jalan melepaskan hak milik dari seseorang terhadap orang lain atas dasar kerelaan kedua belah pihak. 2 Adapun jual beli menurut syariah yaitu kesepakatan tukar-menukar benda untuk memiliki benda tersebut selamanya. 3 Sedangkan jual beli dalam istilah fiqih disebut dengan al-bai yang berarti menjual, mengganti dan menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara tertentu (akad) 4. Lafal al-bai dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata asy-syi>ra (beli) 5. Maka, kata al-bai berarti jual sekaligus berarti beli. Kata jual menunjukkan bahwa adanya perbuatan menjual, sedangkan beli menjunjukkan adanya perbuatan membeli. Dengan demikian perkataan jual beli menunjukkan adanya dua perbuatan dalam satu peristiwa, yaitu satu pihak menjual dan di pihak yang lain membeli, maka dalam hal ini terjadilah peristiwa hukum jual beli. Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang dikemukakan ulama fiqh, akan tetapi subtansi dan tujuan masing-masing definisi adalah sama. Ulama Hanafi mendefinisikan dengan: 22. 221. 2 Ibnu Mas ud, Zainal Abidin, Fiqh Madzhab Syafi I, (Bandung: Pustaka Setia, Cet II, 2007), 3 Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, (Jakarta: Penebar Salam, Cet. IV, 1999), 4 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), 278. 5 Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet. II, 2007), 111.

25 Saling menukarkan harta dengan harta melalui cara tertentu. Dalam definisi ini terkandung pengertian bahwa cara yang khusus yang dimaksudkan ulama Hanafiyah adalah melalui ijab (ungkapan membeli dari pembeli) dan qabu>l (pernyataan menjual dari penjual). Atau juga boleh melalui saling memberikan barang dan harga dari penjual dan pembeli. 6 jual beli adalah: Sedangkan ulama Malikiyah, Syafi> iyah, dan Hanabilah mengatakan, Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan pemilikan. Dalam hal ini mereka melakukan penekanan kepada kata milik dan pemilikan:, karena ada juga tukar menukar harta yang sifatnya tidak harus dimiliki, seperti sewa-menyewa (ijarah). 7 6 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2003), 113. 7 Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, 112.

26 Abu Sura I Abdul Hadi, dalam bukunya Bunga Bank Dalam Islam mengemukakan, pada dasarnya jual beli adalah halal. Artinya bahwa jual beli adalah salah satu bentuk transaksi yang dibenarkan selama berjalan pada asas yang benar sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh agama. 8 B. Dasar Hukum Jual Beli 1. Al-Qur an Dalil hukum jual beli di dalam Al-Qur an, diantaranya terdapat pada ayat-ayat berikut ini: Surat al-baqarah:275: Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS Al- Baqarah:275). Surat an-nisa' ayat 29: 8 Abu Sura I Abdul Hadi, Bunga Bank Dalam Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas,1993), 193.

27 "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bat}il, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu". 9 Menurut Hasby Ash-Shiddieqy dalam kitab Tafsir Al-Qur anul Majid, An-Nuur Jilid I bahwa wahyu di atas, Allah telah menghalalkan jual beli, karena dalam jual beli ada hal-hal yang menghendaki kehalalannya, dan wahyu diatas juga menyuruh mencari harta itu dengan perniagaan yang ditegakkan atas dasar kerelaan (persetujuan) diantara kedua belah pihak atau lebih. 10 2. As-Sunah a. Dalam h}adits\ juga disebutkan tentang diperbolehkannya jual beli, sebagaimana h{adits Rasulullah SAW yang menyatakan: Artinya: Dari Rifa ah bin Rafi r.a. (katanya): Sesungguhnya Nabi Muhammad, pernah ditanyai, manakah usaha yang paling baik? 9 Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah,113. 10 Hasby Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur anul Majid, An-Nuur, Jilid I, (Semarang: P.T. Pustaka Rizki Putra, 2000), 489.

28 Beliau menjawab: ialah amal usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan semua jual beli yang bersih. (HR. Al-Bazaar dan Al-Hakim) 11 Maksud mabrur dalam hadits di atas adalah jual beli yang terhindar dari tipu menipu dan merugikan orang lain. b. Jual beli harus dipastikan saling rid{la. Dalam hadits nabi yaitu: Artinya: Sesungguhnya jual beli atas berdasarkan azas ridha. 12 3. Ijma Dalil kebolehan jual beli menurut Ijma ulama adalah ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mempu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai. C. Rukun dan Syarat Jual Beli 11 As Shan ani, Subulus Salam III, Terj. Abu Bakar Muhammad, (Surabaya: Al Ikhlas, 1995),14. 12 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), 116.

29 Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara. Dalam menentukan rukun jual beli terdapat perbedaan pendapat ulama Hanafiyah dengan jumhur ulama. Rukun jual beli menurut ulama Hanfiyah hanya satu, yaitu ijab dan qabul. 13 Menurut mereka yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan kedua belah pihak. Akan tetapi, karena unsur kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit untuk diindera sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan indikasi yang menunjukkan kerelaan itu dari kedua belah pihak. Indikasi tersebut boleh tergambar dalam ijab qabul, atau melalui cara saling memberikan barang dan harga barang. 14 Menurut Jumhur Ulama rukun jual beli itu ada empat. a.orang yang berakad (penjual dan pembeli). b. Sighat (lafadz ijab dan qabul) c.objek jual beli (barang dan atau uang) d. Ada nilai tukar pengganti barang. 15 Sedangkan menurut madzhab Hanafi orang yang berakad, barang yang dibeli dan nilai tukar barang termasuk syarat jual beli bukan rukun jual beli. 13 Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, 115. 14 Ibid. 15 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, 118

30 Selain itu, dalam jual beli juga terdapat beberapa syarat yang mempengaruhi sah tidaknya akad tersebut. Diantaranya adalah syarat yang diperuntukkan bagi dua orang yang melaksanakan akad. Dan diantaranya adalah syarat yang diperuntukkan untuk barang yang akan dibeli. Jika salah satu darinya tidak ada, maka akad jual beli tersebut dianggap tidak sah. 16 Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang dikemukakan jumhur ulama di atas adalah sebagai berikut: 1) Syarat orang yang berakad Para ulama fiqih sepakat, bahwa orang yang melakukan akad jual beli harus memenuhi syarat: a) Berakal. Dengan demikian, jual beli yang dilakukan anak kecil yang belum berakal hukumnya tidak sah. Anak kecil yang sudah mumayyiz (menjelang baligh), apabila akad yang dilakukannya membawa keuntungan baginya, maka akad tersebut sah menurut Madzhab Hanafi. b) Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Maksudnya, seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual, sekaligus pembeli. c) Baligh atau dewasa. Dewasa dalam hukum Islam adalah apabila telah berumur 15 tahun, atau telah bermimpi (bagi anak laki-laki) dan haid 16 Salih al- Fauzan, Fiqh Sehari-Hari, (Jakarta: Gema Insani, 2006), 366.

31 (bagi anak perempuan), dengan demikian jual beli yang dilakukan oleh anak kecil adalah tidak sah. 17 2) Syarat yang terkait dengan ijab qabul: a) Pernyataan qabul sesuai dengan kandungan pernyataan ijab. Maksudnya, penjual menjawab setiap hal yang harus dikatakan dan mengatakannya b) Ijab qabul dinyatakan di satu tempat. Konkritnya, kedua pelaku transaksi hadir bersama di tempat transaksi, atau transaksi dilangsungkan di satu tempat di mana pihak yang absen mengetahui terjadinya pernyataan ijab. 18 3) Syarat objek jual beli: a. Suci. Barang najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan uang untuk dibelikan, seperti kulit binatang atau bangkai yang belum disamak. b. Bermanfaat. Tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Dilarang pula mengambil tukarannya karena hal itu termasuk dalam arti menyia-nyiakan (pemborosan). c. Barang itu dapat diserahkan. Tidak sah menjual suatu barang yang tidak dapat diserahkan kepada yang membeli, misalnya ikan dalam laut. d. Barang tersebut merupakan kepunyaan penjual. Barang diperjual-belikan adalah milik penjual. 17 Chairuman Pasaribu, Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 36. 18 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 5, 40.

32 e. Barang tersebut diketahui oleh penjual dan pembeli. Zat, bentuk, kadar (ukuran), dan sifat-sifatnya jelas sehingga antara keduanya tidak akan terjadi kecoh-mengecoh. 19 4) Syarat nilai tukar Termasuk unsur penting dalam jual beli adalah nilai tukar dari barang yang dijual (untuk zaman sekarang adalah uang). D. Harga (S aman) dan Barang Jualan (Mabi ) 1. Pengertian Harga (S aman) dan Barang Jualan (Mabi). Harga (S aman) secara umum adalah perkara yang tidak tentu dengan ditentukan. Adapun pengertian barang jualan (Mabi ) adalah perkara yang menjadi tentu dengan ditentukan. 20 Definisi di atas sebenarnya sangat umum sebab sangat bergantung pada bentuk dan barang yang diperjual belikan. Adakalanya Mabi tidak memerlukan penentuan, sebaliknya harga memerlukan penentuan, seperti penetapan uang muka. 19 Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Bogor: Kencana, 2003), 196. 20 Rachmat Syafe I, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, Cet. II, 2004),86.

33 Imam Syafi I dan Jafar berpendapat bahwa harga dan barang jualan (Mabi ) termasuk dua nama yang berbeda bentuknya tetapi artinya satu, perbedaan diantara keduanya dalam hukum adalah penggunaan huruf ba (dengan). 2. Penentuan Mabi (barang jualan) Penentuan mabi adalah penentuan barang yang akan dijual dari barang-barang lainnya yang tidak akan dijual, jika penentuan tersebut menolong atau menentukan akad, baik pada jual beli yang barangnya ada di tempat akad atau tidak. Apabila mabi tidak ditentukan dalam akad, penentuannya dengan cara penyerahan mabi tersebut. 21 3. Ketetapan Mabi dan Harga Hukum-hukum yang berkaitan dengan mabi dan harga antara lain: a. Mabi disyaratkan haruslah harta yang bermanfaat, sedangkan harga tidak disyaratkan demikian. b. Mabi disyaratkan harus ada dalam kepemilikan penjual, sedangkan harga tidak disyaratkan demikian. 21 Ibid.

34 c. Tidak boleh mendahulukan harga pada jual beli pesanan, sebaliknya mabi harus didahulukan. d. Menurut ulama Hanafiyah, akad tanpa menyebutkan harga adalah fasid, dan akad tanpa menyebut mabi adalah batal. e. Mabi rusak sebelum penyerahan adalah batal, sedangkan bila harga rusak sebelum penyerahan tidak batal. f. Tidak boleh tas{arru>f atas barang yang belum diterimanya, tetapi dibolehkan bagi penjual untuk tas{arruf sebelum menerima. E. Hukum dan sifat jual beli Ditinjau dari hukum dan sifat jual beli, jumhur ulama membagi jual beli menjadi dua macam, yaitu jual beli yang dikategorikan sah (sahih) dan jual beli yang dikategorikan tidak sah. Jual beli sahih adalah jual beli yang memenuhi ketentuan syara, baik rukun maupun syaratnya, sedangkan jual beli tidak sah adalah jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat dan rukunnya sehingga jual beli menjadi rusak (fasid) atau batal. Dengan kata lain, menurut jumhur

35 ulama, rusak dan batal memiliki arti yang sama. Adapun ulama Hanafiyah membagi hukum dan sifat jual beli menjadi sah, batal, dan rusak. 22 F. Macam-Macam Jual Beli Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari sehukumnya, jual beli ada dua macam, jual beli yang sah menurut hukum dan batal menurut hukum, dari segi objek jual beli dan segi pelaku jual beli. Ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli dapat dikemukakan pendapat Imam Taqiyuddin bahwa jual beli dibagi menjadi tiga bentuk yaitu: 1) Jual beli benda yang kelihatan, 2) jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji, dan 3) jual beli benda yang tidak ada. Jual beli benda yang kelihatan adalah pada waktu melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada di depan penjual dan pembeli, seperti membeli beras di pasar. Adapun jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian adalah jual beli salam (pesanan). 22 Rachmat Syafe I, Fiqih Muamalah,91.

36 Sedangkan jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli yang dilarang oleh agama Islam karena barangnya tidak tentu atau masih gelap sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah satu pihak. Ditinjau dari pelaku akad (Subjek), jual beli terbagi menjadi tiga bagian yaitu: dengan lisan, dengan perantara, dan dengan perbuatan. Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang dilakukan oleh kebanyakan orang. Bagi orang bisu diganti dengan isyarat, karena isyarat merupakan pembawaan alami dalam menampakkan kehendak. Hal yang dipandang dalam akad adalah maksud atau kehendak dan pengertian, bukan pembicaraan dan pernyataan. Akad jual beli melalui utusan, perantara, tulisan, atau surat-menyurat sama halnya dengan ijab kabul dengan ucapan, misalnya via pos dan giro. Jual beli ini dilakukan antara penjual dan pembeli tidak berhadapan dalam satu majelis akad, tetapi melalui pos dan giro, jual beli seperti ini dibolehkan menurut syara. Dalam pemahaman sebagian ulama, bentuk ini hampir sama dengan bentuk jual beli salam, hanya saja jual beli salam antara penjual dan pembeli

37 saling berhadapan dalam satu majelis akad, sedangkan dalam jual beli via pos dan giro antara penjual dan pembeli tidak berada dalam satu majelis akad. Jual beli dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal dengan istilah mu> at}ah yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab kabul, seperti seseorang mengambil rokok yang sudah bertuliskan label harganya, dibandrol oleh penjual dan kemudian diberikan uang pembayarannya kepada penjual. Jual beli dengan cara demikian dilakukan tanpa ijab kabul antara penjual dan pembeli, menurut sebagian syafi iyah tentu hal ini dilarang sebab ijab kabul sebagian rukun jual beli. Tetapi syafi iyah lainnya, seperti Imam Nawawi membolehkan jual beli barang kebutuhan sehari-hari dengan cara yang demikian, yakni tanpa ijab kabul terlebih dahulu. Selain pembelian di atas, jual beli juga ada yang dibolehkan dan ada yang dilarang, yang dilarang juga ada yang batal dan ada pula yang terlarang tetapi sah. Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagi berikut: 1. Barang yang dihukumkan najis oleh agama, seperti Anjing, Babi, Berhala, Bangkai, dan Khamar. 2. Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan betina agar dapat memperoleh keturunan.

38 3. Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya. Jual beli seperti ini dilarang karena barangnya belum ada dan tidak tampak. 4. Jual beli dengan mu>haqallah. baqallah berarti tanah, sawah dan kebun. Maksud mu>haqallah disini adalah menjual tanam-tanaman yang masih di ladang atau di sawah. Hal ini dilarang agama sebab ada persangkaan riba di dalamnya. 5. Jual beli dengan mu>khad{arah, yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas untuk dipanen, seperti menjual rambutan yang masih hijau, mangga yang masih kecil-kecil dan yang lainnya. Hal ini dilarang karena barang tersebut masih samar, dalam artian mungkin saja buah tersebut jatuh tertiup angin kencang atau yang lainnya sebelum diambil oleh si pembelinya. 6. Jual beli dengan mu>ammassah, yaitu jual beli secara menyentuh, misalkan seseorang menyentuh sehelai kain dengan tangannya di waktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti telah membeli kain tersebut. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan kemungkinan akan menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.

39 7. Jual beli mu>nabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar, seperti seseorang berkata lemparkan kepadaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula padamu apa yang ada padaku. Setelah terjadi lempar melempar, terjadilah jual beli. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan tidak ada ijab kabul. 8. Jual beli dengan mu>zabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah yang kering, seperti menjual padi kering dengan bayaran padi basah, sedangkan ukurannya dengan dikilo sehingga akan merugikan pemilik padi kering. 9. Menentukan dua harga untuk satu barang yang diperjualbelikan. 10. Jual beli dengan syarat (iwad} mahjul), jual beli seperti ini hampir sama dengan jual beli dengan menentukan dua harga, hanya saja disini dianggap sebagai syarat, seperti orang berkata, aku jual rumahku yang butut ini kepadamu dengan syarat kamu mau menjual mobilmu padaku. 11. Jual beli gharar, yaitu jual beli yang samar sehingga ada kemungkinan terjadi penipuan, seperti menjual ikan yang masih di kolam atau menjual kacang tanah yang atasnya kelihatan bagus tetapi di bawahnya jelek.

40 Dalam kitab Bulughul Maram I yang diterjemahkan oleh Kahar Masykur dijelaskan bahwa penjual yang melakukan penipuan akan mengalami dua kecelakaan, yaitu: a. Di dunia pembelinya akan makin berkurang dan akhirnya dagangannya bangkrut atau gulung tikar. b. Di akhirat akan menghadapi pengadilan Allah SWT, sehingga tiap pembeli yang dirugikannya dahulu akan menerima hak dang anti secukupnya, yaitu jika ia mempunyai pahala, maka dibayar dengannya. Akan tetapi jika tidak ada lagi, maka diambil dosa pembelinya seimbang dengan dosa yang ditimbulkan penipuannya. Karena dosa penipuan tidak akan terhapus dengan melakukan tobat nasuha tetapi harus direlakan oleh yang berhak. 23 12. Jual beli dengan mengecualikan sebagian benda yang dijual, seperti seseorang menjual sesuatu dari benda itu ada yang dikecualikan salah satu bagiannya, misalnya A menjual seluruh pohon-pohonan yang ada di kebunnya, kecuali pohon pisang. Jual beli ini sah sebab yang dikecualikannya jelas. Namun, bila yang dikecualikannya tidak jelas (majhu>l), maka jual beli tersebut batal. 23 Al-Hafidh Ibnu Hajar Asqalany, Bulughul Maram I, 423.

41 13. Menjual makanan hingga dua kali ditakar. Selain itu ada beberapa macam jual beli yang dilarang oleh agama tetapi sah hukumnya, tetapi orang yang melakukannya mendapat dosa. Jual beli tersebut antara lain sebagai berikut: 1. Menemui orang-orang desa sebelum mereka masuk ke pasar untuk membeli benda-bendanya dengan harga yang semurah-murahnya, sebelum mereka tau harga pasaran, kemudian ia jual dengan harga yang setinggi-tingginya. Akan tetapi jika orang kampong sudah mengetahui harga pasaran, jual beli seperti ini tidak apa-apa. 2. Menawar barang yang sedang ditawar orang lain, hal ini dilarang karena akan menyakitkan orang lain. 3. Jual beli dengan Najasyi, ialah seseorang yang menambah atau melebihi harga temannya dengan maksud memancing-mancing orang agar orang itu mau membeli barang kawannya. 4. Menjual di atas penjualan orang lain, umpamanya seseorang berkata: Kembalikan saja barang itu kepada penjualnya, nanti barangku saja kau beli dengan harga yang lebih murah dari itu.

42 Sedangkan Imam Hanafi membagi kategori jual beli berdasarkan hukum syariat menjadi tiga. 24 a. Jual beli yang sah, adalah jual beli yang disariatkan baik hakikat maupun sifatnya dan tidak ada kaitannya dengan hak orang lain. Hukum jual beli ini dapat berpengaruh secara langsung. Maksudnya, adanya pertukaran hak kepemilikan barang dan harga. Barang menjadi milik pembeli, sedang harga milik penjual sesuai terjadinya ijab qabul. b. Jual beli yang batal, adalah jual beli yang tidak terpenuhinya rukun dan objeknya, atau tidak dilegalkan baik hakikat maupun sifatnya. Artinya, pelaku atau objek transaksi dianggap tidak layak secara hukum untuk melakukan transaksi. Hukum transaksi ini adalah bahwa agama tidak menganggapnya terjadi dan tidak menciptakan hak kepemilikan. Adapun jenis-jenis jual beli yang batil antara lain: 1. Jual beli sesuatu yang tidak ada. Para ulama fiqh sepakat menyatakan jual beli seperti ini tidak sah/batil. Misalnya, memperjualbelikan buahbuahan yang putiknya pun belum muncul di pohonnya atau anak sapi yang belum ada, skalipun di perut ibunya telah ada. 2. Menjual barang yang tidak boleh diserahkan pada pembeli. Seperti menjual barang yang hilang atau menjual berung piaraan yang lepas dan terbang di udara. Hukum ini disepakati oleh seluruh ulama fiqh dan 24 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 5, 91-92.

43 termasuk dalam kategori bai al- garar (jual beli tipuan). Alasannya adalah hadits yang diriwayatkan Ahmad ibn Hanbal, Muslim, Abu Daud, dan at-tirmiz i> sebagai berikut: Jangan kamu membeli ikan di dalam air, karena jual beli yang seperti ini adalah jual beli tipuan. 3. Jual beli yang mengandung unsur tipuan, yang pada lahirnya baik, tetapi ternyata dibalik itu terdapat unsur-unsur tipuan, sebagaimana terdapat dalam sabda Rasulullah SAW tentang memperjualbelikan ikan di dalam air di atas. Contoh lainnya adalah memperjualbelikan kurma yang ditumpuk. Di atasnya bagus-bagus dan manis, tetapi ternyata di dalam tumpukan itu banyak terdapat yang busuk. Termasuk ke dalam jual beli tipuan ini adalah jual beli al-h{is{shah (jual beli dengan lemparan batu, yang intinya jika lemparan batu tersebut mengenai salah satu barang, maka barang yang terkena lemparan tersebut yang dijual). Larangan terhadap jual beli seperti ini dijumpai dalam hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad ibn Hanbal. 4. Jual beli benda-benda najis, seperti babi, khamar, bangkai dan darah, karena semuanya itu dalam pandangan Islam adalah najis dan tidak mengandung makna harta. 5. Jual beli al-arbu>n (jual beli yang bentuknya dilakukan melalui perjanjian, pembeli membeli sebuah barang dan uangnya seharga barang diserahkan

44 kepada penjual, dengan syarat apabila pembeli tertarik dan setuju, maka jual beli sah. Tetapi jika pembeli tidak setuju dan barang dikembalikan, maka uang yang telah diberikan kepada penjual, menjadi hibah bagi penjual). 6. Memperjualbelikan air sungai, air danau, air laut dan air yang tidak boleh dimiliki seseorang, karena air yang tidak dimiliki seseorang merupakan hak bersama untuk manusia, dan tidak boleh diperjualbelikan. 25 c. Jual beli yang rusak (Fasi>d), adalah jual beli yang dilegalkan dari segi hakikatnya tetapi tidak legal dari sifatnya. Artinya, jual beli ini dilakukan oleh orang yang layak pada barang yang layak, tetapi mengandung sifat yang tidak diinginkan oleh syariah, seperti menjual barang yang tidak jelas. Ketidakjelasannya dapat menciptakan sengketa, seperti menjual satu rumah yang tidak ditentukan dari beberapa rumah yang ada. Hukum jual beli ini sama halnya dengan hukum jual beli yang batal. 25 Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, 122-125.