BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil pengukuran suhu incinerator Pada Ruang Bakar utama

dokumen-dokumen yang mirip
PENGUJIAN ALAT INCINERATOR UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH PADAT RUMAH SAKIT TANPA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS

Gambar 3.1. Incinerator

PENGUJIAN ALAT INCINERATOR UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH PADAT RUMAH SAKIT TANPA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

V. HASIL UJI UNJUK KERJA

BAB I PENDAHULUAN. dan panas bumi dan Iain-lain. Pertumbuhan industri akan membawa dampak positif,

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Diagram konsumsi energi final per jenis (Sumber: Outlook energi Indonesia, 2013)

KUESIONER PENELITIAN. SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR, PADAT dan GAS di BAGIAN EKSPLORASI PRODUKSI (EP)-I PERTAMINA PANGKALAN SUSU TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

hasil analisis tersebut akan diketahui karakteristik (sifat fisik, biologi dan kimia)

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Pembahasan pada sisi gasifikasi (pada kompor) dan energi kalor input dari gasifikasi biomassa tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Hampir setiap manusia memerlukan bahan. Sekarang ini masih banyak digunakan bakan bakar fosil atau bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai densitas pada briket arang Ampas Tebu. Nilai Densitas Pada Masing-masing Variasi Tekanan Pembriketan

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Pengembangan Desain Alat Produksi Gas Metana Dari Pembakaran Sekam Padi Menggunakan Filter Tunggal

FABRIKASI INSINERATOR PORTABEL UNTUK KEBUTUHAN PUSKESMAS

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali Indonesia. Selain terbentuk dari jutaan tahun yang lalu dan. penting bagi kelangsungan hidup manusia, seiring dalam

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm

METODE PENELITIAN. Penentuan parameter. perancangan. Perancangan fungsional dan struktural. Pembuatan Alat. pengujian. Pengujian unjuk kerja alat

TATA CARA PERIZINAN INSINERATOR LIMBAH B3

GREEN INCINERATOR Pemusnah Sampah Kota, Industri, Medikal dsbnya Cepat, Murah, Mudah, Bersahabat, Bermanfaat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Sebelum Perendaman Dengan Minyak Jelantah

PERANCANGAN, PEMBUATAN, DAN PENGUJIAN ALAT PEMURNIAN BIOGAS DARI PENGOTOR H2O DENGAN METODE PENGEMBUNAN (KONDENSASI)

RUBBER CRUDE OIL PRODUCT KNOWLEDGE

BAB I PENDAHULUAN. dan kotoran ternak. Selain digunakan untuk tujuan primer bahan pangan, pakan

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Skema Proses Pengolahan Air Limbah

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

PENDAHULUAN. Tabel 1 Lokasi, jenis industri dan limbah yang mungkin dihasilkan

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN DENGAN AIR HEATER TANPA SIRIP

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN 27/07/2010. Efek Limbah Batubara. Pencemaran Logam Berat (Pb, Cr, Ar) Pencemaran lindi limbah batubara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ketika ketergantungan manusia terhadap bahan bakar tak terbarukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH

BAB I PENDAHULUAN. bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. maupun gas dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Lingkungan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

BAB I PENDAHULUAN. sumber energi yang keberadaanya dialam terbatas dan akan habis. dalam kurun waktu tertentu, yaitu minyak bumi, gas alam, dan

ANALISA PENGARUH KELEMBABAN SAMPAH KAYU DAN SISA MAKANAN PADA INCENERATOR PORTABLE SKALA RUMAH TANGGA

Unjuk Kerja Metode Flame -AAS Page 1 of 10

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATU BARA

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

III. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang terus bertambah di Indonesia. menyebabkan konsumsi bahan bakar yang tidak terbarukan seperti

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. batubara dan lainnya menjadikan harga energi terus maningkat. Negara Indonesia mempunyai potensi yang luar biasa mengenai

NASKAH PUBLIKASI INOVASI TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN DENGAN VARIASI KETINGGIAN CEROBONG

I. PENDAHULUAN. manusia, akan tetapi pembangunan di bidang industri ini juga memberikan. berat dalam proses produksinya (Palar, 1994).

Studi Pemanfaatan Limbah Karbon Aktif sebagai Bahan Pengganti Agregat Halus pada Campuran Beton Ringan (Studi Kasus di PT PETRONIKA)

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya aktivitas kehidupan manusia yang dirasakan

PEMANFAATAN KOTORAN AYAM DENGAN CAMPURAN CANGKANG KARET SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bahan bakar, hal ini didasari oleh banyaknya industri kecil menengah yang

Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 07 tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil pengujian dan analisa limbah plastik PP (Polypropyline).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi

UJI KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET BIOMASSA ONGGOK-BATUBARA DENGAN VARIASI KOMPOSISI

Lampiran 1. Kebutuhan air di kampus IPB Dramaga saat libur

Analisa Karakteristik Pembakaran Briket Tongkol Jagung dengan Proses Karbonisasi dan Non- Karbonisasi

BAB I PENDAHULUAN. harus berkurang dikarenakan adanya sumber-sumber air yang tercemar.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan industri adalah limbah bahan berbahaya dan beracun. Penanganan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) D-138

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Adapun yang menjadi tempat pada penelitian adalah Laboratorium Teknik

Pengembangan Desain dan Konstruksi Alat Produksi Gas Metana Dari Pembakaran Sampah Organik Sekam Padi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD

Laju Pendidihan. Grafik kecepatan Pendidihan. M.Sumbu 18. M.Sumbu 24. Temperatur ( C) E.Sebaris 3 inch. E.Susun 3 inch. E.Sususn 2 inch.

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

selanjutnya penulis mengolah data dan kemudian menyusun tugas akhir sampai

RANCANG BANGUN TUNGKU PORTABLE BAHAN BAKAR BATUBARA YANG AMAN UNTUK KESEHATAN PEMAKAINYA 1

Pengembangan Desain dan Pengoperasian Alat Produksi Gas Metana Dari pembakaran Sampah Organik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

KARAKTERISTIK CAMPURAN CANGKANG DAN SERABUT BUAH KELAPA SAWIT TERHADAP NILAI KALOR DI PROPINSI BANGKA BELITUNG

Transkripsi:

Suhu (ºC) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengukuran Suhu Incinerator Pengukuran suhu incinerator dilakukan guna mengetahui kelayakan incinerator dalam mengolah limbah padat rumah sakit. Pengukuran suhu incinerator dilakukan pada dua titik yaitu ruang bakar utama dan ruang bakar asap. Lihat Tabel 4.1. dan Tabel 4.2. Tabel 4.1. Hasil pengukuran suhu incinerator Pada Ruang Bakar utama No. Waktu Suhu (menit) (ºC) 1 5 98 2 10 180 3 15 358 4 20 410 5 25 498 6 30 556 7 35 415 8 40 576 9 45 688 800 700 600 500 400 300 200 100 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Waktu (menit) Suhu (ºC) Gambar 4.1. Grafik perbandingan suhu dengan lama pembakaran pada ruang bakar utama incinerator 32

33 Berdasarkan pengukuran suhu incinerator yang telah dilakukan didapatkan data kenaikan dan penurunan suhu incinerator. Data tersebut diambil dengan mencatat nilai suhu setiap 5 menit. Pada pengujian tersebut dilakukan dua kali pengisian ulang limbah padat rumah sakit yaitu pada menit ke 30 dan 55. Pada ruang bakar utama kenaikan suhu mencapai 98 ºC pada 5 menit pertama, kemudian pada menit ke 35 mengalami penurunan karena dilakukan pengisian limbah. Pada menit ke 40 suhu kembali naik hingga mencapai titik maksimum 688ºC. Tabel 4.2. Hasil pengukuran suhu incinerator Pada Ruang Bakar Asap No. Waktu Suhu 24 120 512 (menit) (ºC) 25 125 467 1 5 120 26 130 430 2 10 218 27 135 396 3 15 422 28 140 365 4 20 469 29 145 334 6 30 626 30 150 306 7 35 504 31 155 281 8 40 690 32 160 259 9 45 779 33 165 240 10 50 830 34 170 222 11 55 867 35 175 211 12 60 756 36 180 201 13 65 790 37 185 193 14 70 953 38 190 189 15 75 998 39 195 182 16 80 960 40 200 177 17 85 920 41 205 172 18 90 876 42 210 169 19 95 815 20 100 778 21 105 686 22 110 614 23 115 562 43 215 165 44 220 161 45 225 158

34 1200 1000 800 600 Suhu (ºC) 400 200 0 5 55 105 155 205 Gambar 4.2. Grafik Perbandingan Suhu dengan Lama Pembakaran Pada Ruang Asap Incinerator Dari grafik Gambar 4.2., pada menit ke 5 sampai menit ke 30 merupakan tahap untuk membuat bara api dengan menggunakan Batok Kelapa. Pada tahap tersebut suhu terus meningkat yaitu mencapai 626ºC. Namun, Pada menit ke 35 suhu ruang bakar incinerator turun karena terjadi pengisian limbah dan kembali naik saat limbah mulai terbakar. Suhu kembali turun pada menit ke 60 karena terjadi pengisian ulang limbah dan kembali naik hingga suhu incinerator mencapai titik maksimum yaitu 998ºC. Pada titik tersebut suhu mengalami penurunan dikarenakan habisnya limbah yang dibakar karena nilai dari suhu incinerator dibantu oleh pembakaran dari limbah itu sendiri. Pada grafik tersebut terjadi penurunan suhu yang signifikan yaitu antara menit ke 85-115, kemudian pada menit selanjutnya suhu mengalami penurunan secara lambat dan lebih stabil dikarenakan untuk mencapai suhu ruangan dibutuhkan waktu yang lebih lama. Pada incinerator yang ada di Industri Klor Alkali, pada proses pembakaran digunakan bahan bakar LPG agar tercapai suhu pembakaran sekitar 900 C untuk mendapatkan aktivasi abu hasil pembakaran (Sumingkrat dkk. 2014). Jika dibandingkan antara keduanya maka nilai suhu incinerator hasil rancangan Tugas Akhir lebih tinggi yaitu mencapai 998ºC, disamping itu lebih ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan bakar LPG dan

35 biaya pengoperasian lebih murah karena bahan bakar menggunakan Batok Kelapa. Pradipta (2011) melakukan penelitian unjuk kerja incinerator dengan kapasitas 0,294 m³, berat limbah 18,3 kg. Pada penelitian tersebut, suhu incinerator hanya mencapai 478ºC. Berdasarkan data tersebut maka incinerator hasil rancangan lebih efisien karena suhu mencapai 998ºC, disamping itu dalam proses pembakaran tidak memerlukan bahan bakar seperti minyak dan gas. Namun yang menjadi kekurangan incinerator tanpa menggunakan bahan bakar minyak dan gas yaitu memerlukan waktu yang lebih lama agar bisa mencapai suhu tertentu sampai bisa digunakan untuk membakar limbah. Suhu maksimum dari incinerator hasil rancangan mencapai 998ºC dengan bahan bakar yang digunakan adalah Batok Kelapa. Pada suhu tersebut incinerator tidak bisa digunakan untuk mengolah limbah sitotoksik karena untuk mengolah limbah sitotoksik dibutuhkan suhu sekitar 1200ºC. Sedangkan suhu incinerator hasil rancangan hanya mencapai 998ºC. Untuk mencapai suhu tersebut dibutuhkan bahan bakar dengan nilai kalor tinggi. Bahan bakar tersebut adalah Batubara yang memiliki nilai kalor 23864.75 kj/kg. Nilai kalor tersebut lebih besar dibandingkan dengan Batok Kelapa yaitu 18200 kj/kg hingga 19338.05 kj/kg. 4.2. Kualitas Pembakaran 4.2.1. Waktu Pembakaran Pembakaran yaitu proses untuk merubah karbon (C) dalam suatu bahan bakar menjadi CO 2 dalam selang waktu tertentu. Waktu pembakaran dipengaruhi oleh bahan yang dijadikan umpan dan kesempurnaan proses pembakaran yang terjadi. Kesempurnaan pembakaran dipengaruhi oleh jumlah udara yang dibutuhkan untuk proses pembakaran. Sehingga secara umum semakin luas lubang udara, maka waktu pembakaran akan lebih kecil.

Waktu (menit) 36 30 25 20 15 10 waktu 5 0 pengujian pembakaran 1 pengujian pembakaran 2 Gambar 4.3. Grafik Perbandingan Waktu Pengujian Pembakaran Berdasarkan grafik Gambar 4.3. pembakaran I memerlukan watu 25 menit untuk bisa membakar habis limbah padat rumah sakit sampai berubah menjadi abu sedangkan pembakaran 2 memerlukan waktu 20 menit. Artinya, pembakaran I memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan pembakaran II. Hal ini disebabkan karena kurangnya suplai udara yang masuk pada pembakaran I sehingga berpengaruh terhadap lamanya waktu pembakaran sedangkan suplai udara pada pembakaran II lebih banyak. Banyaknya udara yang masuk keruang pembakaran maka sirkulasi udara semakin merata dan kebutuhan udara optimal untuk proses pembakaran terpenuhi. 4.2.2. Laju Pembakaran Waktu yang dibutuhkan untuk proses pembakaran berpengaruh terhadap laju pembakaran pada alat pembakar limbah padat rumah sakit (incinerator). Total waktu yang dibutuhkan incinerator untuk membakar habis limbah menjadi abu yaitu 20 menit (0,333 jam). Data tersebut diambil dari pembakaran ke II. Laju pembakaran dihitung dengan membandingkan bobot sampah yang dibakar (m) dengan lamanya proses pembakaran (t).

37 Laju Pembakaran = = = 7,5 kg/jam Jadi, dalam waktu 1 jam incinerator mampu membakar sampah RSJ. Prof. Soerojo, Magelang sebanyak 7,5 kg/jam. 4.2.3. Rendemen Limbah Sisa Pembakaran Rendemen limbah sisa pembakaran digunakan untuk mengetahui kesempurnaan proses pembakaran. Parameter yang diukur untuk analisis rendemen sisa pembakaran adalah parameter bobot limbah sisa pembakaran yang dihasilkan oleh proses pembakaran dan bobot limbah yang dibakar. Nilai rendemen limbah sisa pembakaran dihitung dengan presentase perbandingan bobot limbah sisa pembakaran dan bobot limbah yang dibakar. Bobot limbah sisa pembakaran pada incinerator yaitu 0,62 kg yang dihasilkan dari pembakaran 5 kg bobot limbah dan 8 kg bobot Batok Kelapa. Perhitungan rendemen limbah sisa pembakaran adalah sebagai berikut : Rendemen (%) = x 100% = x 100 % = 4,76 % Jadi, rendemen sisa pembakaran limbah padat rumah sakit dari mesin incinerator adalah 4,76 %. Budiman (2001) melakukan penelitian unjuk kerja incinerator. Pada penelitian tersebut didapatkan nilai rendemen limbah sisa pembakaran yaitu 12.16 % dari jumlah bobot limbah sisa pembakaran 2,19 kg dan bobot limbah sebelum dibakar 18 kg. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa tingkat efisiensi mesin incinerator hasil rancangan lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Budiman (2001)

38 karena nilai rendemen limbah sisa pembakaran dari incinerator hasil rancangan adalah 4,76 % sedangkan penelitian yang dilakukan Budiman (2001) yaitu 12,16 %. 4.3. Hasil Pengujian Kandungan Abu Hasil Pembakaran Abu incinerator hasil pembakaran limbah padat rumah sakit yang suhunya mencapai 998ºC diambil dan diuji kandungannya dengan parameter yang telah ditentukan yaitu Zn, Pb, Cu, Cr dan Cd. Hasil pengujian kandungan abu lihat Tabel 4.4. Tabel 4.3. Hasil Lab. Pengujian Kandungan Abu Incinerator No. Parameter Uji Batas Maksimum Hasil Metode Baku Mutu (mg/kg) (mg/kg) 1 Zn (Seng) 9221,22 SSA-Nyala 5000 2 Pb (Timbal) 5,08 SSA-Nyala 3000 3 Cu (Tembaga) 297,6 SSA-Nyala 1000 4 Cr (Kromium) 34,36 SSA-Nyala 2500 5 Cd (Kadmium) 0,59 SSA-Nyala 50 Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil pengujian abu seperti pada Tabel 4.3. dapat disimpulkan bahwa limbah abu sisa incinerator dapat ditimbun pada landfill kategori I dikarenakan nilai Zinc (Zn)>5000 ppm sesuai dengan Keputusan Kepala Bapedal No. 4 Tahun 1995 tentang Tata Cara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan Dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun. Adapun tingginya kandungan Zn diakibatkan oleh banyaknya jarum suntik yang ada pada limbah rumah sakit. Saragih & Herumurti (2013) melakukan penelitian unjuk kerja incinerator di Rumah Sakit TNI Dr.Ramelan Surabaya. Pada penelitian tersebut didapat parameter Zn yang terkandung dalam abu sisa insinerasi nilainya 6046.27 ppm. Sedangkan pada mesin incinerator hasil rancangan

39 didapat kandungan abu dengan parameter Zn nilainya 9221,22 ppm. Dari data tersebut mesin Incinerator yang ada pada Rumah Sakit TNI Dr. Ramelan Surabaya lebih efisien dibandingankan dengan mesin incinerator hasil rancangan karena nilai kandungan Zn lebih kecil dibandingkan dengan incinerator hasil rancangan.