BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG NO. 469 / PID.B / 2010 / PN. SMG. TENTANG PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN BAGI RESIDIVIS PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN ANAK DIBAWAH UMUR

A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Kekerasan seksual pada anak, yaitu dalam bentuk pencabulan

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PIDANA CABUL KEPADA ANAK DI BAWAH UMUR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG NO. 3/ PID. B/ 2004/ PN SMG TENTANG TINDAK PIDANA TERORISME

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 488/PID.B/2015/PN.SDA TENTANG PERCOBAAN PENCURIAN

BAB IV. A. Pandangan Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Hukuman Kumulatif. Dari Seluruh Putusan yang dijatuhkan oleh Hakim, menunjukkan bahwa

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM DALAM PASAL 55 KUHP TERHADAP MENYURUH LAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

BAB I PENDAHULUAN. melanggar hukum perundang-undangan, baik hukum Islam maupun hukum

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN

BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP RUMAH TANGGA DALAM PERSPEKTIF FIQH JINAYAH DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada. keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

BAB IV ANALISIS SANKSI PIDANA TERHADAPPUTUSAN PENGADILAN. NEGERI SEMARANG NO.162/Pid.B/2011/PN. Smg TENTANG SEDIAAN FARMASI YANG TIDAK BERIZIN

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR :191/PID.B/2016/PN.PDG

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang dianggap sebagai suatu tindakan melanggar hukum

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAKAN ASUSILA DAN PENGANIAYAAN OLEH OKNUM TNI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat terdapat berbagai jenis manusia, ada

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 394/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

BAB 1V ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI MEULABOH DALAM PUTUSAN NO.

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB IV. A. Analisis Pertimbangan Hakim pada Putusan Pengadilan Negeri Jombang No.23/Pid.B/2016/PN.JBG tentang Penggelapan dalam Jabatan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ACARA PIDANA ISLAM TERHADAP EKSEKUSI PUTUSAN PN SIDOARJO NO. 1169/Pid.B/2008/PN.SDA

BAB IV PEMBAHASAN. 1. Sanksi pemidanaan tindak pidana perzinaan dalam putusan Kasasi dari Pengadilan Tinggi Surabaya dan Pengadilan Negeri Bangkalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

Dalam memeriksa putusan pengadilan paling tidak harus berisikan. tentang isi dan sistematika putusan yang meliputi 4 (empat) hal, yaitu:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT (MESUM) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB III ZINA LAJANG DALAM PERSPEKTIF RKUHP (RKUHP) Tahun 2012 Bagian Keempat tentang Zina dan Perbuatan

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PROBOLINGGO NO. 179/PID.B/PN.PBL TENTANG TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING

BAB I PENDAHULUAN. atau terjepit maka sangat dimungkinkan niat dan kesempatan yang ada

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEDOFILIA

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

BAB I PENDAHULUAN. menyimpang dirumuskan oleh Saparinah Sadli sebagai tingkah laku yang dinilai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB IV. Hakim adalah organ pengadilan yang memegang kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan Negara yang merdeka untuk meyelenggarakan peradilan guna

A. Analisis Putusan Hakim No.193/PID.B/2013/PN.Sda tentang Tindak Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. PENGADILAN TINGGI SUMATERA UTARA DI MEDAN, dalam. sebagai berikut, dalam perkara Terdakwa :

BAB IV. A. Analisis Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Penipuan yang. Berkedok Lowongan Pekerjaan (Studi Direktori Putusan Pengadilan Negeri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ketentuan syari at Islam, perbuatan zina tidak dianggap sebagai

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP KASUS ASUSILA PADA ANAK. Sulasmin Hudji. Pembimbing I : Dr. Fence M. Wantu, SH.,MH

P U T U S A N Nomor : 103 /PID/2013/PT-MDN.-

P U T U S A N. No. 53 / Pid.B / 2013 / PN. UNH DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI LAMONGAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA MEMBUKA RAHASIA NEGARA SOAL UJIAN NASIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUMAN DAN MACAM- MACAM HUKUMAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM SERTA CUTI BERSYARAT

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI BANYUWANGI TERHADAP TINDAK PIDANA PENANGKAPAN IKAN DENGAN POTASIUM CIANIDA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILA N NEGERI MEDAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENGEDARAN MATA UANG PALSU

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan No.13/Pid.B/2011/PN.

Transkripsi:

45 BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG NO. 469 / PID.B / 2010 / PN. SMG. TENTANG PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR Dalam menjatuhkan putusan semua Pengadilan baik Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun Mahkamah Agung tidak luput dari pertimbanganpertimbangan hukum untuk memberikan dasar kemantapan dalam menjatuhkan putusan, tidak saja karena menjadi syarat suatu putusan sebagaimana ketentuan dalam undang-undang. Putusan pengadilan itu terbagi menjadi tiga bagian, sebagaimana yang ada dalam putusan di atas, Pengadilan Negeri Semarang telah memilih salah satu dari tiga jenis putusan yang dikenal di dalam hukum acara pidana yaitu: 1. Putusan bebas 2. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum 3. Putusan pemidanaan 1 Putusan yang diambil tersebut merupakan putusan pemidanaan. Putusan pemidanaan adalah putusan Pengadilan yang dijatuhkan kepada terdakwa jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya beserta kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya terbukti secara sah dan meyakinkan. 2 1 Suryono Sutarto, Hukum Acara Pidana, Semarang; UNDIP, 2004, Cet. 2, hlm. 74-76 2 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika, 2004, hlm.86

46 Pengadilan Negeri Semarang telah menjatuhkan putusan pemidanaan kepada terdakwa. Hal ini berarti Pengadilan Semarang menilai bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana dan telah terbukti seperti yang telah di dakwakan. Terdakwa Solekkan bin Sarwidi berdasarkan saksi-saksi dan bukti yang telah diajukan dalam persidangan, bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana pemerkosaan terhadap anak dibawah umur. Mengingat pasal 183 KUHAP. dinyatakan: Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. 3 Setelah melihat keterangan pasal di atas Putusan Pengadilan Negeri Semarang tersebut telah menggunakan dua alat bukti yakni berupa barang bukti, petunjuk dan keterangan saksi. Berarti hal ini sesuai dengan apa yang tercantum dalam Pasal 183 KUHAP. yang menyebutkan keyakinan Hakim tentang kesalahan Terdakwa harus berdasarkan minimal dua alat bukti yang sah. Dengan demikian untuk membuktikan perbuatan terdakwa termasuk tindak pidana, cukup dengan 2 alat bukti yang sah. Hakim yang bersangkutan dalam penyidangan terdakwa haruslah memperhatikan beberapa unsur-unsur yang bisa dikatagorikan tindak pidana : a. Unsur obyektif 1. Perbuatan orang 2. Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu 3 KUHAP-KUHP, Op.cit. hlm. 263

47 3. Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu b. Unsur subyekif 1. Orang yang mampu bertanggungjawab 2. Adanya kesalahan, perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan. Kesalahan ini dapat berhubungan dengan akibat dari perbuatan atau dengan keadaan-keadaan dimana perbuatan itu dilakukan. 4 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarang yang terdiri dari satu hakim ketua majelis dan dua hakim lainnya sebagai hakim anggota, menyatakan bahwa dalam putusan No. 469/ Pid.B/2010/PN. SMG. terdakwa Solekan bin Sarwidi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemerkosaan anak di bawah umur, oleh karena itu Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarang menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan denda sebesar Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayar harus diganti dengan kurungan selama 4 (empat) bulan dan membebankan biaya perkara terhadap Terdakwa sebesar Rp.2500,- (dua ribu lima ratus rupiah). Dengan dasar hukum sanksi pidana yang dipakai yaitu Pasal 81 ayat (1) undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang undang- undang perlindungan anak, pasal 285 dan 287 KUHP. A. Analisis Putusan Pengadilan Negeri Semarang No. 469 / Pid.B / 2010 / PN. SMG. Tentang Pemerkosaan Terhadap Anak Di Bawah Umur Mengingat Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan Kehakiman dalam pasal 28 ayat (2) menyebutkan 4 Sudarto, Hukum Pidana I, Semarang; Yayasan sudarto UNDIP, 1990, Cet. II, Hlm. 41

48 Hakim dan kewajibannya dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, Hakim wajib mempertimbangkan pula sifat yang baik dan yang jahat dari Terdakwa. Sebelum Majelis Hakim menjatuhkan putusan terhadap Solekan bin Sarwidi yang telah melakukan tindak pidana pemerkosaan anak dibawah umur, Majelis Hakim harus mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan terdakwa. Sifat baik dan yang jahat dari terdakwa perlu diperhatikannya oleh Majelis Hakim dalam menerapkan sanksi yang akan diberikan oleh terdakwa. Adapun keadaan-keadaan pribadi seseorang perlu diperhatikan untuk menjatuhkan pidana yang sesuai, keadaan pribadi tersebut dapat diperoleh dari keterangan dokter, keluarga, lingkungan, dokter ahli jiwa dan sebagainya. Adapun pertimbangan-pertimbangan yang dipakai oleh Majelis Hakim sebelum menjatuhkan putusan Pengadilan Negeri Semarang No. 469/ Pid.B/ 2010/ PN.SMG. sebagai berikut 1. Pertimbangan Majelis Hakim dalam memperberat terdakwa a. Perbuatan terdakwa tidak manusiawi, karena dilakukan terhadap anak yang seharusnya terdakwa ikut melindungi, akan tetapi terdakwa berbuat sebaliknya, b. Terdakwa sebagai orang tua seharusnya memberi contoh atau tauladan yang baik kepada anak-anak, apalagi korban adalah anak tetangga sendiri,

49 c. Terdakwa berbelit-belit dan berusaha mungkir atas perbuatannya, serta terdakwa tidak punya rasa penyesalan, d. Akibat perbuatan terdakwa tersebut telah mengakibatkan saksi korban trauma, e. Terdakwa pernah dihukum dan terdakwa dikualifikasikan sebagai residifis. 2. Pertimbangan Majelis Hakim dalam Memperingan terdakwa a. terdakwa masih muda dan masih ada harapan untuk memperbaiki kelakuannya dikemudian hari. Majelis Hakim dalam menjatuhkan hukuman kepada terdakwa harus mempertimbangkan berbagai hal dengan secara matang tidak boleh mencerminkan kesewenang-wenangan tanpa memperhatikan kepentingan terdakwa dan masyarakat. Yang dikatakan kepentingan terdakwa adalah terdakwa harus diperlakukan adil sehingga tidak ada seorangpun yang tidak bersalah mendapatkan hukuman (persumtion of innocent) 5 atau perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum tidak mengadakan perbedaan perlakuan (dalam hal ini terkandung asas equality before the law) 6. Penjatuhan pidana yang diberikan hakim semaksimal mungkin mencapai nilai-nilai keadilan baik untuk korban maupun untuk terdakwa, karena jika prinsip keadilan (justice princip) itu diterapkan seluruh masyarakat maka akan terwujud ketenteraman dan kedamaian. Yang dikatakan kepentingan masyarakat yakni apabila adanya seseorang 5 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana, Jakarta; Sinar Grafika, 2009, hlm.14 6 Ibid, hlm. 22

50 yang melanggar peraturan perundang-undangan, maka harus dilaksanakan ketentuan sebagai mana yang ada dalam undang-undang hukum pidana materiil. Tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa adalah suatu pelanggaran yang bisa dikatakan berat, dimana tindakan tersebut harus dihukum sebagaimana yang tercantum dalam pasal 285 KUHP. yang diancam paling lama pidana penjara 12 tahun, dan pasal 287 KUHP. ayat (1) yang diancam paling lama pidana penjara 9 tahun, beserta Undang- Undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, pasal 81 ayat (1) Yang diancam palinglama penjara 15 tahun, dan paling sedikit 3 tahun pidana penjara, beserta denda paling banyak Rp. 300.000.000, dan paling sedikit Rp. 60.000.000 Adapun dasar pertimbangan di atas, Majelis Hakim untuk memutuskan putusan No. 469/ Pid. B/ 2010/ PN. SMG., yang dilakukan oleh Solekan bin Sarwidi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemerkosaan terhadap anak dibawah umur. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Yang dimaksud anak dibawah umur dalam hukum positif yakni diatur dalam Undang Undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, bab I dalam ketentuan umum pasal 1 (satu) ayat 1 (satu) Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih didalam kandungan.

51 Dari fakta persidangan telah terungkap dari semua tuntutan Jaksa Penuntut Umum, yakni pasal 285, 287 KUHP dan UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, pasal 81 ayat (1), akan tetapi menurut penulis bahwasanya pasal 291 KUHP. ayat (1) juga termasuk suatu pelanggaran yang dilakukan oleh terdakwa dimana pasal tersebut berbunyi Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 286, 287, 289 dan 290 KUHP. mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun penjara. Satu hal lagi yang menjadi titik lemah dari putusan ini menurut penulis adalah Majelis Hakim menjatuhkan putusan lebih ringan dari pada tuntutan dari jaksa penuntut umum yaitu 7 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp. 60.000.000 (enam puluh juta rupiah) subsider 6 (enam) bulan kurungan, tetapi yang dijatuhkan majelis hakim adalah pidana penjara 5 (lima) tahun, dan denda Rp. 60.000.000, (enam puluh juta rupiah)dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayar harus diganti dengan kurungan selama 4 (empat) bulan. Setelah dianalisis Putusan Pengadilan Negeri Semarang, atas dasar adanya hal- hal yang memberatkan dan meringankan, adalah selama di Persidangan terungkap bahwa korban masih di bawah umur, dampak yang ditimbulkan bagi korban adalah sangat besar dari mulai trauma sampai dengan cacat fisik, Pelaku pernah dihukum sebelumnya selama 2 (dua) kali apalagi perbuatannya dikualifikasikan sebagai residifis, residifis

52 adalah suatu tindak pidana dimana terjadi dalam hal seseorang yang melakukan tindak pidana dan telah dijatuhi pidana dengan suatu putusan hakim yang tetap, kemudian melakukan tindak pidana lagi atas tindakan yang hampir serupa, memberikan keterangan yang berbelit-belit pada waktu pemeriksaan dalam sidang untuk berdalih bahwa terdakwa tidak bersalah dan tidak adanya penyesalan, serta perbuatan terdakwa termasuk perbarengan tindak pidana (concursus idealis) yaitu suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana dan dipandang dari sudut hukum pidana ada dua perbuatan atau lebih dan antara perbuatan-perbuatan itu tidak dapat difikirkan terlepas satu sama lain. Dalam pemberian pidana menurut concursus idealis ada alternatif untuk penjatuhan hukumannya yaitu apabila Majelis Hakim menghadapi dua pilihan antara dua pidana pokok yang tidak sejenis maka penentuan pidana yang terberat didasarkan pada urut-urutan jenis pidana seperti tersebut dalam pasal 69 dan pasal 10 KUHP. 7 Pasal 69 KUHP 1. perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan menurut urut-urutan dalam pasal 10 2. jika hakim memilih antara beberapa pidana pokok, maka dalam perbandingan hanya yang terberatlah yang dipakai 3. perbandingan beratnya pidana-pidana pokok yang sejenis ditentukan menurut maksimumnya masing-masing 4. perbandingan lamanya pidana-pidana pokok, baik yang sejenis maupun yang tidak sejenis, juga ditentukan menurut maksimumnya masing-masing. 1993. hlm. 52 7 Barda Nawawi Arief, Hukum Pidana II, Semarang; Badan Penyediaan Bahan Kuliah,

53 Pasal 10 KUHP a. Pidana pokok 1. Pidana mati 2. Pidana penjara 3. Pidana kurungan 4. Pidana denda 5. Pidana tutupan b. Pidana tambahan 1. Pencabutan hak-hak tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim 8 Atas keterangan tersebut melihat UU No. 69 dan 10 KUHP. Dapat di aplikasikan di dalam rumus pemberian pemidanaan dalam perbarengan tindak pidana concursus idealis, melihat ancaman perbuatan terdakwa adalah atas pasal 81 ayat 1 (satu) UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, dipidana penjara paling banyak 15 tahun dan paling sedikit 3 tahun penjara, denda paling banyak Rp.300.000.000. (tiga ratus juta), dan paling sedikit Rp. 60.000.000. (enampuluh juta rupiah), dalam pasal 285 KUHP, diancam 12 tahun penjara dan pasal 287 ayat 1 KUHP, diancam 9 tahun penjara, setelah melihat dari pengertian dan ketentuan dari perbarengan tindak pidana (concursus idealis) maka aturan pidana yang seharusnya diterapkan adalah aturan pidana yang terberat yakni 15 (lima belas) tahun penjara. Dimana aturan tersebut dapat memberikan dampak jera terhadap pelaku pemerkosaan, dan untuk mempertegas hukum pidana di Indonesia beserta dapat menekan maraknya tindak pidana yang tahun ke tahun semakin berkembang dengan tindak pidana serupa. 8 KUHAP-KUHP, Loc.cit. hlm. 15

54 B. Analisis Putusan Pengadilan Negeri Semarang No. 469 / Pid.B / 2010 / PN. SMG. Tentang Pemerkosaan Terhadap Anak Di Bawah Umur Dalam Perspektif Hukum Pidana Islam. Di dalam memutuskan suatu perkara untuk mencapai nilai-nilai keadilan semaksimal mungkin baik untuk korban dan terdakwa, dalam syari at Islam Majelis Hakim harus mempertimbangkan dengan akal sehat dan keyakinan serta perlu adanya musyawarah. Firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 58:.! &"#$ % Artinya :.dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.. 9 Berdasarkan ayat di atas, sudah jelas bahwa hakim dalam memberikan putusan harus bersikap adil terhadap terdakwa dengan jalan musyawarah sehingga nilai-nilai keadilan dapat terwujud. Terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana pemerkosaan terhadap anak di bawah umur, kalau dilihat dari hukum pidana Islam perbuatan terdakwa adalah zina yang termasuk dalam jarimah hudud dimana suatu ketentuan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Dalam menentukan batasan umur anak, para fukaha mengacu pada usia agar bisa berlaku bagi semua orang, dengan mendasarkan pada keadaan yang banyak terjadi pada anak-anak kecil. Pembatasan ini diperlukan agar tidak terjadi kekacauan hukum dan agar mudah bagi 9 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur an dan Terjemahan, Jakarta; Lentera Abadi, Op.cit. hlm.128

55 seorang hakim untuk meneliti apakah kemampuan berfikir sudah ada pada diri seseorang anak atau belum sebab usia anak dapat diketahui dengan mudah. Anak dianggap belum mumayis jika usianya belum sampai tujuh tahun meskipun ada anak di bawah tujuh tahun lebih cepat untuk dapat membedakan baik dan buruk dari pada anak lain seusianya. 10 Yang dikatakan anak dibawah umur adalah seseorang anak laki-laki yang belum baligh, cara mengetahuinya melalui mimpi dan keluarnya air mani, sedangkan balighnya seorang perempuan dapat diketahui melalui menstruasi, mimpi basah, dan hamil. Jika tanda-tanda baligh datang lebih cepat atau terlambat baligh ditentukan dengan usia. Mayoritas para fukaha membatasi usia 15 (lima belas) tahun untuk laki-laki dan perempuan. Mereka beralasan karena yang mempengaruhi kedewasaan seseorang sebenarnya adalah akal. Mimpi basah yang dijadikan tolak ukur dalam menentukan baligh secara sarak adalah bukti dari kesempurnaan akal. Mimpi basah biasanya tidak lebih dari usia 15 (lima belas) tahun. Apabila seseorang pada usia 15 (lima belas) tahun belum bermimpi basah, hal itu ber bertalian dengan kerusakan (penyakit), bawaan dari lahir. Itu dibatasi pada umur delapan belas dan sembilan belas tahun. 11 Dilihat dari hukum Islam terdakwa disini harus dihukum hudud yakni di dera (jilid) sebanyak 100 kali dan diasingkan (taghrib) selama 1 (satu) tahun dalam jarak qasar. Hukuman jilid dijatuhkan untuk mengimbangi (memerangi) faktor psychologis yang mendorong 10 Ahsin Sakho Muhammad, et. al. Ensiklopedi Hukum Pidana Islam II, Bogor ; PT Kharisma Ilmu, t.th. hlm, 256 11 Ibid, hlm. 258

56 perbuatannya dalam jarimah zina, faktor tersebut ialah keinginan untuk mendapatkan kesenangan faktor psychologis penentangnya yang menyebabkan seseorang meninggalkan kenangan tersebut ialah ancaman sengsara (rasa sakit) yaitu yang ditimbulkan oleh 100 (seratus) jilidan. Kalau faktor pendorong zina lebih kuat daripada faktor penghalaunya maka derita hukuman yang dijatuhkan cukup melakukan kesenangan yang sudah diperoleh sehingga bisa mendorongnya untuk memikirkannya kembali. 12 Menurut Imam Abu Hanifah, hukuman pengasingan itu tidak termasuk dalam hukuman had, melainkan sebagai hukuman ta zir yang boleh dijatuhkan apabila dipandang perlu oleh penguasa. Hukuman pengasingan ini dimaksudkan untuk dilupakannya jarimah secepat mungkin oleh masyarakat dan hal ini mengharuskan dijauhkannya pembuat dari tempat kejadiannya jarimah tersebut, sebab apabila ia tetap berada ditengah-tengah masyarakat dimana jarimah tersebut terjadi, maka kenangan orang-orang tidak akan mudah dihapus. Pengasingan terhadap pembuat zina akan menjauhkan dari berbagai kesulitan yang harus dialaminya apabila ia tetap berada dalam tengah-tengah masyarakat sekelilingnya dan boleh jadi sampai hilangnya jalan mendapat rizki dan kehormatan diri. Jadi pengasingan menyiapkan kembali hidup baru dan terhormat bagi pembuatnya. 13 Disini dapat dilihat selain pengasingan 12 A. Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta; Bulan Bintang,1967, hlm 202 13 Ibid, hlm 204

57 adalah hukuman, tetapi hukuman tersebut dimaksudkan untuk kepentingan terdakwa dan masyarakat. Ta zir yaitu dimana hukuman itu tidak diterapkan dengan ketentuan hukum dan hakim diperkenankan mempertimbangkan baik bentuk ataupun hukuman yang akan dikenakan, bentuk hukuman dengan kebijaksanaan ini diberikan dengan mempertimbangkan khusus tentang berbagai faktor yang mempengaruhi perubahan sosial dalam peradaban manusia dan bervariasi berdasarkan metode yang digunakan pengadilan ataupun jenis tindak pidana yang dapat ditunjukkan dalam undangundang. 14 Di dalam syari ah telah menetapkan dua kriteria hukuman, seseorang dibimbing untuk mempelajari, memperbaiki dan mendidik diri sendiri agar tidak melakukan tindak pidana serupa, serta memberikan kesempatan untuk memulihkan diri sebagai anggota masyarakat yang baik dan tidak merugikan. Bentuk hukuman yang ringan ini adalah ta zir. berarti memberi rasa malu atau aib atas tindak kriminal yang telah dilakukan terhadap suatu anggota masyarakat itu sendiri. Ta zir merupakan pertimbangan bagi hakim saleh dan terpelajar apakah dalam bentuk cambukan di muka umum, dipenjara, denda atau bahkan diperingatkan dan ditegur agar menjadi lebih baik dimasa yang akan datang. 15 Dalam masalah hukuman ta zir, hakim berhak mengampuni dan mengganti hukuman lain. Jenis hukuman ini merupakan hukuman yang hlm.16 14 Abdur Rahman, Syari at Hukum Islam, jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 1996, 15 Ibid. hlm. 5

58 disepakati secara penuh dalam kerangka adaptasi bersama hukuman yang ditetapkan dalam hukum konvensional. 16 Recidive dipandang dari hukum Islam akan adanya suatu perubahan hukuman apabila recidive tersebut dengan melakukan jarimah yang sama. Contoh seorang jejaka atau pria yang belum pernah beristri, jika ia pernah melakukan hubungan seksual dengan seorang wanita, pria tersebut termasuk muhsan, begitu pula halnya dengan seorang gadis, jika pernah melakukan hubungan seksual dengan seorang pria walaupun belum pernah mempunyai suami, ia termasuk muhshanah. 17 Hukuman bagi pelaku zina muhsan adalah seperti halnya dalam surah An Nisa ayat 15 adalah disekap dirumah sampai mati, atau di lempari batu sampai mati (dirajam). Sanksi pidana dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang No. 469/Pid.B/ 2010/ PN. Smg., tentang pemerkosaan anak di bawah umur adalah dengan pidana penjara 5 (lima) tahun dan denda sebesar Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah ) dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan. Hukuman pidana penjara masuk dalam jarimah ta zir, jarimah ta zir tersebut dapat diberikan kepada semua jarimah apa saja, apabila itu 16 Ahsin Sakho Muhammad, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, jilid v, Op.Cit. hlm., 232 17 Zainudin Ali, Op.cit, hlm. 111

59 termasuk suatu bentuk perbuatan kemaksiatan yang jumlahnya banyak dan tidak terbatas. 18 Dari beberapa uraian di atas, disimpulkan bahwa Pengadilan Negeri Semarang dalam menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa Solekan bin Sarwidi telah mempertimbangkan hal-hal yang terdapat pada diri terdakwa dan tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam syari at Islam. Dimana pelaksanaan hukuman hadd yang dilakukan di depan umum dengan cambukkan sebanyak seratus kali dapat membuat jera terdakwa, karena adanya rasa sakit dan tekanan mental yang luar biasa. Sehingga menurut penulis hukuman 5 (lima) tahun penjara dan denda Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) jika denda tersebut tidak bisa dibayar diganti kurungan selama 4 bulan, setelah melihat hukum syari at Islam menurut penulis itu masih kurang dan tidak sepadan dengan hukuman hadd. Sehingga hasil daripada putusan menurut penulis tidak dapat berlaku adil bagi terdakwa dan korban. 18 Rokhmadi, Op.cit. hlm. 67