I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kualitas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas

I. PENDAHULUAN. Hal ini sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan sangat penting dalam kehidupan karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses belajar yang membantu manusia dalam mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

I. PENDAHULUAN. Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri, serta mampu

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia, karena

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di negara Indonesia dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan dilakukan secara terencana dalam mewujudkan proses pembelajaran agar

I. PENDAHULUAN. pendidikan di Indonesia, agar siswa memiliki pola pikir yang sistematis dan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Aktivitas matematika seperti problem solving dan looking for

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

I. PENDAHULUAN. melalui proses pembelajaran. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Republik

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menentukan kualitas sumber daya manusia di suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

I. PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan zaman di era globalisasi menuntut setiap negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya, antara lain melalui proses

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas sumber

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses untuk menumbuhkembangkan potensi dalam. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu komponen utama kebutuhan manusia. Melalui

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis. matematis siswa perlu adanya suatu bentuk latihan-latihan matematis yang

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Feni Maelani, 2013

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan hidup. Pentingnya pendidikan di Indonesia tercermin dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1, ayat (1) 31, ayat (1). 1 Undang-Undang No. 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3

EFEKTIVITAS DISCOVERY LEARNING DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN AWAL MATEMATIKA

I. PENDAHULUAN. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Hal ini sesuai

BAB I PENDAHULUAN. No. 20, Tahun 2003, Pasal 3 menyebutkan, Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. berkala agar tetap relevan dengan perkembangan jaman. pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan

I. PENDAHULUAN. karena melalui pendidikan diharapkan akan lahir sumber daya manusia yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (dalam Musfah,2015:9), pendidikan adalah usaha sadar

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. matematika yaitu memecahkan masalah (problem solving), penalaran dan bukti

I. PENDAHULUAN. agar mampu memahami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu faktor yang menentukan kemajuan bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan bukan sekedar memberikan pengetahuan, nilai-nilai atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis, yang dilakukan orang-orang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan kehidupan manusia yang merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULAAN. Dewasa ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. karakter suatu bangsa dibangun dari proses pendidikan. Dalam Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan pokok manusia dan memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang mempunyai tujuan, yang dengan. didik (Sardiman, 2008: 12). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal penting dalam kehidupan karena dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang memiliki banyak manfaat. Ilmu matematika

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan tenaga-tenaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan satu sektor yang paling penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dirinya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN. hal tersebut, pembangunan nasional dalam bidang pendidikan merupakan

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

I. PENDAHULUAN. Karakteristik abad 21 berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Pada abad 21 ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. yang menyenangkan dan mudah dipahami oleh siswa. Pendidikan berfungsi

I. PENDAHULUAN. analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kedudukan guru mempunyai arti penting dalam pendidikan. Arti penting itu bertolak

I. PENDAHULUAN. pemerintah memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. SDM yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBING-PROMPTING DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN. sertifikasi untuk meningkatkan kemampuan profesional pendidik, kebijakan baik kurikulum maupun standar pendidikan.

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Kemajuan dunia dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) saat ini, membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Kualitas tersebut dapat dinilai dari segi tingkat potensi yang dimilikinya. Kualitas sumber daya manusia (SDM) tersebut pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor pendidikan. Pendidikan memiliki andil yang cukup besar dalam pengembangan potensi peserta didik. Sebagaimana yang dikemukakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2003) yaitu: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dari UU tersebut, dinyatakan bahwa pendidikan memiliki andil dalam pengembangan potensi peserta didik.

2 Pengembangan potensi peserta didik berhubungan erat dengan kualitas pendidik dan instansi pendidikan itu sendiri. Namun yang memegang peran paling penting dalam hal pengembangan potensi peserta didik adalah pendidik. Dalam undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan BAB XI pasal 39 ayat 2 yang mendefinisikan tentang pendidik disebutkan bahwa: Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat, terutama bagi pendidik perguruan tinggi. Berdasarkan hal tersebut, guru atau pendidik adalah tenaga profesional yang bertanggung jawab untuk pembimbing, membina dan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki peserta didik. Pada hakikatnya pendidik yang berkualitas akan menghantarkan peserta didik pada pendidikan yang berkualitas, jika mampu mengembangkan potensi, kemampuan dan kepribadian peserta didik terarah menjadi lebih baik yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Potensi yang perlu dikembangkan di zaman seperti ini adalah potensi dari segi kecerdasan, keterampilan dan juga kepribadian atau dalam bahasa pendidikan yaitu potensi peserta didik dari segi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Lazimnya dalam dunia kependidikan, aspek kognitif menjadi faktor utama dalam mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik, namun kondisi kognitif pendidikan di Indonesia cukup memprihatinkan. Kondisi demikian seharusnya menjadi acuan bagi dunia pendidikan dalam memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia. Rendahnya sistem pendidikan Indonesia terutama dalam aspek kognitif dapat terlihat seperti yang dilansir oleh TIMSS (Trend in International Mathematics and Science Study). Hasil survei yang dilakukan oleh Trends in International

3 Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2011 menunjukkan bahwa Indonesia berada di urutan ke 39 dari 43 negara. Hasil survei ini mempertegas posisi Indonesia relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain yang juga berpartisipasi dalam TIMSS. (Mullis et al, 2012). Hasil studi TIMSS menunjukkan rendahnya kemampuan siswa di Indonesia dalam penguasaan konsep dan menyelesaikan soal-soal nonrutin. Hal ini mengacu pada penilaian TIMSS yang terdiri dari tiga aspek yaitu (1) pengetahuan, yang mencakup fakta-fakta, konsep dan prosedur yang harus diketahui siswa; (2) penerapan, yang berfokus pada kemampuan siswa menerapkan pengetahuan dan pemahaman konsep untuk menyelesaikan masalah atau menjawab pertanyaan; (3) penalaran, yang berfokus pada penyelesaian masalah non rutin, konteks yang kompleks dan melakukan langkah penyelesaian masalah. Hasil penelitian tentang rendahnya kemampuan pemahaman konsep matematis dari TIMSS ini menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran matematis belum tercapai secara optimal, seperti yang diungkapkan (Depdiknas: 2006) Permendiknas 22 Tahun 2006 (Standar Isi) menyatakan mata pelajaran matematika diberikan kepada semua peserta didik untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Pada Permendiknas ini diperoleh pemikiran bahwa pembelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama dalam mempelajari konsep-konsep matematis. Terkait dengan

konsep-konsep matematis, dalam pembelajaran matematika, kemampuan pemahaman konsep memegang peranan penting. 4 Kemampuan pemahaman konsep adalah kemampuan yang harus dimiliki siswa agar siswa dapat menyelesaikan suatu masalah matematis. Menurut Wardhani (2008: 21) dalam (Asih, 2014: 1), agar siswa dapat memecahkan suatu masalah maka perlu paham dengan baik konsep-konsep matematika terlebih dahulu. Pemahaman suatu konsep dibutuhkan siswa untuk mempelajari matematika secara berkelanjutan dan utuh. Apabila siswa telah memahami konsep dasar dari suatu materi maka siswa dapat mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah matematis yang lebih lanjut. Untuk mengembangkan kemampuan pemahaman konsep matematis ini terlebih dahulu harus diketahui sejauhmana pemahaman konsep dasarnya, hal ini berkaitan erat dengan kemampuan awal matematika. Sebab dalam matematika dibutuhkan pemahaman konsep yang sifatnya hierarkis, terstruktur dan berkelanjutan dari konsep terendah sampai konsep tertinggi. Dengan kemampuan awal matematikanya baik dengan kemampuan awal yang tinggi maupun rendah, kemampuan inilah yang menjadi bekal pemahaman bagi siswa untuk memahami konsep materi matematis yang lebih kompleks. Ketika diberikan masukan materi lebih kompleks dengan pembelajaran yang tepat, siswa dengan kemampuan awal matematika yang tinggi cenderung lebih mudah menyerap materi secara lebih baik dibandingkan siswa berkemampuan awal matematika yang rendah. Sebab kemampuan prasyarat awal matematikanya telah dimiliki secara baik, atau bekal pemahaman konsep lebih lanjut telah dimilikinya mengingat dalam matematika

5 sifatnya hirarkis, terstruktur dan berkelanjutan. Melalui proses pembelajaran yang tepat siswa diarahkan belajar melalui suatu proses yang berangsur-angsur secara bertahap dari konsep yang sederhana hingga ke konsep yang lebih kompleks. Sampai akhirnya siswa tersebut mengerti, memahami, menguasai dan mampu mengaplikasikannya dalam pemecahan konseptual masalah kehidupan sehari-hari. Sehingga, terjadi proses berkembangnya kemampuan siswa dalam hal kemampuan pemahaman konsep matematis. Berkembangnya kemampuan siswa dalam hal kemampuan pemahaman konsep matematis bergantung pada proses pembelajarannya dalam hal ini mengenai ketepatan model pembelajaran yang tepat diterapkan atau tidak. Proses pembelajaran dengan model yang tidak tepat akan menghasilkan pembelajaran yang kurang optimal. Hal ini terlihat dari hasil penelitian pendahuluan melalui pengumpulan data nilai yang kurang optimal di SMP N 3 Way Pengubuan, dalam proses pembelajaran masih menggunakan pembelajaran konvensional. Dalam pembelajaran terpusat pada materi yang diberikan guru sehingga, pembelajaran terfokus pada guru sementara siswa cenderung hanya menerima informasi, rumus dan contoh yang diberikan oleh guru dengan begitu jika diberikan soal yang berbeda dengan contoh maka banyak siswa yang tidak bisa menjawab. Hal inilah yang menimbulkan asumsi pada siswa bahwa matematika merupakan pelajaran yang sukar akibat kurang diberikannya ruang gerak untuk mengembangkan kemampuan matematisnya. Sebab siswa akan lebih leluasa mengembangkan kemampuan matematisnya manakala siswa diberi kesempatan untuk berdiskusi dengan teman sebayanya, tukar-menukar informasi

6 konsep matematis yang dimilikinya. Dengan demikian, tujuan pembelajaran dapat tercapai jika proses pembelajaran dapat mengarahkan siswa secara aktif bekerja sama dalam mencapai tujuan pembelajaran bersama. Berdasarkan keadaan tersebut, maka diperlukan suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dan mandiri sehingga siswa tidak hanya sekedar menerima pemberian informasi yang diberikan oleh guru, tetapi melibatkan siswa secara aktif dalam diskusi kelompok untuk dapat saling berinteraksi memahami konsep matematis. Adapun kegiatan diskusi kelompok akan lebih efektif jika kelompoknya heterogen atau terdiri dari siswa yang berkemampuan awal matematika yang tinggi dan rendah. Adanya kegiatan diskusi tersebut akan memberikan ruang bagi siswa berkemampuan awal matematika tinggi terpacu untuk mengerahkan kemampuannya dengan rasa percaya diri, tanggungjawab dan toleransi untuk memecahkan masalah tersebut dan membantu temannya untuk memahami konsep pemecahan masalah. Sementara bagi siswa berkemampuan awal matematika rendah diberikan ruang untuk bertanya dan leluasa mengemukakan pendapatnya dalam memecahkan masalah bersama sehingga siswa tidak merasa malu dan minder. Dari hal tersebut, diharapkan siswa mampu mengembangkan kemampuan pemahaman konsep matematisnya. Model pembelajaran yang memberi kesempatan bagi siswa untuk memahami konsep matematis secara aktif antar siswa adalah melalui kegiatan penemuan konsep secara mandiri dalam suatu kegiatan diskusi berkelompok sehingga dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam hal pemahaman konsep matematis. Hal tersebut dapat diperoleh melalui model pembelajaran penemuan (Discovery

7 Learning). Hal ini merujuk pada penelitian terdahulu oleh (Effendi, 2012:8) yang mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing lebih baik dibandingkan dengan konvensional. Pada model Discovery Learning ini, siswa dihadapkan dengan struktur masalah nyata yang direkayasa oleh guru. Kemudian siswa secara berkelompok dengan kemampuan awal yang tinggi dan rendah diminta untuk berkerjasama memahami konsep dan menemukan berbagai konsep masalah matematis. Semua informasi akan mereka kumpulkan melalui penelaahan materi ajar, kerja praktik, diskusi untuk dapat memahami konsep masalah matematis yang dihadapinya. Melalui pembelajaran tersebut lebih memberi kesan yang bermakna kepada siswa. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa. Dengan demikian pembelajaran yang efektif akan tercipta melalui Discovery Learning ini. Berdasarkan latar belakang masalah, perlu dilakukannya penelitian untuk mengetahui efektivitas model Discovery Learning ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dan kemampuan awal matematika siswa. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah penerapan model Discovery Learning efektif ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dan kemampuan awal matematika siswa kelas VII SMP N 3 Way Pengubuan Tahun Pelajaran 2014/ 2015?

8 Berdasarkan rumusan masalah tersebut, dapat dijabarkan pertanyaan penelitian secara rinci sebagai berikut: 1. Apakah kemampuan pemahaman konsep matematis siswa pada model Discovery learning lebih tinggi daripada kemampuan pemahaman konsep matematis siswa pada pembelajaran konvensional? 2. Apakah kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dengan kemampuan awal matematika tinggi pada model Discovery learning lebih tinggi daripada pembelajaran konvensional? 3. Apakah kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dengan kemampuan awal matematika rendah pada model Discovery learning lebih tinggi daripada pembelajaran konvensional? 4. Apakah persentase siswa yang memiliki kemampuan pemahaman konsep matematis dengan baik (mempunyai nilai serendah-rendahnya 70) lebih dari 60%? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan model Discovery Learning ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa dan kemampuan awal matematika siswa kelas VII SMP N 3 Way Pengubuan Tahun Pelajaran 2014/ 2015. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dalam

9 pendidikan berkaitan dengan penerapan model pembelajaran Discovery Learning ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematis dan kemampuan awal matematika siswa. 2. Manfaat Praktis a. Manfaat bagi guru dan calon guru Sebagai bahan sumbangan pemikiran khususnya bagi guru kelas VII SMP N 3 Way Pengubuan mengenai suatu alternatif pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa melalui kerja kelompok. b. Manfaat bagi Sekolah Sebagai masukan dalam upaya pembinaan para guru VII SMP N 3 Way Pengubuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika. c. Manfaat bagi peneliti Sebagai bahan masukan dan bahan kajian bagi peneliti di masa yang akan datang. E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah : 1. Efektivitas pembelajaran dilihat dari aspek kemampuan pemahaman konsep matematis siswa pada model Discovery learning lebih tinggi daripada kemampuan pemahaman konsep matematis siswa pada pembelajaran konvensional, kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang berkemampuan awal matematika tinggi pada model Discovery learning lebih tinggi dari siswa yang berkemampuan awal matematika tinggi pada

10 pembelajaran konvensional, kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang berkemampuan awal matematika rendah pada model Discovery learning lebih tinggi dari siswa yang berkemampuan awal matematika rendah pada model pembelajaran konvensional, serta persentase siswa yang memiliki kemampuan pemahaman konsep matematis dengan baik (mempunyai nilai serendah-rendahnya 70) lebih dari 60%. 2. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian adalah discovery learning di kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional di kelas kontrol. 3. Kemampuan pemahaman konsep matematis siswa adalah kemampuan yang dimiliki siswa dengan menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajarinya, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara tepat dalam menyelesaikan soal-soal permasalahan matematika yang rutin dan nonrutin. Menurut (Depdiknas: 2004) indikator kemampuan pemahaman konsep matematis dalam penelitian ini adalah: 1) menyatakan ulang suatu konsep, 2) mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya, 3) memberi contoh dan non contoh dari konsep, 4) menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, 5) mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup dari suatu konsep, 6) menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu, dan 7) mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah. Kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dalam penilitian ini dapat diketahui dari tes akhir matematika siswa di kelas sampel pada akhir pokok bahasan.

11 4. Kemampuan awal matematika siswa adalah kemampuan awal yang dimiliki siswa sebelum mempelajari suatu materi pelajaran, yang dapat diketahui dari hasil tes awal matematika dikelas sampel yang dilakukan sebelum proses pembelajaran dimulai. Dan kemampuan awal matematika ini dibedakan menjadi dua yaitu kemampuan awal matematika tinggi dan rendah.