UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 13 TAHUN 1951 (13/1951) TENTANG BURSA. Presiden Republik Indonesia,

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1950 TENTANG PINJAMAN DARURAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 17 TAHUN 1951 (17/1951) TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1952 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PINJAMAN DARURAT" SEBAGAI UNDANG- UNDANG

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1951 TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1951 TENTANG NASIONALISASI DE JAVASCHE BANK N.V. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG NASIONALISASI DE JAVASCHE BANK N.V.

PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG (UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 17 TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG-UNDANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (PERPU) NOMOR 26 TAHUN 1959 (26/1959) TENTANG PINJAMAN KONSOLIDASI TAHUN 1959

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 23 TAHUN 1951 (23/1951) TENTANG PERUBAHAN DAN PENAMBAHAN ORDONANSI PAJAK PERALIHAN TAHUN 1944

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) NOMOR 32 TAHUN 1960 TENTANG PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH DALAM LALU-LINTAS PEMBAYARAN LUAR NEGERI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 15 TAHUN 1951 (15/1951) TENTANG

MATA UANG. INDISCE MUNTWET PENGHENTIAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1959 TENTANG PENGELUARAN PINJAMAN OBLIGASI BERHADIAN TAHUN 1959 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1981 NOMOR 8

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1951 TENTANG PERATURAN TENTANG BANK RAKYAT INDONESIA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 21 TAHUN 1951 (21/1951) TENTANG PENGENAAN TAMBAHAN OPSENTEN ATAS BENSIN DAN SEBAGAINYA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1951 TENTANG MENGATUR TENAGA DOKTER PARTIKULIR DALAM KEADAAN GENTING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 28 (28/1948) Peraturan tentang Pasal alat pembayaran Luar Negeri. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 1958 TENTANG PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG C U K A I [LN 1995/76, TLN 3613]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 19. (19/1948) Peraturan tentang susunan dan kekuasaan Badan-badan Kehakiman. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1954 TENTANG PENYELESAIAN SOAL PEMAKAIAN TANAH PERKEBUNAN OLEH RAKYAT

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) NOMOR 23 TAHUN 1960 (23/1960) Presiden Republik Indonesia,

Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992 Tentang Dana Pensiun

UANG LOGAM LARANGAN MENGUMPULKAN PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 29 TAHUN 1964 (29/1964) Tanggal: 25 NOPEMBER 1964 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720]

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1955 TENTANG PENYALURAN KREDIT GUNA PEMBANGUNAN PERINDUSTRIAN DALAM SEKTOR PARTIKELIR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1959 TENTANG PENGELUARAN KERTAS PERBENDAHARAAN UNTUK TAHUN 1959 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1962 TENTANG PENGGUNAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENGGUNAAN DANA-DANA INVESTASI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1957 TENTANG PERATURAN UMUM RETRIBUSI DAERAH. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1955 TENTANG BANK NEGARA INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1951 TENTANG PERATURAN MENGENAI BANK RAKYAT INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab XII : Pemalsuan Surat

Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia, Mengingat: Pasal 97 ayat 1 jo. Pasal 89 dan Pasal 109 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1955 TENTANG PENYALURAN KREDIT GUNA PEMBANGUNAN PERINDUSTRIAN DALAM SEKTOR PARTIKELIR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 16 TAHUN 1951 (16/1951) TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1955 TENTANG KEPENDUDUKAN ORANG ASING. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1961 TENTANG PENGELUARAN DAN PEMASUKAN TANAMAN DAN BIBIT TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 213 TAHUN 1961 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PIMPINAN UMUM ASURANSI JIWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NO. 08 TH 1981

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Keuangan Negara perlu diperkuat; b. bahwa atas beberapa jenis tembakau belum dikenakan cukai;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mendengar : Dewan Menteri dalam rapatnya pada tanggal 15 Pebruari 1952; Memutuskan:

PERATURAN PEMERINTAH REPULIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; Memutuskan :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1961 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN NEGARA ASURANSI KERUGIAN EKA NUSA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT (UUDRT) NOMOR 19 TAHUN 1950 (19/1950) TENTANG PERATURAN PENSIUN DAN ONDERSTAND KEPADA PARA ANGGOTA TENTARA ANGKATAN DARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 1961 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN NEGARA "JAKARTA LLOYD" PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 163/PMK.06/2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 128/PMK.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA [LN 1999/66, TLN 3843]

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN

1 of 6 18/12/ :54

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1953 TENTANG PENGELUARAN SURAT PERBENDAHARAAN UNTUK TAHUN 1953 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat: Pasal 97, pasal 89 dan pasal 111 ayat 2 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1950 TENTANG TATA-CARA PERUBAHAN SUSUNAN KENEGARAAN DARI WILAYAH REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1989 TENTANG TELEKOMUNIKASI [LN 1989/11, TLN 3391]

Transkripsi:

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 13 TAHUN 1951 (13/1951) TENTANG BURSA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : bahwa berhubung dengan perkembangan perekonomian dan keuangan dewasa ini adalah perlu untuk membuka kembali bursa di Jakarta bagi perdagangan uang dan effek-effek, dan untuk keperluan itu mengadakan peraturan tentang bursa termaksud; Menimbang : bahwa karena keadaan-keadaan yang mendesak, peraturan tersebut di atas perlu segera diadakan; Mengingat : pasal 96 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia dan pasal 59 Kitab Hukum Dagang; Menetapkan : Memutuskan : UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG BURSA. Pasal 1. Yang dimaksud dengan bursa dalam arti Undang-undang ini ialah bursa- bursa perdagangan di Indonesia, yang didirikan untuk perdagangan uang dan effek-effek, termasuk semua pelelangan effekeffek. Pasal 2. Pembukaan bursa dalam arti pasal 1 hanya dilakukan dengan izin Menteri Keuangan. Pasal 3. 1.Bursa itu diawasi oleh Menteri Keuangan. 2.Untuk melaksanakan pengawasan dimaksud dalam ayat 1, Menteri Keuangan berhak mengadakan peraturan-peraturan tentang a.pembukaan dan penutupan bursa; b.pencatatan dan cara-cara berniaga dibursa. Pasal 4.

Menteri Keuangan diberi kuasa mengambil tindakan-tindakan yang dipandangnya perlu guna kepentingan umum, guna kepentingan perdagangan uang dan effek-effek umumnya, atau guna kepentingan transaksi dibursa khususnya. Pasal 5. 1.Ada suatu panitia penasehat soal-soal bursa, yang anggautaanggautanya diangkat oleh Menteri Keuangan. Dalam panitia itu duduk seorang wakil dari De javasche Bank, sedangkan sekurang-kurangnya seperdua dari jumlah anggauta-anggauta itu harus terdiri dari anggauta perserikatan perdagangan uang dan effek-effek yang akan didirikan oleh Menteri Keuangan dengan melaksanakan pasal 4. 2.Panitia penasehat soal-soal bursa, mengatur sendiri caranya ia melakukan pekerjaan. 3.Menteri Keuangan tidak akan menetapkan peraturan-peraturan sebagai dimaksud dalam pasal 3 atau mengambil tindakantindakan sebagai dimaksud dalam pasal 4 sebelum mendengar panitia penasehat soal-soal bursa. 4.Panitia penasehat soal-soal bursa berhak mengajukan usul-usul kepada Menteri Keuangan, jika dipandangnya berfaedah atau perlu guna kepentingan umum, guna kepentingan perdagangan uang dan effek-effek umumnya, atau guna kepentingan transaksi dibursa khususnya. Pasal 6. Semua perjanjian-perjanjian atau peraturan-peraturan yang bertentangan dengan sesuatu ketetapan dari sesuatu peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan Undang-undang ini, batal dengan sendirinya. Pasal 7. 1.Pelanggaran sesuatu ketetapan dalam peraturan yang diadakan oleh Menteri Keuangan berdasarkan Undang-undang ini atau sesuatu ketetapan dalam Undang-undang ini menimbulkan suatu kejahatan dan dihukum : a.jika perbuatan itu dilakukan dengan sengaja, dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun dan hukuman denda setinggi-tingginya lima ratus ribu rupiah, ataupun dengan salah satu dari kedua hukuman itu; b.jika perbuatan itu dilakukan karena kelalaian, dengan hukuman kurungan selama-lamanya enam bulan dan hukuman denda setinggi-tingginya seratus ribu rupiah ataupun dengan salah satu dari kedua hukuman itu. 2.Benda-benda yang dipergunakan untuk melakukan perbuatan yang

diancam dengan hukuman, atau terhadap mana perbuatan itu dilakukan, lagi pula benda-benda yang diperoleh karena perbuatan yang diancam dengan hukuman itu, dapat dinyatakan menjadi milik Negara apabila benda-benda itu kepunyaan yang terhukum. Pasal 8. 1.Denda itu harus dibayar selama waktu yang ditentukan oleh penjabat, yang atas namanya pelaksanaan keputusan hakim itu dijalankan. 2.Jika denda tidak dibayar dalam waktu yang ditentukan, maka denda itu atau sebagiannya yang tidak dibayar, diminta ganti rugi dari kekayaan si terhukum. Permintaan ganti rugi ini dilakukan dengan melaksanakan hukuman denda itu dengan cara yang ditetapkan dalam pelaksanaan hukuman membayar biaya sengketa. 3.Apabila permintaan ganti rugi dari kekayaanpun tidak mungkin, maka denda atau permintaan ganti rugi, atau sebagiannya yang tidak dibayar, diganti dengan hukuman kurungan. Pasal 9. 1.Apabila sesuatu perbuatan yang diancam dengan hukuman menurut Undang-undang ini, dilakukan oleh atau atas nama sesuatu badan hukum, perseroan, perserikatan lain, atau yayasan, maka penuntutan hukuman dilakukan dan hukuman-hukuman dan/atau tindakan-tindakan dijatuhkan : a.terhadap anggauta-anggauta pengurus badan hukum atau perserikatan lain nya, pesero-pesero dari perseroan, atau orang-orang yang sesungguhnya mengurus yayasan, atau b.terhadap wakil-wakil dari badan hukum, perseroan, perserikatan lainnya atau yayasan, yang ada di Indonesia, apabila mereka yang dimaksudkan itu tidak berada di Indonesia. 2.Sesuatu perbuatan dilakukan oleh atau atas nama sesuatu badan hukum, perseroan, perserikatan lain-lain atau yayasan, apabila perbuatan itu dilakukan oleh orang-orang yang - baik karena hubungan-jabatan, maupun karena lain- lain hal - bertindak dalam lingkungan pekerjaan badan hukum, perseroan, perserikatan lain-lain atau yayasan itu, dengan tiada membeda-bedakan, apakah orang-orang itu melakukan perbuatan itu sendiri-sendiri ataupun pada mereka bersama terdapat bagian-bagian dari pada perbuatan itu. 3.Mereka yang tersebut dalam ayat 1 di bawah a dan b tidak dijatuhi hukuman, apabila ternyata, bahwa perbuatan yang diancam dengan hukuman itu, telah dilakukan di luar pengetahuan atau bantuannya.

4.Apa yang tersebut pada ayat 1, berlaku pula terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan lain-lain atau yayasan, persero, pemelihara atau wakil dari suatu badan hukum, perseroan, perserikatan lain atau yayasan. 5.Yang bertanggung-jawab, baik sendiri, maupun untuk seluruhnya mengenai pelunasan dari pada segala beban uang, yang dikenakan kepada satu atau beberapa orang yang dimaksud dalam ayat 1 sub a dan b berhubung dengan dilakukannya sesuatu perbuatan oleh atau atas nama suatu badan hukum, perseroan, perserikatan lain-lain atau yayasan seperti dimaksud dalam ayat itu, adalah : badan hukum, oleh atau atas nama siapa perbuatan itu telah dilakukan, dengan kekayaannya, peseropesero dari pada perseroan dan anggauta-anggauta dari pada perserikatan lain-lain, oleh atau atas nama siapa perbuatan itu telah dilakukan, dengan kekayaan perseroan atau perserikatan itu, dan yang berhak atas yayasan, oleh atau atas nama siapa perbuatan itu telah dilakukan, dengan kekayaan yayasan. 6.Apa yang ditentukan dalam pasal 8 ayat I dan 2 berlaku pula terhadap pelunasan permintaan ganti rugi atas kekayaan badan hukum, perseroan, perserikatan lain-lain dan yayasan atau kekayaan-kekayaan lain yang dapat dikenakan permintaan ganti rugi itu. Pasal 10. Undang-undang Darurat ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 September 1951. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO MENTERI KEUANGAN, JOESOEF WIBISONO MENTERI KEHAKIMAN a. i., M. A. PELLAUPESSY. Diundangkan pada tanggal 8 September 1951. MENTERI KEHAKIMAN a. i., M. A. PELLAUPESSY. PENJELASAN

ATAS UNDANG-UNDANG DARURAT NO 13 TAHUN 1951 TENTANG BURSA. UMUM Sesudah perang kebutuhan untuk membuka kembali perdagangan effek-effek di Indonesia acap-kali terasa, supaya dengan jalan demikian dapat dihapuskan rintangan-rintangan yang masih terdapat dalam bagian dari lapangan perekonomian dan keuangan ini; di samping itu dapat dipenuhi kebutuhan-kebutuhan baik dari mereka yang hendak menanam modalnya, maupun dari mereka yang hendak menjual effeknya. Kemungkinan-kemungkinan untuk menanam modal di negeri ini dalam waktu sesudah perang adalah sedikit, dan sebetulnya terdiri tidak lain dari pada pembelian barang-barang tidak bergerak dengan harga yang sangat tinggi, pembelian surat-surat perbendaharaan dengan penggantian bunga yang agak rendah, dan simpanan-simpanan di bank dengan bunga deposito yang amat rendah sekali. Oleh karena sedikitnya kemungkinan-kemungkinan untuk menanam modal itu, maka untuk menghindarkan diri daripada risiko-risiko moneter, penanam modal kebanyakan terpaksa mencari kemungkinan-kemungkinan tadi dalam barang-barang, yang pada hakekatnya tidak menjadi sasaran para penanam modal semacam ini. Badan-badan penanam modal yang oleh peraturan-peraturan tentang devisen terpaksa menahan sebagian besar uang yang dipercayakan kepadanya di negeri ini, hanyalah dapat menjalankan pekerjaannya dengan baik, jika mereka diberi kesempatan menanam modalnya dengan keuntungan yang pantas dan memperhatikan differensiasi dan pembagian risiko yang dibutuhkan. Pemilik-pemilik effek-effek yang karena sesuatu sebab hendak melepaskan sebagian dari pada miliknya, terpaksa karena tidak ada suatu perdagangan bursa bebas di negeri ini, mengirimkan effekeffeknya ke Nederland untuk dijual di bursa di Amsterdam, ataupun menjual di bawah tangan di sini dengan izin istimewa dari Lembaga Devisen. Penjualan di bursa Amsterdam adalah merugikan bagi penjual-penjual itu, terutama untuk effek-effek yang kurang laku, yang pada khususnya bercorak Indonesia, dan yang berbunyi dalam uang Indonesia dan di Nederland mempunyai pasar yang sempit, sedangkan di Indonesia mungkin mendapat pasar yang lebih luas. Hal ini berlaku juga untuk penjualan di bawah tangan di Indonesia, tidak hanya karena memang tidak mungkin ada pembentukan kurs yang baik, tetapi juga oleh karena izin yang dimaksud hanya diberikan untuk penjualan berdasarkan catatan yang kira-kira sebesar catatan di Amsterdam. Selanjutnya izin itu diberikan kepada badan-badan penanam modal, yang kebanyakan tidak membeli effek-effek yang kurang laku. Berdasarkan uraian tersebut di atas ini teranglah, bahwa pada azasnya pembukaan kembali perdagangan bursa yang bebas adalah kepentingan umum yang memenuhi suatu kebutuhan yang sangat dirasakan, baik dilihat dari sudut permintaan, maupun dari sudut penawaran effek-effek. Walaupun kesulitan-kesulitan tadi telah lama diketahui, tetapi masih terdapat pelbagai keberatan-keberatan untuk membuka

kembali suatu perdagangan bursa yang bebas, terutama jika dilihat dari sudut moneter, oleh karena perbedaan-perbedaan antara hargaharga uang Indonesia yang bebas dan yang resmi terhadap negeri asing, mungkin menimbulkan suatu perbandingan buruk yang tidak beralasan antara effek-effek yang berbunyi dalam rupiah Indonesia dan yang mempunyai corak yang agak lebih internasional. Oleh karena itu kedudukan rupiah Indonesia akan tercatat terlalu lemah dalam catatan bursa. Sebaliknya sistim bursa dengan "stopkoersen" agaknya kurang tepat oleh karena dengan demikian tidaklah mengurangi keberatan-keberatan perdagangan bursa yang terlalu terbatas, sedangkan sebaliknya kurs-kurs ini akan mempunyai corak sembarangan, pun dalam beberapa hal tidak akan dapat diterima. Kebutuhan sangat untuk juga dapat menempatkan emisi-emisi dalam negeri di pasar di Indonesia, yang dapat menarik lagi perhatian umum terhadap pengeluaran modal baru atau usaha-usaha baru asalkan obyek-obyek itu cukup menarik, menyebabkan tidak adanya bursa lebih terasa. Di samping kebutuhan akan modal dari luar negeri di pasar-modal luar negeri, maka keadaan membuktikan bahwa penanaman modal bangsa Indonesia harus juga diturutkan serta dalam menyediakan modal bagi Indonesia. Dapat disebut di sini misalnya mendirikan bank-bank baru, menyediakan kredit untuk keperluan pembangunan perekonomian dan sebagainya. Keinginan penanaman modal bangsa Indonesia untuk ikut serta menyediakan modalnya tidak boleh dibatasi karena tidak adanya bursa, di mana karena alasan-alasan likwiditet atau lain-lain alasan umum dapat melepaskan lagi miliknya. Karena pelbagai sebab Pemerintah Prefederal belum dapat membuka suatu bursa uang dan effek-effek yang bebas di Indonesia. Sebab-sebab yang terpenting ialah belum adanya keamanan, dan keadaan moneter yang goyang. Akan tetapi sesudah penyerahan kedaulatan dan setelah peraturan-peraturan mengenai devisen dan penyehatan uang telah dijalankan dalam bulan Maret 1950, perlulah sekiranya mengatur lebih lanjut pembukaan kembali bursa itu. Sebagai faktor yang penting juga bagi Pemerintah ialah bahwa pengeluaran pinjaman Negara 1950 harus disusul segera dengan catatan kurs yang resmi. Perundingan-perundingan persiapan telah dilakukan oleh bank-bank yang telah ditetapkan sebagai penyimpan effek-effek dengan seorang wakil dari Lembaga Devisen. Telah dipertimbangkan bahwa perdagangan effek-effek seperti dilakukan oleh makelar-makelar dahulu dan bank-bank partikelir di bawah pimpinan Perhimpunan Dagang (Handelsverenigingen) di Jakarta dan tergabung dalam Perkumpulan perdagangan effek-effek, tidaklah dapat begitu saja dihidupkan kembali. Lagi pula perkumpulan tersebut yang telah berdiri semenjak 1912, telah bubar dengan sendirinya pada tahun 1941 karena hak berdirinya selama 29 tahun telah lampau. Akhirnya kedudukan bank-bank yang telah berobah secara fundamental dalam urusan effek-effek karena mereka ditetapkan sebagai penyimpan resmi untuk effek-effek, tidak memberikan alasan pula untuk menghidupkan kembali perkumpulan lama itu dengan syarat-syarat dahulu. Setelah mendapatkan nasehat yang bulat dari bank-bank dan Lembaga tersebut, maka Pemerintah berkesimpulan bahwa untuk dapat melangsungkan suatu bursa resmi guna perdagangan uang dan effekeffek menurut ukuran-ukuran internasional, harus diadakan suatu

Undang-undang Bursa, lengkap dengan peraturan-peraturan pelaksanaannya. Peraturan-peraturan tersebut mengenai : 1.sebuah anggaran rumah tangga perserikatan perdagangan uang dan effek-effek yang akan didirikan di Jakarta; 2. sebuah peraturan keanggautaan perserikatan itu; 3. sebuah peraturan untuk perdagangan uang dan effek-effek; 4. sebuah peraturan provisi. Tentang bentuk peraturan baru itu dihubungkan dengan Kitab Hukum Dagang sekarang, dalam hal mana pasal 59 memberikan kuasa kepada badan eksekutif untuk mengatur lebih lanjut perdagangan di bursa itu. Oleh sebab itu bursa ada di bawah pengawasan Menteri Keuangan, dan untuk itu ditetapkannya peraturan-peraturan mengenai pembukaan dan penutupan bursa tadi, juga yang mengenai pencatatan kurs dan berniaga di bursa itu. Tindakan-tindakan yang akan diambil dalam hal ini, diawasi seluruhnya dengan jalan memberikan persetujuannya terhadap peraturan-peraturan tertentu. Oleh karena dalam banyak hal diperlukan peraturan-peraturan tentang soal-soal yang tekhnis semata-mata, maka oleh Menteri itu dibentuk sebuah panitia penasehat untuk urusan-urusan bursa, panitia mana berhak pula mengajukan usul-usul, yang dianggapnya bermanfaat atau perlu guna kepentingan umum dan guna kepentingan perdagangan di bursa pada khususnya. Menteri Keuangan diberi kuasa mengambil tindakantindakan yang dipandangnya perlu guna kepentingan umum, guna perdagangan effek-effek umumnya ataupun guna kepentingan transaksi di bursa khususnya. Tetapi dalam hal itu, ia tiap-tiap kali harus mendengar lebih dahulu panitia tersebut. Setelah bursa itu dibuka, maka effek-effek yang dimuat dalam daftar harga hanya boleh diperdagangkan dengan perantaraan Perserikatan perdagangan uang dan effek-effek dan hanya boleh dilakukan di bursa, kecuali jika Menteri Keuangan menetapkan cara yang lain. Untuk mencegah terjadinya transaksi-transaksi di luar bursa yang melanggar peraturan-peraturan yang akan ditetapkan berdasarkan undang-undang ini dan bertentangan dengan kepentingan umum, maka diadakan peraturan-peraturan hukuman berupa hukuman penjara, dan/atau kurungan, dan/atau denda yang berat, dengan kemungkinan pensitaan sebagai hukuman tambahan. Dalam keputusan penglaksanaan dari Menteri Keuangan tentang organisasi bursa, didirikan pertama-tama perserikatan perdagangan uang dan effek-effek sebagai suatu badan hukum. Tentang itu selanjutnya ditetapkan peraturan-peraturan mengenai keanggautaan pembayaran iuran, rapat umum anggauta, pimpinan dan pembebasan dari perserikatan itu, sedangkan segala peraturan penglaksanaan harus mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan. Seterusnya ditetapkan effek-effek mana dari golongan-golongan yang tertentu dapat diperdagangkan. Ini akan ditunjuk oleh atau atas nama Menteri Keuangan. Pertama-tama yang dapat ditunjuk ialah effek-effek, yang umumnya

dapat dibayar dengan uang Indonesia, antara lain yang diidzinkan untuk memindahkan (transfer) dividendnya untuk dividend-dividend yang ditagih di luar negeri. Seterusnya akan diutamakan effekeffek yang dahulu sudah termasuk catatan-catatan kurs di Indonesia. Untuk mencegah perpancaran, maka bursa hanya diadakan di Jakarta. Terpencarnya perdagangan effek-effek diperbagai bursa kecil hanya akan mengecilkan arti tiap-tiap bursa itu sendiri, hal mana harus dicegah. Selanjutnya dengan masih berlakunya peraturanperaturan mengenai devisen, maka perdagangan di bursa terpaksa dibatasi seperlunya sehingga effek-effek yang didapat sesudah tanggal 1 Januari 1946 (kecuali jika didapat sebagai harta peninggalan dari portefolio-portefolio effek lama) tidak diperbolehkan dibawa keluar negeri. -------------------------------- CATATAN Kutipan:LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1951 YANG TELAH DICETAK ULANG Sumber: LN 1951/79; TLN NO. 147