Tata Cara Pemotongan DAU dan/atau DBH Bagi Daerah Induk/Provinsi yang Tidak Memenuhi Kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan Kepada Daerah Otonom Baru (DOB) I. PENDAHULUAN Pembentukan suatu daerah otonom baru (DOB) bertujuan untuk meningkatka n pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Fungsi pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintahan terbawah yakni pemerintah kabupaten/kota harus dapat dijangkau oleh masyarakat sehingga dibentuklah DOB-DOB baru. Faktor geografis seringkali menjadi penghambat dari pelayanan publik yang diberikan oleh suatu pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah yang luas wilayahnya dan secara geografis terdiri dari pulaupulau menyulitkan masyarakat untuk menjangkau layanan publik tersebut, sehingga kadang masih kita jumpai adanya masyarakat yang mengurus administrasi tertentu harus menempuh perjalanan berhari-hari. Solusi yang dapat ditempuh untuk mendekatkan layanan publik tersebut salah satunya adalah dengan pemekaran wilayah dan pembentukan DOB. Pembentukan DOB yang bertujuan baik tersebut, bukanlah sebuah proses yang mudah. Sejumlah persyaratan harus dipenuhi oleh daerah pengusul meliputi persyaratan administrasi, persyaratan teknis dan persyaratan fisik kewilayahan sebagaimana diatur dan ditentukan dalam PP Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan 1
Daerah. Setelah seluruh persyaratan terpenuhi, dan disetujui suatu daerah untuk dibentuk dengan suatu Undang-Undang oleh DPR dan Pemerintah Pusat, dimulailah sejarah baru daerah tersebut untuk memulai layanan kepada masyarakatnya. Pada masa awal pemerintahan daerah baru tersebut juga terdapat sejumlah permasalahan diantaranya masalah SDM personil yang akan mengisi pemerintahan di DOB dan pendanaannya. Pada masa awal DOB, pendanaan operasionalnya bersumber dari hibah APBD provinsi/kabupaten/kota induk yang memekarkannya sebelum DOB tersebut memperoleh alokasi dana perimbangan dari APBN. Dalam salah satu persyaratan administrasi pembentukan DOB harus ditetapkan keputusan eksekutif (Gubernur/Bupati/Walikota) dan keputusan legislatif (DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota) mengenai persetujuan untuk mengalokasikan hibah dukungan dana untuk operasional DOB untuk jangka waktu paling kurang 2 tahun berturutturut. Keputusan eksekutif dan legislatif daerah tersebut mutlak dan harus dipenuhi untuk persyaratan pembentukan DOB. Alokasi dana hibah tersebut lebih lanjut ditetapkan pula dalam UU pembentukan DOB tersebut. Namun seringkali dalam prakteknya setelah DOB baru terbentuk komitmen dari Provinsi/Kabupaten/Kota yang memekarkan/membentuk DOB untuk mendanai tidak dilaksanakan sepenuhnya dengan berbagai macam alasan. Dengan kondisi demikian menyulitkan operasional DOB dan menimbulkan adanya utang piutang dana hibah antara pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dengan pemerintah DOB. Untuk menjamin pemenuhan kewajiban hibah/bantuan pendanaan kepada DOB oleh Pemerintah Induk (Provinsi/Kabupaten /Kota), Menteri Keuangan telah menetapkan peraturan menteri yang mengatur tata cara pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil bagi daerah induk yang tidak memenuhi kewajiban hibah/bantuan pendanaan kepada DOB sesuai UU. 2
II. PERMASALAHAN Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dalam tulisan hukum ini ada beberapa permasalahan yang dibahas, antara lain sebagai berikut : 1. Apakah dasar hukum dilakukannya pemotongan DAU dan/atau DBH bagi daerah induk, provinsi, dan/ atau daerah lain yang tidak memenuhi kewajiban hibah/bantuan pendanaan kepada DOB? 2. Bagaimana besaran DAU dan/atau DBH daerah induk yang dipotong untuk memenuhi kewajiban hibah/bantuan pendanaan kepada DOB serta tata cara pengurusannya ditentukan? 3. Bagaimana tata cara penyaluran dana pemotongan DAU dan/atau DBH daerah induk kepada DOB? III. PEMBAHASAN A. Dasar Hukum Pemotongan DAU dan/atau DBH Bagi Daerah Induk, Provinsi, dan/ atau Daerah Lain yang Tidak Memenuhi Kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan kepada DOB Hibah/Bantuan Pendanaan merupakan bantuan keuangan dari Daerah Pemberi Hibah/Bantuan Pendanaan yang diberikan kepada DOB sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai pembentukan DOB. Pengaturan mengenai kewajiban pemberian Hibah/Bantuan Keuangan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Dalam Pasal 29 PP tersebut mengatur bahwa bagi kabupaten/kota baru yang undangundang pembentukannya ditetapkan setelah APBN disahkan, dana yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pemilihan kepala daerah untuk pertama kali bersumber dari hibah kabupaten/kota induk dan bantuan provinsi. Sedangkan mengenai besarannya dicantumkan dalam APBD kabupaten/kota induk, sesuai kemampuan 3
keuangan kabupaten/kota induk yang ditetapkan dalam Undang-Undang pembentukan kabupaten/kota baru. Sebagai contoh pengalokasian dana hibah dan bantuan keuangan dari daerah induk kepada DOB yang diatur dalam UU Pembentukan DOB yakni ketentuan Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pembentukan Kabupaten Pulau Taliabu di Provinsi Maluku Utara. Pasal 16 ayat (1) UU tersebut mengatur bahwa Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula (daerah induk dari Kabupaten Pulau Taliabu selaku DOB) sesuai dengan kesanggupannya memberikan hibah berupa uang untuk menunjang kegiatan penyelenggaran pemerintahan Kabupaten Pulau Taliabu sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) setiap tahun selama 2 tahun berturut-turut serta untuk pelaksanaan pemilihan Bupati dan/atau Wakil Bupati Pulau Taliabu pertama kali sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Selanjutnya dalam Pasal 16 ayat (2) mengatur mengenai kewajiban Pemerintah Provinsi Maluku Utara untuk memberikan bantuan dana untuk menunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Pulau Taliabu sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap tahun selama 3 (tiga) tahun berturut-turut serta untuk pelaksanaan pemilihan Bupati dan/atau Wakil Bupati Pulau Taliabu pertama kali sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Kewajiban bagi Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota Induk ini memiliki konsekuensinya apabila tidak dilaksanakan, yang ditegaskan dalam ketentuan Pasal 16 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2013 yang mengatur bahwa apabila Kabupaten Kepulauan Sula dan Provinsi Maluku Utara tidak memenuhi kesanggupannya memberikan hibah/bantuan keuangan sesuai ketentuan UU tersebut, Pemerintah mengurangi penerimaan dana perimbangan dari Kabupaten Kepulauan Sula dan Provinsi Maluku Utara untuk diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Pulau Taliabu. Selanjutnya atas adanya konsekuensi pemotongan dana perimbangan tersebut agar lebih memberikan kepastian atas tata cara pemotongan tersebut, Menteri Keuangan 4
menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 162/PMK.07/2011 tentang Tata Cara Pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil Bagi Daerah Induk/Provinsi yang Tidak Memenuhi Kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan Kepada DOB. Lebih lanjut PMK tersebut digantikan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pemotongan DAU dan/atau DBH Bagi Daerah Induk, Provinsi, dan/atau Daerah Lain yang Tidak Memenuhi Kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan Kepada DOB dan Penyaluran Dana Hasil Pemotongan DAU dan/atau DBH Kepada DOB. Dengan dikeluarkannya Peraturan ini diharapkan mampu meningkatkan efektifitas implementasi pemenuhan kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan Daerah Induk, Provinsi, dan/ atau Daerah Lain kepada Daerah Otonom Baru. B. Besaran dan Tata Cara Pemotongan DAU dan DBH Meskipun telah diatur konsekuensi pemotongan dana perimbangan dari daerah induk (Provinsi/Ka bupaten/kota) kepada DOB dalam Undang-Undang pembentukan DOB, namun dalam prakteknya masih terdapat daerah induk (Provinsi/Kabupaten/Kota) yang tidak menyalurkan dana hibah sebagaimana yang ditetapkan dalam UU. Contoh tidak dilaksanakannya komitmen tersebut yakni pada pembentukan DOB Kabupaten Pulau Taliabu pada tahun 2013 dimana sesuai UU diatur kewajiban kepada Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula dan Pemerintah Provinsi Maluku Utara memberikan, sebagaimana dimuat dalam Laporan Keuangan Kabupaten Pulau Taliabu untuk posisi per 31 Desember 2015 masih terdapat piutang dana hibah sebesar Rp. 40 miliar yang belum dilaksanakan terdiri dari hibah Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula sebesar Rp. 25 miliar dan hibah Pemerintah Provinsi Maluku Utara sebesar Rp. 15 miliar. Merujuk pada aturan tata cara pemotongan sebagaimana telah diterbitkan oleh Menteri Keuangan pada tahun 2011 dan diperbarui pada 2015, Pemerintah Kabupaten Pulau Taliabu belum mengimplementasikan tata caranya. 5
Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.07/2015 dijelaskan bahwa besaran pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil diperhitungkan sebesar jumlah kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan yang belum dibayarkan. Sedangkan besaran pemotongan DAU dan/ atau DBH dan jangka waktu pembayaran hasil pemotongan DAU dan/ atau DBH ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Daerah Pemberi Hibah/Bantuan Pendanaan dengan DOB yang dituangkan dalam berita acara. Dalam hal kesepakatan tersebut tidak tercapai maka Menteri Keuangan berwenang menetapkan besaran dan jangka waktu pemotongan DAU dan/ atau DBH dengan mempertimbangkan kapasitas fiskal daerah. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) p emotongan tersebut dilaksanakan setelah Kepala Daerah Otonom Baru menyampaikan Surat Permintaan Penyelesaian Kewajiban Hibah setelah berakhirnya jangka waktu kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang mengenai pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB). Menurut Pasal 4 ayat (2) s urat permintaan tersebut minimal memuat hal-hal sebagai berikut : a. permintaan pemotongan DAU dan/atau DBH Daerah Pemberi Hibah/Bantuan Pendanaan; b. besarnya tunggakan kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan; c. bukti realisasi penerimaan pembayaran Hibah/Bantuan Pendanaan yang telah dilaksanakan. Pasal 4 ayat (3) me ngatur bahwa atas dasar permintaan tersebut Kementerian Keuangan melakukan pembahasan dengan Daerah Pemberi Hibah/Bantuan Pendanaan dan DOB. Pembahasan ini menurut Pasal 4 ayat (4) bertujuan untuk menentukan kesepakatan mengenai besaran pemotongan DAU dan/atau DBH dan jangka waktu pembayaran hasil pemotongan DAU dan/atau DBH. Hasil pembahasan tersebut berdasarkan Pasal 4 ayat (5) dituangkan dalam berita acara yang disetujui oleh Kepala Daerah Pemberi Hibah/Bantuan 6
Pendanaan dan Kepala Daerah Otonom Baru serta diketahui oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dan Menteri Dalam Negeri atau pejabat yang ditunjuk. Berdasarkan Pasal 4 ayat (6) b erita acara ini sedikitnya harus memuat hal-hal sebagai berikut : 1. persetujuan pemotongan DAU dan/atau DBH Daerah Pemberi Hibah/Bantuan Pendanaan; 2. jumlah tunggakan kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan yang harus diselesaikan; 3. besaran pemotongan DAU dan/ atau DBH dan jangka waktu pembayaran hasil pemotongan DAU dan/atau DBH. Menurut Pasal 5 ayat (1) Berita Acara Kesepakatan tersebut oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan dijadikan dasar diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan mengenai pemotongan DAU dan/atau DBH untuk daerah pemberi Hibah/Bantuan Pendanaan dan penyaluran dana hasil pemotongan DAU dan/ atau DBH untuk DOB. C. Tata Cara Penyaluran Dana Hasil Pemotongan DAU Dan/Atau DBH Kepada Daerah Otonom Baru (DOB). Dana hasil pemotongan DAU dan/atau DBH disalurkan dari Rekening Kas Umum (RKU) Negara ke Rekening Kas Umum Daerah Otonomi Baru (RKU-DOB). Pasal 10 dan Pasal 11 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.07/2015 mengatur mengenai tahapan-tahapan penyaluran dana hasil pemotongan DAU dan/atau DBH kepada DOB. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran (PA) menunjuk pejabat eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KUA) Dana Hasil Pemotongan DAU dan/atau DBH; 2. KPA Dana Hasil Pemotongan DAU dan/atau DBH bertanggung jawab atas 7
pelaksanaan penyaluran dana hasil pemotongan DAU dan/atau DBH dari Rekening Kas Umum Negara ke RKU DOB; 3. Dalam rangka melaksanakan tanggung jawabnya, KPA Hasil Pemotongan DAU dan/atau DBH menetapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) Dana Hasil Pemotongan DAU dan/atau DBH. Menurut Pasal 14 untuk memastikan bahwa penyaluran dana hasil pemotongan DAU dan/atau DBH kepada DOB telah direalisasikan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kepala Daerah Pemberi Hibah/Bantuan Pendanaan serta Kepala Daerah Otonom Baru dapat melakukan rekonsiliasi data secara bersama sama untuk memastikan realisasi penyaluran dana hasil pemotongan DAU dan/atau DBH sampai ke RKU DOB, setelah diterbitkannya SP2D penyaluran dana hasil pemotongan DAU dan/atau DBH. Berdasarkan Pasal 15 ayat (3) a pabila terjadi selisih yang teridentifikasi berdasarkan hasil rekonsiliasi dan analisis internal atas pencatatan penyaluran dana hasil pemotongan DAU dan/atau DBH dilakukan penyelesaiannya sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir. IV. PENUTUP Pemotongan DAU dan/atau DBH bagi daerah induk, provinsi, dan/ atau daerah lain yang tidak memenuhi kewajiban hibah/bantuan pendanaan kepada DOB sangat penting agar kewajiban dari Kabupaten/Kota induk, Provinsi dan/atau daerah lainnya untuk memberikan Hibah/Bantuan Pendanaan ke Daerah Otonom Baru (DOB) dapat segera direalisasikan untuk memenuhi pendanaan operasional DOB. Pemenuhan tersebut juga agar tidak menimbulkan konflik di kemudian hari antara Kabupaten/Kota Daerah Induk maupun Provinsi mengenai pemenuhan kewajiban masing-masing pihak. Dasar hukum dilakukannya Pemotongan DAU dan/atau DBH bagi daerah induk, 8
provinsi, dan/ atau daerah lain yang tidak memenuhi kewajiban hibah/bantuan pendanaan kepada DOB meliputi Undang-Undang Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) yang dalam Undang-Undang tersebut mengamanatkan kewajiban Kabupaten /Kota Induk, Provinsi dan/atau daerah lainnya untuk memberikan Hibah/Bantuan Pendanaan ke Daerah Otonom Baru (DOB), yang selanjutnya pada tingkat teknis pelaksanaannya diatur dalam sebuah Peraturan Menteri Keuangan yakni PMK Nomor 215/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pemotongan DAU dan/atau DBH Bagi Daerah Induk, Provinsi, dan/atau Daerah Lain yang Tidak Memenuhi Kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan Kepada Daerah Otonom Baru dan Penyaluran Dana Hasil Pemotongan DAU dan/atau DBH Kepada Daerah Otonom Baru. Besaran pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana diatur dalam Pasal 3 PMK Nomor 215/PMK.07/2015 diperhitungkan sebesar jumlah kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan yang belum dibayarkan. Sedangkan besaran pemotongan DAU dan/ atau DBH dan jangka waktu pembayaran hasil pemotongan DAU dan/ atau DBH ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Daerah Pemberi Hibah/Bantuan Pendanaan dengan DOB yang dituangkan dalam berita acara. Dalam hal kesepakatan tersebut tidak tercapai maka Menteri Keuangan berwenang menetapkan besaran dan jangka waktu pemotongan DAU dan/ atau DBH dengan mempertimbangkan kapasitas fiskal daerah. 9
DAFTAR PUSTAKA 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Kabupaten Pulau Taliabu di Provinsi Maluku Utara 2. PP Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.07/2011 tentang Tata Cara Pemotongan Dana Alokasi Umum Dan/Atau Dana Bagi Hasil Bagi Daerah Induk, Provinsi, Dan/ Atau Daerah Lain Yang Tidak Memenuhi Kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan Kepada Daerah Otonom Baru 4. Peraturan Menteri Keuangan Keuangan Nomor 215/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pemotongan Dana Alokasi Umum Dan/Atau Dana Bagi Hasil Bagi Daerah Induk, Provinsi, Dan/ Atau Daerah Lain Yang Tidak Memenuhi Kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan Kepada Daerah Otonom Baru Dan Penyaluran Dana Hasil Pemotongan Dana Alokasi Umum Dan/Atau Dana Bagi Hasil Kepada Daerah Otonom Baru. Penulis : Andi Purnomo (Tim JDIH Perwakilan Provinsi Maluku Utara) *Disclaimer : Seluruh informasi yang disediakan dalam Tulisan Hukum adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pemberian informasi hukum semata dan bukan merupakan pendapat instansi. 10