KEDUDUKAN DAN PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN SUKOHARJO T E S I S

dokumen-dokumen yang mirip
Program Kekhususan HUKUM TATA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

I. PENDAHULUAN. demikian besar dan luasnya, maka dibutuhkan strategi pemerintahan yang mantap.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan diterapkannya otonomi daerah ini

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

BAB I PENDAHULUAN. yang diyakini mampu memberikan nafas segar dari keterpurukan politik

I. PENDAHULUAN. hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

BAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sistem pemerintahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Desa adalah unit lembaga terkecil pemerintahan di Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, namun secara geografis berjarak cukup jauh dari pusat kekuasaan di

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SRAGEN DILIHAT DARI PERSPEKTIF AKUNTABILITAS

I. PENDAHULUAN. dilakukan langsung oleh pemerintah pusat yang disebar ke seluruh wilayah

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

BAB I PENDAHULUAN. bidang aspek ketatanegaraan. Amademen terhadap UUD 1945 menjadi momok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal - usul, dan/atau

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

TESIS. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Magister. Program Studi Magister Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Tata Negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang dipayungi oleh Pasal 18 Undang-Undang Dasar Sedangkan inti

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar

PRAKTEK KEKUASAAN ELIT POLITIK DALAM DEMOKRASI (SUATU STUDI KASUS PENYUSUSUNAN PERATURAN DESA OLEH BPD DESA SUM TAHUN 2015)

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak

I. PENDAHULUAN. sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya. kecamatan (Widjaya, HAW 2008: 164). Secara administratif desa berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah menuntut adanya partisipasi masyarakat dan. transparansi anggaran sehingga akan memperkuat pengawasan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Poerwadarmita (2006: 141) yaitu sebagai berikut: Berdasarkan pengertian diatas dalam penelitian ini pemerintah desa

EFEKTIFITAS BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SEBAGAI MITRA DAN PENGAWAS KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA. Oleh : Hendi Budiaman, S.H., M.H.

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI CIAMIS

BAB 1 PENDAHULUAN. pulau yang dibatasi oleh lautan, sehingga di dalam menjalankan sistem pemerintahannya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia menggunakan asas desentralisasi dalam

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Salah satu agenda reformasi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah yang baik (good local governace) merupakan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 11 SERI E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

APA ITU DAERAH OTONOM?

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut Asas

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA ANTAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

BAB I PENDAHULUAN. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

PEMERINTAH KABUPATEN SELUMA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

ANALISIS PERKEMBANGAN DAN PERBANDINGAN KINERJA KUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM OTONOMI DAERAH PADA KABUPATEN SUKOHARJO DAN KABUPATEN SRAGEN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA ANTAR DESA DI KABUPATEN BANTUL

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

mekanisme pemerintahan negara dijalankan oleh presiden sebagai pemegang kekuasaan

I. PENDAHULUAN. terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good governance). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. sistem ini. Negara Hukum harus ditopang dengan sistem demokrasi.

Sumarma, SH R

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Indonesia berdasarkan UUD 1945 Pasal 18 ayat (1) terdiri dari

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan kebijakan publik dan penyelenggaraan negara. Namun, pasca

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi.

PERATURAN DESA NANGGUNG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NANGGUNG

Transkripsi:

KEDUDUKAN DAN PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN SUKOHARJO T E S I S Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Magister Ilmu Hukum pada Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun oleh: DWI JATMOKO R.100010006 MAGISTER ILMU HUKUM PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2006

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan politik di Indonesia yang terus berkembang dari orde lama sampai sekarang. Kebijakan politik maupun pemerintahan orde lama lebih menekankan sikap sentralisasi, dimana semua urusan diserahkan sepenuhnya ke pusat. Hal ini tentunya belum terdapat adanya otonomi daerah. Baik di tingkat desa sampai tingkat provinsi. Masing-masing daerah sepenuhnya disetir oleh pemerintah. Di tingkat desa misalnya, kebijakan-kebijakan pemerintah melalui perangkat desa merupakan kebijakan atasannya dari camat, bupati, gubernur, sampai ke pusat, sehingga perangkat desa belum memaksimalkan keadaan desa yang dipimpinnya. Seiring dengan reformasi total mulai tahun 1998 di semua bidang yang sekarang dilakukan adalah berasal dari niat dan komitmen seluruh kekuatan rakyat untuk tetap percaya bahwa Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi. Selain itu juga dituntut kemampuan seluruh lembaga negara, lembaga pemerintahan, dan rakyat, untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan konstitusi itu secara tepat dan kesediaan semua pihak untuk menjalankannya. Munculnya Undang-undang No. 22 Tahun 1999, Undang-undang No. 20 Tahun 1999 dan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (otonomi) dipandang sebagai bagian dari proses besar demokratisasi. Suatu otonomi bukan final, melainkan langkah awal. Dengan demikian isi dan realisasi isi dari otonomi menjadi sangat penting. 1

2 Peralihan Indonesia menuju demokrasi dari pemerintahan otoriter menjadi peristiwa politik paling dramatis pada akhir abad ke-20. Meski kadangkadang menyakitkan, transisi telah mengembalikan Indonesia kepada kebebasan yang sudah tak terlihat di negeri ini sejak eksperimen demokrasi yang berusia pendek pada 1950-an. Kelahiran kebijakan pemerintah khususnya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintah Daerah ini membawa sebuah harapan baru bagi perjalanan bangsa ini ke masa ke depan. Hal ini sangatlah wajar karena kebijakan sebelumnya yang notabene melahirkan sebuah kenyataan politis yakni adanya sentralisasi di hampir segala bidang telah membawa dampak yang begitu besar dengan multi krisis sebagai akhir episode sebuah rezim. Kenyataan masa lalu memberitahu kepada kita semua: satu hal namun berimplikasi pada sebuah multiplier effect yakni adanya kooptasi penguasa yang begitu membelenggu baik dari tingkat desa, desa sampai kepada individu-individu rakyat dalam masyarakat. Karena itu, Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 antara lain menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang. Dengan demikian, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,

3 pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jiwa otonomi daerah sebenarnya adalah untuk membangun kemandirian daerah itu sendiri sekaligus meningkatkan kualitas demokrasi di tingkat lokal. Kinerja demokrasi dapat diukur melalui sejauhmana produk kebijakankebijakan yang ada dapat menumbuhkan prakarsa masyarakat dan bukan sebuah ketergantungan. Penting disadari bahwa dalam kebijakan otonomi daerah, termuat pula segi mendasar yakni otonomi daerah yang bisa dikatakan sebagai sari pati dari otonomi daerah. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Sebagai perwujudan demokrasi, di desa dibentuk Badan Permusyawaratan Desa yang dulunya Lembaga Musyawarah Desa (LMD) yang berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Anggota Badan Permusyawaratan Desa

4 adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. BPD merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa yang anggotanya terdiri dari tokoh masyarakat, RT, RW yang dipilih oleh rakyat. Kepala desa dan perangkat desa tidak boleh menjadi anggota maupun ketua BPD, sehingga Kades tidak mempunyai peran penting bahkan kades diawasi oleh BPD. Sedangkan LMD seperti di jelaskan dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1974 dan Undang-Undang No. 5 tahun 1979 yang mengatur tentang LMD dimana pengurus LMD terdiri dari perangkat desa tokoh masyarakat dan ketuanya adalah kepala desa sehingga tampak Kades mempunyai peranan penting di desa atau otonom. Namun apakah Badan Permusyawaratan Desa yang dibentuk tersebut dalam realisasinya sudah dapat mengontrol pemerintah desa dan sebaliknya apakah pemerintah desa dengan sistem pemerintahan yang baru ini juga sudah siap untuk dikontrol oleh rakyat melalui badan tersebut? Disinilah partisipasi rakyat melalui Badan Permusyawaratan Desa ini akan terlihat, karena lewat Badan Permusyawaratan Desa ini masyarakat dapat ikut menentukan kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan desanya dengan fungsi legislasi dan kontrol yang dimiliki. Maraknya tuntutan reformasi yang wujudkan secara moral melalui aksi unjuk rasa para mahasiswa di seluruh wilayah Indonesia dijadikan titik kulminasi dari rasa terkungkung oleh rezim orde baru. Sebagai puncak dari tuntutan tersebut adalah pada tahun 1997. Yaitu dengan adanya pemilu yang penuh dengan kecurangan dan manipulasi. Mulai dari pendaftaran pemilih,

5 penggunaan fasilitas, ruang gerak kampanye sampai dengan penghitungan suara yang dirasakan tidak adil dan tidak fair antar kontestan pemilu yang menimbulkan ketidakpuasan rakyat. Di Kabupaten Sukoharjo khususnya, terjadi gejolak tuntutan reformasi yang berkaitan dengan jajaran Pemerintahan Daerah yaitu Kabupaten Sukoharjo dan pemberdayaan Dewan Permusyawaratan Rakyat Daerah Kabupaten Sukoharjo. Tuntutan reformasi tersebut adalah sudah waktunya Kabupaten Sukoharjo melaksanakan otonomi daerah yang luas, prinsip penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten Sukoharjo dan perubahan sistem pemerintahan daerah. Akibat dari ketidakadilan dan tidak fairnya sistem Pemilu pada 1997 mengakibatkan masa melakukan pengrusakan TPS, bentrokan fisik dan peristiwa-peristiwa lainnya. Di Kabupaten Sukoharjo juga terjadi gejolak tuntutan reformasi yang berkaitan dengan jajaran Pemerintahan Daerah yaitu Kabupaten Sukoharjo dan pemberdayaan Dewan Permusyawaratan Rakyat Daerah Kabupaten Sukoharjo. Tuntutan reformasi tersebut adalah sudah waktunya Kabupaten Sukoharjo melaksanakan otonomi daerah yang luas, prinsip penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten Sukoharjo dan perubahan sistem pemerintahan daerah. Hal ini salah satu yang mendorong penulis untuk meneliti lebih lanjut pengaruh dari reformasi terhadap tugas pemerintahan daerah dalam sebuah tesis dengan judul: KEDUDUKAN DAN PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN SUKOHARJO.

6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka dapatlah diajukan berupa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana kedudukan peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam mewujudkan penyelenggaraan good government di pemerintahan tingkat desa? 2. Apa kendala-kendala yang dihadapi oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menjalankan perannya dalam penyelenggaraan pemerintahan tingkat desa? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan a. Untuk mengetahui peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam mewujudkan penyelenggaraan good government di pemerintahan tingkat desa. b. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menjalankan perannya dalam mewujudkan penyelenggaraan good government di pemerintahan tingkat desa. 2. Manfaat a. Secara teoritis, dapat digunakan sebagai titik tolak untuk melakukan penelitian sejenis lebih mendalam dan dalam lingkup yang lebih luas,

7 serta memberi sumbangan teoritis berupa tambahan khasanah keilmuan dalam bidang hukum khususnya Hukum Administrasi Negara mengenai pelaksanaan otonomi daerah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. b. Secara praktis, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan tentang memberikan kejelasan bagi kedudukan Badan Eksekutif Desa dan Badan Legislatif Desa, serta pihak pihak yang terkait mengenai pelaksanaan otonomi daerah menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian: Penelitian Hukum Sosiologis 2. Obyek Penelitian: Aspek Hukum aturan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 3. Sumber Data: a. Bahan hukum Primer - Norma atau kaedah dasar, yakni Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 - Peraturan perundang-undangan: i. Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. ii. Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005 tentang Desa.

8 b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti Penjelasan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 72 tahun 2005 tentang Desa, Perda Kabupaten Sukoharjo Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pencalonan, Pemilihan, Pengangkatan, Pelatihan, dan Pemberhentiakn Kepala Desa, Perda Kabupaten Sukoharjo Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa, dan Perda Kabupaten Sukoharjo Nomor 6 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa, c. Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus, dan ensiklopedia. 4. Lokasi Penelitian: Kabupaten Sukoharjo. E. Analisis Data Langkah-langkah analisis data adalah: 1. Inventarisasi peraturan a. Inventariasi hukum perundang-undangan yang berlaku b. Inventarisasi hukum dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah. 2. Penafsiran hukum Penafsiran hukum yang dipakai dalam tesis ini adalah penafsiran gramatikal yang didasarkan pada tata bahasa dalam hukum primer, dan sekunder.

9 3. Analisis Analisis menggunakan logika deduksi, dengan membandingkan hukum yang melatarbelakangi hukum keberadaan peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD). F. Sistematika Tesis Bab I Pendahuluan. Berisi tentang Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Tesis. Bab II. Tinjauan Pustaka. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Prinsip-prinsip Pemerintahan; Eksistensi Hukum Administrasi; Desa; Refleksi Dinamika Parlemen Desa; Meletakkan Desa dalam Desentralisasi dan Demokrasi; Demokrasi; Demokratisasi Desa; Kerangka Pikir; Hipotesis Bab III. Hasil Penelitian dan Pembahasan. Dibahas tentang: Gambaran Umum Kabupaten Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah, Struktur Organisasi Pemerintah Desa di Kabupaten Sukoharjo, Kedudukan BPD dalam Pemerintahan Desa, Pemerintah Desa di Kabupaten Sukoharjo, Pembahasan Bab IV. Berisi tentang Analisis tentang Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Kabupaten Sukoharjo Bab V. Dalam Berisi penutup yang mencakup kesimpulan dan saran.