Modul ke: Pendidikan Pancasila Berisi tentang Pancasila dan Implementasinya (Bag. 3) Fakultas Fakultas Ekonomi Bisnis Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id
Pengertian Karakter Bangsa Istilah Karakter relatif agak sulit didefinisikan, namun dapat dimengerti bila diuraikan. Menurut Sigmund Freud karakter adalah sekumpulan tata nilai yang mewujud dalam suatu sistem daya juang yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku. Situasi dan kondisi masyarakat kita dewasa ini menghadapkan kita pada suatu keprihatinan dan sekaligus juga mengundang kita untuk ikut bertanggung jawab. Perbaikan karakter bangsa merupakan satu kunci terpenting agar bangsa yang besar jumlah penduduknya ini bisa keluar dari krisis dan menyongsong nasibnya yang baru
Selain itu Bangsa Indonesia yang dahulu dikenal sebagai het zachste volk ter aarde dalam pergaulan antar bangsa, kini sedang mengalami tidak saja krisis identitas melainkan juga krisis dalam berbagai dimensi kehidupan yang melahirkan instabilitas yang berkepanjangan semenjak reformasi digulirkan pada tahun 1998. Krisis moneter yang kemudian disusul krisis ekonomi dan politik yang akar-akarnya tertanam dalam krisis moral dan menjalar ke dalam krisis budaya, menjadikan masyarakat kita kehilangan orientasi nilai, hancur dan kasar, gersang dalam kemiskinan budaya dan kekeringan spritual.
Kehalusan budi, sopan santun dalam sikap dan perbuatan, kerukunan, toleransi dan solidaritas sosial, idealisme dan sebagainya telah hilang hanyut dilanda oleh derasnya arus modernisasi dan globalisasi yang penuh paradoks. Krisis multidimensi dapat saja setiap saat melanda masyarakat kita menyadarkan kita semua bahwa pelestarian budaya sebagai upaya untuk mengembangkan Identitas Nasional
Penanaman Nilai Identitas Nasional Sebagai Karakter Bangsa Penanaman nilai-nilai identitas nasional sebagai karakter bangsa harus diimplementasikan dalam berbagai kehidupan, diantaranya: Pada diri sendiri Membangun karakter adalah proses yang tidak mengenal akhir (never ending process) yang dapat dimulai dalam usia kapan pun. Semakin usia dini membangun karakter semakin hasilnya lebih baik. Jika kita ingin menjadi orang memiliki karakter baik maka tentulah kita berupaya membangunnya.
Membangun jati diri sebagai suatu karakter harus diawali dengan usha menjadi orang yang jujur, terbuka, berani mengambil resiko dan bertanggung jawab, memegang komitmen dan mampu berbagi (sharing). Kelima sikap itu adalah nilai universal yang diakui kebenarannya serta diterima oleh semua pihak dan agama. Walaupun melaksanakannya tidak mudah, namun harus kita mulai secara bersungguh-sungguh. Menjadi manusia yang berkarakter kita didorong berbuat kebajikan yang sekaligus kita berada di jalan Tuhan.
Membangun Ketahanan Keluarga Membangun karakter dalam keluarga diawali dengan komunikasi yang baik dalam berbagai kesempatan, seperti pertemuan harian dalam keluarga yang meliputi makan bersama, berdoa/sembahyang bersama dan rekreasi bersama sehingga terjalinnya hubungan batiniah sesama anggota keluarga. Pada kesempatan itu bapak / ibu dapat memberikan nasehat-nasehat kepada anggota keluarganya. Mengugah kesadaran kaum ibu khususnya untuk kembali menangani pembangunan karakter anak-anaknya sejak usia dini, mengingat semakin banyak kaum ibu-ibu bekerja di luar rumah sehingga pendidikan karakter anak diserahkan kepada pengasuh atau pembantu rumah tangga.
Apabila ketahanan keluarga telah tercapai melalui sosialisasi karakter tentu akan membawa pengaruh positif kepada kehidupan lingkungan dan juga kepada masyarakat sekolah. Pembangunan Karakter dalam Masyarakat Sebagian waktu kehidupan anak-anak atau pelajar banyak dihabiskan dalam masyarakat, maka peranan institusi masyarakat, seperti Rukun Tetangga/ Rukun Warga sangat penting, disamping itu tempat-tempat bermainnya anak-anak atau remaja perlu juga dikontrol oleh pejabat yang berwenang agar dapat ikut serta menanamkan nilai-nilai positif kepada remaja, seperti pengelola warnet, tempat olah raga dan tempat hiburan yang selalu dikunjungi anak-anak remaja.
Dalam Dunia Pendidikan Pendidikan mempunyai tugas utama membina watak atau karakter, sebagaimana dinyatakan oleh filsuf Herbert Spencer dari Inggris, bahwa sasaran pendidikan adalah membangun karakter. Apabila kita melihat tujuan pendidikan sebagai dinyatakan oleh UU No. 20 tahun 2003, menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah: Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa Berbudi pekerti luhur (akhlak mulia) Memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani Memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri Memiliki tanggung jawab dalam bermasyarakat, beragama, berbangsa dan bernegara.
Di Era Globalisasi, pergaulan dan persaingan antar bangsa semakin ketat. Batas antar negara hampir tidak ada artinya, batas wilayah tidak lagi menjadi penghalang. Di dalam pergaulan antar bangsa yang semakin kental itu akan terjadi proses alkulturasi, saling meniru dan saling mempengaruhi antara budaya masing-masing. Dan yang perlu kita cermati dari proses akulturasi tersebut apakah pengaruh global tersebut dapat melunturkan tata nilai yang merupakan jati diri bangsa Indoensia atau sebaliknya. Lunturnya tata nilai tersebut pada dasarnya ditandai oleh 2 (dua) faktor yaitu :
Semakin menonjolnya sikap individualistis yaitu mengutamakan kepentingan pribadi diatas kepentingan umum, hal ini bertentangan dengan azas gotong-royong. Semakin menonjolnya sikap materialistis yang berarti harkat dan martabat kemanusiaan hanya diukur dari hasil atau keberhasilan seseorang dalam memperoleh kekayaan. Hal ini bisa berakibat bagaimana cara memperolehnya menjadi tidak dipersoalkan lagi. Bila hal ini terjadi berarti etika dan moral telah dikesampingkan.
Arus informasi yang semakin pesat mengakibatkan akses masyarakat terhadap nilai-nilai asing yang negatif semakin besar. Apabila proses ini tidak segera dibendung akan berakibat lebih serius dimana pada puncaknya mereka tidak bangga kepada bangsa dan negaranya. Pengaruh negatif tersebut pada akhirnya dapat merongrong nilai-nilai yang telah ada di dalam masyarakat kita. Jika semua ini tidak dapat dibendung maka akan mengganggu ketahanan di segala aspek bahkan mengarah kepada kreditabilitas sebuah ideologi.
Terima Kasih Sukarno B N, S.Kom, M.Kom