BAB I PENDAHULUAN. ton pada tahun 2011 menjadi juta ton pada tahun 2012 (Ditjenbun, 2012).

dokumen-dokumen yang mirip
Tanaman karet akan mengeluarkan getah atau lebih dikenal dengan sebutan lateks. Lateks keluar pada saat dilakukan penyadapan pada tanaman karet.

TINJAUAN PUSTAKA. Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies: Hevea brassiliensismuell.arg.

SISTEM PENYADAPAN TANAMAN KARET

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No.12 tahun 1992, pasal 1 ayat 4, benih tanaman yang

OPTIMALISASI PRODUKSI DAN PENEKANAN BIAYA PENYADAPAN DENGAN SISTEM SADAP INTENSITAS RENDAH

UJI PENDAHULUAN PENYADAPAN DENGAN SIRKEL CUTTING SYSTEM MENGGUNAKAN STIMULAN GAS

PENYADAPAN TANAMAN KARET

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet

Jurnal Rekayasa Teknologi Industri Hijau ISSN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Karet (Heveabrasiliensis) berasal dari benua Amerika dan saat ini. dari USD 1 menjadi USD 1,25 (Palembang Tribun News, 2016) dan Balai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KERAGAAN PRODUKTIFITAS BEBERAPA KLON UNGGUL KARET RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Some variability Productivity Superior Rubber Clone People in Bengkulu

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet

PENGARUH SISTEM EKSPLOITASI TERHADAP PRODUKSI KARET PADA KLON PB260 EFFECT OF RUBBER PRODUCTION SYSTEM EXPLOITATION AGAINST THE PB260 CLONES ABSTRAK

STUDI KARAKTER FISIOLOGIS DAN SIFAT ALIRAN LATEKS KLON KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.) IRR SERI 300

POLA DASAR SADAPAN POLA DASAR SADAPAN

BEBERAPA ASPEK PENTING PADA PENYADAPAN PANEL ATAS TANAMAN KARET

BAB I PENDAHULUAN. unggul yang telah dihasilkan dibagi menjadi empat generasi, yaitu: Generasi-1 ( ) : Seedling selected

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

PRODUKTIVITAS KLON KARET IRR SERI-100 DAN 200 PADA BERBAGAI AGROKLIMAT DAN SISTEM SADAP

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004).

OPTIMALISASI PRODUKTIVITAS KARET MELALUI PENGGUNAAN BAHAN TANAM, PEMELIHARAAN, SISTEM EKSPLOITASI, DAN PEREMAJAAN TANAMAN

SISTEM EKSPLOITASI OPTIMAL DAN BERKELANJUTAN TANAMAN KARET

PENGGUNAAN STIMULAN GAS ETILEN PADA TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis) Ethylene Gas Application In Rubber Trees (Hevea Brasiliensis)

I. PENDAHULUAN. Asia tenggara lainnya, yaitu Malaysia dan Thailand, sejak dekade 1920-an sampai sekarang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

(Gambar 1 Gejala serangan Oidium heveae pada pembibitan karet)


TAP INSPEKSI PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA Masalah Karet, Peremajaan dan Penanaman Baru Perbanyakan Bahan Tanam melalui Okulasi

BISNIS BUDIDAYA KARET

PAKET TEKNOLOGI OPTIMASI PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN KARET PADA DAERAH BERIKLIM KERING (Studi Kasus di Perkebunan Karet PTPN XII)

PENYAKIT BIDANG SADAP

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana

Subdivisi : Angiospermae, Kelas :Monocotyledoneae, Ordo : Euphorbiales, Famili: Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies : Hevea brassiliensis Muell. Arg.

VI ANALISIS FAKTOR FAKTOR SUMBER RISIKO PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI KARET ALAM

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sedikitnya telah seabad tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Sektor Pertanian mampu

BAB III IDENTIFIKASI HISTOLOGI DAN MORFOFISIOLOGI DUA KLON KARET

IDENTIFIKASI KARAKTER SPESIFIK UNGGUL KARET BERDASARKAN. Budi Martono Edi Wardiana Meynarti SDI Rusli KODE JUDUL: X.26

I. PENDAHULUAN. karet dunia dengan mengungguli hasil dari negara-negara lain dan negara asal

Charloq 1) Hot Setiado 2)

BAB I PENDAHULUAN. petani, sehingga Indonesia dikenal sebagai negara agraris.

II. TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. devisa non migas, penyedia lapangan kerja, dan berkaitan langsung dengan

TINJAUAN PUSTAKA. dikembangkan sehingga sampai sekarang asia merupakan sumber karet alam.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Karet

Chart Title. Indonesia 3.5 ha Thailand 2 ha Malaysia 1.5 ha

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra karet di Indonesia, menurut

TINJAUAN PUSTAKA. euphorbiaceae, genus hevea dan spesies Hevea brasiliensis.

FISIOLOGI DAN PRODUKSI KARET DENGAN BERBAGAI SISTEM SADAP DAN PENGGUNAAN STIMULAN GAS DISERTASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PEMBERIAN STIMULAN ETEFON DENGAN TEKNIK BARK APPLICATION PADA PRODUKSI LATEKS TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.)

I. PENDAHULUAN. pada 2009 (BPS Indonesia, 2009). Volume produksi karet pada 2009 sebesar 2,8

PENGARUH PRODUKTIVITAS TERHADAP HARGA POKOK KEBUN KARET DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama

PENGARUH PEMBERIAN STIMULAN POLYETHYLENE GLYCOL (PEG) TERHADAP HASIL LATEKS TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg) KLON PB 260 ARTIKEL ILMIAH

PENYAKIT Fusarium spp. PADA TANAMAN KARET. Hilda Syafitri Darwis, SP.MP. dan Ir. Syahnen, MS.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah

Penyadapan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Mull-Arg.) di Perkebunan Karet Gurach Batu Estate, Asahan, Sumatera Utara

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Salah satu negara yang dijuluki negara agraris adalah Indonesia, karena

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salak (Salacca zalacca) merupakan salah satu tanaman buah- buahan

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan (William dkk., 1987 in Anzah,2010), sistematika tanaman

BAB I PENDAHULUAN. kopi, dan kakao. Pada tahun 2012, volume perusahaan pemerintah pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

Sistem Penyadapan Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Tulung Gelam Estate, Sumatera Selatan. Robianto, Supijatno *

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditas perkebunan yang dapat memberikan kontribusi dalam devisa negara dari sektor non migas. Karet juga merupakan sumber penghasilan hidup bagi banyak petani. Produksi karet alam Indonesia mengalami peningkatan dari 2.990 juta ton pada tahun 2011 menjadi 3.040 juta ton pada tahun 2012 (Ditjenbun, 2012). Di Indonesia luas perkebunan karet didominasi oleh perkebunan yang diusahakan oleh petani kecil (small farm). Sebagai contoh luasan perkebunan karet di Provinsi Sumatera Utara didominasi oleh perkebunan rakyat sebesar ± 377.68 ha, sedangkan PTPN sebesar ± 42.023 ha (BPS Sumatera Utara, 2013). Pada umumnya perkebunan rakyat ini masih mengandalkan bahan tanaman tua (berumur 15 tahun ke atas). Kondisi ini tentunya membutuhkan suatu upaya peningkatan produksi melalui rekayasa sistem sadap. Pertumbuhan dan produksi tanaman karet ditentukan oleh banyak faktor antara lain genetik, lingkungan dan sistem eksploitasi. Dari aspek fisiologi, setiap klon karet memiliki tingkat metabolisme yang berbeda. Berdasarkan tingkat metabolismenya, klon-klon karet dapat dibedakan atas 3 tingkat metabolisme yakni rendah, sedang dan tinggi. Klon dengan metabolisme rendah hingga sedang menggambarkan kecepatan pembentukan poliisoprene (lateks) dari bahan dasar karbohidrat berupa sukrosa hasil fotosintesis berlangsung lambat hingga sedang. Klon dengan metabolisme tinggi menggambarkan proses pembentukan poliisoprene (lateks) berlangsung lebih cepat dibandingkan klon metabolisme rendah hingga sedang (Sumarmadji et al., 2006).

2 Berdasarkan klon unggul yang banyak digunakan di Indonesia yaitu Quick Starter (QS) antara lain PB 235, 260, 280, 340, sedangkan Slow Starter (SS) adalah BPM 24 dan RRIC 100. Saat ini, perkebunan negara maupun swasta lebih memilih klon QS dengan pertimbangan puncak hasil karet dapat dicapai lebih cepat dan produktivitas per tahunnya lebih tinggi (Siregar, 2008). Namun untuk stabilitas produktivitas dalam jangka waktu yang panjang, suatu kebun perlu pengaturan komposisi klon karena setiap klon mempunyai karakteristik yang berbeda, baik pola gugur daunnya, ketahanan terhadap suatu jenis penyakit, maupun terhadap angin. Ketidak seimbangan komposisi klon dalam kebun, selain mengakibatkan ketidak stabilan produktivitas tahunan, juga akan berisiko tinggi terhadap penurunan hasil akibat gangguan angin, penyakit, atau gugur daun yang serempak. Berdasarkan pola produktivitas lateks dan kayu, pengaturan komposisi klon dapat dilakukan dengan berbagai kombinasi. Beberapa klon karet QS dapat dikombinasikan dengan klon SS dalam komposisi yang seimbang. Hasil penelitian Santoso (1990) menunjukkan bahwa komposisi SS dan QS dalam satu areal kebun dengan perbandingan 80 : 20 menghasilkan produktivas rata-rata 1.733 kgha -1 sedangkan perbandingan SS : QS 20 : 80 produktivas rata-rata 1.994 kgha -1. Disamping itu setiap klon memiliki karakter histologi yang spesifik. Ukuran, jumlah, dan baris dari pembuluh lateks dapat merupakan ciri khas dari klon. Sedangkan parameter fisiologi seperti kadar sukrosa, fospat anorganik, dan tiol merupakan indikator dari potensi produksi. Karena itu karakter histologi dan fisiologi merupakan bahan pertimbangan untuk menentukan sistem sadap yang akan diterapkan.

3 Sistem sadap pada budidaya karet terdiri dari intensitas sadap, panjang irisan sadap, frekuensi sadap dan stimulan (Junaidi dan Kuswanhadi, 1998). Sebagai contoh, panjang irisan sadap S/2 d/3 umum digunakan untuk klon PB 235, PB 260, RRIM 203, RRIM 527 dan PB 255 (Hong,1989; Sumarmadji, 2000). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Siregar et al., (2007) yang menyatakan bahwa untuk klon QS dirancang dengan panjang irisan S/4U ET 2.5%, sedangkan untuk klon SS dengan penyadapan irisan ganda (double cut) 2x S/4DU d3.et2.5%. Dalam hal arah sadapan dianjurkan bahwa, sadap ke arah atas (SKA) pada bidang sadap bawah dapat meningkatkan produksi sampai 54%, jika arah sadapan berubah ke arah bawah (SKB) akan menyebabkan rendahnya produksi karet (Zarin 1982). Hal yang sama disampaikan Sivakumaran et al., (1985) bahwa SKB semakin dekat ke sambungan okulasi areal drainase semakin kecil. Hal ini disebabkan areal drainase lateks hanya sampai batas ke sambungan okulasi saja. Bibit atau bahan tanaman yang berasal dari biji memiliki areal drainase lateks yang tidak dibatasi oleh sambungan okulasi. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Lukman (1994) yang menyatakan bahwa SKA menghasilkan produksi yang lebih tinggi bila dibanding dengan SKB karena pada SKA jarak antara bidang sadap dengan tajuk tanaman lebih dekat. Selain itu, pada SKA aliran lateks meningkat karena didukung oleh gaya gravitasi. Keuntungan lain dari SKA dengan irisan pendek menurut Junaidi et al., ( 2010) dapat mengurangi konsumsi kulit, potensi terjadinya (KAS) dan mengoptimalkan potensi produksi tanaman. Pada SKB, sebagian besar lateks mengalir dari bawah ke atas, sehingga kecepatan alirannya ditahan oleh gaya gravitasi ( Sutardi et al., 1993). Junaidi dan Junaidi dan Kuswanhadi (1997) menyatakan bahwa SKB diduga menyebabkan terputusnya hubungan antara bidang sadap dengan tajuk, karena arah sadap dari bawah ke atas. Penggunaan stimulan cair biayanya relatif murah, mudah diaplikasikan, dan stres terhadap tanaman lebih rendah dibandingkan dengan gas. Kelebihan penggunaan stimulan gas

4 adalah produksi lebih tinggi. Penggunaan stimulan gas akan menyebabkan aliran lateks lebih lama. Bila stimulan gas menghasilkan aliran lateks 8-12 maka stimulan cair hanya sekitar 4 jam. Penggunaan stimulan gas di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan biaya penggunaanya dinilai relatif cukup mahal. Disamping itu, stimulan akan memberikan stres fisiologis lebih tinggi. Hal tersebut sejalan dengan Tistama et al., (2009) dan Junaidi et al., (2011) yang menyebutkan bahwa penggunaan stimulan yang berlebihan juga mengakibatkan berhentinya aliran lateks, disebabkan oleh koagulasi partikel karet. Pemilihan sistem sadap pada klon karet metabolisme rendah maupun tinggi sangat menentukan keberlanjutan produktivitas karet. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas karet disebabkan klon karet yang dikelola saat ini belum disertai dengan paket teknologi sadap yang spesifik. Masalah utama adalah penyadapan klon QS yang sering dijumpai antara lain KAS pada panel kulit perawan sehingga panel B0-I, sering tidak tuntas disadap. Diiringi dengan konsumsi kulit yang tinggi menyebabkan umur ekonomis tanaman lebih pendek (Siregar et al.,1997). Hasil penelitian Karyudi et al.,(2006), Herlinawati dan Kuswanhadi (2012) serta Junaidi, (2013) menunjukkan bahwa penggunaan panjang irisan sadap yang rendah dan penggunaan stimulan gas dapat meningkatkan produksi karet, namun penelitian mengenai penggunaan stimulan gas pada tanaman tua serta pada kulit pulihan masih sedikit dilakukan pada klon QS dan SS. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pendekatan untuk meningkatkan produktivitas karet pada tanaman pulihan pada klon QS dan SS. Dari uraian di atas maka dinilai perlu untuk mengetahui informasi ilmiah dari klon metabolisme rendah dan tinggi dalam mengoptimalkan produksi. Penelitian ini disusun berdasarkan pemikiran bahwa peningkatan produksi lateks dengan resiko kesehatan tanaman sekecil mungkin.

5 Perumusan Masalah 1. Rendahnya produksi perkebunan karet karena belum tepat menerapkan sistem sadap dan stimulan. 2. Masing masing klon memiliki karakter histologi, fisiologi, anatomi, dan morfologi yang berbeda. 3. Penerapan sistem sadap yang belum tepat dan tidak mempertimbangkan karakter dari klon (QS dan SS) sehingga pemakaian kulit boros.

Potensi : 1. 85% Perkebunan karet di Indonesia adalah perkebunan rakyat. Permasalahan : 1. Masing-masing klon karet memiliki karakter histologi, morfofisiologi yang berbeda 2. Ketidaksesuaian sistem sadap dengan tipologi klon. Upaya Alternatif Peningkatan Produktivitas karet Pemilihan sistem eksploitasi yang sesuai dengan karakter klon (histologi, morfofisiologi, dan metabolisme) terkait dengan curah hujan 1. Pemilihan panjang alur sadap (irisan pendek atau panjang) 2. Arah sadapan (ke arah bawah atau atas) 3. Panel sadap (kulit perawan atau pulihan) 4. Jenis stimulan (cair atau gas) Hasil : 1. Peningkatan produksi karet umur 15 tahun 2. Temuan sistem sadap sesuai dengan tipologi klon 3. Pemilihan Stimulan gas atau cair yang sesuai dengan tipologi klon Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

7 1.3. Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan: 1. Mempelajari perbedaan sifat anatomi, morfologi, fisiologi dan produktivitas lateks antara klon metabolisme rendah (BPM 1) dengan tinggi (PB 260). 2. Mendapatkan sistem sadap yang tepat sesuai dengan tipologi klon berbasis anatomi, fisiologi, produksi 1.4. Manfaat penelitian : Penelitian ini bermanfaat untuk : 1. Untuk mendapatkan paket teknologi eksploitasi dalam meningkatkan produksi tanaman karet. 2. Salah satu alternatif untuk memperpanjang umur ekonomi tanaman melalui penerapan sistem eksploitasi yang tepat sehingga produksi yang tinggi dapat diperoleh secara berkesinambungan. 3. Pertimbangan dalam rekomendasi aplikasi stimulan gas untuk dikembangkan secara luas. 1.5. Kebaruan Penelitian Temuan arah dan panjang irisan sadap, jenis dan frekuensi stimulan pada karet umur 15 tahun yang sesuai dengan tipologi klon dan dikaitkan dengan kondisi curah hujan.

8 FISIOLOGI DAN PRODUKSI KARET DENGAN BERBAGAI SISTEM SADAP DAN PENGGUNAAN STIMULAN GAS Gambar 1 ALTERNATIF PENINGKATAN PENELITIAN 2 FISIOLOGI DAN PRODUKSI KLON BPM 1 DENGAN PERBEDAAN SISTEM EKSPLOITASI DAN CURAH HUJAN Output: Perbedaan fisiologi dan produksi klon BPM 1 sebagai akibat perbedaan sistem ekploitasi Curah Hujan Umur tanaman 15 tahun 1. Pemilihan panjang alur sadap (irisan pendek atau panjang) 2. Arah sadapan (ke arah bawah atau atas) 3. Panel sadap (kulit perawan atau pulihan) 4. Jenis stimulan (cair atau gas) PENELITIAN 2 FISIOLOGI DAN PRODUKSI KLON PB 260 DENGAN PERBEDAAN SISTEM EKSPLOITASI DAN CURAH HUJAN Output : Perbedaan fisiologi dan produksi klon BPM 1 sebagai akibat perbedaan sistem ekploitasi PERCOBAAN 1 IDENTIFIKASI ANATOMI HISTOLOGI DAN MORFO- FISIOLOGI DUA KLON KARET Gambar 1. Bagan Alir Penelitian.