DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

dokumen-dokumen yang mirip
PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

MULAI BERLAKU : 3 September 1981, sesuai dengan Pasal 27 (1)

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

KONVENSI HAK ANAK Mukadimah

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN TERHADAP TINDAK KEKERASAN

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN: KONVENSI DAN KOMITE. Lembar Fakta No. 22. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK

PROKLAMASI TEHERAN. Diproklamasikan oleh Konferensi Internasional tentang Hak-hak Asasi Manusia di Teheran pada tanggal 13 Mei 1968

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL

Institute for Criminal Justice Reform

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V INSTRUMEN-INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA. 1. Memahami dan mengetahui sistem internasional hak-hak asasi manusia;

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

LAYANAN PENASIHAT DAN KERJA SAMA TEKNIS DI BIDANG HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 3. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Pengalaman dan Perjuangan Perempuan Minoritas Agama Menghadapi Kekerasan dan Diskriminasi Atas Nama Agama

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN KABUPATEN JEMBER

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1 PEMBUKAAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

BUPATI DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Transkripsi:

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara universal terhadap perempuan akan hak-hak dan prinsip-prinsip tentang persamaan, keamanan, kebebasan, integritas, dan martabat seluruh umat manusia, Memperhatikan hak-hak dan prinsip-prinsip tersebut telah tertuang dalam isntrumeninstrumen internasional, termasuk Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Kovenan tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, dan Konvensi Menentang penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia. Mengakui bahwa efektivitas pelaksanaan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan akan mendukung penghapusan kekerasan terhadap perempuan, dan bahwa Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan yang termuat dalam resolusi ini, akan memperkuat dan melengkapi proses tersebut, Menyadari bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu hambatan terhadap tercapainya kesederajatan, pembangunan dan perdamaian sebagaimana diakui dalam Strategi Berwawasan ke Depan Nairobi tentang Pemajuan perempuan, yang didalamnya direkomendasikan seperangkat langkah-langkah untuk memberantas kekerasan terhadap perempuan, dan terhadap implementasi secara penuh Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, Menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan mendasar perempuan dan melemahkan atau meniadakan penikmatan hak-hak dan kebebasan-kebebasan tersebut oleh mereka, dan mengkhawatirkan kegagalan yang telah berlangsung lama dalam melindungi dan memajukan hak-hak dan kebebasan-kebebasan tersebut dalam hal kekerasan terhadap perempuan. Mengakui bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah perwujudan ketimpangan historis hubungan-hubungan kekuasaan di antara kaum laki-laki dan perempuan, yang mengakibatkan dominasi dan diskriminasi terhadap perempuan oleh laki-laki dan hambatan bagi kemajuan mereka, dan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu mekanisme sosial yang krusial yang menempatkan perempuan dalam posisi subordinasi dibandingkan dengan laki-laki, Menyadari bahwa beberapa kelompok perempuan, seperti perempuan dalam kelompokkelompok minoritas, perempuan masyarakat asli, perempuan pengungsi, perempuan migran, perempuan yang hidup di pedesaan atau pedalaman, perempuan-perempuan miskin, perempuan

dalam lembaga-lembaga pemasyarakatan atau tahanan, perempuan kanak-kanak, perempuan cacat, perempuan lanjut usia, dan perempuan dalam situasi konflik bersenjata adalah kelompok yang rentan terhadap kekerasan. Mengingat kesimpulan dalam ayat 23 lampiran terhadap resolusi 1990/15 Dewan Ekonomi dan Sosial tertanggal 24 Mei 1990, yang menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan dalam keluarga maupun masyarakat telah merajalela dan menembus batas-batas tingkat penghasilan, kelas dan kebudayaan, dan harus diatasi dengan langkah-langkah segera dan efektif untuk menghapuskannya. Mengingat pula resolusi 1991/18 Dewan Ekonomi dan Sosial tertanggal 30 Mei 1991, yang di dalamnya Dewan merekomendasikan penyusunan kerangka kerja bagi suatu instrumen internasional yang harus menyatakan secara eksplisit masalah kekerasan terhadap perempuan, Menyambut peran yang dimainkan gerakan-gerakan perempuan dalam rangka meningkatkan pada sifat, kepelikan, dan luasnya masalah kekerasan terhadap perempuan, Dikhawatirkan oleh dibatasinya kesempatan bagi perempuan untuk mencapai kesetaraan di masyarakat dalam bidang hukum sosial, politik, dan ekonomi, dan antara lain oleh kekerasan yang berlanjut dan menyebar, Berkeyakinan bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, perlu ada suatu definisi yang jelas dan menyeluruh tentang kekerasan terhadap perempuan, suatu pernyataan tegas tentang hak yang harus dipenuhi untuk menjamin penghapusan kekerasan terhadap perempuan dalam segala bentuk, komitmen negara sehubungan dengan tanggung-jawabnya dan komitmen masyarakat internasional secara luas kepada penghapusan kekerasan terhadap perempuan, Dengan sungguh-sungguh menyatakan Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan sebagai berikut dan mendesak dilakukannya segala upaya agar Deklarasi ini diketahui dan dihormati secara luas: Pasal 1 Dalam Deklarasi ini, yang dimaksud dengan kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan-tindakan semacam itu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi. Pasal 2 Kekerasan terhadap perempuan harus dipahami, mencakup tapi tidak hanya terbatas pada hal sebagai berikut: (a) Tindak kekerasan secara fisik, seksual, dan psikologis terjadi dalam keluarga, termasuk pemukulan, penyalahgunaan seksual atas perempuan kanak-kanak dalam rumah tangga,

(b) kekerasan yang berhubungan dengan mas kawin, perkosaan dalam perkawinan, pengrusakan alat kelamin perempuan, dan praktik-praktik tradisional lain yang berbahaya terhadap perempuan, kekerasan di luar hubungan suami istri, dan kekerasan yang berhubungan dengan eksploitasi; Kekerasan secara fisik, seksual, dan psikologis yang terjadi dalam masyarakat luas, termasuk perkosaan, penyalahgunaan seksual, pelecehan dan ancaman seksual di tempat kerja, dalam lembaga-lembaga pendidikan dan sebagainya, perdagangan perempuan dan pelacuran paksa; Kekerasan secara fisik, seksual, dan psikologis yang dilakukan atau dibenarkan oleh Negara, di manapun terjadinya. Pasal 3 Kaum perempuan berhak untuk menikmati dan memperoleh perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan mendasar yang sama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil, atau bidang-bidang lainnya. Hal tersebut termasuk, antara lain: (a) (b) (d) (e) (f) (g) Hak atas hidup; Hak atas persamaan; Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi; Hak atas perlindungan yang sama berdasarkan hukum; Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi; Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan fisik maupun mental yang sebaiknya; Hak atas pekerjaan yang layak dan kondisi kerja yang abik; (h) Hak untuk tidak mengalami penganiayaan atau perlakuan atau penghukuman lainnya yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia. Pasal 4 Negara sebaiknya mengutuk kekerasan terhadap perempuan dan tidak berlindung di balik pertimbangan adat, tradisi, atau keagamaan untuk menghindari tenggung jawab dalam menghapuskan kekerasan tersebut. Negara harus mengupayakan dengan cara-cara yang sesuai dan tidak menunda-nunda kebijakan untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan, dan untuk tujuan itu, sebaiknya:

(a) Mempertimbangkan, bagi yang belum melakukan, meratifikasi, atau mengaksesi Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan atau manrik pensyaratan-pensyaratan terhadap Konvensi tersebut; (b) Menghindari keterlibatan dalam kekerasan terhadap perempuan; (d) (e) Melakukan usaha-usaha yang sepantasnya secara terus-menerus untuk mencegah, mengusut, dan sesuai dengan perundang-undangan nasional untuk menghukum para pelaku kekerasan terhadap perempuan, baik yang dilakukan oleh Negara maupun perseorangan; Mengembangkan sanksi-sanksi pidana, perdata, ketenagakerjaan, dan administrasif dalam perundang-undangan nasional untuk menghukum dan menindak berbagai ketidakadilan yang dialami perempuan sebagai akibat dari kekerasan terhadapnya; sebagaimana diatur oleh perundang-undangan nasional, ganti rugi yang efektif dan adil atas kerugian yang mereka derita; Negara juga sebaiknya memberikan informasi kepada perempuan tentang hak mereka dalam rangka memperjuangkan tuntutan melalui mekanisme tersebut; Mempertimbangkan kemungkinan untuk mengembangkan rencana kasi tingkat nasional untuk memajukan perlindungan terhadap perempuan dari segala bentuk kekerasan, atau untuk memasukkan ketentuan-ketentuan untuk tujuan tersebut dalam renca-rencana yang telah ada, dengan mempertimbangakan, apabila sesuai, bnetuk-bentuk kerjasama tertentu yang dapat disumbangkan organisasi-organisasi non pemerintah, khususnya yang mempunyai kepedulian terhadap masalah kekerasan terhadap perempuan; (f) Mengembangkan secara menyeluruh pendekatan-pendekatan pencegahan dan segala perlindungan terhadap perempuan dari segala bentuk kekerasan dan menjamin tidak terjadinya lagi pengorbanan perempuan akibat hukum yang tidak peka gender, praktikpraktik pemaksaan atau campur tangan lainnya; (g) (h) Berupaya untuk memastikan, hingga tahap yang paling memeungkinkan sesuai dengan sumber daya yang dimiliki dan, apabila dipandang perlu, dalam kerangka kerja sama internasional, bahwa perempuan yang mengalami kekerasan dan, apabila sesuai, anak-anak mereka memiliki bantuan khusus, seperti rehabilitasi, bantuan pengasuhan dan pemeliharaan anak, perawatan, bimbingan, pelayanan kesehatan dan sosial, fasilitas-fasilitas, dan programprogram, termasuk struktur-struktur pendukung, dan harus mengambil semua langkahlangkah lain yang sesuai untukmenigkatkan keamanan serta rehabilitasi fisik maupun psikologis mereka; Memasukkan dalam anggaran pemerintah sumber daya yang emncukupi untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penghapusan kekerasan terhadap perempuan; (i) Mengambil langkah-langkah untuk memeastikan bahwa para penegak hukum dan aparat pemerintahan yang bertanggung jawab untuk menerapkan kebijakan-kebijakan dalam rangka mencegah, mengusut, dan menghukum kekerasan terhadap perempuan memperoleh pelatihan-pelatihan agar mereka akan keperluan-keperluan perempuan;

(j) (k) Menetapkan semua langkah-langkah yang sesuai, khususnya dalam bidang pendidikan untuk memodifikasi pola-pola perilaku sosial dan budaya laki-laki dan perempuan dan menghilangkan prasangka-prasangka, praktik-praktik kebiasaan dan praktik-praktik lain atas dasar pemikiran inferiotas dan superiotas seksual dan sterotip peran laki-laki dan perempuan; Memajukan penelitian, pengumpulan data dan mengkompilasi statistik, khususnya mengenai kekerasan dalam rumah tangga, sehubungan dengan luasnya perbedaan bentukbentuk kekerasan terhadap perempuan, dan mendorong penelitian mengenai akibat-akibat, sifat, keseriusan, dan konsekuensi dari kekerasan terhadap perempuan serta efektivitas penerapan langkah-langkah untuk mencegah dan mengatasi kekerasan terhadap perempuan; data-data statistik dan temuan-temuan penelitian itu akan dikemukakan pada masyarakat luas; (l) Menetapkan langkah-langkah yang bertujuan menghapuskan kekerasan terhadap perempuan, khususnya mereka yang rentan terhadap kekerasan; (m) Memasukkan dalam laporan-laporan sebagaimana diharuskan oleh instrumen-instrumen hak asasi manusia yang relevan yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, informasi yang berkaitan dnegan kekerasan terhadap perempuan dan langkah-langkah yang diambil untuk melaksanakan Deklarasi ini; (n) (o) (p) (q) Mendorong pengembangan panduan-panduan yang memadai untuk membantu pelaksanaan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Deklarasi ini; Mengakui penitngnya peran gerakan perempuan dan oragnisasi-organisasi non pemerintah di seluruh dunia dalam rnagka meningkatkan kesadaran dan mengurnagi masalah kekerasan terhadap perempuan; Memfasilitasi dan mempertinggi kinerja gerakan perempuan dan oragniasa-organisasi non pemerintah serta menjalin kerja sama dengan mereka pada tingkat lokal, nasionla, maupun regional; Mendorong organisas-organisasi antar pemerintah di tingkat regional yang mana mereka menjadi anggota, untuk memasukkan penghapusan kekerasan terhadap perempuan ke dalam program-program mereka, sepanjang sesuai. Pasal 5 Organ-organ dan badan-badan khusus Persrikatan Bangsa-Bangsa dalam bidang-bidang yang menjadi kompetensinya sebaiknya mendukung pengakuan dan realisasi hak dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam deklarasi ini, dan, untuk itu, sebaiknya antara lian: (a) Memupuk kerja sama internasional dan regional dengan tujuan untuk merumuskan startegi-strategi regional untuk memberantas kekrasan, pertukaran pengalaman dan pendanaan program-program yang berkaitan dengan penghapusan kekerasan terhadap perempuan;

(b) (d) (e) Menyelenggarakan pertemuan-pertemuan dan seminar-seminar yang bertujuan untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan; Meningkatkan koordinasi dan pertukaran dalam lembaga-lembaga Perserikatan Bangsa- Bangsa antara badan-badan perjanjian internasional hak asasi manusia untuk mengatasi masalah kekerasan terhadap perempuan secara efektif; Memasukkan dalam analisis-analisis yang dilakukan oleh organisasi-organisasi dan badanbadan Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang pola dan problem sosial seperti laporan berkala tentang situasi sosial dunia, melakukan penelitian terhadap kecenderungan kekerasan terhadap perempuan; Meningkatkan koordinasi di antara organisasi-organisasi dan badan-badan di Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memasukkan masalah kekerasan terhadap perempuan ke dalam program-program mereka yang sedang berjalan, khususnya yang berkaitan dengan kelompok-kelompok perempuan terutama yang rentan terhadap kekerasan; (f) Menyusun panduan-panduan atau pedoman yang berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang dinyatakan dalam Deklarasi ini; (g) (h) Mempertimbangkan maslah penghapusan kekerasan terhadap perempuan, sepanjang sesuai, dalam rangka memenuhi amanat mereka mengenai pelaksanaan instrumen-instrumen hak asasi manusia; Bekerja sama dengan organisasi-organisasi non pemerintah dalam menangani masalah kekerasan terhadap perempuan. Pasal 6 Tidak satupun ketentuan dalam Deklarasi ini dimaksudkan untuk mengurangi ketetapanketetapan yang lebih kondusif bagi penghapusan tindak kekerasan terhadap perempuan yang mungkin telah terkandung dalam perundang-undangan seuatunegara atau konvensi internasional, perjanjian internasional, atau instrumen lainnya yang diberlakukan di suatu Negara. [1] Lihat resolusi Majelis Umum 48/104, tanggal 20 Desember 1993.