BAB V PEMBAHASAN. A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan. 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah

BAB V PEMBAHASAN. uji statistik hubungan antara pengetahuan tentang hygiene organ reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. oleh tiga faktor utama yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), dan

BAB I PENDAHULUAN. disertai rasa gatal yang hebat pada kemaluan % wanita di Indonesia. akseptor kontrasepsi Keluarga Berencana (KB).

BAB I PENDAHULUAN. pertama (1 kegagalan dalam kehamilan). Meskipun alat kontrasepsi

BAB 1 PENDAHULUAN. jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada keadaan fisiologis vagina dihuni oleh flora normal. Flora

BAB I PENDAHULUAN. dan progesteron dalam ovarium. Menopause alami ditegakkan secara

KERJA. Memenuhi Salah. Satu Syarat

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kata kunci: kontrasepsi hormonal, pengetahuan perawatan organ reproduksi, keputihan. Cairan tersebut bervariasi dalam PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kelamin) (Manuaba Ida Bagus Gde, 2009: 61). Wanita yang mengalami

KELUHAN KEPUTIHAN PADA AKSEPTOR KONTRASEPSI ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR)

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita.

Oleh : Duwi Basuki, Ayu Agustina Puspitasari STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto

BAB 1 PENDAHULUAN. Badan kesehatan dunia World Health Organizationmemperkirakan bahwa

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF AKSEPTOR AKTIF IUD PADA NY R P2002 DENGAN EROSI PORTIO DI PUSKESMAS LAMONGAN TAHUN Ida Susila* Eka Junia Imawan**

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

Faktor Risiko Kejadian Kandidiasis Vaginalis pada Akseptor KB

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fluor albus (leukorea, vaginal discharge, keputihan) adalah salah satu

Risna Triyani dan Ardiani S. Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali ABSTRAK

KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (Leukore/fluor albus) merupakan cairan yang keluar dari vagina.

UMUR DAN LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEJADIAN AMENORRHOE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Leukorea atau keputihan (white discharge/flour albus) adalah gejala

BAB I PENDAHULUAN. (Maharani, 2009). World Health Organization (WHO) (2014) mengatakan. terjadi di Negara berkembang dari pada Negara maju.

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI BIDAN PRAKTEK SWASTA FITRI HANDAYANI CEMANI SUKOHARJO

KARAKTERISTIK AKSEPTOR NON AKDR TENTANG KONTRASEPSI AKDR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, seseorang paling tepat dan murah apabila tidak menunggu

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu masalah besar. berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan

JURNAL ILMIAH ILMU-ILMU KESEHATAN VOL. XIII NO. 3, DESEMBER 2015

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang

BAB I PENDAHULUAN. periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dinamika Kesehatan, Vol. 2 No. 2 Desember 2016 Herawati, et. al., Hubungan Pekerjaan & Vulva...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontrasepsi (Sulistyawati, 2012). 1) Metode kontrasepsi sederhana. 2) Metode kontrasepsi hormonal

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan yang dalam istilah medis disebut fluor albus atau leucorrhoea

HUBUNGAN PERILAKU HYGIENE ORGAN REPRODUKSI DENGAN KEJADIAN ABNORMAL FLUOR ALBUS PADA REMAJA PUTRI DI SMP N 17 SURAKARTA

PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan

BAB I PENDAHULUAN. adanya penyakit yang harus diobati (Djuanda, Adhi. dkk, 2005).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Emilia, 2010). Pada tahun 2003, WHO menyatakan bahwa kanker merupakan

HUBUNGAN PEKERJAAN DAN VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi

BAB I PENDAHULUAN. rahim yaitu adanya displasia/neoplasia intraepitel serviks (NIS). Penyakit kanker

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) (1970, dalam Suratun, 2008)

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh gangguan hormonal, kelainan organik genetalia dan kontak

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan pada umur kurang 15 tahun dan kehamilan pada umur remaja. Berencana merupakan upaya untuk mengatur jarak kelahiran anak

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang paling umum yang diakibatkan oleh HPV. Hampir semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan atau fluor albus merupakan salah satu masalah yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. dari kesehatan secara umum, sehingga upaya untuk mempertahankan. kondisi sehat dalam hal kesehatan reproduksi harus didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang repoduksi dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. Vaginal Candidiasis merupakan infeksi pada vagina dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan

BAB I PENDAHULUAN. berupa lendir jernih, tidak berwarna dan tidak berbau busuk (Putu, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks (leher rahim) adalah salah satu kanker ganas yang

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

GAMBARAN KEJADIAN KANKER SERVIKS BERDASARKAN JENIS DAN LAMA PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DI RSUD ULIN BANJARMASIN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEPUTIHAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI SMK NEGERI 3 KABUPATEN PURWOREJO. Asih Setyorini, Deni Pratma Sari

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sisten reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya, guna mencapai kesejahteraan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat

HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN KB SUNTIK 1 BULAN DENGAN PERUBAHAN BERAT BADAN AKSEPTOR KB DI BPS NY. YULIANA KABUPETEN LAMONGAN.

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kehamilan. Alat kontrasepsi non hormonal artinya tidak mengandung

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. khusus adalah alat reproduksi. Pengetahuan dan perawatan yang baik merupakan faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. hormone yang dikendalikan oleh kelenjar hipofisis anterior yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejarah penemuan kontrasepsi hormonal berjalan panjang, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap perkembangan ekonomi dan kesejahteraan Negara (Irianto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) dengan. variabel yang mempengaruhi fertilitas (Wiknjosastro, 2009).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

32 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu Vol. 08 No. 01 Januari 2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bagian dari pemeliharaan kesehatan komperhensif bukan lagi hal yang baru.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sedang berkembang, salah satunya Indonesi (WHO, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Kanker leher rahim adalah tumor ganas pada daerah servik (leher rahim)

BAB I PENDAHULUAN. menunggu mendapatkan keturunan dan menunda kehamilan dapat dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB V PEMBAHASAN A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan Dalam penelitian ini, peneliti membagi responden menjadi 2 bagian yang sama dalam hal lama penggunaan KB IUD. Lama penggunaan <1 tahun dan 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total jumlah responden adalah sebanyak 30 responden. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk lebih mengetahui perbedaan lama penggunaan IUD dengan kejadian keputihan yang ditimbulkan. Sebanyak 30 akseptor KB IUD yang menjadi responden penelitian merupakan wanita usia reproduksi yaitu 20-35 tahun. Usia reproduksi merupakan usia yang paling baik dalam kehamilan dan persalinan, sehingga banyak wanita yang menggunakan alat kontrasepsi untuk mengatur jarak kehamilan dan persalinan. Salah satu alat kontrasepsi yang sering digunakan adalah IUD. Efek samping yang sering ditimbulkan dari penggunaan IUD salah satunya adalah keputihan. Wanita yang umum mengalami keputihan adalah wanita usia 23-33 tahun ( Khamees, 2012). Hasil penelitian dari Samini (2001) bahwa ada hubungan antara umur terhadap kejadian kandidiasis vaginalis dan kelompok yang berisiko adalah kelompok umur 16-35 tahun. Kandidiasis vaginalis merupakan infeksi vagina yang disebabkan oleh Candida sp. terutama C. albicans, infeksi Candida terjadi karena perubahan kondisi vagina, hal ini sama dengan kejadian keputihan yang disebabkan oleh 31

32 suatu kondisi dimana cairan yang berlebihan keluar dari vagina, penyebabnya jamur candida albicans (Shadine, 2012). Usia 20-35 tahun merupakan kelompok Pasangan Usia Subur (PUS) yang merupakan sasaran langsung untuk mewujudkan Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) (Hartanto, 2004). Pada tabel 4.1 mengenai distribusi frekuensi berdasarkan paritas atau jumlah anak menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai 2 anak, yaitu sebanyak 21 responden (70%). Berdasarkan penelitian Wahyuningsih dan Mulyani (2014) bahwa sebagian besar responden yang memiliki paritas 3 kali lebih berisiko mengalami lesi prakanker serviks dibanding dengan responden yang memiliki paritas <3 kali. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan kejadian lesi prakanker serviks (p<0.05). Penelitian Setyarini (2009) yang menyatakan bahwa 80% kasus kanker serviks terjadi pada perempuan yang memiliki paritas >3 kali meningkatkan risiko kanker serviks sebesar 5.5 kali lebih besar. Kanker serviks merupakan masalah kesehatan reproduksi wanita atau salah satu penyakit yang dialami wanita. Keputihan yang tidak diobati akan mengakibatkan infeksi dan terjadinya kanker leher rahim (Shadine, 2012). Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa usia reproduksi dan jumlah paritas dapat mempengaruhi munculnya keluhan keputihan pada akseptor KB IUD. Selain faktor umur, kejadian keputihan juga dapat dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Berdasarkan tabel 4.1 mengenai tingkat pendidikan responden dapat diketahui bahwa responden sebagian besar berpendidikan menengah

33 yaitu sebanyak 23 responden (76.6%). Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan seperti perawatan organ genetalia (Wawan dan Dewi, 2011). Menurut penelitian Hidayati dkk (2010), menyimpulkan bahwa ada hubungan antara personal hygiene perineal pada wanita usia subur dengan kejadian keputihan. Perawatan organ genetalia sangatlah penting, karena salah satu faktor penyebab terjadinya keputihan adalah personal hygiene. Pada tabel 4.1 mengenai distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan didapatkan bahwa sebagian besar responden tidak bekerja (IRT) yaitu sebanyak 14 responden (46.6%). Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga akan menyita banyak tenaga sehingga dapat menimbulkan stress. Menurut Andrews (2009) stress merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan keputihan fisiologis selain penggunaan KB IUD. B. Hubungan Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan pada akseptor KB IUD Tabel 4.4 menunjukkan bahwa terdapat 4 responden (26.6%) mengalami keputihan dan 11 responden (73.3%) tidak mengalami keputihan dengan lama

34 penggunaan <1 tahun. Berdasarkan hasil penelitian 11 responden yang tidak mengalami keluhan pengeluaran cairan dari saluran kelamin ini dikarenakan beberapa faktor diantaranya selalu menjaga kebersihan vaginanya dengan baik dan melakukan pencegahan keputihan yang lain seperti tidak memakai celana dalam yang ketat dan tidak menggunakan pembersih vagina secara berlebihan. Hasil tabulasi silang pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebanyak 4 responden dengan lama penggunaan kontrasepsi KB IUD <1 tahun mengalami keputihan (26.6%). Berdasarkan hasil penelitian responden yang mengalami keputihan ini dikarenakan kurang menjaga kebersihan vagina dengan baik dan kurang melakukan tindakan pencegahan keputihan. Hal ini disebabkan karena Puskesmas Ngoresan belum menetapkan SOP (Standart Operational Prosedur) dalam pemberian konseling mengenai efek samping KB IUD terutama keputihan kepada calon akseptor. Akseptor dengan lama penggunaan 1 tahun yang mengalami keluhan keputihan yaitu sebanyak 14 responden (93.3%) dan 1 responden (6.67%) tidak mengalami keputihan. Sebagian besar responden mengalami keluhan keluarnya cairan dari vagina yang semakin banyak dan menyebabkan keputihan setelah pemakaian KB IUD. Selain mengeluarkan hormon, KB IUD juga menebalkan lendir serviks (Hidayati, 2011). Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), dapat menimbulkan terjadinya reaksi terhadap benda asing dan memicu pertumbuhan jamur kandida yang semula saprofit menjadi patogen sehingga terjadi kandidiasis vagina dengan gejala timbulnya keputihan yang berlebihan (Bimantara, 2000 dalam Darmani, 2003). Hal ini

35 diperkuat dengan teori Mayangsari (2011) yang menyebutkan bahwa akseptor kontrasepsi KB IUD yang menggunakan KB IUD lebih lama akan lebih berisiko mengalami leukorea lebih besar. Terdapat 1 responden (6.67%) yang tidak mengalami keputihan dengan lama penggunaan 1 tahun. Hal ini dikarenakan meskipun akseptor telah lama menggunakan KB IUD, namun akseptor rajin melakukan kunjungan ulang, satu bulan paska pemasangan, tiga bulan kemudian, setiap enam bulan berikutnya dan satu tahun sekali (Handayani, 2010). Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa lamanya penggunaan KB IUD mempengaruhi terjadinya keluhan keputihan. Hasil penelitian tersebut dikuatkan dengan hasil analisis bahwa signifikansi lambda yang dihasilkan adalah 0.002 (p<0.05) dan nilai r menunjukkan 0.630 dengan demikian ada hubungan yang bermakna antara lamanya penggunaan KB IUD dengan kejadian keputihan pada akseptor IUD. Keeratan hubungan yang dihasilkan adalah kuat. Berdasarkan hasil analisis tersebut maka Ho diterima. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Darmani 2003, yang berjudul Hubungan Antara Pemakaian AKDR dengan Kandidiasis Vagina di RSUP Dr. Pringadi Medan, menunjukkan hasil (p<0.05) artinya ada hubungan bermakna antara pemakaian AKDR dengan kandidiasis vagina. Menurut (Andrews, 2009), penggunaan AKDR merupakan faktor predisposisi terjadinya keputihan. Faktor-faktor yang menyebabkan keputihan fisiologis selain penggunaan KB IUD yaitu siklus haid, metode kontrasepsi pil, hasrat seksual, kehamilan dan stress serta faktor penyebab keputihan patologis selain

36 penggunaan KB IUD yaitu infeksi (virus, jamur, dan bakteri), konsumsi antibiotik, penggunaan celana dalam yang ketat dan penggunaan pembersih vagina secara berlebih (Andrews, 2009). Berdasarkan hasil penelitian akseptor yang tidak mengalami keluhan keputihan dikarenakan selalu menjaga kebersihan vaginanya dengan baik dan melakukan pencegahan keputihan yang lain seperti tidak memakai celana dalam yang ketat, tidak menggunakan pembersih vagina secara berlebihan, tidak mengalami stress, tidak mengalami infeksi vagina, dan tidak mengonsumsi obat antibiotik. Akseptor rajin melakukan kunjungan ulang, satu bulan paska pemasangan, tiga bulan kemudian, setiap enam bulan berikutnya, dan satu tahun sekali (Handayani, 2010). Semua hal tersebut dapat mencegah munculnya keputihan, sehingga akseptor KB IUD tidak mengalami keluhan keputihan. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat (Glasier et al, 2005) bahwa rabas cair atau keputihan sering terjadi pada para pemakai AKDR, keputihan lebih umum terjadi pada pemakai AKDR daripada wanita yang tidak memakai AKDR. Mekanisme kerja dari AKDR itu sendiri menurut (Handayani, 2010), akan menyebabkan lendir serviks menjadi kental/tebal karena pengaruh progestin, untuk jenis AKDR yang mengandung hormon progesteron. Hal ini sejalan dengan pendapat Bimantara dalam Darmani (2003) bahwa keputihan merupakan keluhan yang paling banyak ditemui pada kelompok pemakai AKDR. (Andrews, 2009) menjelaskan bahwa salah satu faktor pendorong

37 terjadinya keputihan adalah penggunaan AKDR, ini dikarenakan spora Candida residual diisolasi dari benang AKDR. Terdapat hubungan penggunaan jenis kontrasepsi hormonal dengan kejadian keputihan pada akseptor KB (P value = 0.012). Hal ini sejalan dengan penelitian Syahlani dkk (2013) bahwa ada hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian keputihan di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman kota Banjarmasin. Kontrasepsi hormonal merupakan kontrasepsi dimana estrogen dan progesteron memberikan umpan balik terhadap kelenjar hipofisis melalui hipotalamus sehingga terjadi hambatan terhadap folikel dan proses ovulasi (Manuaba, 2010). Efek samping akibat kelebihan hormone estrogen, efek samping yang sering terjadi yaitu rasa mual, retensi cairan, sakit kepala, nyeri pada payudara, dan flour albus atau keputihan. Flour albus yang kadang-kadang ditemukan pada kontrasepsi hormonal dengan progesteronedalam dosis tinggi, disebabkan oleh meningkatnya infeksi dengan candida albicans (Wiknjosastro, 2007). Keputihan dapat dicegah dengan menjaga kebersihan genetalia, memilih pakaian dalam yang tepat, menghindari faktor risiko infeksi seperti bergantiganti pasangan seksual, serta pemeriksaan ginekologi secara teratur (Shadine, 2012). Lama pemakaian kontrasepsi IUD berhubungan dengan efek samping yang ditimbulkan. Menurut teori Sulistyawati (2013) terjadinya keputihan dalam menggunakan kontrasepsi hormonal disebabkan karena hormon progesteron mengubah flora dan ph vagina, sehingga jamur mudah tumbuh

38 dan menimbulkan keputihan. Pemakaian kontrasepsi dalam jangka panjang atau waktu yang lama akan menyebabkan dosis hormon progesteron menjadi lebih tinggi di dalam tubuh wanita yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal, dan hal ini akan menyebabkan wanita mengalami efek samping yang ditimbulkan hormon progesteron diantaranya adalah keputihan atau fluor albus. Keputihan atau rabas cair sering terjadi pada para pemakai kontrasepsi IUD. Hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran bagi wanita karena keputihan sering dianggap disebabkan oleh infeksi. Tenaga kesehatan perlu menjelaskan penyebab keputihan ini pada konseling sebelum pemasangan. Apabila terdapat infeksi anaerobik ringan, maka keputihan dapat mengganggu. Apabila banyak atau menetap, maka harus dilakukan apusan vagina dan endoserviks untuk menyingirkan infeksi. Vaginosis bakterial lebih umum terjadi pada para pemakai kontrasepsi IUD daripada wanita yang tidak memakai kontrasepsi IUD. Penyakit ini biasanya berespons terhadap pemberian singkat metronidazole oral tetapi sering kambuh. Wanita harus diberi informasi mengenai sifat infeksi dan diyakinkan bahwa penyakit ini tidak ditularkan melalui hubungan intim. Apabila timbul infeksi vagina simtomatik yang menetap atau berulang, maka IUD mungkin perlu dikeluarkan (Glasier (2005). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mayangsari (2011) yaitu hubungan lama pemakaian kontrasepsi IUD dengan kejadian leukorea patologis menunjukkan hasil adanya hubungan lama pemakaian kontrasepsi IUD dengan kejadian leukorea patologis pada akseptor KB IUD di Puskesmas

39 Klego II Kecamatan Klego Kabupaten Boyolali (akseptor kontrasepsi IUD yang menggunakan lebih dari 2 bulan lebih beresiko mengalami leukorea patologis lebih besar dibandingkan akseptor kontrasepsi IUD yang menggunakan kurang dari 2 bulan). Dalam penelitian Darmani (2003) yang berjudul hubungan antara pemakaian AKDR dengan kandidiasis vagina di RSUP Dr. Pringadi Medan didapatkan hasil terdapat hubungan bermakna antara riwayat timbulnya keputihan sesudah memakai AKDR dengan timbulnya kandidiasis vagina yang disebabkan oleh Candida albicans (p<0,05). Hal ini disebabkan karena adanya AKDR dapat memicu pertumbuhan jamur candida yang semula saprofit menjadi patogen sehingga menimbulkan kandidiasis vagina dengan gejala timbulnya keputihan yang berlebihan. C. Keterbatasan Penelitian Beberapa keterbatasan yang ada dalam penelitian ini antara lain : 1. Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam pelaksanaannya yaitu peneliti harus melakukan door to door untuk melakukan wawancara dengan responden sehingga penelitian ini membutuhkan waktu yang lama. 2. Dalam penelitian ini terdapat banyak faktor luar yang tidak dikendalikan dan tidak ikut diteliti, termasuk faktor-faktor yang dapat meningkatkan terjadinya keputihan antara lain: bahan celana dalam dari nilon, penggunaan air dan sabun mandi untuk douching, cara membilas dari arah dubur ke vagina, dan kondisi yang lembab setelah dibilas.