II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

dokumen-dokumen yang mirip
PENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING. Fachrizal Afandi

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

Pelaksanaan Pidana Mati kemudian juga diatur secara khusus dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. responden, sehingga hasil atau data yang diperoleh benar-benar dari pihak atau

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Surastini Fitriasih

Bab XII : Pemalsuan Surat

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1958 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN.

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

Pasal 48 yang berbunyi :

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) B U K U P E R T A M A : ATURAN UMUM.

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 1983/49, TLN 3262]

Bab XXV : Perbuatan Curang

BAB II TINJAUAN UMUM. Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

PIDANA, ALASAN PENGHAPUS PIDANA DAN PERKEMBANGANNYA DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

I. PENDAHULUAN. para manusia itu sendiri. Kesalahan yang dilakukan oleh manusia bisa terjadi

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN A. Ketentuan tentang Remisi menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999

BAB III SANKSI PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA (MILITER)

BAB III REMISI DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN maupun yang sudah tercantum dalam peraturan perundang-undangan.

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN ANAK DIBAWAH UMUR

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

Strafbaar feit dalam istilah hukum pidana diartikan sebagai delik atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

BAB III ZINA LAJANG DALAM PERSPEKTIF RKUHP (RKUHP) Tahun 2012 Bagian Keempat tentang Zina dan Perbuatan

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas. Asas kesalahan yaitu tiada pidana tanpa kesalahan. Walaupun asas ini tidak secara tegas tercantum dalam KUHP maupun peraturan lainnya, namun berlakunya asas tersebut sudah tidak diragukan lagi. Jadi Pertanggungjawaban pidana yaitu menyangkut pada diri Orang atau Pelaku. 10 Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan pelaku, jika melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan oleh undang-undang. Dilihat dari terjadinya perbuatan yang terlarang, ia akan diminta pertanggungjawaban apabila perbutan tersebut melanggar hukum. Dilihat dari sudut kemampuan bertanggungjawab maka hanya orang yang mampu bertanggungjawab yang dapat diminta pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana yang 10 Tri Andrisman, loc.cit, hlm 91

16 terjadi atau tidak. Pertanggungjawaban pidana dapat dihubungkan dengan fungsi preventif hukum pidana. 11 B. Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana Adapun unsur-unsur pertanggungjawaban pidana adalah : 1. Melakukan perbuatan yang melawan hukum atau perbuatan pidana. Unsur pertanggungjawaban pidana dalam bentuk melakukan perbuatan melawan hukum sebagai syarat mutlak dari tiap-tiap melakukan perbuatan pidana. Jika sifat melawan hukum perbuatan pidana tersebut tidak dilakukan. Sifat melawan hukum dari tindak pidana yang terdapat pada KUHP merumuskan delik tersebut secara tertulis dan juga tidak tertulis. Jika rumusan delik tidak mencantumkan adanya sifat melawan hukum suatu perbuatan pidana, maka unsur delik tersebut dianggap dengan diam-diam telah ada, kecuali jika pelaku perbuatan dapat membuktikan tidak adanya sifat melawan hukum tersebut. 2. Untuk adanya pidana harus mampu bertanggungjawab. Kemampuan bertanggungjawab merupakan unsur yang diwajibkan guna memenuhi pertanggungjawaban suatu perbuatan pidana. Menurut Moeljatno, yang menjadi dasar adanya kemampuan bertanggungjawab adalah: a. kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk, yang sesuai hukum dan yang melawan hukum. b. kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi. 11 Choerul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana tanpa Kesalahan, Kencana, Jakarta, 2006, hlm. 62

17 3. Mempunyai suatu bentuk kesalahan. Perbuatan manusia dianggap mempunyai kesalahan merupakan bagian dari unsur pertanggungjawaban pidana. Asas yang dipergunakan dalam pertanggungjawaban pidana yaitu tidak dipidana jika tidak ada kesalahan. Bentuk perbuatan manusia mempunyai kesalahan terdapat dua sifat dalam hal melaksanakan perbuatan tersebut, yaitu kesengajaan dan kelalaian Perbuatan dilakukan dengan sengaja adalah perbuatan yang dikehendaki dan dilakukan dengan penuh kesadaran. Bentuk kesengajaan ada 3 macam yaitu: a. kesengajaan dengan maksud b. kesengajaan sebagai kepastian, keharusan, dan c. kesengajaan sebagai kemungkinan 4. Tidak adanya alasan pemaaf. Mengenai alasan pembenar dan pemaaf, sebenarnya pembedaan ini tidak penting bagi si pembuat sendiri, karena jika ternyata ada alasan penghapusan pidana, maka teranglah ia tidak akan dipidana. Ketentuan yang mempunyai bentuk perbuatan sebagai alasan pemaaf pada ketentuan KUHP adalah sebagai berikut: a. mengenai pertumbuhan jiwa yang tidak sempurna atau terganggu; b. mengenai daya memaksa c. mengenai pembelaan terpaksa d. mengenai melaksanakan perintah jabatan yang tidak sah. Jika memenuhi dari salah satu ketentuan tersebut di atas, maka perbuatan yang dilakukan merupakan tindak pidana, namun harus dibebaskan dari segala tuntutan hukum atau tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

18 C. Jenis Jenis Pidana Pidana merupakan penderitaan yang sengaja dibebankan negara kepada seseorang yang hendak melanggar larangan. Pidana itu sebagai reaksi atas delik yang dijatuhkan dan harus berdasarkan pada vonis hakim melalui sidang peradilan atas terbuktinya perbuatan pidana yang dilakukan. 12 Perbedaan pidana pokok dan pidana tambahan, yaitu: a. Pidana tambahan dapat ditambahkanpada pidana pokok dengan perkecualian perampasan barang-barang tertentu dapat dilakukan terhadap anak yang diserahkan kepada pemerintah tetapi hanya mengenai barang-barang yang disita. Sehingga pidana tambahan itu ditambahkan pada tindakan, bukan pada pidana pokok. b. Pidana tambahan bersifat fakultatif, artinya jika hakim yakin mengenai tindak pidana dan kesalahan terdakwa, hakim tersebut tidak harus menjatuhkan pidana tambahan, kecuali untuk Pasal 250 bis, Pasal 261 dan Pasal 275 KUHP yang bersifat imperative, sebagai mana hakim harus menjatuhkan pidana pokok bila tindak pidana dan kesalahan terdakwa terbukti. Adapun mengenai bentuk pidana yang dijatuhkan utamanya mengacu pada KUHP Pasal 10. Ada beberapa jenis hukuman yaitu sebagai berikut: 1. Pidana Pokok yang terdiri atas: a. Pidana Mati 12 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan,Sinar Grafika,Jakarta,2004, hlm 25

19 Pidana ini adalah yang terberat dari semua pidana yang dicantumkan terhadap berbagai kejahatan yang sangat berat, Hukuman mati adalah hukuman atau vonis yang diputuskan oleh pihak pengadilan atau tanpa pihak pengadilan melibatkan pelaku atas segala perbuatannya. Hukuman mati ini dihukum secara pancung, tembak, gantung, suntik mati dan sengatan listrik dan rajam. b.pidana Penjara Pidana ini membatasi kemerdekaan atau kebebasan seseorang, yaitu berupa hukuman penjara dan kurungan. Hukuman penjara lebih berat dari kurungan karena diancamkan terhadap berbagai kejahatan. Adapun kurungan lebih ringan karena diancamkan terhadap pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan karena kelalaian. 13 Hukuman penjara minimum satu hari dan maksimum seumur hidup. Hal ini diatur dalam Pasal 12 KUHP yang berbunyi: 1. Pidana penjara adalah seumur hidup atau selama waktu tertentu. 2. Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek adalah satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut. 3. Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turutdalam hal yang pidananya Hakim boleh memilih antara Pidana Mati, pidana seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu atau antar pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dapat dilampaui karena pembarengan (concursus), pengulangan (residive) atau karena yang telah ditentukan dalam Pasal 52 KUHP. 13 Laden Marpaung, Asas-Teori-Praktik:Hukum Pidana,Sinar Grafika, Jakarta,2008, hlm.108

20 4. Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh lebih dari dua puluh tahun. c. Pidana Kurungan Pidana kurungan adalah juga merupakan salah satu bentuk pidana perampasan kemerdekaan, akan tetapi dalam berbagai hal ditentukan lebih ringan dari pada yang ditentukan kepada pidana penjara. 14 Ketentuan tersebut ialah : 1. Para terpidana kurungan mempunyai hak pistole, yang artinya mempunyai hak atau kesempatan untuk mengurusi makanan dan alat tidur sendiri atas biaya sendiri (Pasal 23 KUHP). 2. Para terpidana mengerjakan pekerjaan-pekerjaan wajib yang lebih ringan dibandingkan dengan para terpidana penjara (Pasal 19 KUHP). 3. Maksimum ancaman pidana kurungan adalah 1 (satu) tahun, maksimum sampai 1 tahun 4 bulan dalam hal terjadi pemberatan pidana, karena perbarengan, pengulangan atau karena ketentuan Pasal 52 atau 52a ( Pasal 18 KUHP). 4. Apabila para terpidana penjara dan terpidana kurungan menjalani pidana masing-masing dalam satu tempat pemasyarakatan, maka para terpidana kurungan harus terpisah tempatnya (Pasal 28 KUHP). 14 S.R Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta,2002, hlm. 471

21 5. Pidana kurungan dilaksanakan dalam daerah terpidana sendiri (Biasanya tidak di luar daerah Kabupaten yang bersangkutan). d. Pidana Denda Hukuman denda selain diancamkan pada pelaku pelanggaran juga diancamkan terhadap kejahatan yang adakalanya sebagai alternative atau kumulatif. Jumlah yang dapat dikenakan pada hukuman denda ditentukan minimum dua puluh sen, sedang jumlah maksimum, tidak ada ketentuan. 15 Mengenai hukuman denda diatur dalam Pasal 30 KUHP, yang berbunyi: 1. Jumlah hukuman denda sekurang-kurangnya tiga rupiah tujuh puluh lima sen. 2. Jika dijatuhkan hukuman denda dan denda itu tidak dibayar maka diganti dengan hukuman kurungan. 3. Lamanya hukuman kurungan pengganti hukuman denda sekurang-kurangnya satu hari dan selama-lamanya enam bulan. 4. Dalam putusan hakim, lamanya itu ditetapkan begitu rupa, bahwa harga setengah rupiah atau kurang, diganti dengan satu hari, buat harga lebih tinggi bagi tiap-tiap setengah rupiah gantinya tidak lebih dari satu hari, akhirnya sisanya yang tak cukup, gantinya setengah rupiah juga. 5. Hukuman kurungan itu boleh dijatuhkan selama-lamanya delapan bulan dalam hal-hal jumlah tertinggi denda itu ditambah karena ada gabungan kejahatan, karena mengulangi kejahatan atau karena ketentuan Pasal 52. 6. Hukuman kurungan tidak boleh sekali-kali lebih dari delapan bulan. 15 Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika,Jakarta,1996, hlm 12.

22 Pidana denda tersebut dapat dibayar siapa saja. Artinya, baik keluarga atau kenalan dapat melunasinya. 2. Pidana Tambahan yaitu sebagai berikut : a. Pencabutan hak hak tertentu, Hal ini diatur didalam KUHP Pasal 35 yaitu sebagai berikut : 1. Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam KUHP atau dalam aturan umum lainnya yaitu : a. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu b. Hak memasuki Angkatan Bersenjata c. Memilih dan boleh dipilih pada pemilihan yang dilakukan karena undangundang umum d. Menjadi penasehat atau wali, atau wali pengawas atau pengampu atau pengampu pengawas atas orang lain yang bukan anaknya sendiri e. Kekuasaan bapak, perwalian, dan pengampuan atas anaknya sendiri f. Melakukan pekerjaan tertentu 2. Hakim berkuasa memecat seorang pegawai negeri dari jabatannya apabila dalam undang-undang umum ada ditunjuk pembesar lain yang semata-mata berkuasa melakukan pemecatan itu. b. Perampasan Barang Tertentu Karena suatu putusan perkara mengenai diri terpidana, maka barang yang dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau barang milik terpidana yang

23 dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau barang milik terpidana yang digunakan untuk melaksanakan kejahatannya: 1. Barang kepunyaan si terhukum yang diperolehnya dengan kejahatan atau dengan sengaja telah dipakainya untuk melakukan kejahatan, boleh dirampas. 2. Dalam hal menjatuhkan hukuman karena melakukan kejahatan tidak dengan sengaja atau karena melakukan pelanggran dapat juga dijatuhkan perampasan, tetapi dalam hal-hal yang telah ditentukan oleh undang-undang. 3. Hukuman perampasan itu dapat juga dijatuhkan atsa orang yang bersalah yang oleh hakim diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanyalah atas barang yang telah disita c. Pengumuman Putusan Hakim Hukuman tambahan ini dimaksudkan untuk mengumuman kepada khalayak umum agar dengan demikian masyarakat umum lebih berhati-hati terhadap si terhukum. Biasanya ditentukan oleh hakim dalam surat kabar yang mana, atau berapa kali, yang semuanya atas biaya si terhukum. D. Tujuan Pemidanaan 1. Pemidanaan bertujuan untuk 16 : a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat. b.memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadikan orang yang baik dan berguna 16 Kadri Husin dan Budi Rizki Husin, Sistem Peradilan Pidana, Unila, Bandar Lampung, 2012, hlm. 41

24 c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana 2. Pemidanaan tidak dimaksud untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusi. E. Pengertian Tindak Pidana Pemerasaan Kata pemerasan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar peras yang bisa bermakna leksikal meminta uang dan jenis lain dengan ancaman. 17 Tindak pidana pemerasan ditentukan dalam Bab XXII Pasal 368 KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan yaitu: Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Tindak pidana pemerasan sebenarnya terdiri dari dua macam tindak pidana, yaitu tindak pidana pemerasan (afpersing) dan tindak pidana pengancaman (afdreiging). Kedua macam tindak pidana tersebut mempunyai sifat yang sama, yaitu suatu perbuatan yang bertujuan memeras orang lain. Justru karena sifatnya yang sama itulah kedua tindak pidana ini biasanya disebut dengan nama yang sama, yaitu pemerasan serta diatur dalam bab yang sama. Walaupun demikian, tidak salah kiranya apabila orang menyebut, bahwa kedua tindak pidana tersebut mempunyai 17 Loq.cit, Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 855

25 sebutan sendiri, yaitu "pemerasan" untuk tindak pidana yang diatur dalam Pasal 368 KUHP. F. Ketentuan dalam KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan Tindak pidana pemerasan diatur dalam Pasal 368 KUHP dan 369 KUHP.Dalam ketentuan Pasal 368 KUHP tindak pidana pemerasan diramuskan dengan rumusan sebagai berikut : 1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang maupun menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. 2. Ketentuan Pasal 365 Ayat (2), Ayat (3) dan Ayat (4) berlaku dalam tindak pidana ini. Berdasarkan sanksi tindak pidana pemerasan berdasarkan unsur unsur yang ada di dalam Pasal 368 adalah sebagai berikut : Unsur-unsur dalam ketentuan Ayat (1) Pasal 368 KUHP : Unsur obyektif, yang meliputi unsur-unsur : 1. Memaksa. 2. Orang lain. 3. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.

26 4. Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang (yang seleruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain). 5. Supaya memberi hutang. 6. Untuk menghapus piutang. Unsur subyektif, yang meliputi unsur - unsur : 1. Dengan maksud. 2. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Beberapa unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Unsur "memaksa". Dengan istilah "memaksa" dimaksudkan adalah melakukan tekanan pada orang, sehingga orang itu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendaknya sendiri 2. Unsur "untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang". Berkaitan dengan unsur itu, persoalan yang muncul adalah, kapan dikatakan ada penyerahan suatu barang? Penyerahan suau barang dianggap telah ada apabila barang yang diminta oleh pemeras tersebut telah dilepaskan dari kekuasaan orang yang diperas, tanpa melihat apakah barang tersebut sudah benar - benar dikuasai oleh orang yang memeras atau belum. Pemerasan dianggap telah terjadi, apabila orang yang diperas itu telah menyerahkan barang/benda yang dimaksudkan si pemeras sebagai akibat pemerasan terhadap dirinya. Penyerahan barang tersebut tidak harus dilakukan sendiri oleh orang yang diperas kepada pemeras. Penyerahan barang tersebut dapat saja terjadi dan dilakukan oleh orang lain selain dari orang yang diperas.

27 3. Unsur "supaya memberi hutang". Berkaitan dengan pengertian "memberi hutang" dalam rumusan pasal ini perlu kiranya mendapatkan pemahaman yanag benar. Memberi hutang di sini mempunyai pengertian, bahwa si pemeras memaksa orang yang diperas untuk membuat suatu perikatan atau suatu perjanjian yang menyebabkan orang yang diperas harus membayar sejumlah uang tertentu. Jadi, yang dimaksud dengan memberi hutang dalam hal ini bukanlah berarti dimaksudkan untuk mendapatkan uang (pinjaman) dari orang yang diperas, tetapi untuk membuat suatu perikatan yang berakibat timbulnya kewajiban bagi orang yang diperas untuk membayar sejumlah uang kepada pemeras atau orang lain yang dikehendaki. 4. Unsur "untuk menghapus hutang". Dengan menghapusnya piutang yang dimaksudkan adalah menghapus atau meniadakan perikatan yang sudah ada dari orang yang diperas kepada pemeras atau orang tertentu yang dikehendaki oleh pemeras. 5. Unsur "untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain". Yang dimaksud dengan "menguntungkan diri sendiri atau orang lain" adalah menambah baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain dari kekayaan semula. Menambah kekayaan disini tidak perlu benar-benar telah terjadi, tetapi cukup apabila dapat dibuktikan, bahwa maksud pelaku adalah untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Dengan cara memaksa, pelaku ingin korban menyerahkan barang atau membayar utang atau menghapus piutang. Jika yang terjadi penyerahan barang, maka berpindahnya barang dari tangan korban menjadi peristiwa penting melengkapi unsur pasal ini.

28 Berdasarkan ketentuan Pasal 368 Ayat (2) KUHP tindak pidana pemerasan diperberat ancaman pidananya apabila : 1. Tindak pidana pemerasan itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya atau apabila pemerasan dilakukan dijalan umum atau diatas kereta api atau trem yang sedang berjalan. Ketentuan ini berdasarkan Pasal 368 Ayat (2) jo Pasal 365 Ayat (2) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana selama dua belas tahun penjara. 2. Tindak pidana pemerasan itu dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama. Sesuai dengan ketentuan Pasal 368 Ayat (2) jo Pasal 365 Ayat (2) ke-2 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama sembilan tahun penjara. 3. Tindak pidana pemerasan, dimana untuk masuk ketempat melakukan kejahatan dilakukan dengan cara membongkar, merusak atau memanjat, memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau jabatan (seragam) palsu. Sesuai dengan ketentuan Pasal 368 Ayat (2) jo Pasal 365 Ayat (2) ke-3 KUHP dengan pidana penjara sembilan tahun. a. Tindak pidana pemerasan itu mengakibatkan terjadinya luka berat, sebagaimana diatur dalam Pasal 368 Ayat (2) jo Pasal 365 Ayat (2) ke-4 KUHP ancaman pidananya sama dengan yang diatas, yaitu sembilan tahun penjara.

29 b. Tindak pidana pemerasan itu mengakibatkan matinya orang. Diatur dalam ketentuan Pasal 368 Ayat (2) jo Pasal 365 Ayat (3) KUHP dengan ancaman pidana yang lebih berat, yaitu lima belas tahun penjara. c. Tindak pidana pemerasan tersebut telah menimbulkan luka berat atau kematian serta dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama dengan disertai hal-hal yang memberatkan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 365 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP. Berdasarkan Pasal 368 Ayat (2) jo Pasal 365 Ayat (4) KUHP tindak pidana pemerasan ini diancam dengan pidana yang lebih berat lagi, yaitu dengan pidana mati, pidana seumur hidup atau pidana selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun penjara.