BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
PERANCANCANGAN STRUKTUR BALOK TINGGI DENGAN METODE STRUT AND TIE

BAB I PENDAHULUAN. balok tinggi. Balok tinggi (deep beam) biasanya memikul beban yang besar dan

BAB I PENDAHULUAN. Perancangan struktur beton berdasarkan analisa batas (limit analysis) telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke tiang pancang untuk kemudian diteruskan ke dalam tanah. Pile cap digunakan

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

menahan gaya yang bekerja. Beton ditujukan untuk menahan tekan dan baja

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara umum, prosedur perencanaan suatu struktur harus menjamin bahwa

ANALISA DAN PERENCANAAN PILE CAP DENGAN METODE STRUT AND TIE MODEL BERDASARKAN ACI BUILDING CODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tetapi mempunyai angka perbandingan tinggi / lebar yang besar, dan angka

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

TULANGAN GESER. tegangan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisis Pertemuan Balok-Kolom Struktur Rangka Beton Bertulang Menggunakan Metode Strut And Tie. Nama: Budi Piyung Riyadi NRP :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desain struktur merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

LENTUR PADA BALOK PERSEGI ANALISIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR

Panjang Penyaluran, Sambungan Lewatan dan Penjangkaran Tulangan

KAJIAN EKSPERIMENTAL PERILAKU BALOK BETON TULANGAN TUNGGAL BERDASARKAN TIPE KERUNTUHAN BALOK ABSTRAK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

BAB III LANDASAN TEORI

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

KONSEP DAN METODE PERENCANAAN

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM

AS 3C-3F LAPORAN PROGRAM

ANALISA KOLOM STRUKTUR PADA PEKERJAAN PEMBANGUNAN LANTAI 1 KAMPUS II SD MUHAMMADIYAH METRO PUSAT KOTA METRO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pada setiap bidang kehidupan pada era globalisasi saat ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II STUDI LITERATUR

MODUL KULIAH STRUKTUR BETON BERTULANG I LENTUR PADA PENAMPANG 4 PERSEGI. Oleh Dr. Ir. Resmi Bestari Muin, MS

ELEMEN-ELEMEN STRUKTUR BANGUNAN

KEKUATAN SAMBUNGAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN SIKADUR -31 CF NORMAL

KATA PENGANTAR. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diselesaikan pada semester VIII,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga jenis bahan bangunan yang sering digunakan dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. banyak diterapkan pada bangunan, seperti: gedung, jembatan, perkerasan jalan, balok, plat lantai, ring balok, ataupun plat atap.

PENGUJIAN DENGAN SKALA PENUH PADA BALOK BETON BERTULANG DENGAN BUKAAN UNTUK PENGEMBANGAN METODE PERENCANAAN TULANGAN GESER

BAB III METODOLOGI Umum

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK...

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA

PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke

BAB II LANDASAN TEORI Distribusi Tegangan dan Trayektori Tegangan Utama pada Beton

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

Struktur Beton Bertulang

Tegangan Dalam Balok

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. : Perancangan Struktur Beton. Pondasi. Pertemuan 12,13,14

BAB V PENULANGAN ELEMEN VERTIKAL DAN HORIZONTAL

Pengertian struktur. Macam-macam struktur. 1. Struktur Rangka. Pengertian :

UCAPAN TERIMAKASIH. Denpasar, Januari Penulis

MATERI/MODUL MATA PRAKTIKUM

BAB II STUDI PUSTAKA

TEGANGAN TEGANGAN IZIN MAKSIMUM DI BETON DAN TENDON MENURUT ACI Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal sbb.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

STUDI ANALISIS PERTEMUAN BALOK KOLOM BERBENTUK T STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PEMODELAN STRUT-AND- TIE ABSTRAK

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perencanaan desain struktur konstruksi bangunan, ditemukan dua

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

EKSPERIMEN DAN ANALISIS BEBAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU RAJUTAN

Bab 6 DESAIN PENULANGAN

TINJAUAN KEKUATAN DAN ANALISIS TEORITIS MODEL SAMBUNGAN UNTUK MOMEN DAN GESER PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS

BAB I PENDAHULUAN. fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal

SEMINAR TUGAS AKHIR DISUSUN OLEH : NURUL FAJRIYAH NRP DOSEN PEMBIMBING : BUDI SUSWANTO, ST., MT., Ph.D.

PENGARUH VARIASI DIMENSI BENDA UJI TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pondasi Pertemuan - 4

BAB III LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum. Beton bertulang boleh jadi adalah bahan konstruksi yang paling penting. Beton bertulang digunakan dalam berbagai bentuk hampir semua struktur, besar maupun kecil-bangunan, jembatan, perkerasan jalan, bendungan, dinding penahan tanah, terowongan, jembatan yang melintasi lembah (viaduct), drainase serta fasilitas irigasi, tangki dan sebagainya. Kelebihan beton sebagai bahan struktur antara lain yaitu: 1. Beton memiliki kuat tekan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan bahan lain. 2. Beton bertulang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap api dan air, bahkan merupakan bahan struktur terbaik untuk bangunan yang banyak bersentuhan dengan air. Pada peristiwa kebakaran dengan intensitas rata-rata, batang-batang struktur dengan ketebalan penutup beton yang memadai sebagai pelindung tulangan hanya mengalami kerusakan pada permukaannya saja tanpa mengalami keruntuhan. 3. Struktur beton bertulang sangat kokoh. 4. Beton bertulang tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi. 5. Dibandingkan dengan bahan lain, beton memiliki usia layan yang sangat panjang. 8

6. Beton biasanya merupakan satu-satunya bahan yang ekonomis untuk pondasi tapak, dinding basement, tiang tumpuan jembatan dan bangunan bangunan semacam itu. 7. Salah satu ciri khas beton adalah kemampuannya untuk dicetak menjadi bentuk yang sangat beragam, mulai dari pelat, balok, dan kolom yang sederhana sampai atap kubah dan cangkang besar. 8. Di sebagian besar daerah, beton terbuat dari bahan-bahan lokal yang murah (pasir, kerikil dan air) dan relatif hanya membutuhkan sedikit semen dan tulangan baja, yang mungkin saja harus didatangkan dari daerah lain. 9. Keahlian buruh yang dibutuhkan untuk membangun konstruksi beton bertulang lebih rendah dibandingkan dengan bahan lain seperti baja struktur. Kelemahan beton bertulang sebagai bahan struktur: 1. Beton mempunyai kuat tarik yang sangat rendah, sehingga memerlukan penggunaan tulangan tarik. 2. Beton bertulang memerlukan bekisting untuk menahan beton tetap di tempatnya sampai beton tersebut mengeras tetapi harga bekisting sangat mahal bila dibandingkan dari total biaya proyek. 3. Rendahnya kekuatan persatuan berat dari beton mengakibatkan betonbertulang menjadi berat yang nantinya akan berpengaruh apabila digunakan pada struktur yang memiliki bentang yang panjang. 4. Rendahnya kekuatan per satuan volume mengakibatkan beton akan berukuran relatif besar. 5. Sifat-sifat beton yang bervariasi karena bervariasinya proporsi-campuran dan pengadukannya. Selain itu, penuangan dan perawatan beton tidak bias 9

ditangani seteliti seperti yang dilakukan pada proses produksi material lain seperti baja struktur dan kayu lapis. Salah satu bentuk struktur yang merupakan beton bertulang yaitu balok tinggi. Pada balok tinggi, tulangan baja merupakan unsur yang penting bagi kekokohan strukturnya. Balok tinggi adalah suatu elemen struktur yang mengalami beban seperti pada balok biasa, tetapi mempunyai angka perbandingan tinggi/lebar yang besar, dan angka perbandingan bentang geser/tinggi tidak melebihi 2 sampai 2,5 dimana bentang geser adalah bentang bersih balok untuk beban terdistribusi merata. Lantai beton yang mengalami beban horizontal, dinding yang mengalami beban vertikal, balok berbentang pendek yang mengalami beban sangat berat, dan kebanyakan dinding geser merupakan contoh-contoh jenis elemen struktur ini. Karena geometri inilah maka balok tinggi ini lebih berprilaku dua dimensi bukan satu dimensi, dan mengalami keadaan tegangan dua dimensi. Sebagai akibatnya, bidang datar sebelum melentur tidak harus tetap datar setelah melentur. Distribusi regangannya tidak lagi linier, dan deformasi geser yang diabaikan pada balok biasa menjadi sesuatu yang cukup berarti dibandingkan dengan deformasi lentur murni. Sebagai akibatnya, blok tegangan menjadi nonlinier meskipun masih pada taraf elastis. pada keadaan limit dengan beban batas, distribusi tegangan tekan pada beton tidak akan lagi mengikuti bentuk parabola seperti yang digunakan pada balok biasa. a. Kompatibilitas antara beton dan baja Beton dan tulangan baja bekerja sama dengan baik dalam struktur beton bertulang. Kelebihan masing masing material tampaknya saling menutupi 10

kelemahan masing-masing. Sebagai contoh, kelemahan utama beton adalah kekuatan tarik yang rendah tetapi kuat tarik adalah salah satu kelebihan utama baja. Tulangan baja memiliki kuat tarik hampir 100 kali lebih besar daripada kuat tarik beton biasa. b. Kuat tekan. Kuat tekan beton ff cc adalah kemampuan beton untuk menahan gaya tekan per satuan luasnya dimana nilainya bervariasi sesuai perencanaan awal yang ditentukan, mutu material yang dipilih, proses pengerjaan strukturnya dan juga perawatan di lapangan ditambah lagi dengan pengaruh oleh lingkungan sekitar. Kuat tekan beton bisa didapatkan dengan melakukan pengujian di laboratorium, namun yang harus diperhatikan adalah kondisi di lapangan tidaklah sama dengan kondisi di ruang perawatan, sehingga kekuatan beton pada saat pengujian tidak dapat dicapai di lapangan terkecuali proporsi-bahan, pencampuran, vibrasi dan kelembapannya hampir sempurna. Akibatnya adalah tidak akan diperoleh kekuatan yang sama dilapangan walaupun menggunakan proporsi campuran yang sama. Oleh karena itu, Subbab 5.3 dari peraturan ACI menyebutkan bahwa kuat tekan beton yang digunakan sebagai dasar untuk memilih proporsi campuran beton harus melampaui spesifikasi kuat beton pada umur 28-hari. c. Kuat tarik Kuat tarik beton bervariasi antara 8% sampai 15% dari kuat tekannya. Alasan utama dari kuat tarik yang kecil ini adalah kenyataan bahwa beton dipenuhi oleh retak-retak halus. Retak-retak ini tidak berpengaruh besar bila beton menerima beban tekan karena beban tekan menyebabkan retak menutup sehingga 11

memungkinkan terjadinya penyaluran tekanan. Jelas ini tidak terjadi bila balok menerima beban tarik. Meskipun biasanya diabaikan dalam perhitungan desain, kuat tarik tetap merupakan sifat penting yang mempengaruhi ukuran beton dan seberapa besar retak terjadi. Selain itu, kuat tarik dari batang beton diketahui selalu akan mengurangi jumlah lendutan. Kuat tarik beton tidak berbanding lurus dengan kuat tekan ultimatnya f c. Meskipun demikian, kuat tarik ini diperkirakan berbanding lurus terhadap akar kuadrat dari f c. Kuat tarik ini cukup sulit untuk diukur dengan beban-beban tarik aksial langsung akibat sulitnya memegang spesimen uji untuk menghindari konsentrasi tegangan dan akibat kesulitan dalam meluruskan beban-beban tersebut. 2.2 Metode Strut-and-Tie. Strut-and-Tie-Model berawal dari Truss-analogy-model yang pertama kali diperkenalkan oleh Ritter (1899), Mörsch (1902). Truss-analogy-model ini menggambarkan aliran gaya (load path) yang terjadi pada beton bertulang yang mengalami pembebanan dimana ditandai dengan terbentuknya pola retak pada beton bertulang tersebut. Penggambaran rangka batang yang diusulkan oleh Mörsch terdiri dari rangka batang tekan dan tarik, sejajar dengan arah memanjang dari balok, batang tekan diagonal dengan sudut 45 dan batang tarik vertikal. Tinggi dari rangka batang ditentukan oleh jarak lengan momen dalam yaitu jd, yang dihitung untuk posisi dengan momen maksimum. Tulangan geser pada beton yang mengalami gaya lintang digambarkan sebagai batang tarik vertikal sedangkan beton yang mengalami beban tekan akan digambarkan sebagai batang tekan diagonal. 12

2.3 Distribusi tegangan. a. Distribusi tegangan elastis. Distribusi tegangan pada suatu komponen dapat dijelaskan secara sederhana melalui uraian berikut: Sebagai contoh, perhatikan suatu kolom pendek dengan lebar b dibebani beban terpusat normal N seperti ditunjukkan berikut: Gambar 2.1: Distribusi tegangan sekitar beban kerja terpusat. (Sumber: Model Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model) pada Perancangan Struktur Beton oleh Dr.Ing. Harianto Hardjasaputra dan Ir. Steffie Tumilar, M. Eng., MBA). Secara sederhana tegangan tekan pada kolom pendek tersebut dapat dinyatakan dengan persamaaan sederhana, f =N/A. Menurut teori elastisitas dari Thimosenko dan Goodier (1951) disimpulkan bahwa regangan dan tegangan maksimum terjadi pada daerah sekitar beban kerja. Dari gambar dapat dilihat bahwa tegangan maksimum mengecil pada daerah penampang yang menjauhi beban kerja dan hampir merata pada penampang sejarak b dari beban kerja dimana b adalah lebar kolom. Keadaan ini sesuai dengan azas Saint-Venant yang 13

menyatakan bahwa gaya-gaya yang bekerja pada bidang dan dalam keseimbangan akan mempengaruhi daerah sekitarnya sejauh h dengan tegangan f. Pengaruh tegangan f akan mengecil menjadi nol menjauhi pusat gaya-gaya tersebut. Gambar 2.2: Prinsip Saint-Venant, daerah yang dipengaruhi oleh sekelompok gaya dalam keadaan seimbang. (Sumber: Model Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model) pada Perancangan Struktur Beton oleh Dr.Ing. Harianto Hardjasaputra dan Ir. Steffie Tumilar, M. Eng., MBA). Azas Saint-Venant dari penyebaran tegangan yang terlokalisasikan menyatakan bahwa pengaruh gaya atau tegangan yang bekerja pada suatu luasan yang kecil boleh diperlakukan sebagai suatu sistem yang setara secara statis pada jarak selebar atau setebal benda yang dibebani hingga menyebabkan distribusi 14

tegangan dapat mengikuti hukum yang sederhana, yaitu f=n/a. Selanjutnya akan dilihat bagaimana distribusi tegangan pada tengah bentang dari suatu balok dengan rasio tinggi/bentang yang berbeda-beda yang mengalami lentur murni akibat beban merata pada seluruh bentang, seperti yang ditunjukkan Leonhardt dan Monnig (1975) pada gambar. Gambar 2.3: Tegangan longitudinal pada tengah bentang dari berbagai balok dengan tinggi yang berbeda dengan beban merata (Leonhardt dan Monnig, 1975) (Sumber: Model Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model) pada Perancangan Struktur Beton oleh Dr.Ing. Harianto Hardjasaputra dan Ir. Steffie Tumilar, M. Eng., MBA). 15

Dari gambar dapat dilihat bahwa pada rasio tinggi/bentang balok yang rendah distribusi tegangan adalah linear dan berkembang menjadi non linear dengan meningkatnya rasio tinggi/bentang. Sebagaimana diketahui bahwa dalam perancangan balok pada umumnya didasarkan pada distribusi tegangan menurut hipotesa Bernoulli, yaitu dimana penampang dianggap rata dan tegak lurus garis netral sebelum dan sesudah terjadinya lentur. Dari uraian tersebut diatas Schlaich et. al menyimpulkan bahwa struktur dapat dibagi dalam dua daerah, yaitu daerah dimana hipotesa Bernoulli berlaku dinamakan daerah B (Beam atau Bernoulli) dan daerah dimana terjadi distribusi regangan non-linear yang diakibatkan oleh diskontinuitas geometri, statika atau oleh keduanya, dan daerah ini dinamakan daerah D (discontinuity, disturbance). b. Trajektori Tegangan Utama. Suatu benda elastis yang dibebani sebelum retak akan menghasilkan medan tekan (compression field) dan medan tarik (tension field) elastis. Garis trajektori utama adalah garis tempat kedudukan titik-titik dari suatu tegangan utama (principal stress) yang memiliki nilai (aljabar) yang sama yang terdiri dari garis trajektori tekan dan garis trajektori tarik. Garis-garis trajektori menunjukkan arah dari tegangan utama pada setiap titik yang ditinjau. Jadi trajektori tegangan merupakan suatu kumpulan garis-garis kedudukan dari titik-titik yang mempunyai tegangan utama dengan nilai tertentu. Beberapa karakteristik penting dari trajektori tegangan adalah: a. Di tiap-tiap titik ada trajektori tekan dan trajektori tarik yang saling tegak lurus. 16

b. Dalam komponen struktur yang dibebani terdapat suatu keluarga trajektori tekan dan keluarga trajektori tarik, dan kedua keluarga trajektori adalah orthogonal. Ini disebabkan karena tegangan utama tekan dan tegangan utama tarik di dalam suatu titik yang arahnya saling tegak lurus sehingga keluarga trajektori tekan dan keluarga trajektori tarik menyatakan suatu sistem yang orthogonal. c. Trajektori tekan dan trajektori tarik berakhir pada sisi tepi dengan sudut 90. d. Di dalam titik-titik di garis netral arah trajektori-trajektori adalah 45. e. Lebih dekat jarak antara trajektori-trajektori, lebih besar nilai tegangan utamanya. f. Trajektori tegangan pada daerah B jauh lebih teratur (smooth), dibandingkan pada daerah D (turbulent). c. Distribusi Tegangan dan Trajektori Tegangan Utama pada Beton. Penggunaan Strut-and-Tie Model perlu didukung oleh pengertian medan tegangan utama yang kemudian diterapkan pada perancangan model struktur berdasarkan teori plastisitas. Dari ungkapan tersebut terlihat adanya hal yang kurang konsisten, yaitu dimana awalnya berorientasi pada distribusi dan trajektori tegangan berdasarkan teori elastis yang kemudian diterapkan pada perancangan model struktur berdasarkan teori plastisitas. Selanjutnya diketahui bahwa struktur beton bukan merupakan bahan yang elastis linear sempurna dan homogen karena struktur beton terdiri dari beton dan berbagai baja tulangan. Pada keadaan retak terjadi redistribusi tegangan dimana tegangan induk tarik pada beton bervariasi 17

dari nol pada lokasi retak dan mencapai nilai maksimum pada lokasi antar retakan sehingga pada sturktur beton akan mengalami perubahan kekakuan struktur. Walaupun demikian hasil penelitian dan percobaan menunjukkan bahwa perancangan model struktur beton berdasarkan teori plastisitas yang berorientasikan trajektori tegangan utama masih cukup konservatif, ini juga dikarenakan kuat tarik beton sangat rendah dibandingkan dengan kuat tekannya. Untuk memperoleh distribusi dan trajektori tegangan yang akurat, Cook dan Mitchell (1988) menyarankan penggunaan finite-element (elemen hingga) non linear. Kotsovos dan Pavlovic (1995) cukup membahas analisis finite-element (elemen hingga) untuk perancangan struktur beton dalam keadaan batas (limitstate design), tetapi dalam penggunaan praktis masih banyak berorientasi pada distribusi dan trajektori tegangan utama karena dianggap lebih praktis dan cukup konservatif di samping perangkat lunak komputer untuk struktur beton yang nonlinear masih sangat terbatas untuk penggunaan praktis. Oleh karenanya, pembahasan selanjutnya masih didasarkan pada distribusi dan trajektori tegangan yang berorientasi pada struktur beton elastis dan diikuti dengan perancangan yang berdasarkan teori plastisitas. d. Berbagai Bentuk Standar Distribusi dan Trajektori Tegangan Utama. Leonhardt dan Monnig (1975,1977) telah menunjukkan berbagai gambaran bentuk distribusi dan trajektori tegangan. Berikut akan diperlihatkan berbagai bentuk standar distribusi dan trajektori tegangan utama seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4, dan untuk bentuk-bentuk non-standar perlu dilakukan serangkaian analisis berdasarkan finite-element (elemen hingga) elastis dimana perangkat 18

lunak komputer untuk itu cukup tersedia. Berbagai bentuk distribusi dan trajektori tegangan utama dapat dilihat pada Gambar 2.4 : a. Gambar trajektori tegangan utama pada B-region dan D-region (sekitar daerah beban terpusat-diskontinuitas). b. Gambar trajektori tegangan utama, distribusi tegangan utama dan Strut-and- Tie-model. 19

c. Gambar trajektori tegangan utama, distribusi tegangan elastis akibat beban terpusat dengan lokasi beban dan landasan yang besarannya berbeda. d. Gambar trajektori tegangan utama pada struktur konsol pendek (corbel) yang bekerja sebagai tumpuan dari balok bertangga. Daerah yang diarsir adalah daerah D. 20

e. Gambar trajektori tegangan utama pada struktur dinding dengan beban merata yang tergantung. f. Gambar trajektori dan distribusi tegangan elastis pada struktur dinding dengan lebar dasar lebih kecil dari lebar bagian atasnya. 21

g. Gambar trajektori tegangan utama tiga dimensi pada suatu kolom pendek yang dibebani beban terpusat. Gambar 2.4 Berbagai bentuk trajektori tegangan pada berbagai jenis struktur bangunan. (Sumber: Model Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model) pada Perancangan Struktur Beton oleh Dr.Ing. Harianto Hardjasaputra dan Ir. Steffie Tumilar, M. Eng., MBA). Gambar 2.5 : Distribusi elastis pada balok biasa (ln/h 3,5 sampai 5) 22

Gambar 2.6 : Distribusi tegangan elastis pada balok tinggi; (a) balok tinggi (ln/h 1,0);(b) trajektori tegangan utama pada balok tinggi yang dibebani di atas. (Sumber : Beton Bertulang-Suatu Pendekatan Dasar oleh Edward G.Nawy ). Pada balok tinggi distribusi tegangan tidak linier. Gambar 2.4 mengilustrasikan kelinieran distribusi tegangan di tengah bentang sebelum terjadinya retak, pada balok biasa, dimana perbandingan bentang efektif/tinggi > 4. Sebaliknya, Gambar 2.6.(a) memperlihatkan ketidaklinieran tegangan di tengah 23

bentang sehubungan dengan ketidaklinieran regangan. Dapat juga dikatakan bahwa besarnya tegangan tarik maksimum pada sisi bawah jauh melebihi besarnya tegangan tekan maksimum. Hal ini diperlihatkan dengan trajektori tegangan pada Gambar 2.6.(b). Perhatikan kecuraman dan pemusatan trajektori tegangan tekan pada perletakan untuk kedua kasus pembebanan balok, di atas dan dibawah. 2.4 Retak pada beton. a. Tahap Beton tanpa retak. Pada beban-beban yang kecil ketika tegangan-tegangan tarik masih lebih rendah daripada modulus keruntuhan (tegangan tarik lentur pada saat beton mulai retak), seluruh penampang melintang balok menahan lentur, dengan tekan pada satu sisi dan tarik pada sisi lainnya. b. Tahap Beton Mulai Retak-Tegangan Elastis. Karena beban terus ditingkatkan melampaui modulus keruntuhan balok, retak mulai terjadi dibagian bawah balok. Momen pada saat retak ini mulai terbentuk-yaitu ketika tegangan tarik di bagian bawah balok sama dengan modulus keruntuhan disebut momen retak M cr. Jika beban terus ditingkatkan, retak ini mulai menyebar mendekati sumbu netral. Retak terjadi pada tempattempat disepanjang balok di mana momen aktualnya lebih besar daripada momen retak. Karena sekarang bagian bawah balok sudah retak, terjadilah tahap selanjutnya karena beton pada daerah yang mengalami retak tersebut jelas tidak 24

dapat menahan tegangan tarik, bajalah yang harus melakukannya. Tahap ini akan terus berlanjut selama tegangan tekan pada serat bagian atas lebih kecil daripada setengah dari kuat tekan beton f c dan selama tegangan baja lebih kecil daripada titik lelehnya. Pada tahap ini tegangan tekan berubah-ubah secara linear terhadap jarak dari sumbu netral atau sebagai sebuah garis lurus. Variasi tegangan-regangan garis-lurus biasanya terjadi pada balok beton bertulang pada kondisi-kondisi beban-layan normal karena pada tingkat beban tersebut tegangan yang terjadi biasanya lebih kecil daripada 0,5 f c. Beban layan atau beban kerja adalah beban-beban yang diasumsikan sesungguhnya terjadi ketika sebuah struktur digunakan atau melakukan fungsi layanannya. Ketika menerima beban-beban ini, momen-momen yang terjadi lebih besar daripada momen retak. Sudah jelas, sisi balok yang mengalami tarik akan retak. c. Tahap Keruntuhan Balok-Tegangan Ultimate. Ketika beban terus ditambah sampai tegangan tekannya lebih besar daripada setengah f c, retak tarik akan merambat lebih keatas, demikian pula sumbu netral, sehingga tegangan beton tidak berbentuk garis lurus lagi. Untuk pembicaraan awal ini, kita asumsikan bahwa batang-batang tulangan telah leleh. Untuk menggambarkan lebih jauh tentang tiga tahap perilaku balok, sebuah diagram momen-kurvatur diperlihatkan pada Gambar 2.7. Untuk diagram ini, θθ adalah perubahan sudut balok dalam panjang tertentu yang besarnya dihitung dengan rumus berikut ini dimana εε adalah regangan pada serat balok yang berjarak y dari sumbu netral balok: θθ = εε yy (2.1) 25

Gambar 2.7: Diagram momen kurvatur untuk balok beton bertulang yang mengalami tarik. (Sumber : Beton Bertulang-Suatu Pendekatan Dasar oleh Edward G.Nawy) Tahap pertama diagram adalah untuk momen-momen kecil yang lebih kecil daripada momen retak M cr dimana seluruh penampang melintang balok mampu menahan lentur. Pada kisaran ini, regangan yang terjadi kecil dan diagram hampir vertikal dan menyerupai garis lurus. Ketika momen bertambah hingga melebihi momen retak, kemiringan kurva akan sedikit berkurang karena balok tidak cukup kaku seperti pada tahap awal sebelum beton mulai retak. Diagram akan mengikuti garis yang hampir lurus dari M cr hingga ke titik dimana tulangan mengalami tegangan sampai titik lelehnya. Agar tulangan baja meleleh, diperlukan beban tambahan yang cukup besar untuk meningkatkan lendutan balok. Setelah tulangan meleleh, balok memiliki kapasitas momen tambahan yang sangat kecil sehingga hanya sedikit saja beban tambahan yang diperlukan 26

untuk secara substansial meningkatkan putaran sudut dan lendutan. Kemiringan diagram sekarang sangat datar. Beton retak dalam arah tegak lurus trajektori tegangan utama. Apabila bebannya terus bertambah, retak ini akan melebar dan menjalar, juga timbul retak lainnya. Dengan demikian semakin sedikit beton yang harus memikul keadaan tegangan yang tak menentu. Karena bentang geser untuk balok tinggi itu kecil, tegangan tekan pada daerah perletakan mempengaruhi besar dan arah tegangan tarik utama sehingga menjadi curam dan harganya berkurang. Dalam banyak hal retak-retak ini hampir selalu vertikal dan mengikuti arah trajektori tegangan, yang pada keadaan runtuh karena geser, balok ini hampir tergeser (lepas) dari perletakannya. Jadi, untuk balok tinggi, selain penulangan geser vertikal di sepanjang bentang, diperlukan juga penulangan horizontal di seluruh tinggi balok. Dari Gambar 2.6.(b) juga gradient trajektori tegangan tarik pada serat bawah, diperlukan pemusatan tulangan horizontal untuk memikul besarnya tegangan tarik pada sisi bawah balok tinggi. Selain itu, besarnya angka perbandingan tinggi/bentang balok ini menyebabkan bertambahnya tahanan terhadap beban geser luar akibat aksi pelengkung tekan yang cukup tinggi. Dengan demikian dapat diharapkan bahwa gaya geser tahanan nominal V c untuk balok tinggi akan jauh lebih besar daripada V c untuk balok biasa. 2.5 Tegangan geser dalam balok beton. Pada umumnya tegangan geser murni mungkin tidak pernah terjadi dalam struktur beton. Lebih dari itu, sesuai dengan mekanika teknik, jika geser murni dihasilkan dalam suatu batang, tegangan tarik utama dengan besar yang sama 27

akan dihasilkan pada bidang yang lain. Karena kekuatan tarik beton lebih kecil dari kekuatan geser, beton akan runtuh dalam tarik sebelum kekuatan gesernya tercapai. Dalam balok homogen elastis dengan tegangan sebanding dengan regangan, terjadi dua macam tegangan (lentur dan geser) dapat dihitung dengan rumus: f = MMMM II v = VVVV IIII (2.2) (2.3) Suatu elemen dari balok tidak terletak pada serat ekstrim atau sumbu netral akan menerima tegangan lentur dan geser. Tegangan ini merupakan gabungan dari tegangan tekan dan tarik yang miring yang disebut tegangan utama yang dapat ditentukan dari rumus berikut: fp = ff 2 ± ff 2 2 + vv 2 (2.4) Arah dari tegangan utama dapat ditentukan dengan rumus berikut dengan αα adalah kemiringan dari tegangan terhadap sumbu balok: tan 2αα = 2vv ff (2.5) Tentu saja pada setiap posisi yang berbeda sepanjang balok besar relatif dari v dan f akan berubah, jadi arah dari tegangan utama berubah. Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa pada sumbu netral tegangan utama akan berada pada sudut 45 dengan sumbu horizontal. Tegangan tarik utama diagonal yang disebut tarik diagonal terjadi pada tempat-tempat dan sudut yang berbeda dalam balok beton, dan semuanya harus dipertimbangkan hati-hati. Jika ini mencapai nilai tertentu, tulangan tambahan yang disebut tulangan web harus dipasang. 28

2.6 Kekuatan geser beton Jika V u dibagi dengan luas balok efektif b w d, hasilnya adalah tegangan geser rata-rata. Tegangan ini tidak sama dengan tegangan tarik diagonal tetapi hanya sebagai indikator besarannya. Jika indikator ini melampaui nilai tertentu, tulangan geser atau web dianggap perlu. Dalam peraturan ACI persamaan geser dasar dinyatakan dalam gaya geser dan bukan tegangan geser. Dengan perkataan lain, tegangan geser rata-rata yang dijelaskan harus dikalikan dengan luas balok efektif untuk mendapatkan gaya geser. Untuk pembahasan ini V n dianggap sebagai kekuatan nominal atau kekuatan geser teoritis batang. Kekuatan ini diberikan oleh beton dan tulangan geser. V n = V c + V s (2.6) Kekuatan geser batang, yang diizinkan V n, sama dengan V c ditambah V s yang harus sama dengan atau lebih besar dari gaya geser berfaktor, V u : V u = V c + V s (2.7) Kekuatan geser yang diberikan oleh beton, V c, dianggap sama dengan kekuatan tegangan geser rata-rata (biasanya 2 ff cc ) dikalikan dengan luas penampang efektif batang, b w d dengan b w adalah lebar balok persegi atau web dari balok T atau I. V C = 2 ff cc b w d (Persamaan ACI 11-3)(2.8) atau dalam satuan SI dengan f c dalam MPa V c = ff cc b wd (2.9) 6 29

Pengujian balok telah menunjukkan beberapa fakta yang menarik tentang terjadinya retak pada nilai-nilai tegangan geser rata-rata yang berlainan. Misalnya, saat terjadi momen yang besar meskipun telah dipasang tulangan longitudinal yang cukup, retak lentur yang luas akan terjadi. Akibatnya, luas penampang balok yang tidak retak akan berkurang cukup banyak dan kekuatan geser nominal V c dapat mencapai nilai terendah sebesar 1,9 ff cc b w d. Disisi lain, dalam daerah momen kecil, penampang tidak akan retak atau sedikit retak dan sebagian besar penampang mampu menahan geser. Untuk kasus demikian, pengujian menunjukkan bahwa V c sebesar 3,5 ff cc b w d dapat ditahan sebelum terjadi keruntuhan. Berdasarkan informasi ini peraturan ACI menyarankan bahwa secara konservatif V c (gaya geser yang dapat ditahan beton tanpa tulangan web) dapat mencapai 2 ff cc b w d. 2.7 Kriteria Desain terhadap Geser untuk Balok Tinggi yang Dibebani di Atas. Dapat disimpulkan bahwa balok tinggi (a/d < 2,5 dan ln/d < 5,0) mempunyai tahanan geser nominal V c yang lebih tinggi daripada balok biasa. Pada balok biasa, penampang kritis untuk menghitung gaya geser rencana V u diambil pada jarak d dari muka perletakan, sedangkan pada balok tinggi, bidang gesernya sangat miring dan dekat perletakan. Jika x adalah jarak antara bidang keruntuhan dari muka perletakan, ln adalah bentang bersih untuk beban terdistribusi merata, dan a adalah lengan geser atau bentang untuk beban terpusat, maka persamaan untuk jarak ini adalah: Beban terdistribusi merata : x = 0,15 ln 30

Beban terpusat : x = 0,50 a Dalam kedua hal, jarak x ini tidak boleh melebihi tinggi efektif d. Gaya geser rencana V u harus memenuhi kondisi: VV uu ɸ 8 ff cc bb ww dd untuk ln/d < 2,0 (2.10) atau VV uu ɸ 2 3 10 + ll nn dd ff cc bb ww dd untuk 2 ln/d 5 (2.11) Jika tidak memenuhi keadaan ini, penampang harus diperbesar. Faktor reduksi kekuatan ɸ = 0,85. sebagai: Gaya geser tahanan nominal V c untuk beton sederhana dapat diambil VV cc = 3,5 2,5 MM uu VV uu dd 1,9 ff cc + 2500pppp VV uu MM uu dd bb wwdd 6 ff cc bb ww dd (2.12) Dimana 1,0 < 3,5-2,5 (M u /V u d) 2,5. Faktor ini merupakan pengali dari persaman dasar V c dari balok biasa untuk memperhitungkan besarnya kapasitas tahanan balok tinggi. Peraturan ACI mengizinkan kapasitas tahanan yang tinggi ini apabila retak-retak minor pada keadaan V u melebihi beban retak geser pertama masih dapat ditoleransi. Apabila tidak demikian, dapat digunakan persamaan (2.8): VV cc = 2 ff cc bb ww Apabila gaya geser rencana V u melebihi ɸV c, penulangan geser harus diberikan sehingga memenuhi VV uu = ɸVV cc + VV ss dimana V s adalah gaya yang dipikul oleh penulangan geser: VV ss = AA vv 1+llll /dd + AA vvh ss vv 12 ss h 11 llll /dd 12 ff yy dd (2.13) 31

dimana: A v = luas total penulangan vertikal yang berjarak s v dalam arah horizontal di kedua sisi balok. A v h = luas total penulangan horizontal yang berjarak s h dalam arah vertikal di kedua sisi balok s v maksimum d/5 atau 18 in (ambil yang terkecil) s h maksimum d/3 atau 18 in. dan (2.14) A v minimum = 0,0015 bs v A vh minimum = 0,0025 bs h (2.15) Penulangan geser yang diperlukan pada penampang kritis harus diberikan di seluruh balok tinggi. Dalam hal balok tinggi menerus, sebagai akibat dari besarnya kekakuan dan sangat kecilnya rotasi balok pada perletakan, faktor kesinambungan pada perletakan interior pertama dapat diambil sebesar 1,0. Dengan demikian, untuk tujuan praktisnya penulangan yang sama terhadap geser dapat dipakai untuk seluruh bentang jika semua bentang sama dan mengalami pembebanan yang serupa. 32

2.8 Kriteria Desain terhadap lentur pada Balok tinggi. a. Balok ditumpu sederhana Peraturan ACI tidak menspesifikasikan prosedur desain, tetapi mensyaratkan analisi nonlinier secara kasar untuk desain dan analisis lentur balok tinggi. Penyajian sederhana bab ini berdasarkan rekomendasi Euro-International Concrete Committee (CEB). Gambar 2.5 memperlihatkan skema distribusi tegangan pada balok tinggi homogen yang mempunyai angka perbandingan bentang/tinggi ln/h = 1,0. Dari penyelidikan secara eksperimen dapat diketahui bahwa lengan momennya tidak begitu banyak berubah meskipun sesudah terjadi retak awal. Karena momen tahanan nominalnya adalah: maka luas penulangan A s untuk lentur adalah: M n = A s f y x lengan momen jd (2.16) AA ss = MM uu 200bbbb (2.17) ɸff yy jjjj ff yy Lengan momen yang direkomendasikan oleh CEB adalah: dan jjjj = 0,2(ll + 2h) untuk 1 1 ll/h < 2 (2.18) jd = 0,6l untuk l/h < 1 (2.19) dimana l adalah bentang efektif yang diukur dari as ke as perletakan atau 1,15 bentang bersih ln, mana saja yang terkecil. Penulangan tarik harus ditempatkan pada sisi bawah tinggi balok hingga tinggi segmennya adalah: yy = 0,25h 0,05ll < 0,20h (2.20) 33

Pada daerah ini harus ada tulangan diameter kecil dan berjarak dekat yang dijangkarkan pada tumpuannya. b. Balok menerus. Gambar 2.8: Trajektori tegangan tekan dan tarik pada balok tinggi menerus. Garis tidak putus menunjukkan trajektori tarik, garis putus-putus menunjukkan trajektori tekan. (Sumber : Beton Bertulang-Suatu Pendekatan Dasar oleh Edward G.Nawy ). Gambar 2.9: Distribusi tulangan lentur horizontal pada balok tinggi menerus. (Sumber : Beton Bertulang-Suatu Pendekatan Dasar oleh Edward G.Nawy ). 34

Balok tinggi yang menerus dapat diperlakukan dengan cara yang sama dengan balok tinggi sederhana, tetapi harus ada penulangan tambahan yang memikul momen negatif pada tumpuan. Gambar 2.8 memperlihatkan trajektori tegangan untuk tegangan tarik utama dan tekan utama pada balok tinggi menerus. Dengan membandingkan diagram ini dengan Gambar 2.6.(b) untuk kasus balok ditumpu sederhana, terlihat bahwa bentuk kecuraman trajektori tegangan tarik di tengah bentang serupa. Pada tumpuan menerus seluruh bagian penampangnya mengalami tarik. Pemusatan trajektori tegangan tarik pada daerah perletakan dari balok tinggi menerus mengharuskan adanya penjangkaran yang baik tulangan geser horizontal. Luas tulangan lentur total yang diperlukan adalah sama dengan persamaan (2.17): AA SS = MM uu 200bbbb (2.17) ɸff yy jjjj ff yy seperti persamaan untuk balok sederhana. Akan tetapi, disini lengan momen jd berbeda yaitu besarnya. jjjj = 0,2(ll + 1,5HHh) untuk 1 ll/h 2,5 (2.18) jjjj = 0,5ll untuk ll/h (2.19) Distribusi penulangan lentur negatif A S pada balok menerus harus sedemikian rupa sehingga luas baja A S1 harus ditempatkan pada 20% dari tinggi balok, dan luas tulangan balance A S2 pada bagian 60% berikutnya dan tinggi balok seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.9. Masing-masing luas tulangan ini adalah: AA SS1 = 0,6( ll h 1)AA SS (2.20) AA SS2 = AA SS AA SS1 (2.21) 35

Untuk kasus-kasus ini dimana perbandingan l/h berharga lebih kecil atau sama dengan 1,0, gunakan luas nominal sebagai A S1 di sisi atas balok, dan gunakan luas total A S pada bagian 60% berikutnya dari tinggi balok. Bagian sisanya, h 3, yang merupakan daerah tulangan positif berasal dari bentang balok, harus diteruskan ke perletakan untuk menjamin penjangkaran dan kesinambungan. 2.9 Momen desain. Hal penting dalam desain balok menerus adalah kita harus mengasumsikan terlebih dahulu ukuran maupun material penampang sebelum memperoleh momen desain. Momen maksimum yang dapat timbul pada suatu penampang struktur jarang, atau bahkan tidak dapat, terjadi apabila struktur dibebani penuh, tetapi terjadi apabila struktur dibebani sebagian. Akan tetapi, perlu diingat bahwa kondisi momen positif maksimum maupun momen negatif maksimum terjadi pada saat beban penuh pada bentang yang bersangkutan. Jadi, yang menjadi masalah adalah apakah beban-beban pada bentang lainnya mempunyai konstribusi dalam memberikan nilai maksimum atau sebaliknya. Karena itulah dalam desain, kita perlu meninjau semua kemungkinan posisi beban yang mungkin terjadi pada struktur, untuk kemudian kita hitung momen yang terjadi. Tentu saja ada kondisi pembebanan yang memberikan momen maksimum dan tidak. Ukuran penampang struktur ditentukan berdasarkan momen maksimum yang mungkin terjadi padanya akibat suatu kondisi pembebanan tertentu. Untuk penampang lain, kondisi pembebanan yang memberikan momen maksimum dapat saja berlainan. Sering terjadi, untuk kepraktisan desain, momen maksimum pada satu penampang dipakai juga pada sebagai momen desain pada penampang lain yang momen maksimumnya sebenarnya lebih kecil. Oleh karena itu, sering 36

terjadi pula, pada suatu kondisi pembebanan ada bagian struktur yang kelebihan ukuran (oversized), sementara pada kondisi pembebanan lainnya tidak. Beton bertulang merupakan salah satu contoh material yang cocok untuk digunakan pada balok menerus. Kontinuitas dapat diperoleh dengan mengatur penulangan balok beton bertulang itu. 2.10 Persyaratan perencanaan geser untuk balok tinggi Ada beberapa persyaratan khusus perencanaan geser diberikan dalam ACI Bagian 11.8 untuk batang lentur tinggi dengan nilai l n /d kurang dari 5 yang dibebani pada permukaan dan ditumpu pada permukaan lain sehingga dapat terjadi gaya tekan antara beban dan tumpuan. Beberapa batang yang termasuk dalam kelompok ini adalah balok bentang pendek dengan beban tinggi, dinding dengan beban vertikal, dinding geser, dan mungkin pelat lantai dengan beban horizontal. Dalam ACI bagian 10.7.1, diberikan defenisi lain dari batang tinggi. Disebutkan didalamnya, untuk tinjauan lentur, batang dengan rasio tinggi keseluruhan bentang bersih lebih besar dari 4/5 untuk tumpuan sederhana atau 2/5 untuk bentang menerus dikatakan sebagai batang tinggi. Sudut kemiringan berkembangnya retak dalam batang lentur tinggi (diukur dari vertikal) biasanya lebih kecil dari 45. Oleh karena itu, jika diperlukan tulangan web harus dipasang lebih rapat dibandingkan untuk balok tinggi normal. Lebih dari itu, tulangan web yang diperlukan adalah dalam bentuk tulangan horizontal dan vertikal. Retak yang hampir vertikal ini menunjukkan bahwa gaya tarik utama adalah horizontal, sehingga tulangan horizontal adalah yang paling efektif dalam menahan retak tersebut. 37

Peraturan ACI (11.8.5) menyatakan bahwa gaya geser yang digunakan untuk merencanakan batang tinggi dihitung pada jarak 0,15 l n dari permukaan tumpuan untuk balok yang mendapat beban merata dan pada jarak 0,5aa tetapi tidak lebih besar dari d untuk balok yang memikul beban terpusat. Huruf aa bukan menyatakan tinggi balok tegangan tekan melainkan jarak antara beban terpusat dan permukaan tumpuan yang disebut bentang geser. Gaya geser yang didapat dengan cara ini digunakan untuk menghitung jarak tulangan geser, dan jarak tersebut digunakan disepanjang bentang. Persyaratan rinci dari Peraturan ACI Bagian 11.8 yang berhubungan dengan perencanaan geser untuk balok tinggi dirangkum sebagai berikut: 1. Kekuatan geser V n dari batang lentur tinggi tidak boleh lebih besar dari 8 ff cc b w d jika l n /d kurang dari 2; dan jika antara 2 dan 5, V n tidak boleh lebih besar dari V n = 2 3 (10+ll nn dd ) ff cc b w d (Persamaan ACI 11-27)(2.22) 2. Kecuali dilakukan analisis yang lebih detail, kekuatan geser dari balok tinggi dapat diambil sebagai V n = 2 ff cc b w d (Persamaaan ACI 11-28)(2.8) Tetapi kekuatan geser dapat dihitung dengan rumus berikut yang lebih rumit dengan memperhitungkan pengaruh tulangan tarik dan juga geser M n /V u d pada penampang kritis yaitu : V c = 3,5 2,5 MM uu VV uu dd 1,9 ff cc + 2500ρρ ww MM uu VV uu dd b w d (Persamaan ACI 11-29) 38

Dalam satuan SI Persamaan 11-27, 11-28, 11-29 secara berturut-turut adalah: V n = 1 18 (10+ll nn dd ) ff cc b w d V n = 1 6 ff cc b w d V c = 3,5 2,5 MM uu 1,9 ff VV uu dd cc MM + 120ρρ uu b w d ww VV uu dd 7 (2.12) Dalam rumus V c diatas, suku pertama dalam tanda kurung tidak boleh lebih besar dari 2,5 dan V c tidak boleh lebih besar dari 6 ff cc b w d (dalam satuan SI 1 2 ff cc b w d) 3. Jika V u lebih besar dari V c, tulangan geser diperlukan dan harus dipilih dengan prosedur biasa, kecuali bahwa V s dihitung dengan rumus berikut: V S = AA vv 1 + ll nn + AA vvh 11 ll nn ff ss dd ss 2 dd yy dd (Persamaan ACI 11-30)(2.13) Dalam rumus ini, A v adalah luas tulangan geser tegak lurus terhadap tulangan tarik lentur dengan jarak s, dan A vh adalah luas tulangan geser sejajar terhadap tulangan lentur dengan jarak s 2. s 2 menyatakan jarak tulangan geser atau tulangan torsi dalam arah tegak lurus terhadap tulangan longitudinal atau jarak tulangan horizontal dalam dinding. 4. Luas tulangan geser A v tidak boleh lebih kecil dari 0,0015 b w s, dan s tidak boleh lebih besar dari d/5 atau 18 in.(aci 11.8.9) 5. Luas tulangan geser A vh tidak boleh lebih kecil dari 0,0025 b w s 2, dan s 2 tidak boleh lebih besar dari d/3 atau 18 in.(aci 11.8.10). 39

2.11 Langkah Perhitungan Desain terhadap Geser pada Balok Tinggi. Berikut ini adalah prosedur yang direkomendasikan untuk desain penulangan geser pada balok tinggi berdasarkan persyaratan ACI. Disini juga dicantumkan penulangan lentur untuk memikul tegangan akibat lentur: 1. Cek apakah balok tersebut dapat diklasifikasikan sebagai balok tinggi, yaitu a/d < 2,5 (untuk beban terpusat) atau ln/d < 5,0 (untuk beban terdistribusi merata) 2. Tentukan jarak penampang kritis s dari muka tumpuan : x = 0,5a untuk beban terpusat dan x = 0,15 ln untuk beban terdistribusi. Hitung gaya geser rencana V u pada penampang kritis, dan cek apakah besarnya kurang dari batas minimum ɸV n = V u yang diizinkan dengan menggunakan persamaan, jika tidak demikian perbesar ukuran penampang. 3. Hitung kapasitas tahanan geser V c beton sederhana dengan menggunakan persamaan. 4. Hitung V s jika V u > ɸV c dan tentukan s c dan s h dengan menganggap dahulu ukuran tulangan geser pada arah vertikal maupun horizontal. 5. Selidiki apakah ukuran dan jarak maksimum dari langkah 4 memenuhi persamaan. Apabila tidak memenuhi, perbaiki dan cek kembali dengan menggunakan persamaan. 6. Pilihlah ukuran dan jarak yang layak dari penulangan geser dalam arah vertikal maupun horizontal. 7. Desainlah penulangan lentur yang memenuhi persamaan apabila balok menerus. 8. Buatlah sketsa gambar distribusi tulangan lentur maupun tulangan geser. 40

2.12 Panjang penyaluran tulangan. Panjang penyaluran tulangan diperlukan untuk meneruskan tegangan yang terjadi pada tulangan, misalnya penulangan momen negatif yang diteruskan dari tumpuan ke tengah bentang maupun penerusan tulangan berupa kait standar pada bagian ujung balok tinggi. Dalam menghitung penulangan tarik ataupun tekan di setiap struktur beton haruslah diberikan panjang penyaluran pada tiap sisi baik berupa panjang penyaluran tulangan, kait standar, angkur mekanik atau kombinasi dari itu. Kait tidak seharusnya digunakan pada penulangan yang mengalami tekan. Sedangkan nilai kuat beton dalam hal ini tidaklah melebihi 10000 psi atau sekitar 65 Mpa. Panjang penyaluran l d, dalam satuan ACI yaitu inchi, untuk tulangan deform dan kabel deform yang mengalami tarik dapat ditentukan sebagai berikut, tetapi l d tidaklah kurang 12 inchi. Tabel 4.1 Panjang penyaluran tulangan secara umum untuk tulangan deform atau kabel deform dituliskan dalam ACI 2002 Bagian 12.2.2 Jarak bersih tulangan yang diteruskan tidak kurang dari d b, selimut penutup tidak kurang dari d b, dan sengkang atau tulangan tarik lewat l d tidak kurang dari syarat minimum atau Jarak bersih tulangan yang diteruskan atau disambung tidak kurang dari 2 d b dan selimut penutup tidak kurang dari d b. Tulangan No.6 dan lebih kecil dan kabel deform ff yy αααααα dd 25 ff bb cc Tulangan No. 7 dan lebih besar ff yy αααααα dd 20 ff bb cc 41

Kasus lainnya 3ff yy αααααα dd 50 ff bb cc 3ff yy αααααα dd 40 ff bb cc ACI 2002 Bagian 12.2.3 untuk tulangan deform atau kabel deform, l d dapat diambil: ll dd = 3 40 ff yy ff cc αααααα cc+kk tttt dd bb dd bb (2.14) Dimana nilai cc+kk tttt dd bb diambil tidak lebih besar dari 2.5. Persamaan 12.2.2 dan persamaan 12.2.3 dalam ACI 2002 memberikan dua pendekatan. Dapat digunakan nilai l d berdasarkan nilai aktual dari cc+kk tttt (12.2.3) atau menghitung dd bb l d berdasarkan dua pilihan nilai cc+kk tttt. dd bb Sedangkan untuk kait standar, panjang penyaluran dalam inchi, untuk tulangan deform yang mengalami tarik dapat ditentukan. Yang dimaksudkan dengan kait standar disini sesuai dengan ACI 2002 Bagian 7.1. Untuk pengangkuran dengan kait standar dan pengangkuran mekanik dapat dilihat pada ACI 2002 Bagian 12.5 dan 12.6. Disebutkan untuk tulangan deform: ll ddh = 0.02ββββ ff yy dd ff bb (2.15) cc Dengan ββ = 1.2 untuk tulangan epoxy-coated dan λλ = 1.3 untuk beton agregat ringan. Untuk kasus lainnya nilai keduanya dapat dinyatakan dengan 1.0. 42

Gambar 2.10 Detail pembengkokan tulangan pada kait standar (Sumber : ACI Building Code 2002 Bagian 12.5 ) 43