BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Suci Lestari, 2016

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sikap mental siswa (Wiyanarti, 2010: 2). Kesadaran sejarah berkaitan dengan upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Indonesia dari tahun ke tahun kualitasnya semakin rendah hal ini

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. proses interaksi antara guru dan siswa atau pembelajar beserta unsur-unsur yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan perilaku siswa meliputi tiga ranah yaitu kognitif,

I. PENDAHULUAN. menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu. tersebut membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis,

BAB I PENDAHULUAN. Yoppi Andrianti, 2014

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara intensif di tanah air karena mutu pendidikan di Indonesia masih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari hari. Pencapaian tujuan pendidikan ini bisa ditempuh

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

PENERAPAN METODE FIELD TRIP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS DESKRIPSI PADA SISWA KELAS X-1 SMA NEGERI 1 NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya yang profesional adalah aspek yang saling berkaitan. dapat meningkat sesuai dengan yang diharapkan.

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat

2014 PEMBELAJARAN FISIOLOGI TUMBUHAN TERINTEGRASI STRUKTUR TUMBUHAN BERBASIS KERANGKA INSTRUKSIONAL MARZANO UNTUK MENURUNKAN BEBAN KOGNITIF MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. baik, tidak hanya bagi diri sendiri melainkan juga bagi manusia lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari tuntutan kehidupan manusia. Kebutuhan memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Dalam hal ini pada saat proses belajar mengajar guru memegang

BAB I PENDAHULUAN. belajar dari teori kognitif (Efi, 2007). Pendidikan Biologi diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. Disamping itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ketuntasan Belajar Mahasiswa Kelas Pendidikan Kimia Internasional 2010 Jurusan Kimia FMIPA Unesa pada Mata Kuliah English

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah pendidikan yang menjadi perhatian saat ini adalah sebagian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Moch Ikhsan Pahlawan,2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan menyunting memiliki berbagai macam bentuk, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

Biogenerasi 1 (2) (2017) Biogenerasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ai Nunung Muflihah,2013

BAB I PENDAHULUAN. Individu tidak akan berkarya jika karya itu tidak bermanfaat bagi dirinya ataupun

P N E D N A D H A U H L U U L A U N

I. PENDAHULUAN. Manusia (SDM) yang berkualitas yang mampu menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan berpikir merupakan aspek yang tidak bisa dipisahkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Information and Communication Technology (ICT) atau di Indonesia lebih

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Belajar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menulis adalah suatu aspek keterampilan berbahasa dengan

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

I. PENDAHULUAN. seorang guru itu belumlah terwujud dalam usaha mereka untuk. membelajarkan dengan pertimbangan-pertimbangan yang seksama.

BAB I PENDAHULUAN. kekhususannya adalah pada metode yang digunakan oleh para ilmuwan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran Biologi, siswa dituntut tidak hanya sekedar tahu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu. sebagai salah satu komponen dalam proses belajar mengajar berperan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

I. PENDAHULUAN. terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dianggap belum mampu bersaing dengan dunia luar. hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam menyiapkan sumber daya manusia yang produktif. Hal ini berarti bahwa berhasil

BAB I PENDAHULUAN. guru dalam suatu proses belajar mengajar. Keluhan-keluhan tentang sulitnya

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran ekonomi selama ini berdasarkan hasil observasi di sekolahsekolah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi telah menyentuh segala aspek kehidupan dan melahirkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar siswa memiliki kemampuan antara lain: (1) membangun kesadaran

Deliwani Br Purba Guru SMP Negeri 1 Bangun Purba Surel :

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan masyarakat akan terus menerus mengalami perubahan sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan itu berpengaruh juga pada bidang pendidikan, termasuk di dalamnya kurikulum dan pembelajaran. Pendidikan perlu mengantisipasi perubahan tersebut untuk menyiapkan sumber daya manusia yang mampu berkompetisi dalam masyarakat global. Tujuan, materi, metode, dan pengalaman belajar yang diberikan di sekolah harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik sebagai bekal hidupnya pada masa sekarang dan yang akan datang (Munir, 2008). Guru sebagai pendidik adalah tokoh yang paling banyak bergaul dan berinteraksi dengan para murid dibandingkan dengan personil lainnya di sekolah. Guru bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, melakukan penelitian dan pengkajian, serta membuka komunikasi dengan masyarakat (Sagala, 2009). Berdasarkan pernyataan di atas, guru memiliki peranan penting dalam proses kegiatan belajar dan mengajar, terutama dalam menyampaikan materi ajar. Guru harus memiliki kompetensi dalam menyampaikan informasi yang diketahuinya dengan benar dan tepat sasaran, yaitu konten materi yang benar melalui kegiatan pedagogis yang baik agar sesuai dengan hakikat belajar yang merupakan suatu proses pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan tingkah laku yang baru pada diri seseorang sebagai hasil dari interaksinya dengan beragam informasi dan lingkungan. Shulman dalam Kocoglu (2009), mendefinisikan subjek pengetahuan pengajaran materi konten sebagai pengetahuan konten pedagogik (PCK). Pengetahuan konten pedagogik mengidentifikasi bagian khusus pengetahuan untuk mengajar. PCK merupakan gabungan konten dan pedagogik dalam pemahaman tentang bagaimana topik tertentu dan masalah atau isu-isu yang terorganisir, diwakili dan disesuaikan dengan minat dan kemampuan peserta didik yang beragam, dan dijelaskan dalam bentuk instruksi. Pengetahuan konten

2 pedagogik adalah kategori yang paling mudah untuk membedakan pemahaman spesialis konten dari pendidik. Shulman dalam Kocoglu (2009), menampilkan sebuah model penalaran pedagogis untuk guru. Proses penalaran pedagogis dengan enam aspeknya yang meliputi: pemahaman, transformasi, pengajaran, evaluasi, refleksi, dan pemahaman baru. Dalam hal ini, pengajaran dimulai dengan pemahaman. Pertama, guru harus memahami materi pelajaran untuk diri mereka sendiri dan harus memahami dalam beberapa cara. Mereka harus memahami bagaimana ideide dalam disiplin ilmu saling terkait dan terhubung (pengetahuan substantif). Guru juga harus memahami apa yang akan diajarkan, dan bagaimana mengajarkannya. Sedangkan pemahaman terdiri dari maksud dan tujuan pengajaran. Terkait dengan transformasi dan pemahaman, guru harus mampu mengubah pemahaman materi pelajarannya ke dalam bentuk yang dapat dicapai oleh siswa dan bersamaan dengan pedagogis yang kuat. Hal ini akan memungkinkan siswa untuk mengetahui bagian yang sulit dan mudah dari materi pelajaran yang diajarkan. Berdasarkan observasi Shulman dalam El-Khalick (2006), ia juga mencatat bahwa setidaknya dua aspek transformasi secara langsung berhubungan dengan pengetahuan konten, yaitu persiapan atau interpretasi dari gagasan-gagasan yang akan disampaikan dan representasi dari ide-ide. Persiapan dan representasi dicapai melalui restrukturisasi dan segmentasi materi dengan menggunakan aspek transformasi itu dalam sikap dan sifat, metafora dan latihan, serta contoh dan demonstrasi yang sesuai dengan tingkatan siswa. Esensi dari tindakan penalaran pedagogis merupakan penjelasan dari pemahaman pribadi guru untuk mempersiapkan pemahaman siswa. Proses penalaran pedagogis tidak berakhir ketika kegiatan belajar dimulai, dikarenakan hal tersebut bukan merupakan bagian integral dari seluruh proses pembelajaran. Instruksi yang terjadi setelah pemahaman dan transformasi yang meliputi bentuk paling penting dari pedagogis. Manajemen dan pengajaran dalam kelas merupakan bentuk paling penting dari pedagogis yang diperoleh melalui instruksi yang terjadi setelah pemahaman dan transformasi. Kemudian evaluasi akan mengikuti instruksi yang membutuhkan pemahaman yang kuat dari

3 subjek/materi. Langkah terakhir dalam kegiatan pengajaran adalah refleksi atas semua kegiatan, dimana analisis pengetahuan konten yang spesifik diperlukan untuk merefleksikan proses kegiatan mengajar. Proses penalaran pedagogis berakhir ketika telah terbentuk pemahaman baru, yaitu sebuah siklus mengajar baru yang dimulai pada tingkat pemahaman dan kinerja yang lebih baik. Pusat dari semua tindakan tersebut adalah pengetahuan konten. Hal ini diasumsikan bahwa subjek pengetahuan materi guru akan langsung diterjemahkan dalam praktek pengajaran di kelasnya (El-Khalick, 2006). Seiring berjalannya waktu dan peningkatan kebutuhan siswa, guru tidak hanya harus memiliki kemampuan PCK, namun guru harus dapat mengajarkan materi pelajaran dengan teknologi yang lebih dari sekedar PCK. Hal ini dikarenakan proses pengajaran dan pembelajaran saat ini mencerminkan semakin berkembangnya integrasi antara komputer dan aplikasi teknologi dalam kurikulum. Ide mengintegrasikan pengetahuan materi pelajaran, pengajaran atau pembelajaran, dan teknologi telah ada sejak meningkatnya kebutuhan siswa dalam penggunaan dan kebutuhan belajar dengan teknologi. Sehubungan Dengan itu, pengetahuan tentang teknologi, pedagogik, dan konten telah menjadi bagian integral dari program pendidikan guru untuk mempersiapkan calon-calon guru di mana mereka mengajar menggunakan teknologi dalam proses pengajarannya. Berdasarkan ide Shulman tentang PCK, Mishra & Koehler (2006) telah menambahkan teknologi ke dalam PCK, dan menggambarkan TPACK sebagai hubungan antara pengetahuan konten, pedagogik, dan teknologi. TPACK adalah dasar dari pengajaran yang baik dengan teknologi dan membutuhkan pemahaman tentang representasi konsep menggunakan teknologi; teknik pedagogis yang menggunakan teknologi dengan cara yang konstruktif untuk mengajar konten; pengetahuan tentang apa yang membuat konsep sulit atau mudah dipelajari dan bagaimana teknologi dapat membantu beberapa masalah yang dihadapi siswa; pengetahuan awal siswa dan teori epistemologi, dan pengetahuan tentang bagaimana teknologi dapat digunakan untuk membangun pengetahuan yang ada dan untuk mengembangkan epistemologi baru atau memperkuat yang lama. Teknologi dalam pembelajaran berupaya untuk merancang, mengembangkan, dan memanfaatkan aneka sumber belajar sehingga dapat memudahkan atau

4 memfasilitasi seseorang untuk belajar di mana saja, kapan saja, oleh siapa saja, dan dengan cara serta sumber belajar apa saja sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Peranan teknologi pendidikan dalam memecahkan masalah pendidikan dan pembelajaran, khususnya dalam perluasan akses dan peningkatan mutu pendidikan melalui: a. Penerapan prosedur pengembangan pembelajaran dalam penyusunan kurikulum dan perangkat belajar lainnya, seperti rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), b. Penerapan prosedur pengembangan pembelajaran dalam penyusunan bahan ajar, modul, buku teks, atau buku elektronik (e-book), c. Penerapan metode pembelajaran yang lebih menekankan kepada penerapan teori-teori belajar mutakhir, seperti teori belajar konstruktivisme dan paradigm baru pendidikan lainnya, d. Mengembangkan dan memanfaatkan berbagai jenis media yang sesuai dengan kebutuhan dan dengan mengindahkan prinsip-prinsip pemanfaatanya secara efektif dan efisien (Purwanto dalam Warsita 2008), dan e. Mengembangkan strategi pembelajaran untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses pembelajaran (Warsita, 2008). Berdasarkan penjelasan dari berbagai studi tersebut jelas bahwa guru harus dapat mengintegrasikan teknologi ke dalam pengajarannya. Selain itu, dibutuhkan sebuah pendekatan yang memberlakukan mengajar sebagai interaksi antara apa yang guru ketahui dan bagaimana guru menerapkan apa yang diketahuinya tersebut dalam keadaan yang menarik atau konteks dalam ruang kelasnya. Sementara itu, tidak ada satu cara terbaik untuk mengintegrasikan teknologi dalam kurikulum. Sebaliknya, upaya integrasi harus dirancang dengan kreatif atau terstruktur untuk mata pelajaran tertentu dan gagasan-gagasan penting dalam konteks kelas tertentu (Koehler & Mishra, 2009). Oleh karena itu, guru harus dapat mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran sesuai materi ajar tidak terkecuali materi ajar biologi. Selama ini biologi sering dipandang sebagai pelajaran hafalan karena saratnya teks yang harus dibaca dan dipahami siswa. Teks yang terdapat di dalam buku-buku

5 pelajaran biologi merupakan bentuk pengungkapan makna dari suatu obyek, gejala atau persoalan biologi yang secara dominan digunakan sebagai upaya transformasi dan transfer makna sehingga dapat dipahami pihak lain. Transformasi menyangkut penyatuan potongan atau fragmen-fragmen gejala alam sehingga menjadi makna keutuhan sistem (Schonborn & Bogeholz dalam Subiantoro, 2011). Namun, kesenjangan kontekstualitas gejala dan persoalan serta bahasa yang digunakan memungkinkan terjadinya penafsiran yang tidak sesuai, sehingga makna yang coba diungkap kembali kurang tepat. Dalam hal ini, bila gejala atau persoalan baru atau lain muncul, bisa saja terjadi keterasingan pengertian yang dialami siswa (Subiantoro, 2011). Sistem saraf pada manusia merupakan materi pembelajaran yang mengandung beberapa konsep abstrak dan tidak dapat diamati secara langsung oleh siswa. Siswa merasa kesulitan dalam mempelajari materi ini jika hanya menggunakan media cetak. Misalnya mekanisme jalannya impuls saraf untuk mengirim pesan menuju ke sistem saraf pusat. Materi tersebut memerlukan penyederhanaan menggunakan media yang dapat memvisualisasikan materi untuk membantu pemahaman konsep siswa. Selain itu, siswa juga merasa kesulitan dalam memahami susunan sistem saraf pada manusia. Berdasarkan hasil nilai ulangan harian siswa pada materi sistem saraf tahun ajaran 2013/2014, diketahui bahwa ketuntasan belajar siswa hanya 60% atau tidak semua siswa dapat mencapai ketuntasan minimal, sehingga guru perlu memberikan ulangan remedial pada materi sistem saraf tersebut (Pradnya Paramita, dkk., 2015). Selain itu, penyajian materi sistem saraf menuntut kemampuan guru untuk mengorganisasi isi pelajaran sebagai persiapan untuk membangun pengetahuan siswa. Hal ini dikarenakan materi sistem saraf berisi mengenai proses-proses yang terjadi di dalam tubuh manusia, sehingga sulit untuk diamati secara langsung. Oleh karena itu, diperlukan bentuk pembelajaran yang dapat merepresentasikan proses yang terjadi pada sistem saraf, sehingga konsep-konsep mengenai materi sistem saraf yang abstrak menjadi lebih mudah untuk dipahami oleh siswa. Penelitian lain yang menarik dari penelitian mengenai sistem saraf adalah penelitian Purwanto (2011), banyak siswa mengalami kesulitan dalam mencapai kompetensi sistem saraf. Sebanyak 60% siswa memperoleh nilai di bawah KKM.

6 Hal ini terjadi karena siswa sudah merasa bosan, jenuh, tidak bergairah, dan mengantuk di kelas akibat pembelajaran yang sifatnya cenderung menghafal dengan banyaknya materi dan istilah ilmiah di dalamnya. Selama ini guru hanya melakukan penilaian kognitif saja (pembelajaran bersifat teori) sehingga terlihat pembelajaran masih berpusat pada guru. Dalam proses pembelajarannya, guru juga sering kali terlalu asik menyampaikan seluruh materi sehingga siswa kurang memberi tanggapan karena mereka hanya bertugas untuk mendengarkan dan hanya sekali diberikan kesempatan bertanya. Selain itu, guru merasa materi yang akan diberikan dalam satu tahun pembelajaran terlalu banyak sehingga guru harus mengejar target dan tergesa-gesa dalam menyelesaikan materinya. Hasil observasi awal Rachmawati (2014) juga menunjukkan adanya indikasi hasil belajar pada materi sistem saraf yang belum maksimal di SMAN 1 Gringsing Batang. Hal ini terbukti dari rata-rata nilai ulangan harian adalah 5.20 dengan ketuntasan belajar secara klasikal hanya mencapai 30%. Hasil belajar yang belum maksimal ini disebabkan pada pembelajaran materi sistem saraf guru merasa sangat sulit dalam menjelaskannya. Hal ini dikarenakan guru masih menggunakan metode konvensional dalam mengajar, sehingga menimbulkan tingkat kejenuhan siswa dalam belajar biologi dan membuat hasil belajar siswa kurang memuaskan. Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal datang dari diri siswa, terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Seperti dikemukakan oleh Clark dalam Budianingsih (2005), bahwa 70% hasil belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Selain faktor kemampuan yang dimiliki siswa, ada juga faktor lain seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa, seperti lingkungan. Faktor lingkungan yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar siswa di sekolah ialah kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran yang dimaksud adalah efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Kualitas pembelajaran ditentukan oleh bagaimana cara atau teknik

7 mengajar guru di dalam kelas, termasuk bagaimana cara guru menyampaikan konten materi yang didukung aspek pedagogik dan teknologi yang tepat. Oleh karena itu, setiap guru harus meningkatkan ilmu pengetahuannya baik dalam segi konten, pedagogik, maupun pengetahuan teknologinya. Namun demikian, sebagai manusia guru juga mempunyai keterbatasan tertentu baik dari sisi ruang maupun waktu, terlebih dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Cepatnya informasi biologi yang dihasilkan sekarang ini kadang terlewatkan atau belum dapat dikuasai sehingga guru tidak dapat menyajikan semua informasi yang sangat lengkap kepada siswa di dalam kelas (Rustaman & Rustaman, 1997). Guna dapat menjalankan misi barunya tersebut, guru haruslah benar-benar memahami kognisi dan berbagai cara yang berbeda dalam belajar. Guru haruslah pula memahami perkembangan siswa dan berbagai konsep pedagogik sebaik mereka menguasai materi pembelajaran dan penilaian alternatif yang digunakannya untuk mengukur hasil belajar siswa. Dengan demikian, guru harus mampu menempatkan berbagai substansi perbedaan bahasa dan budaya, gaya belajar, talenta, dan intelegensi sebagai dasar dalam melaksanakan berbagai strategi pengajaran yang dipilihnya (Abidin, 2009). Berdasarkan kondisi di atas, pembelajaran haruslah dilaksanakan atas dasar apa yang diketahui dan dapat dilakukan siswa sebaik bagaimana siswa berpikir dan belajar untuk menyelaraskan proses belajar dengan performa yang dibutuhkan sejalan dengan kebutuhan individu siswa. Melihat kenyataan ini, jelaslah guru harus benar-benar memiliki karakteristik unggul sehingga ia akan dapat melaksanakan misi barunya dalam proses pendidikan. Penciptaan guru berkarakteristik unggulan ini haruslah dilakukan baik pada saat guru menempuh proses pendidikan keguruan maupun pada saat guru sudah melaksanakan jabatannya sebagai tenaga pendidik (Abidin, 2009). Oleh karena itu, diangkat tema permasalahan mengenai pengetahuan konten, pedagogik, dan teknologi pada saat guru sudah menjabat sebagai tenaga pendidik. Di mana dilakukan analisis terhadap kemampuan TPACK guru biologi kelas XI MIA Sekolah Menengah Atas di kota Tangerang pada materi sistem saraf.

8 B. Rumusan Masalah Penelitian Sistem saraf adalah salah satu materi ajar biologi yang akan dipelajari di sekolah menengah atas pada kelas XI, beberapa sub materi yang akan diajarkan dalam sistem saraf memiliki konsep-konsep dalam bentuk abstrak. Berdasarkan latar belakang penelitian, rumusan besar masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana kemampuan TPACK guru biologi sekolah menengah atas tentang konsep sistem saraf? C. Pertanyaan Penelitian Untuk memudahkan proses analisis dan sekaligus memecahkan masalah, maka rumusan masalah dirinci dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana kemampuan guru biologi SMA dalam merencanakan pembelajaran sistem saraf dikaji berdasarkan TPACK? 2. Bagaimana kemampuan guru biologi SMA dalam implementasi D. Tujuan Penelitian pembelajaran sistem saraf dikaji berdasarkan TPACK? Tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan TPACK di dalam kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru. Sedangkan tujuan secara khusus untuk menganalisis kesesuaian perencanaan yang telah disusun oleh guru berdasarkan RPP dengan implementasi dalam kelas dilihat berdasarkan TPACK guru biologi SMA di Tangerang. Disamping itu juga untuk menganalisis bagaimana keterkaitan faktor lamanya pengalaman mengajar terhadap kemampuan TPACK guru biologi SMA dalam pembelajaran tentang konsep sistem saraf. Dengan cara menganalisis tingkat kemampuan TPACK yang dimiliki guru biologi sekolah menengah atas dalam materi sistem saraf. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti dan Pendidik Manfaat penelitian ini bagi peneliti dan pendidik adalah dapat lebih memahami mengenai peran penting kemampuan TPACK dalam proses pembelajaran pada materi sistem saraf. Selain itu, Peneliti dan pendidik dapat

9 mengetahui bagaimana cara atau metode yang tepat dalam memberikan pembelajaran atau perkuliahan mengenai materi sistem saraf kepada anak didiknya. Para pendidik juga dapat mengetahui peranan penting mengenai integrasi teknologi dalam proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Oleh karena itu, pendidik bukan hanya memiliki komponen pengetahuan konten dan pedagogik saja, melainkan harus juga ditunjang dengan kemampuan dalam mengintegrasikan kedua komponen tersebut dengan teknologi. 2. Bagi Sekolah Manfaat penelitian ini bagi sekolah yang menjadi objeknya adalah sekolah dapat mengetahui kinerja guru biologi sehingga secara tidak langsung sekolah dapat mengevaluasi kinerja guru biologinya bila dianggap diperlukan. Setelah itu, pihak sekolah juga dapat mencari solusi untuk meningkatkan kinerja guru tersebut berdasarkan hasil penelitian ini.