BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan tuntutan reformasi dan perubahan Undang-Undang Dasar Negara

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENERTIBAN TERNAK

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENERTIBAN TERNAK

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN SIAK KECAMATAN BUNGARAYA DESA BUNGARAYA PERATURAN DESA BUNGARAYA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG

QANUN KABUPATEN ACEH JAYA

ANA TASIA. Alumni Prodi Manajemen Pemerintahan FISIP UNJA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SABU RAIJUA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENERTIBAN TERNAK DALAM WILAYAH KABUPATEN SABU RAIJUA

PERATURAN DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENERTIBAN HEWAN TERNAK DAN HEWAN PENULAR RABIES YAITU ANJING

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara kesatuan, seperti yang terdapat dalam Undang-Undang

PERATURAN DAERAH KOTA PAGAR ALAM NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK BERKAKI EMPAT DALAM KOTA PAGAR ALAM

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 14 TAHUN 2001 SERI C NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan melalui tiga asas yaitu desentralisasi, dekosentrasi dan tugas

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 13 TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENERTIBAN HEWAN TERNAK

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

PEMERINTAH KOTA MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan sistem desentralisasi dan dekonsentrasi pada Negara Kesatuan

KKN AT033 UNIVERSITAS SYIAH KUALA QANUN PENERTIBAN HEWAN TERNAK

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 17

Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang

BUPATi BANrUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DAN PERANGKAT DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BAB III KERANGKA TEORITIS. urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian

2016, No Gubernur dan persetujuan tertulis dari Gubernur bagi Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota; c. bahwa berdasarkan

7. Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2000 tentang Kewenangan Kabupaten Lahat sebagai Daerah Otonom; diatur kembali;

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 06 TAHUN 2014 PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH KEPENGHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga keuntungan selisih nilai tukar rupiah

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

BUPATI KAUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan zaman telah membawa konsepsi negara hukum, berkembang pesat menjadi negara hukum modern. Hal ini mengakibatkan

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO SERI C

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PENERTIBAN HEWAN TERNAK DALAM WILAYAH KABUPATEN KONAWE SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik. Hal ini bila kita teliti dengan lebih seksama penyebabnya

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN JEPARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DAN LALU LINTAS TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-

EFEKTIFITAS BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SEBAGAI MITRA DAN PENGAWAS KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA. Oleh : Hendi Budiaman, S.H., M.H.

4. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Re

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar 1945 yang berbunyi Negara

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN (DICABUT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN KABUPATEN SUMBA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

Kecil dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara RI Tahun 1956 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1091) ; 3.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BENGKULU dan WALIKOTA BENGKULU MEMUTUSKAN:

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Kedua ata

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG KECAMATAN DUKUN DESA KENINGAR Alamat : Keningar, Dukun, Magelang Kode Pos 56482

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA SEBAGAI PENEGAK PERATURAN DAERAH Sejarah Pembentukan Satuan Polisi Pamong Praja

BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERATURAN DI DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung tinggi hukum dan kedaulatan hukum. Hal ini sebagai konsekuensi

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENERTIBAN HEWAN TERNAK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN GROBOGAN TAHUN ANGGARAN 2008 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 1 TAHUN 2008

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki oleh generasi sekarang tetapi juga dimiliki oleh generasi akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan, yang mengatur urusan otonomi daerah dan tugas

CATATAN : Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada saat diundangkan (11 Januari 2013)

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. jalan maupun di berbagai tempat umum. Padahal dalam Pasal 34 Undang-Undang

Peraturan Daerah. R. Herlambang Perdana Wiratraman Hukum Perundang-undangan. undangan Bagian Hukum Tata Negara

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1977 TENTANG USAHA PETERNAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Tujuan dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi daerah, yang diatur dalam

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 9 SERI D

BAB I PENDAHULUAN. tiga asas yaitu asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. 1

BAB I PENDAHULUAN. karena itu segala tindakan dan kewenangan pemerintah harus berdasarkan atas

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa..., dalam rangka mencapai tujuan negara. dalam bentuk pemberian pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang akan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Berdasarkan tuntutan reformasi dan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 penerapan sistem otonomi daerah telah di berlakukan melalui pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah provinsi dan daerah provinsi itu di bagi pula atas daerah kabupaten dan kota. Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dilaksanakan dengan asas otonomi daerah yang artinya ialah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat, sesuai peraturan perundang-undangan. Hal ini mengandung makna bahwa urusan pemerintahan pusat yang menjadi kewenangan pusat tidak mungkin dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya oleh pemerinyah pusat guna kepentingan pelayanan umum pemerintahan dan kesejahteraan rakyat di semua daerah.oleh sebab itu, hal-hal mengenai urusan pemerintahan yang dapat dilaksanakan oleh daerah itu sendiri, sangat tepat diberikan kebijakan otonomi sehingga setiap daerah akan lebih mampu dan mandiri untuk memberikan pelayanan dan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah. 1 Sistem pemerintahan daerah yang telah di akui di Indonesia telah memberikan kewenangan kepada daerah untuk membentuk peraturan daerah dan peraturan lainnya 1 Ibid. halaman. 6 1

untuk menyelenggarakan otonomi dan tugas pembantuan di daerah sebagaimana telah di amanatkan melalui pasal 18 ayat 5 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Peraturan daerah ditetapkan tidak saja dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, tetapi juga dalam rangka penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundangundangan yang lebih tinggi. Suatu peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan dan ketertiban umum. 2 Ketertiban merupakan salah satu tujuan dibentuknya peraturan daerah dan ketertiban merupakan suatu suasana yang menjadi impian didalam kehidupan bermasyarakat, dan untuk mewujudkan itu semua tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Akan tetapi harus ada usaha yang terstruktur sistematis yang dilakukan oleh pemerintah khususnya Pemerintah Daerah Pohuwato, melalui Aparat Kecamatan Marisa dan dibantu dengan dukungan masyarakat. Masyarakat Marisa dari segi kehidupan sosial ekonomi dalam kurun waktu yang cukup singkat telah mengalami kemajuan dan perubahan pesat. Namun pembangunan sosial apabila tidak diatasi dengan baik dapat mengganggu keamanan dan ketentraman warga di daerah ini. Hal ini dapat menyebabkan ketidakpuasan yang akan menurunkan kepercayaan kepada pemerintah daerah. Perencanaan pembangunan dari segi tata kota yang diinginkan tentulah yang terlihat tertib dan teratur, akan tetapi dalam pencapaiannya tentulah bukanlah hal yang mudah dicapai. Jika dilihat dari segi matapencaharian penduduk Indonesia tidak asing lagi dengan usaha mata pencaharian pertanian dan peternakan begitu pula dengan 2 Abdullah Rozali, 2003, Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme sebagai suatu alternative, Jakarta: PT Raja Grafindo Pertsada, halaman 42 2

penduduk Kecamatan Marisa. Namun terkadang dibidang peternakan bisa mendatangkan permasalahan yang mengganggu ketertiban umum. Ini karena sistem peternakan yang tidak mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini menjadi sorotan penting bagi pemerintah setempat untuk menanggulangi permasalahan ini. Melalui sistem otonomi daerah memberikan kewenangan penuh dari pemerintah pusat kepada pemerintah yang ada didaerah untuk mengurusi daerahnya masing-masing, maka dari itulah muncul berbagai aturan yang mengatur tentang berbagai macam permasalahan yang ada didaerah, yang kita kenal dengan perturan daerah, disini penulis memberikan contoh sesuai dengan permasalahan penelitian yang akan diangkat yakni peraturan daerah tentang ketertiban umum. Hewan ternak yang menjadi salah satu sumber penghidupan masyarakat di daerah akan berdampak baik dan positif apabila dalam pelaksanaannya dikelola secara teratur dan tertib. Akan tetapi menimbulkan persoalan kemasyarakatan ketika hewan ternak dilepas secara liar oleh pemilik atau orang yang diberi tugas memeliharanya. Persoalan dimaksud antara lain kerusakan pada tanaman pertanian, mengganggu nilai estetika dan kebersihan lingkungan serta sering kali berdampak pada kecelakaan bagi pengguna jalan umum. 3 Untuk itu dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah, maka pengaturan tentang penertiban hewan ternak perlu dilakukan dalam Peraturan Daerah. Pada tanggal 16 juli 2013 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pohuwato telah mengesahkan Peraturan Daerah nomor 7 tahun 2013 tentang Penertiban Hewan Ternak. Perda ini adalah pengganti Perda Nomor 37 tahun 2005 tentang Larangan Melepas 3 Peraturan Daerah Kabupaten Pohuwato Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Penertiban Hewan Ternak, halaman 11 3

Hewan. Peraturan ini berisikan kewajiban dan larangan yang dimaksudkan untuk meminimalisir persoalan yang ditimbulkan oleh hewan ternak yang dilepas oleh pemiliknya. Setelah melakukan observasi dan wawancara awal, penulis menemukan beberapa masalah mengenai diberlakukannya Peraturan Daerah Kabupaten Pohuwato Nomor 7 Tahun 2013 tentang Penertiban Hewan Ternak terutama di wilayah Kecamatan Marisa yang menjadi pusat dari aktivitas masyarakat Kabupaten Pohuwato. Berdasarkan hasil observasi awal penulis banyak peternak hewan seperti peternak sapi, kerbau, kambing dan lain sebagainya dipelihara dengan cara dilepas di pekarangan umum, Hal ini menimbulkan keresahan dimasyarakat. Hewan ternak yang dipelihara dengan dilepas masuk ke pekarangan rumah orang lain dan merusak tanaman-tanaman serta kebunkebun masyarakat setempat, kemudian sering terjadi kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh ternak yang berkeliaran dijalan umum. Kotoran ternak yang berserakan diperkarangan umum mengganggu kesehatan dan keindahan tata kota. Para peternak yang kurang memiliki pemahaman akan ketertiban beternak dianggap sebagai sumber masalah dari pelaksanaan ketertiban yang menjadi bahan penelitian penulis. Mereka tentunya akan menambah persoalan yang timbul dari ketidaktertiban ternak tersebut. Dalam penerapannya, Peraturan Daerah Penertiban Hewan Lepas ini masih mengalami hambatan-hambatan terutama pada pasal 3 dan pasal 4, yaitu pasal yang mengatur larangan dan kewajiban yang dibebankan kepada peternak. Dalam penelitian ini penulis ingin mendeskripsikan implementasi Peraturan Daerah Penertiban Hewan Lepas terutama pasal 3 dan pasal 4 tersebut dengan apa yang senyatanya terjadi di 4

lapangan dan menggambarkan kondisi yang terjadi di lapangan dengan konsep yang telah dirancang oleh pemerintah. Sehingga penulis memperoleh data dan informasi mengenai apa yang sebenarnya terjadi dalam pelaksanaan program tersebut. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian tentang Implementasi Pasal 3 Dan Pasal 4 Perda Nomor 7 Tahun 2013 Mengenai Larangan dan Kewajiban Peternak di Kecamatan Marisa. 1.2.Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah Implementasi Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2013 Mengenai Larangan dan Kewajiban Peternak di Kecamatan Marisa? 2. Bagaimanakah kesadaran peternak dalam memenuhi larangan dan kewajiban dalam rangka Penertiban Hewan Ternak di Kecamatan Marisa? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui dan menganalisis Implementasi Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 mengenai larangan dan kewajiban peternak di Kabupaten Pohuwato. 2. Untuk mengidentifikasi kesadaran masyarakat di Kecamatan Marisa dalam memenuhi larangan dan kewajiban dalam rangka Penertiban Hewan Ternak di Kecamatan Marisa. 5

1.4.Manfaat Penelitian a. Secara teoritis Penelitian ini diharapkan menjadi bahan studi dan menjadi salah satu sumbangsih pemikiran ilmiah dalam melengkapi kajian kajian yang mengarah pada pengembangan ilmu hukum. b. Secara praktis 1. Bagi pemerintahan Penelitian ini berguna bagi aparatur pemerintah untuk mengevaluasi kembali kebijkan yang ada dan mencermati penerapan kebijakannya dilapangan. 2. Bagi masyarakat Sebagai bahan informasi untuk mengetahui kebijakan yang ada di Indonesia serta sebagai pedoman masyarakat untuk dapat ikut serta dalam mengembangkan prinsip ini di Indonesia khususnya Kecamatan Marisa Kabupaten Pohuwato 3. Bagi Penulis Penelitian ini berguna sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan mata kuliah seminar proposal pada program studi Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo. 6